Anda di halaman 1dari 8

PAPER MATA KULIAH ASKEP GERONTIK

DIAGNOSA KEPERAWATAN PADA PASIEN LANSIA DENGAN GANGGUAN


ELIMINASI URINE

Dosen pengampu NS. Rani Ardina , M.Kep

Disusun
Kelompok VI
Eka Maryati
Nila Dewiana

Ramlan
Didik Efrianto

Fitri Sasrianti
Sri Maryani

FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN


UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PRINGSEWU
2020/2021
DIAGNOSA KEPERAWATAN PADA PASIEN LANSIA DENGAN GANGGUAN
ELIMINASI URINE
Abstract

Pola eliminasi urine merupakan salah satu perubahan fisik yang akan dialami oleh usia lanjut, salah
satunya dalam proses berkemih, seperti merasakan keluarnya urin dalam bentuk beberapa tetes pada
saat sedang batuk, jogging atau berlari. Bahkan ada juga yang mengalami kesulitan menahan urin
sehingga keluar sesaat sebelum berkemih. Semua gejala ini disebut dengan inkontinensia urin. Fungsi
kandung kemih normal memerlukan aktivitas yang terintegrasi antara sistim saraf otonomi dan
somatik. ensio urine merupakan suatu kedaruratan yang harus mendapatkan tindakan dan pertolongan
secara segera, karena retensi urin total yang berlangsung beberapa hari dapat menyebabkan urosepsis
yang berakhir dengan kematian. Tujuan dari jurnal ini adalah untuk mengetahui perubahan eliminasi
urine pada lansia. Hasil analisis data menunjukkan bahwa sebanyak 30 (48,3%) lansia mengalami
perubahan eliminasi urine dan sisanya 13 lansia (20,9%) tidak mengalami perubahan eliminasi urine,
sehingga peran keluarga sangat di perlukan. Keluarga agar dapat mengoptimalkan dukungan dalam
perawatan lansia dengan perubahan eliminasi.

Kata kunci: pola eliminasi, inkontinensia urine, ensio urin


PENDAHULUAN

Jumlah lanjut usia di Indonesia terus meningkat dari tahun ke tahun, tentunya akan
menimbulkan persoalan-persoalan baru, tidak saja di bidang sosial-ekonomi, tetapi juga di
bidang kesehatan, baik tingkat negara, masyarakat, maupun individu. Perubahan-perubahan
yang terjadi dapat mengakibatkan kemunduran fungsi, sehingga kemampuan fisik menurun
(disability) atau kekacauan koordinasi (disorder) sehingga dapat menimbul kan hambatan
atau rintangan (handicap), bahkan sampai dapat mengarah pada suatu penyakit (disease).
Perubahan-perubahan itu akan berjalan terus dan akan semakin cepat progressive), setelah
umur melampaui dekade ke-enam.

Dari sekian banyak Idea Nursing Journal Vol. II No. 2104 Geriatric Giant (problem yang
banyak diderita lansia) adalah inkontinentia urine (Prubosuseno, 2009). Sering berkemih
merupakan gejala urinasi yang terjadi lebih sering dari normal bila dibandingkan dengan
pola yang lazim dimiliki seseorang ataulebih sering dari normal yang umumnya diterima,
yaitu setiap 3 hingga 6 jam sekali.Gejala ini dapat terjadi akibat berbagai keadaan seperti
infeksi dan penggunaan obatobat tertentu seperti diuretik (Brunner& Suddart’s, 2002).

Perubahan fisiologis yang terjadi pada lansia akan berdampak pada gangguan pemenuhan
kebutuhan eliminasi urine. Berdasarkan data yangdidapatkan pada lansia yang tinggal di
Panti Sosial Tresna Bahagia Magetan dari 60 orang responden, 30 orang (51,7%) mengeluh
adanya gangguan dalam pemenuhan kebutuhan eliminasi urine. Kondisi ini merupakan
tantangan bagi keperawatan, khususnya keperawatan lansia. Faktor-faktor, seperti usia,
jenis kelamin, jenis makanan yang dikonsumsi, medikasi, dan aktivitas yang berpengaruh
terhadap kebutuhan eliminasi urine (Nursalam, 2007). Perubahan eliminasi urine dapat juga
mengganggu aktifitas dan kegiatan lansia. Inkontenensia ini banyak di dapat pada wanita
lanjut usia. Kadang terjadinya tidak terlalu sering dan urine yang keluar hanya sedikit dan
membutuhkan pengobatan khusus, tetapi juga dapat sedemikian banyak dan mengganggu,
sampai dibutuhkan tindakan pembedahan untuk mengatasinya (Darmojo,2006)
Pembahasan

Berdasarkan hasil sebagian besar lansia mengalami gangguan perubahan eliminasi


urine. Menurut Pery dan Potter (2006), klienyang memiliki masalah perkemihan
paling sering mengalami gangguan dalam aktifitas berkemihnya. Gangguan ini
diakibatkan oleh kerusakan fungsi kandung kemih, obstruksipada aliran urine yang
mengalir keluar, atau ketidakmampuan mengontrol berkemih secara voulunter.
Beberapa klien dapat mengalami perubahan sementara atau permanen dalam jalur
normal ekskresi urine. Langkah awal yang akan dilakukan untuk menghadapi
berbagai masalah yang terjadi yaitu dengan meningkatkan sikap lansia dalam
menghadapi perubahan pola eliminasi urine (inkontinensia urine).

Perawat yang menangani klien lansia dapat memberikan pengarahan terhadap


lansia tentang perubahan pola eliminasi urine (inkontinensia urine). Selain itu harus
sering diadakannya penyuluhan-penyuluhan tentang perubahan pola eliminasi urin
(inkontinensia urine). perawat melakukan pendekatan pada lansia untuk merubah
sikap buruk dalam penanganan inkontinensia urine. Lansia diharapkan dapat
bergerak sendiri dan ada kesadaran yang tumbuh di dalam diri lansia sehingga
dapat menumbuhkan sikap yang positif dalam penanganan inkontinensia urine.

Fenomena inkontinensia urine yang terjadi sangat tinggi, maka dapat di identifikasi
sikap lansia dalam menghadapi perubahan pola eliminasi urine (inkontinensia urine).
Bladder training merupakan latihan kandung kemih sebagai salah satu upaya
mengembalikan fungsi kandung kemih yang mengalami gangguan. Orzeck dan Ouslander
(1987 dalam Hariyati 2000) mengatakan bahwa bladder training merupakan upaya
mengembalikan pola buang air kecil dengan menghambat atau merangsang keinginan
buang air kecil.

Bladder training merupakan tindakan yang bermanfaat dalam mengurangi frekuensi dari
inkontinensia. Latihan ini sangat efektif dan memiliki efek samping yang minimal dalam
menangani masalah inkontinensia urin. Bladder training diharapkan pola kebiasaan
disfungsional, memperbaiki kemampuan untuk menekan urgensi dapat diubah dan secara
bertahap akan meningkatkan kapasitas kandung kemih dan memperpanjang interval
berkemih (Purnomo, 2011). Salah satu metode bladder training adalah delay urination,
metode ini dilakukan dengan latihan menahan kencing/menunda untuk berkemih. Pada
pasien yang masih terpasag kateter, delay urination dilakukan dengan mengeklem atau
mengikat aliran urin ke urin bag. Tindakan ini memungkinkan kandung kemih terisi uirn dan
otot detrusor berkontraksi sedangkan pelepasan klem memungkinkan kandung kemih untuk
mengosongkan isinya (Smeltzer & Bare, 2008)

Implikasi klinis :

1. Benigna prostat hiperplagia

2. Pembengkakan perinial

3. Cidera medulla spinalis

4. Rektokel

5. Tumor di saluran kemih

DIAGNOSA KEPERAWATAN YANG MUNCUL

 Retension Urine D.0050 l.04034 Eliminasi urine

Intervensi keperawatn SIKI

Intervensi utama :

- Manajemen eliminasi urine

a. Tindakan observasi

- Identifikasi tanda dan gejala retensi atau inkontenesia urine

- Identifikasi factor yang menyebabkan retensi atau inkontenesia urine

- Monitor eleminasi urine

b. Edukasi

- Ajarkan tanda dan gejala infeksi saluran kemih

- Ajarkan mengukur dan asupan cairan dan haluaran urine

- Ajarkan mengenali tanda dan berkemih dan waktu yang tepat untuk berkemih

- Anjurkan minum yang cukup jika tidak ada kontraindikasi


c. Kolaborasi

- Kolaborasi pemberian obat suposituria uretra,jika di perlukan.


SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Perawat yang menangani klien lansia dapat memberikan pengarahan terhadap lansia
tentang perubahan pola eliminasi urine (inkontinensia urine). Selain itu harus sering
diadakannya penyuluhan-penyuluhan tentang perubahan pola eliminasi urin (inkontinensia
urine).

Saran

Lansia diharapkan dapat bergerak sendiri dan ada kesadaran yang tumbuh di dalam diri
lansia sehingga dapat menumbuhkan sikap yang positif dalam penanganan inkontinensia
urine
DAFTAR PUSTAKA

Aniuliene R, Aniulis P, S. V. (2016). Risk factors and types of urinary incontinence among
middle-aged and older male and female primary care patients in Kaunas Region of
Lithuania: cross sectional study. Urol Ogy Journal, 13(1), 2552–2561.

Ackley, B.J, Ladwig, G.B., & Makic, M.B.F.(2017). Nursing diagnosis handbook, An
evidence based guide to planning care. 11th Ed. St. Louis: Elsevier

Khangar, B., Mallya, V., Khurana, N., Sachdeva, P., & Kashyap, S. (2018). Assessment
of symptoms and quality of life among postmenopausal women in a tertiary care hospital in
Kochi, South India: A hospital-based descriptive study. Journal of Mid-Life Health, 9, 185–
190. https://doi.org/10.4103/jmh.JMH

Kwon CS, L. J. (2014). Prevalence, risk factors, quality of life, and health- care seeking
behaviors of female urinary incontinence: results from the 4th Korean National Health and
Nutrition Examination Survey VI (2007-2009). Int Neurourol Journal, 18(1), 31–36.

Lee SH, Kang JS, Kim JW, L. S. (2013). Incontinence pad usage in medical welfare
facilities in Korea. Int Neurourol Journal, 17(1), 186–190.

Silay K, Akinci S, Ulas A, Yalcin A, Silay YS, Akinci MB, et al. (2016). Occult urinary
incontinence in elderly women and its association with geriatric condition. Eur Rev Med
Pharmacol Sci, 20(1), 447–451.

Haryanto. (2007). Konsep dasar keperawatan dengan pemetaan konsep (concept


mapping).Jakarta: Salemba Medika

Simamora, H., R.2010. Komunikasi dalam Keperawatan jilid 1.Jember University


Press.Hal.210

Simamora, H., R.2008. Peran Manajer dalam Pembinaan Etika Perawat Pelaksana dalam
Peningkatan Kualitas Pelayanan Asuhan Keperawatan, jilid 4,terbitan 2. Jurnal IKESMA.

Anda mungkin juga menyukai