Hospital by Laws: Proses Pembuatan dan Implementasi dalam Organisasi Rumah Sakit
Disusun Oleh:
2023
KATA PENGANTAR
Puji syukur penyusun panjatkan kehadirat Tuhan YME yang telah melimpahkan rahmat
serta hidayah-Nya, sehingga makalah tentang “ Hospital by Laws: Proses Pembuatan dan
Implementasi dalam Organisasi Rumah Sakit” ini bisa diselesaikan dengan lancar.
Adapun tujuan daripada pembuatan makalah ini adalah untuk menambah wawasan,
kreatifitas, ilmu pengetahuan mahasiswa dan untuk mempelajari lebih dalam lagi tentang tujuan
serta pelaksanaan Hospital by Laws: Proses Pembuatan dan Implementasi dalam Organisasi
Rumah Sakit yang ada di Indonesia.
Penulis menyadari bahwa makalah ini jauh untuk dikatakan sempurna baik isi maupun
penyajiannya. Oleh karena itu, penulis mengharapkan saran dan kritik yang bersifat membangun
bagi perbaikan laporan di masa yang akan datang. Akhir kata semoga makalah ini dapat
memberikan manfaat bagi semua pihak yang berkepentingan .
i
DAFTAR ISI
ii
BAB I
PENDAHULUAN
1
Azar Izadi and others, ‘Evaluating Health Service Quality: Using Importance Performance Analysis’,
International Journal of Health Care Quality Assurance, 30.7 (2019), 656–63
<https://doi.org/https://doi.org/10.1108/IJHCQA-02-2017-0030>.
2
Rizky Ardilla Lubis and others, ‘Hubungan Mutu Pelayanan Kesehatan Dengan Kepuasan Pasien Rawat Jalan Di
Puskesmas Sei Mencirim Medan Tahun 2020’, Jurnal Keperawatan Dan Fisioterapi (Jkf), 3.1 (2020), 13–20
<https://doi.org/10.35451/jkf.v3i1.467>.
3
Wan Agusti, ‘Perlindungan Hukum Terhadap Layanan Kesehatan Masyarakat Kota Pekanbaru Berdasarkan
Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan’, Jurnal Hukum Respublica, 19.2 (2020), 111–32
<https://doi.org/10.31849/respublica.v19i2.5678>.
4
Mushtaq Ahmad Darzi and others, ‘Service Quality in the Healthcare Sector: A Systematic Review and Meta-
Analysis’, LBS Journal of Management & Research, 21.1 (2023), 13–29 <https://doi.org/10.1108/lbsjmr-06-
2022-0025>.
1
primer dan layanan kesehatan di rumah sakit. Semua tingkat layanan kesehatan diwajibkan untuk
memberikan pelayanan terbaik kepada masyarakat.5
Peningkatan kualitas layanan telah menjadi prioritas dalam agenda manajemen. Dalam
konteks pertumbuhan permintaan terhadap layanan kesehatan, peningkatan biaya, keterbatasan
sumber daya, dan keragaman intervensi klinis, banyak sistem kesehatan di seluruh dunia berfokus
pada upaya mengukur dan meningkatkan kualitas layanan mereka. Langkah awal untuk mencapai
tujuan ini adalah dengan mendefinisikan konsep kualitas, yang telah lama menjadi subjek
kontroversi.6 Dalam konteks pelayanan kesehatan, konsep kualitas melibatkan dua aspek utama,
yaitu mutu teknis (klinis) dan kualitas fungsional (non-klinis). Mutu teknis fokus pada
keterampilan, akurasi prosedur, dan diagnosis medis, sementara kualitas fungsional mengacu
pada pelayanan kesehatan yang diberikan kepada pasien.7
Pasien secara umum mendapatkan perlindungan berdasarkan Undang-Undang Nomor 8
Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen8, dan secara khusus, mereka juga dilindungi oleh
Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan. 9 Pasien, yang dalam konteks ini
dianggap sebagai konsumen, didefinisikan sebagai "setiap pemakai atau pengguna barang
dan/atau jasa baik untuk kepentingan sendiri, keluarga, orang lain, maupun makhluk hidup lain
dan tidak untuk diperdagangkan." Oleh karena itu, hak-hak pasien sebagai konsumen harus
diperhatikan oleh semua pihak penyelenggara layanan kesehatan.
Hukum kesehatan termasuk dalam kategori "lex specialis" yang secara khusus melindungi
tugas profesi kesehatan (penyedia layanan) dalam rangka mencapai tujuan deklarasi "health for
all" dan juga memberikan perlindungan khusus terhadap pasien sebagai penerima layanan untuk
mencapai pelayanan kesehatan yang optimal. Dengan demikian, hukum kesehatan mengatur hak
dan kewajiban bagi setiap penyelenggara layanan dan penerima layanan, baik sebagai individu
(pasien) maupun sebagai kelompok masyarakat.10
5
Mela Aryati and others, ‘Outpatient’s Satisfaction Analysis of Pharmaceutical Service in Pharmacy Installation
in Reksodiwiryo Hospital Padang’, Disease Prevention and Public Health Journal, 16.2 (2022), 147–58
<https://doi.org/10.12928/dpphj.v16i2.6176>.
6
Mohammad Ali Abbasi-Moghaddam and others, ‘Evaluation of Service Quality from Patients’ Viewpoint’, BMC
Health Services Research, 19.1 (2019), 1–7 <https://doi.org/10.1186/s12913-019-3998-0>.
7
Robert Kaba Alhassan and others, ‘Comparison of Perceived and Technical Healthcare Quality in Primary
Health Facilities: Implications for a Sustainable National Health Insurance Scheme in Ghana’, PLoS ONE, 10.10
(2018), 1–19 <https://doi.org/10.1371/journal.pone.0140109>.
8
Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen
9
Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan
10
Cecep Triwibowo, Etika dan Hukum Kesehatan, (Yogyakarta: Nuha Medika, 2014), hlm.16
2
Pasal 1 ayat 10 Undang-Undang Praktek Medis menyatakan, “Pasien adalah orang yang
melakukan konsultasi mengenai masalah kesehatannya untuk mendapatkan layanan kesehatan
yang diperlukan, baik secara langsung maupun tidak langsung kepada dokter atau dokter gigi.”
Hubungan antara dokter dan pasien dikenal sebagai hubungan kontrak layanan medis, hubungan
hukum.11 Menurut Bahder Johan Nasution, hubungan antara dokter dan pasien adalah transaksi
terapeutik. Secara hukum, kesepakatan antara dokter dan pasien telah menciptakan hak dan
kewajiban dan harus diterapkan seperti yang disepakati. Berdasarkan hak dan kewajiban pasien,
hubungan hukum dokter dan pasien dalam layanan kesehatan ini akan memiliki dampak hukum. 12
Dampak hukum yang terjadi adalah tanggung jawab hukum dokter terhadap pasien karena
pelanggaran hukum, etika, dan disiplin.13
Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan, Pasal 8 menyatakan, “Setiap
orang memiliki hak untuk memperoleh informasi tentang data kesehatannya, termasuk tindakan
dan obat-obatan dari petugas kesehatan.” Undang-Undang No. 36 Tahun 2014 tentang Pekerja
Kesehatan Pasal 68, Pasal 1 menyatakan bahwa “Setiap tindakan pelayanan kesehatan individual
yang dilakukan oleh pekerja kesehatan harus mendapatkan persetujuan”. Pasien juga memiliki
hak untuk memilih fasilitas kesehatan yang ada dan mendapatkan layanan kesehatan yang baik. 14
Rumah sakit, sebagai penyedia layanan kesehatan, memiliki peran krusial dalam
memberikan pelayanan kepada pasien yang merupakan penerima jasa. Untuk menjaga
keharmonisan hubungan antara tenaga kesehatan, rumah sakit, dan pasien, diperlukan peraturan
yang mengatur dinamika tersebut.15 Aturan main ini, yang juga dikenal sebagai Hospital by Laws,
menjadi kepentingan rumah sakit dan diwajibkan oleh Undang-Undang No 44 Tentang Rumah
Sakit. Undang-Undang ini menegaskan bahwa rumah sakit harus menyusun dan melaksanakan
Hospital by Laws sebagai dasar hukum untuk implementasi peraturan internal.
11
M Zamroni, Hukum Kesehatan : Tanggung Gugat Dokter Dan Rumah Sakit Dalam Praktik Pelayanan Medis
(Surabaya: Scopindo Media Pustaka, 2022).
12
Hastarini Dwi Atmanti and Maal Naylah, ‘The Efficiency of Healthcare System in Indonesia in 2014-2018’, 7.6
(2019), 644–51.
13
Yussy A Mannas, ‘Hubungan Hukum Dokter Dan Pasien Serta Tanggung Jawab Dokter Dalam Penyelenggaran
Pelayanan Kesehatan (Legal Relations Between Doctors and Patients and The Accountability of Doctors in
Organizing Health Services)’, Cita Hukum, 6.1 (2018), 163–82.
14
I Ketut Agus Prasetyo, ‘Telemedicine Sebagai Alternatif Konsultasi Medis Di Masa Pandemi Covid-19’,
MERDEKA.COM, 2020.
15
Murniati, Lucia and Yustina, Endang Wahyati and Santoso, Siswo Putranto (2016) Implementasi Hospital
Bylaws Di Rumah Sakit Santo Antonio Baturaja Setelah Berlakunya Permenkes Nomor: 755/Menkes/Per/Iv/2011
Tentang Penyelenggaraan Komite Medik Di Rumah Sakit. SOEPRA Jurnal Hukum Kesehatan, 2 (2). pp. 143-
153.
3
Penyusunan Hospital by Laws diatur dalam “Keputusan Menteri Kesehatan Republik
Indonesia Nomor 772/MENKES/SK/VI.2002” yang mengatur pedoman peraturan internal rumah
sakit. Hospital by Laws menjadi penting karena mengubah status rumah sakit dari lembaga sosial
yang kebal hukum menjadi lembaga yang dapat menjadi subjek hukum. Oleh karena itu,
peraturan internal ini diperlukan untuk mengatur peran dan fungsi pemilik, pengelola, dan staf
medis, menjadikan rumah sakit lebih terstruktur dan akuntabel.
Hospital by Laws, atau peraturan rumah sakit, bukan hanya menjadi dasar hukum tetapi
juga fondasi untuk meningkatkan tata kelola yang efektif di rumah sakit. Tata kelola yang baik
dapat memberikan kontribusi positif terhadap mutu pelayanan kesehatan di rumah sakit tersebut.
Pentingnya menciptakan tata kelola yang baik menuntut keselarasan antara pemilik rumah sakit,
pengelola, dan staf medis sebagai pelaksana layanan medis kepada pasien. Hospital by Laws
memiliki peran sentral karena memberikan landasan hukum yang jelas untuk mengatur
operasional organisasi di rumah sakit.
Pembentukan Hospital by Laws bertujuan untuk mengatasi kompleksitas hubungan antara
pemilik, pengelola, dan staf medis, sehingga dapat meminimalisir potensi kesalahan dan
permasalahan di masa mendatang. Hospital by Laws menjadi pijakan penting untuk memastikan
implementasi Hospital by Laws sebagai suatu peraturan internal yang efektif pada rumah sakit.
1.2 Rumusan Masalah
1. Bagaimana implementasi hospital by law dalam organisasi rumah rakit berkualitas tinggi?
4
BAB II
PEMBAHASAN
16
Fira, A., 2019, Hospital By Laws Sebagai Pedoman Tata Kelola Rumah Sakit, SIP Law Firm
5
6. Untuk memenuhi persyaratan akreditasi rumah sakit.
Tujuan dan Manfaat peraturan internal rumah sakit:
1. Tujuan Peraturan Internal Rumah Sakit
a. Umum
Dimilikinya suatu tatanan peraturan dasar yang mengatur pemilik rumah sakit atau
yang mewakili, direktur rumah sakit dan tenaga medis sehingga penyelenggaraan
rumah sakit dapat efektif, efisien dan berkualitas
b. Khusus
1) Dimilikinya pedoman oleh rumah sakit dalam hubungannya dengan pemilik atau
yang mewakili, direktur rumah sakit dan staf medis
2) Dimilikinya pedoman dalam pembuatan kebijakan teknis operasional rumah sakit
3) Dimilikinya pedoman dalampengaturan saf medis
2. Manfaat peraturan internal rumah sakit
a. Untuk rumah sakit
1) Rumah sakit memiliki acuan hukum dalam bentuk anggaran rumah tangga
2) Rumah sakit memiliki kepastian hukum dalam pembagian kewenangan dan
tanggung jawab baik eksternal maupun internak yang dapat menjadi alat/sarana
perlindungan hukum bagi RS atas tuntutan/gugatan
3) Menunjang persyaratan akreditasi RS
4) Memiliki sarana /alat untuk meningkatkan mutu pelayanan RS
5) RS memiliki kejelasan arah dan tujuan dalam melaksanakan kegiatannya.
b. Untuk pengelola rumah sakit
1) Memiliki acuan tentang batas kewenangan, hak, kewajiban dan tanggung jawab
yang jelas sehingga memudahkan dalam menyelesaikan masalah yang timbul serta
dapat menjaga hubungan serasi dan selaras
2) Mempunyai pedoman resmi untuk menyusun kebijakan teknis operasional
c. Untuk pemerintah
1) Mengetahui arah dan tujuan rumah sakit tersebut didirikan
2) Acuan dalam menyelesaikan konflik di rumah sakit
d. Untuk pemilik
1) Mengetahui tugas dan kewajibannya
6
2) Acuan dalam menyelesaikan konflik internal
3) Acuan dalam menilai kinerja direktur rumah sakit
e. Untuk Masyarakat
1) Mengetahui visi, misi dan tujuan rumah sakit
2) Mengetahui hak dan kewajiban pasien.
Ciri dan Substansi Peraturan Internal Rumah Sakit
1. Peraturan internal rumah sakit adalah “tailor made”, ini berarti peraturan internal rumah
sakit dari satu rumah sakit berbeda dengan rumah sakit lainnya. Hal ini disebabkan karena
faktor-faktor internal rumah sakit seperti misalnya Sejarah, pendirian, kepemilikan,
situasi, dan kondisinya berlainan di setiap rumah sakit
2. Peraturan internal rumah sakit pada intinya mengatur hal-hal yang merupakan konsitusi
rumah sakit atau peraturan-peraturan dasar rumah sakit.
3. Peraturan ingternal rumah sakit pada prinsipnya adalah peraturan yang ditetapkan oleh
pemilik atau yang mewakili
4. Peraturan internal rumah sakit mengatur hubungan pemilik atau yang mewakili, direktur
rumah sakit dan staf medis
5. Uraian di dalam peraturan internal rumah sakit harus tegas, jelas dan terperinci
6. Karena rumusnya sudah jelas, maka peraturan internal rumah sakit tidak dapat ditafsirkan
lagi secara individual, sehingga tertutup kemungkinan untuk mengadakan penafsiran yang
berbeda.
7. Peraturan internal rumah sakit harus diterima, yang mempunyai otoritas dan ditaati oleh
pihak-pihak yang terkait.
8. Agar tetap up to date, maka peraturan internal rumah sakit harus di evaluasi secara
berkala.
Peraturan internal rumah sakit terdiri dari 2, yaitu:
1. Peraturan internal yang mengatur hubungan pemilik atau yang mewakili dengan direktur
RS (pengelola RS) yang disebut peraturan internal korporate (Corporate Bylaws).
2. Peraturan internal yang mengatur staf medis yang disebut peraturan internal staf medis
(Medical Staff Bylaws)17.
17
Departemen Kesehatan Republik Indonesia, Direktorat Jenderal Pelayanan Medik & Direktorat Pelayanan Medik
dan Gigi Spesialistik. (2002). Pedoman Peraturan Internal Rumah Sakit (Hospital By Laws). Jakarta
7
Secara rinci akan dijelaskan sebagai berikut:
1. Peraturan Internal Corporate (Peraturan Internal Institusi)
Istilah korporate biasa digunakan untuk badan hukum swasta, sedangkan untuk rumah
sakit pemerintah bisa digunakan istilah peraturan internal institusi. Sebelum menyusun
peraturan internal korporate ada hal-hal penting yang perlu diperhatikan, yaitu:
a. Bentuk badan hukum pemilik rumah sakit
Bentuk badan hukum pemilik rumah sakit akan mempengaruhi organisasi pemilik
atau yang mewakili. Oleh karena itu peraturan yang mengatur badan hukum dan akte
badan hukum dari pemilik rumah sakit menjadi acuan utama dalam menyusun
peraturan internal korporate. Untuk mengetahui bentuk badan hukum pemilik rumah
sakit maka perlu mengetahui macam kepemilikan rumah sakit di Indonesia:
1) Rumah sakit milik pemerintah
a) Departemen Kesehatan
b) Departemen Kesehatan dan Departemen Keuangan (bentuk bdan hukumnya
adalah Perusahaan Jawatan)
c) Pemerintah Daerah Propinsi
d) Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota
e) Departemen Hankam dan Polri
f) Badan Usaha Milik Negara
g) Departemen lain
2) Rumah sakit milik swasta
a) Yayasan
b) Perseroan Terbatas (PT)
c) Badan hukum lainnya.
Perbedaan kepemilikan tersebut diatas, akan mempengaruhi organisasi badan
hukum pemilik, siapa yang dimaksud yang mewakili serta peran dan tugasnya.
b. Bentuk format peraturan internal korporate
8
Peraturan internal korporate adalah “tailor made”, maka bentuk format peraturan
internal korporate diserahkan ke masing-masing rumah sakit, dengan alternatif-
alternatif sebagai berikut18:
1) Merupakan surat keputusan dari pemilik atau yang mewakili dimana materi yang
diatur dikelompokkan menjadi bab dan pasal-pasal
2) Merupakan buku yang kemudian dilampiri dengan surat keputusan dari pemilik
atau yang mewakili untuk pemberlakuan buku tersebut.
Berdasarkan hal tersebut, materi yang perlu diatur (dicantumkan) pada peraturan
internal korporate adalah:
1) Nama, Tujuan, Filosofi
a) Nama adalah nama badan hukum pemilik rumah sakit
b) Tujuan adalah tujuan rumah sakit didirikan
c) Filosofi adalah filosofi organisasi rumah sakit, merupakan organisasi laba atau
nirlaba.
2) Pengaturan tentang Governing Body
Pada peraturan internal korporate ini diharapkan ada kejelasan pengaturan
mengenai pemilik atau yang mewakili tersebut yaitu antara lain mengenai:
a) Komposisi atau keanggotaan
b) Kewenangan dan tanggung jawab
c) Peran terhadap staf medis
d) Pengaturan rapat
Pada umumnya tanggung jawab pemilik atau yang mewakili adalah :
- Menetapkan tujuan rumah sakit
- Mengawasi mutu pelayanan rumah sakit
- Mengawasi keterjangkauan pelayanan
- Meningkatkan peran masyarakat
- Melakukan integrasi dan koordinasi
18
Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia nomor 772/Menkes/SK/VI/2002 tentang Pedoman Peraturan
Internal Rumah Sakit (Hospital By Laws).
9
Agar dapat menyusun peraturan mengenai komposisi atau keanggotaan,
kewenangan dan tanggung jawab yang lebih rinci serta pengaturan rapat maka
rumah sakit harus mengetahui mana yang disebut pemilik atau yang mewakili di
dalam badan hukum rumah sakit tersebut. Oleh karena itu bentuk badan hukum
perlu diketahui.
3) Pengorganisasian
Pengorganisasian pemilik atau yang mewakili yang diatur pada peraturan
internal rumah sakit ini antara lain meliputi:
a) Sebutan ketua, wakil ketua (bila ada), sekretaris dan tugas masing-masing
b) Jumlah anggota
c) Persyaratan menjadi anggota
d) Tata cara pemilihan, pengangkatan dan pemberhentian
e) Lama tugas/mas kerja
4) Mekanisme pengawasan
Pemilik atau yang mewakili perlu melakukan pengawasan terhadap
kegiatan rumah sakit. Oleh karen itu pemilik atau yang mewakili perlu
mempunyaimekanisme pengawasan dan komite atau tim untuk melakukan
pengawasan. Pembentukan komite tentunya tergantung kebutuhan rumah sakit dan
bentuk badan hukum pemilik rumah sakit. Walaupun pembentukan komite
tergantung kebutuhan, namun ada empat komite dasar yang disarankan dimiliki
oleh governing body, yaitu:
a) Komite yang melakukan review pelayanan pasien (patient care review
committee)
b) Komite yang melakukan pengawasan keuangan dan anggaran (finance and
budget committee)
c) Komite yang melakukan pengawasan bangunan dan pekerjaan (house and
work committee)
d) Komite yang memberikan saran gterhadap penetapan staf medis (medical
appointment advisory committee)
Mengingat di rumah sakit sudah ada komite-komite maka untuk efisiensi pemilik
rumah sakit atau yang mewakili dapat mengoptimalkan komite-komite yang sudah
10
ada di dalam rumah sakit agar dibuat mekanisme hubungan kerja antara pemilik
rumah sakit atau yang mewakili dengan komite-komite yang ada di dalam rumah
sakit.
5) Direktur Rumah Sakit
Pengaturan yang terkait dengan direktur rumah sakit antara lain:
a) Sebutan pimpinan tertinggi di rumah sakit, diman masing-masing rumah sakit
berbeda. Ada yang menyebut direktur utama, direktur, kepala rumah sakit dll
b) Jumlah direksi
c) Persyaratan menjadi direksi
d) Tugas dan wewenang
e) Tata cara pengangkatan dan pemberhentian
f) Lama tugas atau masa kerja
g) Hubungan dengan pemilik rumah sakit atau yang mewakili
h) Hubungan dengan staf medis
6) Mekanisme review dan revisi
Perlu disusun aturan bagaimana melakukan review dan revisi peraturan
internal korporate dan siapa yang berwenang melakukannya.
7) Peraturan rumah sakit
Perlu ditekankan pada peraturan korporate ini bahwa kebijakan teknis
operasional rumah sakit tidak boleh bertentangan dengan peraturan internal
korporate.
12
Pembuatan Hospital By Laws (peraturan rumah sakit) melibatkan beberapa langkah
penting. Berikut adalah penjelasan tahapan-tahapan mengenai cara pembuatan Hospital By
Laws:19 20 21 22
1. Pemahaman tentang Peraturan dan Kebijakan yang Berlaku.
Langkah pertama adalah memahami peraturan dan kebijakan yang berlaku di wilayah atau
negara di mana rumah sakit akan beroperasi. Ini termasuk peraturan kesehatan, kode etik
medis, dan undang-undang terkait lainnya yang mengatur pengelolaan rumah sakit.
2. Identifikasi Tujuan dan Kebutuhan.
Setelah memahami peraturan dan kebijakan yang berlaku, langkah selanjutnya adalah
mengidentifikasi tujuan dan kebutuhan rumah sakit yang akan diatur oleh Hospital By
Laws. Ini melibatkan penentuan misi dan visi rumah sakit, serta menentukan struktur
organisasi, tanggung jawab, dan prosedur operasional yang relevan.
3. Pembentukan Komite Penyusunan.
Rumah sakit perlu membentuk komite khusus untuk menyusun Hospital By Laws. Ini
dapat melibatkan pengurus rumah sakit, direktur medis, dokter, perawat, dan wakil staf
lainnya yang memiliki pengetahuan dan pengalaman yang relevan dalam pengelolaan
rumah sakit.
4. Penelitian dan Analisis.
Komite penyusunan akan melakukan penelitian dan analisis untuk mengidentifikasi
praktek terbaik dan standar industri yang relevan yang akan diadopsi dalam Hospital By
Laws. Ini mencakup penelitian terhadap literatur, konsultasi ahli, dan studi kasus dari
rumah sakit lain yang serupa.
5. Drafting By Laws.
Setelah melakukan penelitian dan analisis, komite penyusunan akan mulai menyusun draf
Hospital By Laws. Draf ini harus mencakup ketentuan-ketentuan yang mencerminkan
19
Fira, A., 2019, Hospital By Laws Sebagai Pedoman Tata Kelola Rumah Sakit, SIP Law Firm.
20
Undang-Undang No. 17 Tahun 2023 Tentang Rumah Sakit.
21
Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor: 772/Menkes/SK/VI/2002 tentang Pedoman Peraturan
Internal Rumah Sakit (Hospital By Laws).
22
Keputusan Menteri Kesehatan No. 631/Menkes/SK/IV/2005 tentang Pedoman Peraturan Internal Staf Medis
(Medical Staff By Laws).
13
tujuan dan kebutuhan rumah sakit, serta mempertimbangkan peraturan dan kebijakan
yang berlaku.
6. Konsultasi dan Review.
Setelah draft Hospital By Laws disusun, langkah selanjutnya adalah melakukan konsultasi
dan review dengan berbagai pihak terkait, seperti pengurus rumah sakit, staf medis, dan
tenaga profesional lainnya. Masukan dari pihak-pihak ini akan membantu memperbaiki
dan memperkaya isi Hospital By Laws.
7. Pembahasan dan Persetujuan.
Setelah melakukan konsultasi dan review, draft Hospital By Laws akan dibahas dalam
rapat pengurus rumah sakit dan rapat dewan direksi. Setelah mencapai kesepakatan,
Hospital By Laws harus disahkan dan disetujui secara resmi oleh pihak berwenang, seperti
dewan pengawas rumah sakit atau badan regulasi kesehatan yang berlaku di negara atau
wilayah tersebut.
8. Implementasi dan Penyusunan Panduan.
Setelah Hospital By Laws disahkan, langkah akhir adalah implementasi dan penyusunan
panduan operasional yang terkait dengan setiap ketentuan Hospital By Laws. Panduan ini
akan membantu staf rumah sakit untuk memahami dan mengikuti prosedur yang
ditetapkan dalam Hospital By Laws.
Dalam pembuatan Hospital By Laws, penting untuk melibatkan berbagai pihak yang terkait,
memperhatikan peraturan dan kebijakan yang berlaku, serta memastikan bahwa Hospital By
Laws mencerminkan tujuan dan kebutuhan rumah sakit serta memenuhi standar industri yang
relevan.
41
J. Chewa, D. Minja, and J. G. Njoroge, ‘Moderating Effect of Working Environment on Government
Bureaucracy and Service Delivery in State Owned Enterprises in the Energy Sector in Kenya’, Strategic Journal
of Business & Change Management, 10.1 (2023) <https://doi.org/10.61426/sjbcm.v10i1.2524>.
22
BAB IV
KESIMPULAN
Hospital by laws merupakan peraturan internal rumah sakit yang mengatur tata cara
penyelenggaraan rumah sakit, baik dari segi tata kelola korporasi maupun tata kelola klinis.
Penyusunan hospital by laws harus disesuaikan dengan kondisi dan kebutuhan masing-masing
rumah sakit sepanjang tidak bertentangan dengan aturan hukum yang berlaku serta berpedoman
pada Pedoman Penyusunan Hospital By Law yang telah ditetapkan oleh Kementerian Kesehatan.
Hospital By Laws, penting untuk melibatkan berbagai pihak yang terkait, memperhatikan
peraturan dan kebijakan yang berlaku, serta memastikan bahwa Hospital By Laws mencerminkan
tujuan dan kebutuhan rumah sakit serta memenuhi standar industri yang relevan
Faktor-faktor yang memengaruhi keberhasilan implementasi manajemen kualitas layanan
medis berdasarkan perspektif hospital by law, dapat dibedakan menjadi faktor yuridis dan faktor
teknis. Faktor yuridis melibatkan kebijakan hukum dan peraturan pemerintah terkait rumah sakit,
sementara faktor teknis mencakup budaya, sumber daya manusia yang terbatas, komunikasi,
pengawasan, dan struktur birokrasi. Faktor yuridis memegang peranan penting dalam
menentukan kerangka hukum dan kepatuhan rumah sakit terhadap regulasi yang berlaku. Di sisi
lain, faktor teknis mencakup aspek-aspek manajerial seperti budaya organisasi, pengelolaan
sumber daya manusia, komunikasi, pengawasan, dan struktur birokrasi. Rumah sakit yang
berhasil menerapkan manajemen kualitas layanan dianggap menganut prinsip tata kelola yang
baik, tidak hanya dalam hal pertanggungjawaban di depan hukum, tetapi juga dari perspektif
manajemen yang efektif. Dengan demikian, integrasi baik faktor yuridis maupun teknis menjadi
kunci dalam mencapai tata kelola organisasi yang optimal dalam konteks pelayanan kesehatan
23
DAFTAR PUSTAKA
Abbasi-Moghaddam, Mohammad Ali, Ehsan Zarei, Rafat Bagherzadeh, Hossein Dargahi, and
Pouria Farrokhi, ‘Evaluation of Service Quality from Patients’ Viewpoint’, BMC Health
Services Research, 19.1 (2019), 1–7 https://doi.org/10.1186/s12913-019-3998-0
Agusti, Wan ‘Perlindungan Hukum Terhadap Layanan Kesehatan Masyarakat Kota Pekanbaru
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan’, Jurnal Hukum
Respublica, 19.2 (2020), 111–32 https://doi.org/10.31849/respublica.v19i2.5678
Agweyu, Ambrose, Kathleen Hill, Theresa Diaz, Debra Jackson, Binyam G. Hailu, and Moise
Muzigaba, ‘Regular Measurement Is Essential but Insufficient to Improve Quality of
Healthcare’, BMJ Global Health, 1.1 (2023), 1–4 https://doi.org/10.1136/bmj-2022-073412
Alhassan, Robert Kaba, Stephen Opoku Duku, Wendy Janssens, Edward Nketiah-Amponsah,
Nicole Spieker, Paul Van Ostenberg, and others, ‘Comparison of Perceived and Technical
Healthcare Quality in Primary Health Facilities: Implications for a Sustainable National
Health Insurance Scheme in Ghana’, PLoS ONE, 10.10 (2018), 1–19
https://doi.org/10.1371/journal.pone.0140109
Aryati, Mela, Deddy Almasdy, Husna Yetti, and Aldino Desra, ‘Outpatient’s Satisfaction
Analysis of Pharmaceutical Service in Pharmacy Installation in Reksodiwiryo Hospital
Padang’, Disease Prevention and Public Health Journal, 16.2 (2022), 147–58
https://doi.org/10.12928/dpphj.v16i2.6176
Atmanti, Hastarini Dwi, and Maal Naylah, ‘The Efficiency of Healthcare System in Indonesia in
2014-2018’, 7.6 (2019), 644–51
Baigireyeva, Z., Beisengaliyev, B., Kicha, D., Niyazbekova, S., & Maisigova, L. (2021).
Analysis of the influence of ecology on human resources management in the healthcare
system. Journal of Environmental Management and Tourism, 12(7), 1980–1996.
Scopus. https://doi.org/10.14505/jemt.v12.7(55).23
Bendak, Salaheddine, Amir Moued Shikhli, and Refaat H. Abdel-Razek, ‘How Changing
Organizational Culture Can Enhance Innovation? Development of the Innovative Culture
Enhancement Framework’, Cogent Business and Management, 7.1 (2020)
https://doi.org/10.1080/23311975.2020.1712125
Chewa, J., D. Minja, and J. G. Njoroge, ‘Moderating Effect of Working Environment on
Government Bureaucracy and Service Delivery in State Owned Enterprises in the Energy
Sector in Kenya’, Strategic Journal of Business & Change Management, 10.1 (2023)
https://doi.org/10.61426/sjbcm.v10i1.2524
Currie, G., & Spyridonidis, D. (2022). From what we know to what we do: Human resource
management intervention to support mode 2 healthcare research. Human Resource
Management Journal. Scopus. https://doi.org/10.1111/1748-8583.12484
Darzi, Mushtaq Ahmad, Sheikh Basharul Islam, Syed Owais Khursheed, and Suhail Ahmad
Bhat, ‘Service Quality in the Healthcare Sector: A Systematic Review and Meta-Analysis’,
LBS Journal of Management & Research, 21.1 (2023), 13–29
https://doi.org/10.1108/lbsjmr-06-2022-0025
Hamidi, Y, Hazavehei, and A Karimi-Shahanjarini, ‘Health Promoting Hospitals in Iran: A
Review of the Current Status, Challenges, and Future Prospects.’, Medical Journal of
Islam Republic Iran, 33 (2019), 47
Hidayati, Ahid Nur, Bagus Aprianto, and Novita Dwi Istanti, ‘Studi Literatur Faktor
Keberhasilan Tata Kelola Organisasi Berdasarkan Peraturan Internal Rumah Sakit’,
PREPOTIF : Jurnal Kesehatan Masyarakat, 6.1 (2022), 309–15
https://doi.org/10.31004/prepotif.v6i1.2868
Hysong SJ, Arredondo K, Hughes AM, et al. An evidence-based, structured, expert approach to
selecting essential indicators of primary care quality. PLoS One 2022;17:e0261263.
https://doi:10.1371/ journal.pone.0261263
Izadi, Azar, Younes Jahani, Sima Rafiei, Ali Masoud, and Leila Vali, ‘Evaluating Health Service
Quality: Using Importance Performance Analysis’, International Journal of Health Care
Quality Assurance, 30.7 (2019), 656–63 https://doi.org/https://doi.org/10.1108/IJHCQA-
02-2017-0030
Jacob, S. C., J. Manalel, and M. C. Minimol, ‘Service Quality in the Healthcare Sector: Do
Human Resource Management Practices Matter?’, British Journal of Health Care
Management, 26.2 (2020), 1–9 https://doi.org/10.12968/bjhc.2019.0009
Kuye, Owolabi Lateef, and Olusegun Emmanuel Akinwale, ‘Conundrum of Bureaucratic
Processes and Healthcare Service Delivery in Government Hospitals in Nigeria’, Journal
of Humanities and Applied Social Sciences, 3.1 (2021), 25–48
https://doi.org/10.1108/JHASS-12-2019-0081
Loporto, Johanna, ‘Competency Development and Implementation among Direct Support
Professionals in New York State’, Walden University (Walden University, 2019)
Lubis, Rizky Ardilla, Annisa Dewi Putri, Tarianna Ginting, and . Dameria, ‘Hubungan Mutu
Pelayanan Kesehatan Dengan Kepuasan Pasien Rawat Jalan Di Puskesmas Sei Mencirim
Medan Tahun 2020’, Jurnal Keperawatan Dan Fisioterapi (JKF), 3.1 (2020), 13–20
https://doi.org/10.35451/jkf.v3i1.467
Mannas, Yussy A, ‘Hubungan Hukum Dokter Dan Pasien Serta Tanggung Jawab Dokter Dalam
Penyelenggaran Pelayanan Kesehatan (Legal Relations Between Doctors and Patients and
The Accountability of Doctors in Organizing Health Services)’, Cita Hukum, 6.1 (2018),
163–82
Meng, Juan, and Bruce K Berger, ‘The Impact of Organizational Culture and Leadership
Performance on PR Professionals ’ Job Satisfaction: Testing the Joint Mediating e Ff Ects
of Engagement and Trust’, Public Relations Review, 45.1 (2019), 64–75
https://doi.org/10.1016/j.pubrev.2018.11.002
Murniati, Lucia and Yustina, Endang Wahyati and Santoso, Siswo Putranto (2016) Implementasi
Hospital Bylaws Di Rumah Sakit Santo Antonio Baturaja Setelah Berlakunya Permenkes
Nomor: 755/Menkes/Per/Iv/2011 Tentang Penyelenggaraan Komite Medik Di Rumah
Sakit. SOEPRA Jurnal Hukum Kesehatan, 2 (2). pp. 143-153.
Perić N, Hofmarcher MM, Simon J. Headline indicators for monitoring the performance of
health systems: findings from the European health systems indicator (euHS_I) survey.
Arch Public Health 2018;76:32. https://doi:10.1186/s13690-018-0278-0
Prasetyo, I Ketut Agus, ‘Telemedicine Sebagai Alternatif Konsultasi Medis Di Masa Pandemi
Covid-19’, MERDEKA.COM, 2020
Ramli, Haeba Abdul, ‘Patient Service and Satisfaction Systems’, Business and Entrepreneurial
Review, 15.2 (2019), 189–200
Robbin and Judge, Perilaku Organisasi (Jakarta: Salemba Empat, 2015).
Segel, Kenneth T, Bureaucratic Is Keeping Health Care from Getting Better (Harvard Business
Review, 2019)
Suriyankietkaew, S., & Kungwanpongpun, P. (2022). Strategic leadership and management
factors driving sustainability in health-care organizations in Thailand. Journal of
Health Organization and Management, 36(4), 448–468. Scopus.
https://doi.org/10.1108/JHOM-05-2021-0165
Triwibowo, Cecep. Etika dan Hukum Kesehatan, (Yogyakarta: Nuha Medika, 2014)
World Health Organization. Handbook for national quality policy and strategy – a practical
approach for developing policy and strategy to improve quality of care. World Health
Organization, 2018
Zamroni, M, Hukum Kesehatan: Tanggung Gugat Dokter Dan Rumah Sakit Dalam Praktik
Pelayanan Medis (Surabaya: Scopindo Media Pustaka, 2022)