Anda di halaman 1dari 26

MAKALAH FARMAKOTERAPI 3

BENGIN PROSTAT HYPERPLASIA (BPH)

Disusun Oleh :

1. Qiqi Milata Ilahina (180105082)


2. Riza Mustofa (180105)
3. Tiara Indah Lestari (180105090)
4. Tiwi Setianingrum (180105100)
5. Wisela Aji Mei liana (180105105)

PROGRAM STUDI S1 FARMASI

UNIVERSITAS HARAPAN BANGSA PURWOKERTO

2021
KATA PENGANTAR

Dengan menyebut nama Allah SWT dan segala puji syukur hanya bagi-Nya Tuhan semesta
alam yang telah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya dalam penyusunan makalah
Farmakoterapi 3 ini.
Tentunya ada hal-hal yang ingin kami berikan kepada para mahasiswa dari hasil makalah ini.
Karena itu kami berharap semoga makalah ini dapat menjadi sesuatu yang berguna bagi kita
bersama, bermanfaat bagi penulis khususnya, dan bagi para pembaca pada umumnya.
Penulis menyadari bahwa dalam menyusun makalah ini masih jauh dari kesempurnaan,
untuk itu penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun guna
sempurnanya makalah ini.

Purwokerto,29 Juni 2021

Penyusun
Daftar Isi
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Kasus

Tn AB laki laki mengeluhkan susah untuk kencing atau buang air kecil
dengan tekanan darah tinggi sekitar 130/70 mmHg,nadi 70 x/menit,RR 20
x/menit.Dan dokter mendiagnosa BPH dan diberi terapi obat yaitu
Bisoprolol,Zibac (Ceftazidin),Ratan (Ranitidin),Nexa (As
Traneksamat),Paracetamol,Ketorolac,Antrain (Metamizole),Actazolam
(Alprazolam),Plasmanate (Albumin).

2.1 Dasar Teori


2.1.1 definisi
Menurut Taufan (2011) Pembesaran jinak kelenjar prostat yang
disebabkan karena hyperplasia beberapa/semua komponen prostat.Menurut Tanto
(2014) Hiperplasia prostat jinak (benign prostate hyperplasia-BPH) merupakan
tumor jinak yang paling sering terjadi pada laki-laki. Insidennya terkait
pertambahan usia, prevelensi yang meningkat dari 20 % pada laki-laki berusia 41-
50 tahun menjadi lebih dari 90% pada laki-laki berusia lebih dari 80 tahun.
Salah satu tindakan dilakukan dalam penanganan BPH adalah dengan
melakukan pembedahan terbuka atau bisa disebut open prostatectomi, tindakan
dilakukan dengan cara melakukan sayatan pada perut bagian bawah sampai
simpai prostat tanpa membuka kandung kemih kemudian dilakukan pengangkatan
prostat yang mengalami pembesaran (Samsuhidajat, 2010).
Volume prostat dapat meningkat dari waktu ke waktu pada pria dengan
BPH. Selain itu gejala dapat memburuk dari waktu ke waktu pada pria dengan
BPH yang tidak diobati dan risiko AUR sehingga kebutuhan untuk operasi
korektif meningkat (Detters, 2011). Pasien yang tidak mengalami gejala tersebut
harus mengalami kewaspadaan pada komplikasi BPH. Pasien dengan LUT ringan
dapat diobati dengan terapi medis pada awalnya. Transurethral resection of the
prostate (TURP) dianggap standar kriteria untuk menghilangkan BOO yang
disebabkan BPH. Namun, ada minat yang cukup besar dalam pengembangan
terapi minimal invasif untuk mencapai tujuan TURP sambil menghindari efek
samping. (Detters, 2011)
2.1.2 Patofisilogi

BPH terjadi pada zona transisi prostat, dimana sel stroma dan sel epitel
berinteraksi. Sel sel ini pertumbuhannya dipengaruhi oleh hormon seks dan
respon sitokin. Di dalam prostat, testosteron diubah menjadi dihidrotestosteron
(DHT), DHT merupakan androgen dianggap sebagai mediator utama munculnya
BPH ini. Pada penderita ini hormon DHT sangat tinggi dalam jaringan prostat.
Sitokin berpengaruh pada pembesaran prostat dengan memicu respon inflamasi
dengan menginduksi epitel. Prostat membesar karena hyperplasia sehingga terjadi
penyempitan uretra yang mengakibatkan aliran urin melemah dan gejala
obstruktif yaitu : hiperaktif kandung kemih, inflamasi, pancaran miksi lemah
Penyebab BPH masih belum jelas, namun mekanisme patofisiologinya diduga
kuat terkait aktivitas hormon Dihidrotestosteron (DHT). (Skinder et al, 2016).
2.1.3 Manisfestasi klinis
Menurut Tanto (2014) pada umumnya pasien BPH datang dengan gejala-
gejala truktus urinarius bawah (lower urinari tract symptoms -LUTS) yang terdiri
atas gejala obstruksi dan iritasi.
Gejala obtruksi :
a. Miksi terputus
b. Hesitancy: saat miksi pasien harus menunggu sebelum urin keluar
c. Harus mengedang saat mulai miksi
d. Kurangannya kekuatan dan pancaran urine
e. Sensasi tidak selesai berkemih
f. Miksi ganda (berkemih untuk kedua kalinya dala waktu ≤ 2 jam setelah
miksi sebelumnya )
g. Menetes pada akhir miksi
Gejala Iritasi
a. Frekuensi sering miksi
b. Urgensi : rsa tidak dapat menahan lagi, rasa ingin miksi
c. Nokuria : terbangun dimalam hari untuk miksi
d. Inkotenensia: urine keluar di luar kehendak

2.1.4 Etiologi
Menurut Tanto (2014) teori yang umum digunakan adalah bahwa BPH
bersifat multifactorial dan pengaruh oleh sistem endokrin, selain itu ada pula yang
menyatakan bahwa penuaan menyebabkan peningkatan kadar estrogen yang
menginduksi reseptor adrogen sehingga meningkat sensitivitas prostat terhadap
testosteron bebas, secara patologis, pada BPH terjadi proses hiperplesia sejati
disertai peningkatan jumlah sel. Pemeriksaan micropis menunjukan bahwa bPH
tersusun atas stroma dan epitel dengan rasio yang bervariasi.
BAB 2

PENATALAKSANAAN

PTO – 1. SUBJEKTIF
A. IDENTITAS PASIEN
TANGGAL MRS : TGL LAHIR / UMUR :

NAMA : Tn AB BB/TB/LPT : / /

NO. RM : JENIS KELAMIN : (Laki-laki )


R. RAWAT : ALERGI OBAT :
NAMA DPJP : TANGGAL KRS :

KONDISI KHUSUS :

a. Hamil/Menyusui b. Gangguan Ginjal c. Gangguan Hati d. ………………

KELUHAN UTAMA : tidak bisa kencing

DIAGNOSIS DOKTER: BENGIN PROSTAT HYPERPLASIA

II. RIWAYAT PASIEN

-
Riwayat Penyakit

Riwayat -
Pengobatan -

Riwayat Keluarga -
PTO – 2. OBJEKTIF
A. DATA PEMERIKSAAN KLINIK (TTV)
Tanggal
Pemeriksaan Nilai Normal
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15

TD 120/80 mmHg 130/70 130/90 130/90 130/70 120/80 110/70 - 130/80 120/70 - 110/80 110/60 - - -

Nadi 80-100 x/mnt 60 70 70 68 70 - - 88 72 - 80 - - - -

RR 12-20 x/mnt 20 20 20 20 20 - - - - - 18 - - - -

Suhu 36-37,50C - - - - - - - - - - - - - - -

GCS 4-5-6 4-5-6 4-5-6 4-5-6 4-5-6 4-5-6 4-5-6 - 4-5-6 4-5-6 - - - - - -

Keluhan - - - Nyeri - - - - - - - - - - -

INTERPRETASI DATA PEMERIKSAAN KLINIK :

a. Pada tanggal 4 pasien mengalami nyeri dikarenakan pasien mengalami ketidak mampuan dalam mengeluarkan urine (Lee,
2006)
B. DATA PEMERIKSAAN LABORATORIUM
Tanggal
Pemeriksaan Nilai normal
1 10
3 -
Leukosit (3,5-10).10 /µl 9,5.103

Trombosit (150-300).103/ µl -
164.103

Hemoglobin 11.0-16,5 g/dl - 13

Hematokrit 35-50% - 2,70

GDP 60-110 mg/dl 76 -

Kreatinin 0,7-1,5 mg/dl 0,88 -

BUN 10-50 mg/dl 24,9 -

Albumin 3,5-5,5 4,31 -

SGOT 10-41 U/L 31 -

SGPT 10-41 U/L 28 -

Na 136-145 mmol/L 136 147

Cl 9,8-106 mmol/L 104 112

K 3,5-5,0 mmol/L 4,81 4,5

a. pada tanggal 10 nilai Na Cl pasien mengalami kenaikan hal ini menunjukkan pasien
dierikan cairan infus (Herawati,2011)
b. Pada tanggal 10 hematocrit mengalami penurunan dari nilai normal 35-50% menjadi 2,70
dikarenakan pasien tekanan darahnya rendah dan mengalami anemia (Herawati,2011)

C. DATA PEMERIKSAAN LABORATORIUM PENDUKUNG SPESIFIK


(CT-SCAN, FOTO THORAX, DAN LAIN SEBAGAINYA)
PTO – 3. ASSESSMENT
A. PROFIL PENGGUNAAN OBAT
Tanggal Pemberian Obat
Obat Rute Kek Frek
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15

Ns I.V 20 tts/mnt √ √ //

K
Bisoprolol P.O 5 mg 1X1 T T T √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √

Zibac (Ceftazidin) I.V 1g 3X1 √ √ √ √ √ //

Ratan (Ranitidin) I.V 50 mg 2X1 √ √ //


R

Nexa (As Traneksamat) I.V 500 mg 3X1 A A A √ √ √ √ √ //

Paracetamol P.O 500 mg K/P √ // S

Ketorolac I.V 10 mg 3X1 √ √ √ //

Antrain (Metamizole) I.V 1g 3X1 O O O √ √ //

Actazolam (Alprazolam) P.O 1 mg 2X1 √ √ //

Plasmanate (Albumin) I.V √ //


B. MASALAH KLINIK & DRUG RELATED PROBLEM
1. UNTREATED INDICATION, IMPROPER DRUG SELECTION & MEDICATION USE WITHOUT INDICATION
Indikasi pada Pasien dan Pemilihan Obat
Masalah klinik Drug-related Problems (DRPs) & Resep dokter Kesesuaian Rekomendasi dan Alasan Monitoring
pada Pasien Reference Study Obat (Literature Study)
(DRPs)
Benegin Prostart Dilakukan oparsi dikarenakan Infus Ns Sesuai Digunakan untuk menontrol -
Hyiperplansia pada tangal 1, 2 dan 3 terdapat cairan tubuh pada saat oprasi
(BPH) keterangan TAO pada profil memiliki cadangan glikogen
penggunaan obat di hepar ( Arifin,dkk,2012)

Plasmanate Sesuai Digunakan untuk mengontol


(albumin) cairan tubuh Kadar serum
albumin diberikan
operasi,pasien yang lama
tinggal dan dirawat agar
pasien dapat mengurangi
beban finansial,fisik,dan
psikologis ( Marga
Wati,dkk,2018)

Ranitidin Sesuai Obat Ratan (Ranitidin)


diberikan setelah pasca oprasi
dikarenakan untuk
mengindari mual. Ratan
(Ranitidin) diberikan sebelum
makan dengan tujuan
memaksimalkan
penghambatan sekresi asam
lambung sebelum adanya
rangsangan sekresi asam
lambung dari makanan
( Harahap dkk., 2018)

Digunakan setelah oprasi,


Nexa (Asam Sesuai dikarenakan bekerja pada
Tranextamat) fibrinolisis (Martindale, 2007)
pemberikan asam
traneksamat memiliki rata-
rata kadar hemoglobin yang
lebih tinggi Hal ini
membuktikan bahwa asam
traneksamat dapat
memberikan efek
menurunkan perdaharan
secara efektif karena
perdarahan setelah operasi
sering terjadi pada 24 jam
pertama ( Hamzah dkk,
2019)

Zibac (Ceftadizin) Sesuai Obat ini termasuk dalam


golongan seftalospori dimana:
efalosporin sering digunakan
pada kasus ISK karena
mempunyai efek bakterisid
yang kuat (Triyono 2012)

Antrain Diberikan Antarin


(Metamizole) Sesuai dikarenakan pasien
mengalami nyeri pada saat
setelah dilakukan oprasi,
selain memiliki efek
analgesik, juga memiliki efek
antipiretik dengan jalan
menghambat COX-2 di
perifer dan secara langsung
menghambat produksi PGE2
di pusat ( Villyastuti,2017)

Ketorolac Sesuai
Selain menggunakan
Metaizole digunakan obat
ketorolac dimana obat ini
sudah terbukti memiliki efek
analgetik, anti inflamasi,
dan antipiretik. Telah
banyak digunakan
pada terapi nyeri akut
maupun kronis. Ketorolak
bekerja dengan menghambat
sintesis prostaglandin (PG)
melalui penghambatan enzim
siklooksigenase-1
(COX-1) dan siklooksigenase-
2 (COX-2) banyak digunakan
sebagai analgetik pasca
bedah, dan terbukti efektif
untuk nyeri sedang sampai
berat (Coreira dkk., 2019)

Actazolam Sesuai Obat ini diberikan karena


(Alprazolam) dapat mengatasi efek mual
dan muntah pasca oprasi
(Bauer et al, 2004)
Tekanan Darah Pasien mengalami kenaikan Bisopropol Sesuai karena Mekanisme kerja
tekanan darah pada tanggal 1 bisoprolol penghambatan
sampai tangal 4 kemudian 8 dan pelepasan renin oleh ginjal, dan
9 mengalami kenaikan kembali pengurangan aliran tonus
simpatis dari pusat vasomotor
pada otak. Efek samping sakit
kepala, mulut kering, vertigo
(Okataviani,2013)

Nyeri Pasien mengalami nyeri akibat Paracetamol Sesuai Dikarenakan parasetamol


pasien sulit kecing merupakan obat anti-inflamasi
non steroid yang memiliki efek
antipiretik dan analgetik. Efek
analgetik parasetamol karena
perannya dalam menghambat
enzim siklooksigenase baik
disentral maupun perifer.
Mekanisme lain melalui jalur
nitric oxide, dimana
parasetamol menghambat
hiperralgesia yang dimediasi
substansi p
( Villyastuti,dkk.,2017

2. SUBTHERAPEUTIC DOSAGE & OVERDOSAGE


Analisis Kesesuaian Dosis
Nama Obat Dosis dari literature Dosis pemberian Rekomendasi/Saran
Ns 500 ml (Deck & Winston, 2012) 20 tts/mnt -
Bisoprolol 5 mg (ISO VOL 51,2017) 5 mg -
Zibac (Ceftazidin) 1g (ISVOL 51,2017) 1g -
Ratan (Ranitidin) 50 mg (ISO VOL 51,2017) 50 mg -
Nexa (As 500 mg (ISO VOL 51,2017) 500 mg -
Traneksamat)
Paracetamol 500 mg (ISO VOL 51,2017) 500 mg -
Ketorolac 10-30 mg (ISO VOL 51,2017) 10 mg -
Antrain 2-5 1g -
(Metamizole)
Actazolam 1 mg 1 mg -
(Alprazolam)
Plasmanate 5 mg -
(Albumin)

3. FAILURE TO RECEIVE MEDICATION


Obat Yang Gagal Diterima Pasien
Nama Obat Dosis Indikasi Rekomendasi/Saran
- - - -
- - - -

4. ADVERSE DRUG REACTIONS

Nama Obat Efek Samping Potensial Efek Samping Yang Timbul Rekomendasi/Saran
Ns Adanya respon febri, nekrosis jaringan -
(Deck & Winston, 2012) -
Bisoprolol Dispenia, pusing, kardiomipati, - -
hipotensi,takikardia, lemah (ISO VOL
51,2017)
Zibac (Ceftazidin) Reaksi hipersensitif, nyeri kenaikan -
kadar ureum (pramudianto, 2018) -
Ratan (Ranitidin) Konstipasi, diare, mual, trombosipenia, - -
sakit kepala, takikardia (pramudianto,
2018)
Nexa (As Mual muntah anorexia eksanetema - -
Traneksamat) pusing hiotensi (ISO VOL 51,2017)
Paracetamol Reaksi hipersensitifitas dan penggunaan - -
jangka panjang dapat menyebabkan
kerusakan hati (ISO VOL 51,2017)
Ketorolac Diare, dispesia, nyeri gastrointensial - -
(pramudianto, 2018)
Antrain Reaksi hipersensitifitas ganguan GI, - -
(Metamizole) leukopenia agranulositosis (ISO VOL
51,2017)
Actazolam Mengantuk, nyeri kepala, vertigo - -
(Alprazolam) (BPOM, 2017)

Plasmanate - -
(Albumin)

5. DRUG INTERACTIONS

OBAT A OBAT B EFEK MEKANISME INTERAKSI MANAJEMEN


INTERAKSI FARMAKOKINETIK FARMAKODINAMIK INTERAKSI
Bisopropol Ketrolac Mayor Meningkatkan kadar kadar Bisopropol
serum tubuh sehingga
pasien terkena
hiperkalemia

PTO – 4. PLAN
1. MONITORING HASIL TERAPI OBAT

Parameter Monitoring Evaluasi Hasil yang


Indikasi pada Pasien Nama Obat Dosis
(Data Lab, Data Klinik) diperoleh
Penambah cairan tubuh Ns 20 tts/mnt - -
Anti hipertensi Bisoprolol 5 mg - -
Antibiotic Zibac (Ceftazidin) 1g - -
Mual dan Muntah Ratan (Ranitidin) 50 mg - -
Nexa (As Traneksamat) 500 mg - -
Anti nyeri Paracetamol 500 mg - -
Anti nyeri Ketorolac 10 mg - -
Anti nyeri Antrain (Metamizole) 1g - -
Penenang Actazolam 1 mg - -
(Alprazolam)
Penambah cairan tubuh Plasmanate (Albumin) 5 mg - -

2. TERAPI NON FARMAKOLOGI


Penanganan nyeri dapat menggunakan terapi non farmologi sebagai pendamping terapi farmakologi, salah satunya adalah terapi
relaksasi progresif yang dapat menurunkan intensitas nyeri pada pasien post operasi BPH (Benigna Prostat Hyperplasia) hal ini
dikarenakan klien dapat merelaksasikan otot-otot selama latihan(Sunarsih 2017).
BAB III

PEMBAHASAAN

Pada kasus ini kami mendapatkan kasus Tn AB laki laki mengeluhkan


susah untuk kencing atau buang air kecil dengan tekanan darah tinggi sekitar
130/70 mmHg,nadi 70 x/menit,RR 20 x/menit.Dan dokter mendiagnosa BPH dan
diberi terapi obat yaitu Bisoprolol,Zibac (Ceftazidin),Ratan (Ranitidin),Nexa (As
Traneksamat),Paracetamol,Ketorolac,Antrain (Metamizole),Actazolam
(Alprazolam),Plasmanate (Albumin).

Menurut Taufan (2011) Pembesaran jinak kelenjar prostat yang


disebabkan karena hyperplasia beberapa/semua komponen prostat.Menurut Tanto
(2014) Hiperplasia prostat jinak (benign prostate hyperplasia-BPH) merupakan
tumor jinak yang paling sering terjadi pada laki-laki. Insidennya terkait
pertambahan usia, prevelensi yang meningkat dari 20 % pada laki-laki berusia 41-
50 tahun menjadi lebih dari 90% pada laki-laki berusia lebih dari 80 tahun.
Salah satu tindakan dilakukan dalam penanganan BPH adalah dengan
melakukan pembedahan terbuka atau bisa disebut open prostatectomi, tindakan
dilakukan dengan cara melakukan sayatan pada perut bagian bawah sampai
simpai prostat tanpa membuka kandung kemih kemudian dilakukan pengangkatan
prostat yang mengalami pembesaran (Samsuhidajat, 2010).

Pada tanggal 4 pasien mengalami nyeri dikarenakan pasien mengalami


ketidak mampuan dalam mengeluarkan urine (Lee, 2006) lalu pada tanggal pada
tanggal 10 nilai Na Cl pasien mengalami kenaikan hal ini menunjukkan pasien
dierikan cairan infus (Herawati,2011)

Pada tanggal 10 hematocrit mengalami penurunan dari nilai normal 35-


50% menjadi 2,70 dikarenakan pasien tekanan darahnya rendah dan mengalami
anemia (Herawati,2011).

Dilakukan oparsi dikarenakan pada tangal 1, 2 dan 3 terdapat keterangan


TAO pada profil penggunaan obat diberi infus Ns obatnya sesuai karena untuk
menontrol cairan tubuh pada saat oprasi memiliki cadangan glikogen di hepar
( Arifin,dkk,2012).
Plasmanate (albumin) dosisnya sesuai, obat ini digunakan untuk
mengontol cairan tubuh Kadar serum albumin diberikan operasi,pasien yang lama
tinggal dan dirawat agar pasien dapat mengurangi beban finansial,fisik,dan
psikologis ( Marga Wati,dkk,2018).
Ranitidin Obat Ratan (Ranitidin) diberikan setelah pasca oprasi
dikarenakan untuk mengindari mual. Ratan (Ranitidin) diberikan sebelum makan
dengan tujuan memaksimalkan penghambatan sekresi asam lambung sebelum
adanya rangsangan sekresi asam lambung dari makanan ( Harahap dkk., 2018)
Nexa (Asam Tranextamat) obat ini sesuai karena obat ini digunakan untuk
setelah oprasi, dikarenakan bekerja pada fibrinolisis (Martindale, 2007)
pemberikan asam traneksamat memiliki rata-rata kadar hemoglobin yang lebih
tinggi Hal ini membuktikan bahwa asam traneksamat dapat memberikan efek
menurunkan perdaharan secara efektif karena perdarahan setelah operasi sering
terjadi pada 24 jam pertama ( Hamzah dkk, 2019).
Zibac (Ceftadizin) obat ini sesuai karena obat ini termasuk dalam
golongan seftalospori dimana: efalosporin sering digunakan pada kasus ISK
karena mempunyai efek bakterisid yang kuat (Triyono 2012).
Antrain (Metamizole) dosis ini sesuai karena dikarenakan pasien mengalami
nyeri pada saat setelah dilakukan oprasi, selain memiliki efek analgesik, juga
memiliki efek antipiretik dengan jalan menghambat COX-2 di perifer dan secara
langsung menghambat produksi PGE2 di pusat ( Villyastuti,2017).
Actazolam (Alprazolam) obat ini sesuai karena dapat mengatasi efek mual
dan muntah pasca oprasi (Bauer et al, 2004).
Pasien mengalami kenaikan tekanan darah pada tanggal 1 sampai tangal 4
kemudian 8 dan 9 mengalami kenaikan kembali dan diberi Bisopropol obat ini
sesuai dan digunakan karena karena Mekanisme kerja bisoprolol penghambatan
pelepasan renin oleh ginjal, dan pengurangan aliran tonus simpatis dari pusat
vasomotor pada otak. Efek samping sakit kepala, mulut kering, vertigo
(Okataviani,2013).
Pasien mengalami nyeri akibat pasien sulit kecing diberi Paracetamol dan
dosisnya sesuai karena Dikarenakan parasetamol merupakan obat anti-inflamasi non
steroid yang memiliki efek antipiretik dan analgetik. Efek analgetik parasetamol
karena perannya dalam menghambat enzim siklooksigenase baik disentral maupun
perifer. Mekanisme lain melalui jalur nitric oxide, dimana parasetamol menghambat
hiperralgesia yang dimediasi substansi ( Villyastuti,dkk.,2017).
Pada obat Bisoprolol dan ketorolac mengalami interaksi yaitu interaksi mayor
karena Bisoprolol dapat meningkatkan kadar kadar serum tubuh sehingga pasien
terkena hiperkalemia.
Terapi non farmakologi juga diberikan Penanganan nyeri dapat
menggunakan terapi non farmologi sebagai pendamping terapi farmakologi, salah
satunya adalah terapi relaksasi progresif yang dapat menurunkan intensitas nyeri
pada pasien post operasi BPH (Benigna Prostat Hyperplasia) hal ini dikarenakan
klien dapat merelaksasikan otot-otot selama latihan(Sunarsih 2017).
BAB IV

PENUTUP

A. KESIMPULAN

Dari kasus yang kami telah uraikan dapat disimpulkan bahwa pada kasus
Tn AB mengalami BPH dan diberikan terapi obat seperti Bisoprolol,Zibac
(Ceftazidin),Ratan (Ranitidin),Nexa (As
Traneksamat),Paracetamol,Ketorolac,Antrain (Metamizole),Actazolam
(Alprazolam),Plasmanate (Albumin). tetapi tidak semua obat dapat digunakan
contohnya pada Bisoprolol dan Ketorolac yang terdapat interaksi mayor yang
mengakibatkan meningkatnya kadar serum tubuh sehingga pasien terkena
hiperkalemia.

DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN

Petanyaan

Anda mungkin juga menyukai