Anda di halaman 1dari 2

Perkenalkan nama ku tejo

Aku seorang buruh tani yang hidup di kampung yang jauh dari keramaian. Aku tinggal
bersama emak yang sudah tua, kini usia ku sudah menginjak kepala tiga dan aku masih
lajang. Wanita mana yang mau hidup bersama seorang buruh tani yang hanya tinggal di
gubuk yang hidupnya pas pasan, uang yang kudapatkan dari bekerja di ladang orang hanya
cukup untuk makan aku dan emak ku saja. Dan akhir akhir ini aku mulai menabung untuk
membeli cangkul baru karena cangkul ku harta berharga ku yang kugunakan untuk mencari
nafkah kini sudah mulai mengecil karena sudah sangat terlalu lama aku pakai.
Seperti selayaknya pria lajang di kampung, setiap malam setelah sholat isya' di mushola aku
selalu pergi ke gardu (pos ronda) hanya untuk sekedar berkumpul dengan para pemuda dan
bapak-bapak kampung, untuk menghilangkan rasa lelah setelah seharian berkerja. Saat aku
asik ngobrol tiba tiba pak bambang ketua RT dan orang kaya di kampung ku meminta
bantuan ku untuk bersih bersih di kebun beliau yang sangat luas, pak bambang menawarkan
upah yang cukup besar karena hanya aku sendiri yang di pekerjaan untuk membersihkan
kebunnya dalam waktu sehari. Dengan upah yang besar seperti itu sudah pasti aku ambil
karena aku butuh uang buat membeli cangkul baru.
Dan keesokan harinya jam 06.00 aku berangkat ke kebun pak bambang dengan berjalan kaki
karena aku hanya memiliki satu sepeda ontel yang akan di pakai emak untuk pergi memijat
orang di kampung sebelah, jarak yang jauh untuk pergi ke kebun pak bambang dengan
berjalan kaki aku sampai di kebun pada jam 06.30. Tanpa istirahat aku langsung bekerja,
kebun yang sangat luas itu di tanami buah buahan, ya sesekali saat aku istirahat dan
mengambil nafas aku memetik buah naga karena pak bambang sudah mengizinkan ku untuk
memetiknya untuk di bawa pulang kerumah.
Tidak terasa pekerjaan ku hampir selesai, dan langit sudah mulai mendung agar tidak
kehujanan saat bekerja aku percepat pekerjaan ku, karena terlalu bersemangat saat
mencangkul tiba-tiba cangkul ku patah, padahal kurang sedikit lagi, cangkul satu satunya
yang ku punya kini sudah tidak bisa ku pakai lagi saat bekerja, rasa marah dan sedih yang aku
rasakan, dan sialll hujan turun dengan deras dengan pikiran yang bingung aku hanya bisa
melamun di tepian gubuk, dalam lamunan ku aku melihat dari jauh orang berjalan di tangan
derasnya hujan, semakin mendekat semakin ku tau sosok kakek yang menggunakan baju
adat Jawa seperti jaman dulu, dia mendekati ku, wajar kalau kakek itu mendekatiku yang
sedang berteduh di bawah gubuk mungkin dia mampir untuk berteduh karena hujan semakin
deras, dia tersenyum ramah padaku memang orang tua jaman dulu memiliki sopan santun
yang kini sudah mulai hilang, padahal dia lebih tua dari ku.
Kini kakek itu sudah duduk di sebelah ku, dengan basa basi ku tanyakan darimana kakek itu
berasal, dan mau kemana dia berjalan di tengah kebun yang jauh dari rumah warga, kakek itu
menjawab bahwa kakek itu seorang Musafir, dia berasal dari daerah yang sangat jauh tujuan
perjalanan kakek itu untuk mencari sebuah makna kehidupan, yang membuat ku sangat
bingung dengan tujuan kakek itu, mengapa dia mencari makna hidup sedangkan dia masih
hidup. Dan ku tanyakan namanya agar pembicaraan kami makin akrab, bukannya menjawab
dia malah bertanya balik pada ku, apalah arti sebuah nama jika kau hanya tau namaku tapi
tidak memahami diriku. Sempat aku pikir kalau kakek ini adalah orang gila karena dengan
penampilan nya dan barang bawaannya yang begitu banyak, barang barang seperti sampah,
dan ucapannya yang membuat ku bingung.
Tanpa sadar hujan mulai reda, dan aku pun masih bingung mau bagaimana lagi setelah ini
karena cangkul ku parah, dalam lamunan ku kakek itu bertanya padaku. "Nak aku berterima
kasih padamu karena kamu telah memberiku tempat berteduh dan memberi ku sedikit
makanan dan minuman, aku ada sedikit oleh oleh untuk mu tapi kamu hanya boleh ambil
satu" Kakek itu mengeluarkan sebuah golok dari tas yang dia bawa, Golok yang sangat indah
gagang dan sarungnya terbuat dari tanduk kerbau yang sangat mengkilap dan di hiasi ukiran
yang indah, dan bilah nya terbuat dari baja Damaskus yg memiliki motif yang cantik, dengan
hanya melihat nya saja aku sudah tau kalo itu sebuah golok yang sangat mahal menurut ku.
Dan kakek itu juga menyodorkan sebuah cangkul yang tidak begitu bagus hanya saja
gagangnya masih terlihat sangat kokoh. "Nak pilih lah salah satu dari kedua barang ini, ini
golok golok sembelih yang sangat tajam, jika kamu jual makan uangnya akan bisa memenuhi
kebutuhan hidup mu dalam setahun kedepan. Dan ini hanya cangkul biasa sama seperti
cangkul pada umumnya harganya pun juga murah"
Sebuah pilihan yang membuat ku bingung, kalau aku mengambil cangkul itu aku bisa
meneruskan pekerjaan ku, sebuah tanggung jawab ku, karena pak bambang sudah menaruh
kepercayaan pada ku, tapi aku akan kehilangan kesempatan untuk mendapatkan golok yang
bisa membuat hidup ku makmur. Karena kakek itu sudah mulai bersiap-siap untuk
melanjutkan perjalanan nya lagi aku pun segera mengambil cangkul itu. Dan kakek itupun
berkata "apa keputusan mu sudah bulat, untuk mengambil cangkul yang tidak bernilai ini, jika
sudah bulat maka kamu mengambil keputusan yang tepat nak"
Dan kakek itu pun langsung pergi menjauh tanpa berpamitan, dan akupun melanjutkan
pekerjaan ku kembali

Anda mungkin juga menyukai