Anda di halaman 1dari 8

SENGKETA TANAH LAPANGAN DI DUSUN KATERBAN NGAWI

Di susun oleh :
Muhammad Nur Hasyim (401210203)
Muhammad Syah Albar Najib (401210207)
Pendahuluan
Pada hakekatnya setiap masyarakat harus memiliki suatu pekerjaan untuk
mampu bertahan hidup. Dalam melakukan suatu pekerjaan, masyarakat dituntut
untuk mengikuti suatu perjanjian kerja oleh pelaku usaha. Pengertian perjanjian
atau kontrak diatur dalam pasal 1313 KUHPerdata yang berbunyi “Perjanjian
adalah suatu perbuatan dengan mana satu pihak atau lebih mengikatkan dirinya
terhadap satu orang atau lebih. Hubungan kerja (perjanjian kerja) mempunyai
tiga unsur, yaitu adanya pekerjaan, upah, dan perintah. Dalam konteks ini,
penting bagi kita untuk memahami akar penyebab sengketa tanah,
konsekuensinya terhadap individu dan masyarakat, serta upaya-upaya yang
dapat diambil untuk menyelesaikan sengketa tersebut secara adil dan
berkelanjutan. Pendahuluan ini akan menjelajahi beberapa aspek kunci
mengenai sengketa tanah, termasuk faktor-faktor penyebabnya, dampaknya
terhadap masyarakat, serta beberapa pendekatan yang telah digunakan dalam
penyelesaiannya.

Sengketa tanah adalah masalah yang kompleks dan mendalam, dan


memahaminya adalah langkah pertama dalam mencari solusi yang
berkelanjutan. Dengan pemahaman yang lebih baik tentang masalah ini, kita
dapat berkontribusi pada upaya untuk mencapai perdamaian, keadilan, dan
stabilitas dalam masyarakat. Berdasarkan informasi yang kami dapat dari
lapangan di dusun katerban, desa Sekaralas, kecamatan widadaren, kabupaten
ngawi telah terjadi sengketa Sengketa tanah lapangan yang dilakukan oleh
salah satu warga yang bernama mbah mukti dan ketua Yayasan Mbah Kurmen
mempunyai 5 bersaudara. Salah 1 saudaranya bernama Mbah Khamid yang
mempunyai anak bernama Mbah Mukti. Karena bersaudara maka mereka
berdua Mbah Khamid dan Mbah Kurmen memiliki tanah yang bersebelahan
karena mereka mendapat warisan dari orang tuanya. Kemudian pada tahun
1952/1953 tanah milik Mbah Imam Kurmen dibuat lapangan yang
diperuntukkan oleh Yayasan tersebut juga biasa digunakan oleh masyarakat
umum. Sedangkan tanah Mbah Khamid diwariskan kepada anak laki-lakinya
yang bernama Mbah Mukti. Dari latar belakang masalah yang diulas di atas,
kami tertarik untuk melakukan analisis dengan judul “Sengketa Tanah Lapangan
di Dusun Katerban”.

Teori
A. Hak Milik

Hak milik adalah konsep hukum yang mengatur hak seseorang atau
entitas hukum atas suatu properti atau harta. Teori tentang hak milik telah
berkembang selama berabad-abad dan menjadi bagian integral dari sistem
hukum di berbagai negara. Dan teori yang ada pada Sengketa tanah
lapangan di dusun katerban adalah

1. Teori Hak Tradisional (Traditional Rights Theory): Teori ini berfokus


pada hak milik berdasarkan hak-hak tradisional masyarakat atas tanah
tertentu. Ini mencakup hak adat, hak pemukiman tradisional, atau hak
penggunaan tanah yang telah diterima secara turun-temurun. Konflik
muncul ketika hak tradisional bertentangan dengan hak milik yang
diakui secara hukum. Penyelesaiannya mungkin melibatkan pengakuan
dan perlindungan hak tradisional dalam kerangka hukum yang lebih
besar.

2. Teori Hak Legal (Legal Rights Theory): Teori ini menekankan


pentingnya hak milik yang diakui secara resmi dalam sistem hukum
negara. Konflik lahan terutama muncul ketika klaim hak milik yang
sah terhadap tanah bertentangan satu sama lain. Penyelesaiannya
melibatkan interpretasi dan penerapan hukum properti yang berlaku.

3. Teori Hak Ekonomi (Economic Rights Theory): Teori ini menganggap


hak milik sebagai alat ekonomi yang berharga dan melihat konflik
lahan sebagai hasil persaingan ekonomi. Para pemilik tanah
berkompetisi untuk sumber daya alam atau nilai ekonomi yang ada di
tanah tersebut. Penyelesaiannya dapat melibatkan negosiasi, pembagian
hasil ekonomi, atau kompensasi.

4. Teori Hak Sosial (Social Rights Theory): Teori ini mengaitkan hak
milik dengan pertimbangan sosial dan kemanfaatan umum. Konflik
muncul ketika tanah yang diklaim oleh individu atau perusahaan
bertentangan dengan kepentingan masyarakat yang lebih luas, seperti
pelestarian lingkungan atau penggunaan lahan untuk kepentingan
umum. Penyelesaiannya bisa melibatkan keseimbangan antara hak
individu dan kepentingan sosial.

5. Teori Hak Lingkungan (Environmental Rights Theory): Teori ini


menekankan pentingnya melindungi lingkungan alamiah dan
keanekaragaman hayati. Konflik lahan terjadi ketika klaim hak milik
mengancam lingkungan. Penyelesaiannya dapat melibatkan regulasi
lingkungan yang ketat atau pemilihan penggunaan tanah yang lebih
ramah lingkungan.

6. Teori Hak Partisipasi (Participation Rights Theory): Teori ini


menekankan partisipasi masyarakat dalam pengambilan keputusan
terkait tanah dan sumber daya alam. Konflik lahan dapat dikurangi
dengan memberikan warga setempat akses kepada proses pengambilan
keputusan terkait penggunaan tanah dan memberi mereka kesempatan
untuk berpartisipasi dalam perencanaan dan pengelolaan sumber daya.
B. Negosiasi

Teori tentang negosiasi sengketa lahan mencakup berbagai aspek yang


perlu dipertimbangkan dalam penyelesaian konflik yang melibatkan hak
kepemilikan atau penggunaan lahan. Dan teori negosiasi yang ada pada
Sengketa tanah lapangan di dusun katerban adalah

1. Teori Kepentingan (Interest-Based Theory): Teori ini menekankan


pentingnya mengidentifikasi dan memahami kepentingan yang
mendasari setiap pihak dalam sengketa lahan. Negosiasi harus
berfokus pada memenuhi kepentingan masing-masing pihak, bukan
sekadar berjuang untuk posisi atau tuntutan tertentu. Dengan
pendekatan ini, pihak-pihak dapat mencari solusi yang memenuhi
kepentingan mereka.
2. Teori Win-Win (Win-Win Theory): Teori ini menciptakan kerangka
kerja di mana semua pihak dapat merasa memenangkan dalam
negosiasi. Pihak yang terlibat dalam sengketa lahan harus berusaha
mencari solusi yang menguntungkan semua pihak, bahkan jika perlu
mengorbankan sebagian dari tuntutan mereka.
3. Teori Keseimbangan Kekuasaan (Power Balance Theory): Teori ini
mengakui bahwa dalam negosiasi sengketa lahan, pihak yang
memiliki kekuasaan ekonomi, politik, atau hukum yang lebih besar
dapat mendominasi proses. Mencari keseimbangan kekuasaan atau
mencari cara untuk mengkompensasi pihak yang lebih lemah adalah
penting dalam mencapai kesepakatan yang adil.
4. Teori Pembagian Sumber Daya (Resource Allocation Theory): Teori
ini menganggap lahan sebagai sumber daya yang terbatas yang harus
dialokasikan di antara pihak-pihak yang bersengketa. Proses negosiasi
berfokus pada cara yang paling efisien dan adil untuk mengalokasikan
sumber daya tersebut.
5. Teori Konflik Struktural (Structural Conflict Theory): Teori ini
menekankan bahwa beberapa sengketa lahan mungkin akibat dari
ketidaksetaraan sosial, ekonomi, atau politik yang lebih besar.
Penyelesaian sengketa harus mempertimbangkan faktor-faktor
struktural ini dan mencari cara untuk mengurangi ketidaksetaraan
yang mendasari.
6. Teori Keberlanjutan (Sustainability Theory): Dalam kasus sengketa
lahan yang melibatkan penggunaan sumber daya alam, teori ini
menekankan pentingnya mempertimbangkan dampak jangka panjang
terhadap lingkungan dan masyarakat sekitar. Solusi yang dihasilkan
harus berkelanjutan dari sudut pandang ekologi dan sosial.
7. Teori Mediasi (Mediation Theory): Teori ini mendukung penggunaan
mediator independen untuk membantu pihak-pihak yang bersengketa
mencapai kesepakatan. Mediator bekerja sebagai pihak netral yang
membantu mengarahkan percakapan dan mencari solusi yang dapat
diterima oleh semua pihak.
8. Teori Hukum dan Peraturan (Legal and Regulatory Theory): Teori ini
mengakui peran hukum dan regulasi dalam penyelesaian sengketa
lahan. Hukum dan peraturan yang berlaku harus dihormati dan
diikuti, dan negosiasi dapat berfokus pada cara mematuhi
ketentuan hukum yang ada.

Pembahasan
Kasus yang kami angkat yaitu sengketa tanah yang kompleks antara
keluarga Mbah Kurmen (yang memiliki tanah lapangan yang digunakan oleh
SMP/MTs dan MI Ma'hadul Muta'allimin) dan keluarga Mbah Mukti, yang
mengklaim hak kepemilikan atas tanah tersebut. Alm. Mbah Kurmen dan Alm.
Mbah Khamid adalah saudara yang mendapatkan warisan berupa tanah
lapangan dari orang tuanya. Tanah milik Alm. Mbah Kurmen digunakan
sebagai lapangan yang diperuntukkan bagi SMP/MTs dan MI Ma'hadul
Muta'allimin serta masyarakat umum sejak tahun 1952/1953. Pada tahun 1982,
tanah lapangan tersebut disertifikatkan atas nama Yayasan Ma'hadul
Muta'allimin oleh pihak berwenang (BPN). Dan sekitaran pada tahun 2022
Mbah Mukti dan keluarga yaitu keturunan dari Alm. Mbah Khamid mengklaim
bahwa tanah lapangan tersebut masih merupakan milik keluarganya berdasarkan
informasi di SPPT (Surat Pemberitahuan Pajak Terhutang) yang
mengindikasikan kepemilikan tanah oleh Mbah Mukti. Dan Mbah Mukti juga
secara rutin membayar pajak atas tanah tersebut, yang menunjukkan klaim atas
kepemilikan.

Kasus ini melibatkan sengketa antara dua pihak, yaitu keluarga Mbah
Kurmen yang memiliki sejarah penggunaan tanah lapangan sejak tahun
1952/1953 dan keluarga Mbah Mukti yang mengklaim kepemilikan tanah
berdasarkan bukti pembayaran pajak serta SPPT yang mengindikasikan
kepemilikan tanah oleh Mbah Mukti. Di sisi lain, tanah tersebut telah
disertifikatkan atas nama Yayasan Ma'hadul Muta'allimin pada tahun 1982.
Pertimbangan hukum yang mungkin perlu dipertimbangkan dalam kasus ini
termasuk:

a. Kepemilikan yang diberikan melalui sertifikat berdasarkan hukum


pertanahan negara tersebut.
b. Pemakaian tanah selama beberapa dekade oleh keluarga Mbah
Kurmen, yang mungkin mengakibatkan adanya hak-hak atau klaim
tertentu terhadap tanah tersebut.
c. Pembayaran pajak oleh Mbah Mukti sebagai indikasi kepemilikan,
meskipun perlu mempertimbangkan apakah pembayaran pajak ini
sesuai dengan status kepemilikan yang sebenarnya.

Pengadilan atau otoritas hukum yang relevan akan perlu memeriksa bukti-
bukti yang tersedia, termasuk catatan kepemilikan tanah, dokumen-dokumen
historis, serta bukti pembayaran pajak untuk memutuskan klaim kepemilikan
tanah ini. Proses hukum akan melibatkan analisis yang cermat terhadap hukum
pertanahan, regulasi pajak properti, serta bukti-bukti konkret yang dapat
mendukung klaim dari kedua pihak yang bersengketa.

Teori yang kami kaitkan yaitu tentang teori hak legalitas yang
menyebutkan bahwa hak milik yang diakui secara resmi dalam sistem hukum
negara. Konflik lahan terutama muncul ketika klaim hak milik yang sah
terhadap tanah bertentangan satu sama lain. Penyelesaiannya melibatkan
interpretasi dan penerapan hukum properti yang berlaku. Kalau dikaitkan dari
teori tersebut bahwa legalitas dari kedua belah pihak sama-sama kuat karena
dari pihak keluarga Alm. Mbah Kurmen telah mensertifikatkan tanahnya atas
nama yayasan Ma’hadul Muta’allimin sedangkan dari pihak keluarga Alm.
Mbah Khamid mengklaim bahwa tanah lapangan tersebut masih merupakan
milik keluarganya berdasarkan informasi di SPPT (Surat Pemberitahuan Pajak
Terhutang) yang mengindikasikan kepemilikan tanah oleh Mbah Mukti.

Dari kasus diatas penyelesainnya dengan cara kekeluargaan atau dengan


cara negosiasi antara pihak keluarga Alm. Mbah Kurmen dengan keluarga Alm.
Mbah Khamid yaitu Mbah Mukti sekeluarga, menurut kami penyelesaian
tersebut bisa dikaitkan dengan teori kepentingan yang berfokus pada memenuhi
yang mendasari setiap pihak dalam sengketa lahan, bukan hanya sekedar
kepentingan satu pihak akan tetapi kedua belah pihak, teori win-win yaitu teori
yang sama-sama untung kedua belah pihak, teori keberlanjutan yang pentinya
mempertimbangkan danpak jangka panjang terhadap lingkungan dan
masyarakat sekitar.

Kesimpulan
Kasus sengketa tanah yang kompleks antara keluarga Alm. Mbah Kurmen
dan keluarga Alm. Mbah Khamid (Mbah Mukti sekeluarga) mencerminkan
tantangan yang dihadapi dalam menentukan kepemilikan tanah dalam konteks
hukum pertanahan yang berlaku. Dua belah pihak memiliki argumen yang kuat
untuk klaim mereka atas tanah lapangan yang berharga ini. Namun,
penyelesaian yang menguntungkan kedua belah pihak dalam konteks ini dapat
menjadi landasan penting untuk mencapai solusi yang berkelanjutan.

Dalam rangka penyelesaian, pendekatan kekeluargaan atau negosiasi


menjadi alternatif yang bijaksana. Mempertimbangkan teori-teori seperti
kepentingan bersama, keseimbangan keuntungan, dan keberlanjutan adalah
langkah yang dapat membantu dalam mencapai penyelesaian yang adil dan
berkelanjutan dalam sengketa ini. Hasil akhirnya harus menghormati hak-hak
sah kedua belah pihak, mempertimbangkan hukum yang berlaku, serta
mengakui pentingnya tanah lapangan tersebut dalam konteks masyarakat dan
lingkungan sekitarnya. Dalam penyelesaian sengketa seperti ini, menjaga
komunikasi terbuka dan semangat kolaborasi antara keluarga Mbah Kurmen dan
keluarga Mbah Mukti dapat membantu mencapai solusi yang menguntungkan
semua pihak, sambil memastikan keberlanjutan pemanfaatan tanah yang
bernilai tersebut untuk kepentingan semua pihak yang terlibat.

Anda mungkin juga menyukai