Anda di halaman 1dari 2

SIKAP HUSNUDZON

Kisah Sembuhnya Bocah Lumpuh dan Perampok Bertobat, Ibrah Husnudzon


Syekh Ahmad Syihabuddin bin Salamah al Qalyubi dalam Kitab 'An Nawaadir' menceritakan bahwa di
suatu malam datanglah kawanan perampok yang bersiap melakukan aksinya. Setelah selesai melakukan aksinya
tersebut, dan malam mulai larut, maka kawanan perampok tersebut berusaha mencari tempat penginapan. Setelah
sampai di sebuah tempat penginapan, agar mendapatkan izin dari pemiliknya, mereka terpaksa berbohong untuk
menyembunyikan jati diri yang sebenarnya. Mereka mengaku para pejuang di jalan Allah (Mujahid fi Sabilillah).
Tanpa rasa curiga sedikitpun, pemilik penginapan membukakan pintu dan melayani mereka dengan
pelayanan sebaik-baiknya dengan harapan mendapatkan pahala dan keberkahan. Dalam hatinya tidak ada
sedikitpun rasa curiga (suudzon), yang ada hanya sifat husnudzon (berbaik sangka). Kebetulan, pemilik
penginapan tersebut memiliki anak yang menderita penyakit lumpuh. Berharap keberkahan dari para pejuang
Islam tersebut, maka pemilik penginapan tersebut mengambil sisa-sisa air minum kawanan perampok tersebut.
Setelah mengumpulkan sisa-sisa air minum para perampok tersebut, kemudian ia berkata kepada istrinya:
“Wahai istriku, oleskan air ini ke seluruh tubuh anak kita, semoga saja anak kita bisa sembuh dengan lantaran
berkah dari para tentara Allah ini”. Lalu istrinya mengerjakan perintahnya. Dengan izin Allah, anaknya sembuh
total. Sifat berbaik sangka (husnudzon) pemilik penginapan tersebut membuatnya mendapatkan anugerah dari
Allah SWT, yakni anaknya diberikan kesembuhan meskipun penyakit yang diderita tergolong susah
disembuhkan. Terlepas secara faktual bahwa yang ia yakini sebenarnya sesuatu yang keliru.
Pagi harinya, saat fajar mulai menyingsing para perampok yang berpura-pura sebagai pejuang Islam ini
kembali melakukan aksinya untuk pergi merampok. Setelah selesai melakukan aksinya, sore harinya ia pulang
kembali menuju ke penginapan. Saat masuk ke penginapan kawanan perampok tersebut kaget melihat seorang
anak yang semula lumpuh kini bisa berdiri tegak dan berjalan dengan normal. Karena masih diliputi rasa
keheranan yang sangat, mereka menanyakan kepada pemilik penginapan. “Benarkah anak ini yang kemarin
lumpuh?”.
“Ya benar! aku mengambil sisa makanan dan air minum kalian dan mengoleskannya pada sekujur
tubuhnya. Dengan berkah kalian, tidak disangka Allah memberi kesembuhan padanya," jawab pemilik
penginapan.
Setelah mendengar penuturan sang pemilik penginapan, para perampok itu bersujud sambil menangis
penuh penyesalan dan berkata: “Ketahuilah wahai pemilik penginapan! Kami ini sebenarnya adalah kawanan
perampok yang keluar untuk merampok, bukan pejuang Islam”.
“Allah menyembuhkan putramu lantaran ketulusan niatmu. Dan saat ini juga kami bertobat kepada
Allah.” Setelah mereka bertobat, jadilah mereka pasukan perang, benar-benar mujahid fi sabilillah sampai ajal
menjemputnya.
Dari kisah tersebut dapat diambil pelajaran (ibrah) bahwa berbaik sangka (husnu dzan) pemilik
penginapan kepada kawanan perampok tersebut ternyata tidak saja menjadi berkah kesembuhan anaknya
melainkan juga menyebabkan taubatnya kawanan perampok tersebut.
Husnuzan artinya berbaik sangka. Lawan dari husnuzan yakni suudzan yang artinya berburuk sangka.
Umat muslim dianjurkan untuk selalu memiliki sikap husnuzan dan menjauhi suudzan dalam segala hal.
Segala yang terjadi dalam hidup, sudah pasti berdasarkan ketetapan Allah SWT. Apapun kondisinya, kita harus
menerima dengan ikhlas bahwa segala ketetapan Allah SWT adalah yang terbaik.
1. Husnuzan terhadap Allah SWT
Bersikap husnuzan kepada Allah SWT dapat ditunjukkan dengan meyakini Allah SWT sebagai Pencipta dan
Pemelihara, yang memiliki seluruh keagungan, dan tidak terdapat satupun kekurangan. Segala ketetapan Allah
SWT adalah yang terbaik. Sebagai muslim hendaknya wajib membangun keyakinan bahwa Allah akan
mengampuni hambanya yang bertaubat, mengabulkan doa bagi hambanya yang memohon, dan memberikan
rezeki bagi yang meminta kecukupan.
2. Husnuzan terhadap diri sendiri
Berprasangka baik terhadap diri sendiri juga harus diterapkan. Misalnya dengan cara percaya pada
kemampuan diri, gigih, pantang menyerah, sabar, serta mempunyai inisiatif yang tinggi. Dengan sikap-sikap ini,
seorang muslim akan menjadi pribadi yang positif. Jika tidak memiliki sikap husnuzan kepada diri sendiri maka
seseorang akan akan menjadi lemah karena rendah diri dan berputus asa.
3. Husnuzan terhadap orang lain
Sikap husnuzan kepada sesama bisa diwujudkan dengan selalu berpikir positif pada orang lain. Sikap
husnuzan ini dapat ditunjukkan dengan cara menghormati dan menghargai orang lain. Hindari sikap-sikap yang
dapat menyakiti orang lain seperti iri, dengki, fitnah ataupun ghibah. Manusia adalah makhluk sosial, sudah
sewajarnya hidup saling berdampingan dengan sikap yang baik.
4. Husnuzan pada situasi atau keadaan
Selain husnduzon kepada Allah, diri sendiri, dan kepada sesama manusia, kita juga dianjurkan untuk
husnudzan kepada situasi atau keadaan. Sebagai contoh, sebagai siswa atau pelajar, situasi yang palinmg sering
dihadapi adalah situasi ketika kita harus terus belajar, mengerjakan tugas, dan sebagainya. Banyak belajar,
mengerjakan tugas, memperhatikan guru di kelas mungkin adalah situasi yang membosankan dan tidak
menyenangkan. Namun percayalah, bahwa hal itu akan membawa dampak baik di masa depan. Itu adalah salah
satu contoh husnudzan pada situasi atau keadaan.
Hikmah dari sikap husnduzan, antara lain sebagai berikut:
1) Melahirkan kesadaran bagi umat manusia, bahwa segala sesuatu di alam semesta ini berjalan sesuai dengan
aturan dan hukum yang telah ditetapkan dengan pasti oleh Allah.
2) Mendorong manusia untuk berusaha dan beramal dengan sungguh-sungguh untuk mencapai kehidupan yang
baik di dunia dan di akhirat dan mengikuti hukum sebab akibat yang berlaku dan ketetapan Allah.
3) Mendorong manusia untuk semakin mendekatkan diri kepada Allah SWT yang memiliki kekuasaan dan
kehendak yang mutlak dan memiliki kebijaksanaan, keadilan, dan kasih sayang kepada makhluk-Nya.
4) Menanamkan sikap tawakal dalam diri manusia karena menyadari bahwa manusia hanya bisa berusaha dan
berdoa, sedangkan hasilnya diserahkan kepada Allah sebagai zat yang menciptakan dan mengatur kehidupan
manusia.
5) Sikap husnuzan mendatangkan ketenangan jiwa dan ketentraman hidup karena meyakini apa pun yang terjadi
adalah atas kehendak Allah.

Anda mungkin juga menyukai