Anda di halaman 1dari 20

MAKALAH

RETRIBUSI PERIZINAN TERTENTU TENTANG PERSETUTUJUAN


BANGUNAN GEDUNG (PBG)

KELOMPOK 5 :

1. ANJELY NABILA FADLI (B10020042)


2. RAFI SAPUTRA (B1A121328)
3. BERLIANDY HAPOSAN MANIK (B1A121330)
4. RAMDANI (B1A121331)
5. RIPAN SENJAYA (B1A121332)

DOSEN PENGAMPU : FITRIA, S.H., M.H.

PROGRAM STUDI ILMU HUKUM


FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS JAMBI
2023
KATA PENGANTAR

Puji syukur ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa. Atas rahmat dan hidayah-
Nya, penulis dapat menyelesaikan tugas makalah yang berjudul “MAKALAH
RETRIBUSI PERIZINAN TERTENTU TENTANG PERSETUTUJUAN
BANGUNAN GEDUNG (PBG)” dengan tepat waktu. Makalah ini disusun untuk
memenuhi tugas Mata Kuliah Hukum Pajak dan Retribusi. Selain itu, makalah ini
juga bertujuan untuk menambah wawasan tentang pajak daerah bagi para
pembaca dan juga bagi penulis.

Penulis menyadari makalah ini masih belum dapat dikatakan sempurna.


Oleh sebab itu, saran dan kritik yang membangun diharapkan demi kesempurnaan
makalah ini.

Jambi, November 2023

Jambi

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR..............................................................................................i

DAFTAR ISI...........................................................................................................ii

BAB I PENDAHULUAN.......................................................................................1

1.1 Latar Belakang...............................................................................................1

1.2 Rumusan Masalah..........................................................................................2

1.3 Tujuan............................................................................................................2

BAB II PEMBAHASAN........................................................................................3

2.1 Retribusi Perizinan Tertentu..........................................................................3

A. Pengertian Retribusi...................................................................................3

B. Pengertian Retribusi Daerah........................................................................4

C. Objek Retribusi Perizinan Tertentu............................................................8

2.2 Retribusi Persetujuan Bangunan Gedung......................................................9

2.3 Mekanisme Retribusi Perizinan Gedung.....................................................11

BAB III PENUTUP...............................................................................................15

3.1 Kesimpulan..................................................................................................15

DAFTAR PUSTAKA............................................................................................17

ii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Bangunan sebagai tempat segala aktivitas manusia, mulai dari aktivitas


perekonomian, kebudayaan, sosial, dan pendidikan terkait dengan fungsi
pemerintah daerah sebagai “agent of development, agent of change, agent of
regulations”. Dalam fungsinya tersebut, pemerintah daerah berkepentingan
terhadap izin-izin bangunan. Perizinan bangunan diberlakukan agar tidak terjadi
kekacauan dalam penataan ruang kota dan merupakan bentuk pengendalian
pembangunan ruang kota.

Mendirikan bangunan merupakan pekerjaan mengadakan bangunan baik


sebagian maupun seluruhnya termasuk pekerjaan menggali dan menimbun atau
meratakan tanah yang berhubungan dengan pekerjaan mengadakan bangunan.
Dari hal itulah, maka seseorang atau perusahaan yang berbadan hukum yang
bermaksud mendirikan bangunan atau mengubah sebagainya wajib mempunyai
izin yang selanjutnya dikatakan Persetujuan Bangunan Gedung jadi Persetujuan
angunan Gedung adalah izin yang diberikan untuk melakukan kegiatan
membangun yang dapat diterbitkan apabila rencana bangunan dinilai sudah sesuai
dengan ketentuan atau peraturan yang ada.

Retribusi Persetujuan Bangunan Gedung merupakan pembayaran atas jasa


pelayanan pemberian izin yang diberikan kepada pemilik bangunan gedung. Hal
ini merupakan bagian dari upaya pemerintah untuk mengatur dan mengawasi
pembangunan gedung agar sesuai dengan aturan yang berlaku. Retribusi ini
diberlakukan oleh beberapa daerah di Indonesia, seperti Kabupaten Bantul, Kota
Malang, dan lainnya, berdasarkan Peraturan Daerah yang mengatur Pajak dan
Retribusi Daerah dalam pengaturan satu Peraturan Daerah. Retribusi Persetujuan
Bangunan Gedung disusun berdasarkan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2021
tentang Bangunan Gedung.

1
Pemberian izin untuk membangun bangunan gedung merupakan hal yang
penting untuk memastikan bahwa pembangunan dilakukan sesuai dengan aturan
yang berlaku. Pembangunan gedung yang tidak sesuai dengan aturan dapat
membahayakan keselamatan dan kesehatan masyarakat, serta merusak lingkungan
sekitar. Oleh karena itu, retribusi ini juga berperan sebagai sumber pendapatan
daerah, yang tujuannya adalah untuk membiayai pembangunan dan memastikan
kepatuhan terhadap peraturan yang ada.

Dalam konteks ini, retribusi Persetujuan Bangunan Gedung juga menjadi


bagian dari upaya pemerintah daerah dalam meningkatkan pelayanan, perbaikan,
kesejahteraan, dan jaminan hidup yang lebih baik kepada masyarakat.
Pelaksanaan otonomi daerah secara langsung akan berpengaruh terhadap sistem
pembiayaan, pengelolaan, dan pengawasan keuangan daerah. Sistem tersebut
mencakup pajak daerah dan retribusi daerah, di mana retribusi daerah merupakan
pembayaran wajib dari penduduk kepada negara karena adanya jasa tertentu yang
diberikan negara bagi penduduknya secara perorangan.

Dengan demikian, retribusi Persetujuan Bangunan Gedung memiliki peran


yang penting dalam pengaturan pembangunan gedung, pengawasan kepatuhan
terhadap peraturan yang ada, serta sebagai sumber pendapatan daerah untuk
membiayai pembangunan dan meningkatkan pelayanan kepada masyarakat.

1.2 Rumusan Masalah


1. Apa itu Retribusi Perizinan Tertentu ?
2. Apa itu Retribusi Persetujuan Bangunan Gedung ?
3. Bagimana Mekanisme Retribusi Persetujuan Bangunan Gedung?

1.3 Tujuan
1. Untuk memahami apa itu Retribusi Perizinan Tertentu
2. Untuk memahami apa itu Retribusi Persetujuan Bangunan Gedung
3. Untuk memahami bagaimana Mekanisme Retribusi Persetujuan Bangunan
Gedung

2
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Retribusi Perizinan Tertentu

A. Pengertian Retribusi

Retribusi menurut Peraturan Daerah Kabupaten Kampar No 6 Tahun 2017


adalah pungutan daerah sebagai pembayaran atas jasa atau pemberian izin tertentu
yang khusus disediakan dan atau diberikan oleh pemerintah daerah untuk
kepentingan orang pribadi atau badan.Retribusi adalah suatu pungutan daerah
sebagai pembayaran atas pemakaian jasa atau karena mendapatkan jasa pekerjaan
usaha atau milik daerah bagi yang berkepentingan atau karena jasa yang diberikan
oleh daerah.1

Pengertian retribusi menurut Ahmad Yani adalah: Daerah Provinsi,


Kabupaten/Kota diberi peluang dalam menggali potensi sumber-sumber
keuangannya dengan menetapkan jenis retribusi selain yang telah ditetapkan dan
sesuai dengan aspirasi masyarakat.2 Pengertian retribusi menrut Mahmudi adalah
pemungutan yang dilakukan pemerintah daerah kepada wajib retribusi atas
pemanfaatan suatu jasa tertenu yang disediakan oleh pemerintah3

Kemudian menurut Marihot P. Siahaan mengatakan Retribusi daerah


adalah pemungutan daerah sebagai pembayaran atas jasa atau pemberian izin
tertentu yang khusus disediakan dan atau diberikan oleh pemerintah daerah untuk
kepentingan orang pribadi atau badan. Dan menurut kamus bahasa Indonesia
bahwa yang dimaksud dengan retribusi adalah merupakan pungutan oleh
pemerintah sebagai balas jasa.4 Menurut kamus besar bahasa Indonesia arti kata
retribusi adalah pengembalian, penggantian, pemungutan uang oleh pemerintah.

1
Josep Riwu Kaho,Op,Cit, Hlm 171
2
Ahmad Yani, Hubungan Keuangan Antara Pemerintah Pusat Dan Daerah Di Indnonesia
(Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2002).
3
Mahmudi, Manajemen Keuangan Daerah (Jakarta: Pt. Gelora Aksara Pratama, 2010).hlm. 25
4
Marihot P. Siahaan, Pajak Daerah & Retribusi Daerah (Jakarta: PT.Raja Grafindo Persada,
2005). Hlm.111

3
Retribusi ini berdasarkan atas peraturan yang berlaku, yakni dalam bentuk
peraturan daerah dan untuk menaatinya yang berkepentingan dapat dipaksa
(paksaan ekonomi) yaitu, barang siapa yang ingin menggunakan mendapat jasa
tertentu dari pemerintah, maka ia wajib membayarnya. Pembayaran inilah yang
disebut retribusi.

B. Pengertian Retribusi Daerah

Retribusi merupakan suatu kata yang sudah sering di dengar dalam


menjalankan suatu aktifitas kehidupan sehari-hari. Retribusi sering dilihat di
tempat-tempat umum seperti di pasar, terminal, tempat rekreasi atau tempat-
tempat tertentu yang digunakan dan dimanfaatkan oleh masyarakat umum. Secara
awam retribusi merupakan suatu pungutan atas pemakaian dan pemanfaatan suatu
fasilitas tertentu. Namun apakah semua pungutan-pungutan atas fasilitas tertentu
merupakan suatu retribusi atau tidak semua pungutan atas beragam fasilitas yang
digunakan merupakan retribusi. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia arti kata
Retribusi adalah pengembalian, penggantian kerugian, pemungutan uang oleh
pemerintah sebagai balas jasa.

Retribusi menurut undang-undang Nomor 28 tahun 2009 tentang pajak


daerah dan retribusi daerah pengertian retribusi adalah sebagai berikut: Retribusi
daerah adalah pungutan daerah sebagai pembayaran atas jasa atau pemberian izin
tertentu yang khusus disediakan dan/atau diberikan oleh pemerintah daerah untuk
kepentingan orang pribadi atau badan.5

Sedangkan wajib retribusi adalah orang pribadi atau badan yang menurut
peraturan perundang-undangan retribusi diwajibkan untuk melakukan pembayaran
retribusi, termasuk pemungut atau pemotong retribusi tertentu. Masa retribusi
adalah suatu jangka waktu tertentu yang merupakan batas waktu bagi Wajib
Retribusi untuk memanfaatkan jasa dan perizinan tertentu dari Pemerintahan
Daerah yang bersangkutan.

5
“Undang -Undang Nomor 28 Tahun 2009,Pasal 1 angka 64 berbunyi: Retribusi Daerah, yang
selanjutnya disebut Retribusi, adalah pungutan Daerah sebagai pembayaran atas jasa atau
pemberian izin tertentu yang khusus disediakan dan/atau diberikan oleh Pemerintah Daerah untuk
kepentingan orang pribadi atau Badan.

4
Hal ini dapat dipahami ketika melakukan pembayaran retribusi daerah,
maka pembayaran yang dilakukan merupakan kompensasi atas sebuah jasa atas
layanan yang diberikan oleh pemerintah daerah, atau bila seseorang ingin
menikmati jasa yang disediakan oleh pemerintah daerah, ia harus membayar
retribusi yang ditetapkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Apabila ada
sebuah pungutan yang dinamakan retribusi namun tidak terdapat jasa layanan
yang diberikan kepada pembayar retribusi, maka pada hakikatnya pembayaran
tersebut tidak dapat dikategorikan sebagai retribusi

Sedangkan pengertian jasa sebagaimana yang dimaksud dalam hal di atas


adalah kegiatan pemerintah daerah berupa usaha dan pelayanan yang
menyebabkan barang, fasilitas, atau kemanfaatan lainnya, dapat dinikmati oleh
orang pribadi atau badan.

Rohmat Sumitro mengatakan bahwa retribusi daerah adalah pembayaran


kepada negara yang dilakukan kepada mereka yang menggunakan jasa-jasa
negara, artinya retribusi daerah sebagai pembayaran atas jasa atau karena
mendapat pekerjaan usaha atau milik daerah bagi yang berkepentingan, atau jasa
yang diberikan daerah baik secara langsung maupun tidak langsung. Oleh karena
itu, setiap pemungutan yang dilakukan oleh pemerintah daerah senantiasa
berdasarkan prestasi dan jasa yang diberikan kepada masyarakat, sehingga
keleluasaan retribusi daerah terletak pada yang dapat dinikmati oleh masyarakat.
Jadi retribusi sangat berhubungan erat dengan jasa layanan yang diberikan
pemerintah daerah kepada yang membutuhkan.

Menurut Marihot P. Siahaan, Retribusi Daerah adalah pemungutan daerah sebagai


pembayaran atas jasa atau pemberian izin tertentu yang khusus disediakan dan
atau diberikan oleh pemerintah daerah untuk kepentingan orang pribadi atau
badan.6

Menurut Davey, pembayaran retribusi harus memenuhi dua syarat, yaitu :

6
Marihot P. Siahaan, Pajak Daerah & Retribusi Daerah.(Jakarta:PT.Raja Grafindo Persada 2005)
hlm. 5

5
1. Dasar untuk mengenakan retribusi biasanya harus didasarkan pada total
cost dari pada pelayanan-pelayanan yang disediakan: dan
2. Dalam beberapa hal tersebut retribusi biasanya harus didasarkan pada
kesinambungan harga jasa suatu pelayanan yaitu atas dasar mencari
keuntungan

Menurut Marihot P. Siahaan, ada beberapa ciri yang melekat pada retribusi
daerah yang saat ini di pungut di Indonesia:

1. Retribusi merupakan pemungutan yang dipungut berdasarkan undang-


undang dan peraturan daerah yang berkenaan.
2. Hasil penerimaan retribusi masuk ke kas pemerintahan daerah
3. Pihak yang membayar retribusi mendapatkan kontra prestasi (balas jasa)
secara langsng dari pemerintah daerah atas pembayaran yang dilakukan.
4. Retribsi terutang apabila ada jasa yang diselenggarakan oleh pemerintah
daerah yang dinikmati oleh orang atau badan.
5. Sanksi yang dikenakan pada retribusi adalah sanksi secara ekonomis, yaitu
jika tidak membayar retribusi, tidak akan memperoleh jasa yang dapat
diselengarakan oleh pemerintah daerah.

Sehingga dari definisi tersebut menurut Josep Riwu Kaho, ada beberapa ciri
retribusi, yaitu :

1. Retribusi dipungut oleh negara


2. Dalam pungutan terdapat paksaan secara ekonomis
3. Adanya kontra prestasi yang secara langsung dapat ditunjuk
4. Retribusi dikenakan kepada setiap orang atau badan yang menggunakan
atau mengenyam jasa-jasa yang disediakan oleh Negara.7

Dari pengertian retribusi diatas dapat disimpulkan bahwa retribusi merupakan


pungutan oleh pejabat retribusi kepada wajib retribusi yang bersifat memaksa
dengan adanya kontra prestasi secara langsung dan dapat dipaksakan
penagihannya Memaksa disini artinya paksaan secara ekonomi yaitu: hanya yang

7
Adrian Sutedi, Hukum Pajak Dan Retribusi Daerah (Jakarta: PT. Sinar Grafika, 2011).

6
membayar retribusi yang menikmati balas jasa dari Negara, orang-orang yang
tidak menggunakan jasa-jasa pemerintah yang telah disediakan, tidak wajib
membayar retribusi.

Retribusi daerah ditetapkan sesuai dengan undang-undang yang tahap


pelaksanaannya untuk daerah diatur lebih lanjut dengan peraturan daerah. 8
Peraturan daerah tidak dapat berlaku surut dan sekurang-kurangnya mengatur
ketentan mengenai:

1. Nama, Objek dan Subjek Retribusi.


2. Golongan Retribusi
3. Cara mengukur tingkat pengguna jasa yang bersangkutan
4. Prinsip yang dianut dalam penetapan struktur dan besarnya tariff retribusi,
peratran daerah harus mencamtumkan prinsip penetapan struktur dan
besarnya tarif retribusi.
5. Struktur dan besarnya tarif retribusi.
6. Wilayah pemungutan.
7. Tata cara pemuungutan, termasuk mengatur ketentuan pembayaran, tempat
pembayaran, angsuran, dan penndaan pembayaran.
8. Sanksi administrasi.
9. Tata cara penagihan.
10. Tanggal mulai berlakunya.

Adapun tarif retribusi beberapa ciri-ciri yang melekat pada retribusi daerah
yang saat ini dipungut di Indonesia adalah sebagai berikut:

1. Retribusi merupakan pungutan yang dipungut berdasarkan Undang-


Undang dan peraturan daerah yang berkenaan.
2. Hasil penerimaan retribusi masuk ke kas pemerintah daerah.
3. Pihak yang membayar retribusi mendapatkan kontra prestasi (balas jasa)
secara langsng dari pemerintah daerah atas pembayaran yang dilakukan.

8
Iswanto Sunarn, Hukum Pemerintahan Daerah Di Indonesia, (Makassar: PT.Sinar Grafika,
2005). Hlm 78

7
4. Retribsi terutang apabila ada jasa yang diselenggarakan oleh pemerintah
daerah yang dinikmati oleh orang atau badan.
5. Sanksi yang dikenakan pada retribusi adalah sanksi secara ekonomis, yaitu
ika tidak membayar retribusi, tidak akan memperoleh jasa yang dapat
diselengarakan oleh pemerintah daerah.

Wajib retribusi adalah orang pribadi atau badan yang menurut peraturan
perundang-undangan retribusi diwajibkan untuk melakukan pembayaran retribusi,
termasuk pemungut atau pemborong retribusi tertentu.9

Hal ini dapat dipahami ketika melakukan pembayaran retribusi daerah,


maka pembayaran yang dilakukan merupakan kompensasi atas sebuah jasa atau
pelayanan yang diberikan oleh pemerintah daerah, atau bila seseorang ingin
menikmati jasa yang disediakan oleh pemerintah daerah, ia hars membayar
retribusi yang ditetapkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

C. Objek Retribusi Perizinan Tertentu

Objek retribusi perizinan tertentu adalah retribusi atas kegiatan tertentu


pemerintahan daerah dalam rangka pemberian izin kepada orang pribadi atau
badan yang dimaksud untuk pembinaan, pengaturan, pengendalian, dan
pengawasan atas kegiatan pemanfaatan ruang, penggunaan sumber daya alam,
barang, prasarana, sarana ata fasilitas tertentu guna melindungi kepentingan
umum dan menjaga kelestarian lingkungan.

Sedangkan objek retribusi perizinan tertentu adalah pelayanan perizinan


tertentu oleh pemerintah daerah kepada orang pribadi atau badan yang
dimaksudkan untuk pengaturan dan pengawasan atas kegiatan pemanfaatan ruang,
pengguna sumber daya alam, barang, sarana, prasaranan, atau fasilitas tertentu
guna melindungi kepentingan umum dan menjaga kelestarian lingkungan. Jenis
dari retribusi perizinan tertentu adalah retribusi mendirikan bangunan, retribusi

9
Ida Zurida, Teknnik Penyusunan Peraturan Daerah Tentang Pajak Dan Retribusi Daerah
(Jakarta: PT. Sinar Grafika, 2014).hlm. 108

8
izin tempat penjualan minum-minuman beralkohol, retribusi izin gangguan,
retribusi izin trayek, dan retribusi izin usaha perikanan.

Adapun kriteria jasa perizinan tertentu berdasarkan pasal 141 Undang-


Undang Nomor 11 Tahun 2020 diantaranya adalah:

Jenis Retribusi Perizinan Tertentu :

1. Retribusi Perizinan Berusaha terkait persetujuan bangunan gedung yang


selanjutnya disebut Retribusi Persetujuan bangunan Gedung;
2. Retribusi Perizinan Berusaha terkait tempat penjualan minuman
beralkohol yang selanjutnya disebut Retribusi Izin Tempat Penjualan
Minuman Beralkohol;
3. Retribusi Perizinan Berusaha terkait trayek yang selanjutnya disebut
Retribusi Izin Trayek; dan
4. Retribusi Perizinan Berusaha terkait perikanan yang selanjutnya disebut
Retribusi Izin Usaha Perikanan.

2.2 Retribusi Persetujuan Bangunan Gedung

Gedung sebagai tempat manusia melakukan kegiatannya mempunyai


peranan yang strategis guna mendukung produktivitas manusia. Untuk itu,
pembangunan gedung tidak dapat terelakkan karena telah menjadi suatu
kebutuhan.
Di Indonesia, kegiatan membangun gedung merupakan bagian dari kegiatan yang
diatur secara administratif. Setiap orang bisa mendirikan gedung di wilayah
Indonesia, tetapi harus memenuhi persyaratan administratif dan persyaratan teknis
bangunan gedung. Salah satu persyaratan yang harus dipenuhi adalah
mengantongi Peersetujuan bangunan Gedung (PBG). Izin ini dikeluarkan oleh
kepala daerah bagi mereka yang ingin mendirikan, mengubah, memperluas,
mengurangi atau merawat bangunan. Hal ini berarti setiap orang yang ingin
mendirikan bangunan, harus mengurus IMB.

9
Namun, IMB telah diganti dengan persetujuan bangunan gedung (PBG).
Perubahan itu diatur melalui Peraturan Pemerintah (PP) 16/2021. PP tersebut
mengatur hal-hal yang bersifat pokok dan normatif mengenai PBG. Sementara itu,
ketentuan pelaksanaannya akan diatur lebih lanjut dengan peraturan perundang-
undangan lain, di antaranya seperti peraturan daerah (perda). Berbicara mengenai
PBG, terdapat suatu retribusi yang dikenakan atas PBG. Lantas, apa itu PBG dan
retribusi PBG? Merujuk Undang-Undang (UU) Cipta Kerja, UU HKPD dan PP
16/2021, PBG adalah perizinan yang diberikan kepada pemilik bangunan gedung
untuk membangun baru, mengubah, memperluas, mengurangi, dan/atau merawat
bangunan gedung sesuai dengan standar teknis bangunan Gedung

Merujuk Pasal 1 angka 1 PP 16/2021 bangunan gedung yang dimaksud


dalam ketentuan ini adalah: "wujud fisik hasil pekerjaan konstruksi yang menyatu
dengan tempat kedudukannya, sebagian atau seluruhnya berada di atas dan/atau di
dalam tanah dan/atau air, yang berfungsi sebagai tempat manusia melakukan
kegiatannya, baik untuk hunian atau tempat tinggal, kegiatan keagamaan, kegiatan
usaha, kegiatan sosial, budaya, maupun kegiatan khusus."10

Mengacu pada laman Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan


Rakyat (PUPR), PBG dapat diterbitkan apabila rencana teknis yang diajukan
memenuhi standar teknis sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan. Guna
mengetahui apakah rencana teknis tersebut memenuhi standar teknis atau tidak
maka diperlukan sebuah proses konsultasi yang melibatkan tenaga ahli. Tenaga
ahli yang dimaksud merupakan pihak yang memiliki kemampuan dan keahlian
terkait dengan bangunan gedung. Tenaga ahli tersebut dapat berasal dari
keprofesian atau dari perguruan tinggi. Menurut laman Kementerian PUPR, PBG
memiliki 3 fungsi:
1. Memastikan pembangunan bangunan gedung berstatus legal;
10
“Peraturan Pemerintah Nomor 16 Tahun 2021,” Pasal 1 angka 1 berbunyi : Bangunan Gedung
adalah wujud fisik hasil pekerjaan konstruksi yang menyatu dengan tempat kedudukannya,
sebagian atau seluruhnya berada di atas dan/atau di dalam tanah dan/atau air, yang berfungsi
sebagai tempat manusia melakukan kegiatannya, baik untuk hunian atau tempat tinggal, kegiatan
keagamaan, kegiatan usaha, kegiatan sosial, budaya, maupun kegiatan khusus..

10
2. Memastikan penyelenggaraan bangunan gedung tersebut memenuhi
standar yang menjamin keselamatan, kenyamanan, kesehatan, dan
kemudahan bagi penggunanya; dan
3. Mendata keberadaan rencana bangunan gedung.

Sementara itu, retribusi berarti pungutan daerah berarti pembayaran atas jasa
atau pemberian izin tertentu yang khusus disediakan dan/atau diberikan oleh
pemerintah daerah untuk kepentingan orang pribadi atau badan. Terdapat 3 jenis
retribusi, yaitu retribusi jasa umum, retribusi jasa usaha, dan retribusi perizinan
tertentu. Adapun retribusi PBG merupakan salah satu jenis dari retribusi perizinan
tertentu

2.3 Mekanisme Retribusi Perizinan Gedung

Secara administratif, setiap orang dapat mendirikan bangunan dengan


berbagai konsekuensi persyaratan dan perizinan dalam rangka eksistensi legalitas
dari bangunan yang didirikan tersebut. Sebelum adanya perubahan kebijakan
tentang bangunan gedung dikenal dengan Izin Mendirikan Bangunan (IMB) yang
diatur dalam Undang-undang Nomor 28 Tahun 2002 tentang Bangunan Gedung
serta Peraturan Pemerintah Nomor 36 Tahun 2005 tentang Peraturan Pelaksanaan
Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2002 tentang Bangunan Gedung. Namun
setelah terbitnya Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja,
beberapa peraturan perundang-undangan mengalami perubahan, termasuk
Undang-undang Nomor 28 Tahun 2002 tentang Bangunan Gedung. Sehingga
membawa konsekuensi perubahan nomenklatur perizinan bangunan yang semula
Izin Mendirikan Bangunan (IMB) berubah menjadi Persetujuan Bangunan
Gedung (PBG). Kemudian Peraturan Pemerintah Nomor 36 Tahun 2005 tentang
Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2002 tentang Bangunan
Gedung dinyatakan tidak berlaku dan diubah dengan Peraturan Pemerintah
Nomor 16 Tahun 2021 tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 28
Tahun 2002 tentang Bangunan Gedung.

11
Dalam upaya peningkatan ekosistem investasi dan kegiatan berusaha maka
dilakukalah penyederhanaan persyaratan dasar perizinan berusaha, meliputi
persetujuan Bangunan Gedung (PBG) dan Sertifikat Laik Fungsi (SLF). Sebagai
salah satu bentuk penyederhanaan tersebut adalah kemudahan pelayanan yang
dibangun oleh pemerintah dengan aplikasi berbasis web, yaitu Sistem Informasi
Bangunan Gedung (SIMBG). Undang- Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang
Pemerintahan Daerah menyatakan bahwa penyelenggaraan bangunan gedung di
daerah merupakan bagian dari penyelenggaraan urusan pemerintahan bidang
pekerjaan umum dan penataan ruang yang merupakan kewenangan pemerintah
Kabupaten/Kota. Namun bagaimana pemerintah daerah mengimplementasikan
kebijakan baru ini yang tentu saja akan berimplikasi pada perubahan peraturan
daerah yang ada, termasuk retribusi IMB menjadi retribusi PBG. Karena untuk
menindaklanjuti kebijakan pemerintah pusat, pemerintah daerah terkendala oleh
proses politik dan masalah waktu dalam proses legislasi. Kemudian masalah
kesiapan infrastruktur jaringan teknologi informasi dalam rangka digitalisasi
perizinan yang belum merata di daerah-daerah.

Meskipun telah ditetapkan perubahan peraturan perundangan dan


nomenklatur PBG, penggunaan Izin Mendirikan Bangunan tetap dinyatakan
berlaku hingga masa berlakunya habis. Hal ini juga merupakan wujud dari
kewenangan pemerintah untuk memudahkan masyarakat dan agar tidak
menimbulkan kerugian kepada masyarakat dibalik perubahan kebijakan tersebut.
Karena dengan adanya perubahan tersebut, penolakan tidak hanya dari
pengembang perumahan, namun juga dari pemerintah daerah karena harus
mempersiapkan instrumen pengaturan lanjutan.

Berikut Proses Penerbitan PBG Untuk proses penerbitan PBG meliputi:

1. Penetapan nilai retribusi daerah


2. Pembayaran retribusi daerah
3. Penerbitan PBG
4. Cara Pendaftaran PBG

12
Pemohon diwajibkan untuk menggunakan SIMBG berbasis web untuk
proses pengajuan izin terkait, yaitu melalui laman simbg.pu.go.id.
Proses pendaftarannya yaitu:
1. Membuka web simbg.pu.go.id
2. Melakukan pendaftaran dengan membuat akun baru
3. Login apabila sudah memiliki akun
4. Melengkapi data diri pemohon dan klik “Simpan”
5. Mengisi form terkait
6. Proses telah berhasil.

Hal Penting Dalam PBG : Ada 2 (dua) hal penting yang yang dicantumkan
dalam PBG yang berisikan informasi penting terkait status bangunan, yaitu:

- Fungi Bangunan Gedung


Fungsi bangunan gedung yaitu hunian, keagamaan, usaha, sosial dan
budaya, dan khusus.

- Klasifikasi Bangunan Gedung


1. Klasifikasi gedung tergantung:
2. Tingkat kompleksitas (sederhana, tidak sederhana, dan khusus);
3. Tingkat permanensi (permanen dan nonpermanen);
4. Tingkat kebakaran (tinggi, sedang dan rendah);
5. Tingkat lokasi (padat, sedang dan renggang);
6. Tingkat ketinggian bangunan (pencakar langit, tinggi, sedang dan
rendah);
7. Tingkat kepemilikan gedung (bangunan gedung negara dan selain
milik negara); dan Kelas bangunan (ada 10 kelas bangunan)

Namun yag menjadi catatan dengan adanya layanan perizinan PBG


melalui aplikasi SIMBG terjadi penurunan jumlah pemohon layanan dengan
anggapan belum memerlukan Persetujuan Bangunan Gedung, biaya retribusi yang
membebani, sanksi yang belum ditegakkan sehingga kesadaran hukum

13
masyarakat belum optimal terbentuk.11 Dengan adanya PBG dianggap masalah
baru dan lebih rumit ketimbang pengurusan IMB. Selain masalah teknis
perizinannya, pemerintah daerah berkewajiban menyusun peraturan daerah
tentang PBG serta retribusi PBG. Hal tersebut tentu akan memakan waktu relatif
lama. Sehingga dalam rangka percepatan tersebut Kementerian Koordinasi Bidang
Perekonomian, Kementerian Keuangan, Kementerian Dalam Negeri, Kementerian
PUPR dan Sekretariat Kabinet memfasilitasi percepatan pelaksanaan PBG dan
percepatan penyelesaian kebijakan transisi mengenai retribusi PBG.

Penelitian yang dilakukan oleh Mandasari, (2023) menunjukkan bahwa


berbagai macam dinamika dari pemerintah daerah dalam penyelenggaraan
12
perizinan persetujuan bangunan gedung. Ada yang cepat merespon dengan
tujuan agar layanan perizinan tetap berjalan walaupun berimplikasi pada
pendapatan asli daerah serta ada juga pemerintah daerah yang menunggu
kebijakan lebih lanjut dari pemerintah pusat. Kemudian penelitian dari Yanto
et.al., (2022) menunjukkan bahwa ada beberapa faktor yang menjadi kendala
dalam implementasi pelayana perizinan persetujuan bangunan gedung antara lain
adalah kurangnya sosialisasi kebijakan baru sehingga asoek sosiologis dalam
pengaturan perundang-undangan khususnya peraturan daerah menjadi tidak
optimal.13

11
Nyoman Mas Aryani, Ayu Putu Laksmi Danyathi, and Bagus Hermanto, “Quo Vadis Protection
of The Basic Rights of Indonesian Workers: Highlighting The Omnibus Legislation and Job
Creation Law,” Pandecta Research Law Journal, 2022,
https://doi.org/10.15294/pandecta.v17i1.34948.
12
Agus Candra Agus Candra and Surya Dinata, “ANALISIS PERSETUJUAN BANGUNAN
GEDUNG (PBG) DENGAN MENGGUNAKAN APLIKASI SIMBG DI DINAS PUPR
KABUPATEN KUANTAN SINGINGI TAHUN 2022,” JURNAL PERANGKAT LUNAK 4, no. 3
(2022): 160–71, https://doi.org/10.32520/jupel.v4i3.2408.
13
Mendra Wijaya and Syafhendry, “Persetujuan Bangunan Gedung; Inovasi Kebijakan Atau
Involusi Kebijakan?,” PUBLIC POLICY (Jurnal Aplikasi Kebijakan Publik Dan Bisnis), 2023.

14
BAB III PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Gedung sebagai tempat manusia melakukan kegiatannya mempunyai


peranan yang strategis guna mendukung produktivitas manusia. Di
Indonesia, kegiatan membangun gedung merupakan bagian dari kegiatan yang
diatur secara administratif. Salah satu persyaratan yang harus dipenuhi adalah
mengantongi Peersetujuan bangunan Gedung . Izin ini dikeluarkan oleh kepala
daerah bagi mereka yang ingin mendirikan,mengubah, memperluas, mengurangi
ataumerawatbangunan. Hal ini berarti setiap orang yang ingin mendirikan
bangunan, harus mengurus IMB. PP tersebut mengatur hal-hal yang bersifat
pokok dan normatif mengenai PBG. Sementara itu, ketentuan pelaksanaannya
akan diatur lebih lanjut dengan peraturan perundang-undangan lain, di antaranya
seperti peraturan daerah . Berbicara mengenai PBG, terdapat suatu retribusi yang
dikenakan atas PBG. Mengacu pada laman Kementerian Pekerjaan Umum dan
Perumahan Rakyat , PBG dapat diterbitkan apabila rencana teknis yang diajukan
memenuhi standar teknis sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan. Guna
mengetahui apakah rencana teknis tersebut memenuhi standar teknis atau tidak
maka diperlukan sebuah proses konsultasi yang melibatkan tenaga ahli. Tenaga
ahli yang dimaksud merupakan pihak yang memiliki kemampuan dan keahlian
terkait dengan bangunan gedung.

Selain masalah teknis perizinannya, pemerintah daerah berkewajiban


menyusun peraturan daerah tentang PBG serta retribusi PBG. Penelitian yang
dilakukan oleh Mandasari, menunjukkan bahwa berbagai macam dinamika dari
pemerintah daerah dalam penyelenggaraan perizinan persetujuan bangunan
gedung. Ada yang cepat merespon dengan tujuan agar layanan perizinan tetap
berjalan walaupun berimplikasi pada pendapatan asli daerah serta ada juga
pemerintah daerah yang menunggu kebijakan lebih lanjut dari pemerintah pusat.
, menunjukkan bahwa ada beberapa faktor yang menjadi kendala dalam
implementasi pelayana perizinan persetujuan bangunan gedung antara lain adalah

15
kurangnya sosialisasi kebijakan baru sehingga asoek sosiologis dalam pengaturan
perundang-undangan khususnya peraturan daerah menjadi tidak optimal.

16
DAFTAR PUSTAKA

Agus Candra, Agus Candra, and Surya Dinata. “ANALISIS PERSETUJUAN


BANGUNAN GEDUNG (PBG) DENGAN MENGGUNAKAN APLIKASI
SIMBG DI DINAS PUPR KABUPATEN KUANTAN SINGINGI TAHUN
2022.” JURNAL PERANGKAT LUNAK 4, no. 3 (2022): 160–71.
https://doi.org/10.32520/jupel.v4i3.2408.

Aryani, Nyoman Mas, Ayu Putu Laksmi Danyathi, and Bagus Hermanto. “Quo
Vadis Protection of The Basic Rights of Indonesian Workers: Highlighting
The Omnibus Legislation and Job Creation Law.” Pandecta Research Law
Journal, 2022. https://doi.org/10.15294/pandecta.v17i1.34948.

Ida Zurida. Teknnik Penyusunan Peraturan Daerah Tentang Pajak Dan Retribusi
Daerah. Jakarta: PT. Sinar Grafika, 2014.

Mahmudi. Manajemen Keuangan Daerah. Jakarta: Pt. Gelora Aksara Pratama,


2010.

Marihot P. Siahaan. Pajak Daerah & Retribusi Daerah. Jakarta: PT.Raja Grafindo
Persada, 2005.

“Peraturan Pemerintah Nomor 16 Tahun 2021,” n.d.

Sunarno, Iswanto. Hukum Pemerintahan Daerah Di Indonesia,. Makassar:


PT.Sinar Grafika, 2005.

Sutedi, Adrian. Hukum Pajak Dan Retribusi Daerah. Jakarta: PT. Sinar Grafika,
2011.

“Undang -Undang Nomor 28 Tahun 2009,” n.d.

Wijaya, Mendra, and Syafhendry. “Persetujuan Bangunan Gedung; Inovasi


Kebijakan Atau Involusi Kebijakan?” PUBLIC POLICY (Jurnal Aplikasi
Kebijakan Publik Dan Bisnis), 2023.

Yani, Ahmad. Hubungan Keuangan Antara Pemerintah Pusat Dan Daerah Di


Indnonesia. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2002.

17

Anda mungkin juga menyukai