Oleh
KELOMPOK 2
Fakultas Hukum
Universitas Andalas
2023
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis ucapkan atas kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas limpahan
ratmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaian makalah Hukum Keuangan
Negara Dan Daerah ini.
Penulis menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna. Maka dari itu,
penulis mengharapkan kritik dan saran dari pembaca yang bersifat membangun.
Penulis
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Organisasi sektor publik saat ini tengah menghadapi tekanan untuk lebih
efisien,memperhitungkan biaya ekonomi dan biaya social,serta dampak negatif atas aktivitas
yang dilakukan. Berbagai tuntutan tersebut menyebabkan akuntansi dapat cepaat diterima dan
diakui sebagai ilmu yang dibutuhkan untuk mengelola urusan urusan publik. Akuntansi sector
publik memilki kaitan yang erat dengan penerapan dan perlakuan akuntansi pada domain
public. Domain publik memiliki wilayah yang lebih luas dan kompleks dibandingkan dengan
sector swasta. Keluasan sector publik tidak hanya disebabkan luasnya jenis dan bentuk
organisasi yang berbeda didalamnya,akan tetapi juga karena kompleksnya lingkungan yang
mempengaruhi lembaga lembaga public tersebut. Secar kelembagaan, domain publik antara
lain meliputi badan-badan pemerintahan (pemerintah pusat dan daerah serta unit kerja
pemerintah),perusahaan mlik Negara (BUMN dan BUMD), yayasan, organisasi politik dan
organisasi massa, Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM), universitas dan oranisasi nirlaba
lainnya.
Beberapa tugas dan fungsi sektor publik sebenarnya dapat juga dilakukan oleh sektor
swasta, misalnya tugas untuk menghasilkan beberapa jenis pelayanan publik,seperti layanan
komunikasi, penarikan pajak, pendidikan, transportasi publik, dan sebagainya. Akan tetapi,
untuk tugas tertentu sektor publik tidak dapat digantikan oleh sektor swasta, misalnya fungsi
birokrasi pemerintahan. Sebagai konsekuensinya, akuntansi sektor publik dalam beberapa hal
berbeda dengan akuntansi pada sektor swasta.
Dalam pembahasan ini, materi lebih difokuskan pada pembahasan mengenai organisasi
nirlaba, dimana organisasi nirlaba merupakan suatu organisasi yang tidak bertujuan memupuk
keuntungan. Organisasi nirlaba dibagi menjadi dua kelompok besar,yaitu entitas pemerintahan
dan entitas nirlaba nonpemerintahan.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana Pengertian dan Dasar Hukum dari Badan Layanan Umum?
2. Bagaimana Mekanisme Pendirian dari Badan Layanan Umum?
3. Siapa Pihak yang Berwenang dalam pemberian Izin Badan Layanan Umum?
4. Bagaimana Posisi Keuangan Negara dalam Badan Layanan umum?
5. Bagiamana Perbedaan Badan Layanan Umum dengan Perguruan Tinggi Negeri
Berbadan Hukum atau PTN-BH?
C. Tujuan Penulisan
1. Untuk Mengetahui Pengertian dan Dasar Hukum Badan Layanan Umum
2. Untuk Mengetahui Mekanisme Pendirian dari Badan Layanan Umum
3. Untuk Mengetahui Pihak yang Berwenang dalam Pemberian Izin Badan Layanan
Umum
4. Untuk Mengetahui Posisi Keuangan dalam Badan Layanan Umum
5. Untuk Mengetahui Perbedaan Badan Layanan Umum dengan PTN-BH
BAB II
PEMBAHASAN
Badan layanan umum merupakan bagian tak terpisahkan dari Kementerian Negara,
lembaga pemerintah non kementerian Negara, atau lembaga Negara yang menyelenggarakan
pengelolaan keuangan Negara secara mandiri. Walaupun pengelolaan keuangan Negara
dilakukan secara terpisah dengan instansi induknya, tetap harus berpedoman pada ketentuan
peraturan perundang-undangan yang berlaku terkait dengan keuangan Negara. Untuk Badan
Layanan Umum sendiri dapat ditemukan dalam Pasal 68 dan 69 Undang-undang Nomor 1
Tahun 2004 Tentang Perbendaharaan Negara dan PP Nomor 23 Tahun 2005 Tentang
Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum.
1
Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004
a. Penyediaan barang dan/atau jasa layanan umum
b. Pengelolaan wilayah atau kawasan tertentu untuk tujuan meningkatkan
perekonomian masyarakat atau layanan umum; atau
c. Pengelolaan dana khusus dalam kerangka meningkatkan ekonomi dan/atau
pelayanan kepada masyarakat
2. Persyaratan teknis terpenuhi apabila:
a. Kinerja pelayanan di bidang tugas pokok dan fungsinya layak dikelola dan
ditingkatkan pencapaiannya melalui badan layanan umum sebagaimana
direkomendasikan oleh menteri, pimpinan lembaga pemerintah non
kementerian Negara, atau lembaga Negara sesuai dengan kewarganegaraannya;
dan
b. Kinerja keuangan satuan kerja instansi yang bersangkutan adalah sehat
sebagaimana ditunjukkan dalam dokumen usulan penetapan badan layanan
umum. 2
3. Persyaratan administratif terpenuhi apabila:
a. Pernyataan kesanggupan untuk meningkatkan kinerja pelayanan, keuangan, dan
manfaat bagi masyarakat;
b. Pola tata kelola
c. Rencana strategis bisnis
d. Laporan keuangan pokok
e. Standar pekayaan minimum
f. Laporan audit terakhir atau pernyataan bersedia untuk diaudit secara
independen
2
Muhammad Djafar Saidi. 2017. Hukum Keuangan Negara Teori dan Praktik. Hlm 187
Instansi pemerintah yang telah memenuhi persyaratan substantive, teknis, dan
administrative diusulkan oleh menteri, pimpinan lembaga pemerintah non kementerian Negara,
atau lembaga Negara kepada menteri keuangan agar menerapkan pola pengelolaan keuangan
badan layanan umum. Kemudian berdasarkan usul itu, menteri keuangan melakukan penelitian
terhadap persyaratan tersebut, apakah telah terpenuhi atau tidak terpenuhi. Dalam jangka waktu
paling lama tiga bulan sejak diterimanya usulan itu, Menteri keuangan menerbitkan keputusan
penetapan atau penolakan bagi usulan penetapan badan layanan umum.
Pejabat yang ditunjuk mengelola badan layanan umum bertanggung jawab atas
pelaksanaan kegiatan pemberian layanan umum yang dimandatkan kepadanya oleh menteri,
pimpinan lembaga pemerintah non kementerian Negara, atau lembaga Negara. Pembinaan
keuangan Badan Layanan Umum pemerintah pusat dilakukan oleh Menteri Keuangan dan
pembinaan teknis dilakukan oleh menteri yang bertanggung jawab atas bidang pemerintahan
yang bersangkutan. Sedangkan Pembinaan keuangan Badan Layanan Umum pemerintah
daerah dilakukan oleh pejabat pengelola keuangan daerah dan pembinaan teknis dilakukan oleh
kepala satuan kerja perangkat daerah yang bertanggung jawab atas bidang pemerintahan yang
bersangkutan.4
Sejalan dengan ketentuan yang diatur dalam Undang-undang Nomor 17 Tahun 2003
tentang Keuangan Negara Menteri Keuangan sebagai pembantu Presiden dalam bidang
keuangan pada hakikatnya adalah Chief Financial Officer (CFO) Pemerintah Republik
Indonesia, sementara setiap menteri/pimpinan lembaga pada hakikatnya adalah Chief
3
Ibid. hlm 188
4
Ibid. hlm 187
Operational Officer (COO) untuk suatu bidang tertentu pemerintahan. Sesuai dengan prinsip
tersebut Kementerian Keuangan berwenang dan bertanggung jawab atas pengelolaan aset dan
kewajiban negara secara nasional, sementara kementerian negara/lembaga berwenang dan
bertanggung jawab atas penyelenggaraan pemerintahan sesuai dengan tugas dan fungsi
masing-masing. Konsekuensi pembagian tugas antara Menteri Keuangan dan para menteri
lainnya tercermin dalam pelaksanaan anggaran. Untuk meningkatkan akuntabilitas dan
menjamin terselenggaranya saling uji (check and balance) dalam proses pelaksanaan anggaran
perlu dilakukan pemisahan secara tegas antara pemegang kewenangan administratif dengan
pemegang kewenangan kebendaharaan. Penyelenggaraan kewenangan administratif
diserahkan kepada kementerian negara/lembaga, sementara penyelenggaraan kewenangan
kebendaharaan diserahkan kepada Kementerian Keuangan. Kewenangan administratif tersebut
meliputi melakukan perikatan atau tindakan-tindakan lainnya yang mengakibatkan terjadinya
penerimaan atau pengeluaran negara, melakukan pengujian dan pembebanan tagihan yang
diajukan kepada kementerian negara/lembaga sehubungan dengan realisasi perikatan tersebut,
serta memerintahkan pembayaran atau menagih penerimaan yang timbul sebagai akibat
pelaksanaan anggaran.
Di lain pihak, Menteri Keuangan selaku Bendahara Umum Negara dan pejabat lainnya
yang ditunjuk sebagai Kuasa Bendahara umum Negara bukanlah sekedar kasir yang hanya
berwenang melaksanakan penerimaan dan pengeluaran negara tanpa berhak menilai kebenaran
penerimaan dan pengeluaran tersebut. Menteri Keuangan selaku Bendahara Umum Negara
adalah pengelola keuangan dalam arti seutuhnya, yaitu berfungsi sekaligus sebagai kasir,
pengawas keuangan, dan manajer keuangan. Fungsi pengawasan keuangan di sini terbatas pada
aspek rechmatigheid dan wetmatigheid dan hanya dilakukan pada saat terjadinya penerimaan
atau pengeluaran, sehingga berbeda dengan fungsi pre-audit yang dilakukan oleh kementerian
teknis atau post-audit yang dilakukan oleh aparat pengawasan fungsional. Dengan demikian,
dapat dijalankan salah satu prinsip pengendalian intern yang sangat penting dalam proses
pelaksanaan anggaran, yaitu adanya pemisahan yang tegas antara pemegang kewenangan
administratif (ordonnateur) dan pemegang fungsi pembayaran (comptable). Penerapan pola
pemisahan kewenangan tersebut, yang merupakan salah satu kaidah yang baik dalam
pengelolaan keuangan negara, telah mengalami ‘deformasi’ sehingga menjadi kurang efektif
untuk mencegah dan/atau meminimalkan terjadinya penyimpangan dalam pelaksanaan
penerimaan dan pengeluaran negara. Oleh karena itu, penerapan pola pemisahan tersebut harus
dilakukan secara konsisten.5
Pola BLU tersedia untuk diterapkan oleh setiap instansi pemerintah yang secara
fungsional menyelenggarakan kegiatan yang bersifat operasional. Instansi dimaksud dapat
berasal dari dan berkedudukan pada berbagai jenjang eselon atau non eselon. Sehubungan
dengan itu, organisasi dan struktur instansi pemerintah yang berkehendak menerapkan
PPKBLU kemungkinan memerlukan penyesuaian dengan memperhatikan ketentuan yang
diatur dalam Peraturan Pemerintah dan Peraturan Pelaksanaannya. 7 Dalam Peraturan
Pemerintah Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Badan
Layanan Umum sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia
Nomor 74 Tahun 2012 tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2005
tentang Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum, telah diatur ketentuan-ketentuan terkait
pengelolaan keuangan yang secara singkat dapat diuraikan sebagai berikut.
1) Perencanaan dan Anggaran BLU Penyusunan Rencana Bisnis dan Anggaran (RBU)
1) BLU menyusun rencana strategis bisnis lima tahunan dengan mengacu kepada Rencana
Strategis Kementerian Negara/Lembaga atau Rencana Pembangunan Jangka
Menengah Daerah.
2) BLU menyusun RBA tahunan dengan mengacu kepada rencana strategis bisnis.
5
Penjelasan umum Undang-undang Nomor 1 Tahun 2004
6
Pasal 1 angka 2 Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2005 tentang Pengelolaan
Keuangan Badan Layanan Umum.
7
Penjelasan Umum Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2005 tentang Pengelolaan
Keuangan Badan Layanan Umum.
3) RBA disusun berdasarkan basis kinerja dan perhitungan akuntansi biaya menurut jenis
layanannya dengan mempertimbangkan kebutuhan dan kemampuan pendapatan yang
diperkirakan akan diterima dari masyarakat, badan lain, dan APBN/APBD.
4) Perhitungan akuntansi biaya berdasarkan standar biaya yang ditetapkan oleh pemimpin
BLU.
5) Perhitungan akuntansi biaya menurut jenis layanannya paling kurang menyajikan
perhitungan biaya langsung dan biaya tidak langsung.
6) Dalam hal BLU belum menyusun standar biaya, BLU menggunakan standar biaya yang
ditetapkan oleh Menteri Keuangan/gubernur/bupati/walikota sesuai dengan
kewenangannya. 8
RBA memuat antara lain kondisi kinerja BLU tahun berjalan, asumsi makro dan mikro,
target kinerja (output yang terukur), analisis dan perkiraan biaya per output dan agregat,
perkiraan harga, anggaran, serta prognosa laporan keuangan. RBA juga memuat prakiraan
maju (forward estimate) sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. RBA
tersebut disusun dengan menganut pola anggaran fleksibel (flexible budget) dengan suatu
persentase ambang batas tertentu. RBA dimaksud merupakan refleksi program dan kegiatan
dari kementerian negara/lembaga/ SKPD/pemerintah daerah. 9
8
Pasal 10 Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 74 Tahun 2012 tentang Perubahan Atas Peraturan
Pemerintah Nomor 23 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum.
9
Penjelasan Pasal 10 Ayat (2) Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 74 Tahun 2012 tentang
Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Badan Layanan
Umum
4) Hasil kerjasama BLU dengan pihak lain dan/atau hasil usaha lainnya merupakan
pendapatan bagi BLU.
5) Pendapatan yang diperoleh dari penerimaan anggaran yang bersumber dari
APBN/APBD, jasa layanan yang diberikan kepada masyarakat, hibah tidak terikat yang
diperoleh dari masyarakat atau badan lain, dan hasil kerjasama BLU dengan pihak lain
dan/atau hasil usaha lainnya dapat dikelola langsung untuk membiayai belanja BLU
sesuai RBA.
6) Pendapatan yang diperoleh dari jasa layanan yang diberikan kepada masyarakat dan
hibah tidak terikat yang diperoleh dari masyarakat atau badan lain, pendapatan yang
bersumber dari hibah terikat yang diperoleh dari masyarakat atau badan lain, dan hasil
kerjasama BLU dengan pihak lain dan/atau hasil usaha lainnya dilaporkan sebagai
pendapatan negara bukan pajak kementerian/lembaga atau pendapatan bukan pajak
pemerintah daerah.10
3) Pengelolaan Kas
10
Pasal 14 Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan
Badan Layanan Umum.
4) Rekening bank dalam rangka pengelolaan kas dibuka oleh pimpinan BLU pada bank
umum. Pemanfaatan surplus kas dilakukan sebagai investasi jangka pendek pada
instrumen keuangan dengan risiko rendah. 11
4) Pengelolaan Piutang
1) BLU dapat memberikan piutang sehubungan dengan penyerahan barang, jasa, dan/atau
transaksi lainnya yang berhubungan langsung atau tidak langsung dengan kegiatan
BLU.
2) Piutang BLU dikelola dan diselesaikan secara tertib, efisien, ekonomis, transparan, dan
bertanggung jawab serta dapat memberikan nilai tambah, sesuai dengan praktek bisnis
yang sehat dan berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan.
3) Piutang BLU dapat dihapus secara mutlak atau bersyarat oleh pejabat yang berwenang,
yang nilainya ditetapkan secara berjenjang.
4) Kewenangan penghapusan piutang secara berjenjang ditetapkan dengan Peraturan
Menteri Keuangan/gubernur/bupati/walikota, sesuai dengan kewenangannya, dengan
memperhatikan ketentuan peraturan perundang-undangan. 12
5) Pengelolaan Utang
1) BLU dapat memiliki utang sehubungan dengan kegiatan operasional dan/atau perikatan
peminjaman dengan pihak lain.
2) Utang BLU dikelola dan diselesaikan secara tertib, efisien, ekonomis, transparan, dan
bertanggung jawab, sesuai dengan praktek bisnis yang sehat.
3) Pemanfaatan utang yang berasal dari perikatan peminjaman jangka pendek ditujukan
hanya untuk belanja operasional.
4) Pemanfaatan utang yang berasal dari perikatan peminjaman jangka panjang ditujukan
hanya untuk belanja modal.
11
Pasal 16 Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan
Badan Layanan Umum.
12
Pasal 17 Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan
Badan Layanan Umum.
5) Perikatan peminjaman dilakukan oleh pejabat yang berwenang secara berjenjang
berdasarkan nilai pinjaman.
6) Kewenangan peminjaman diatur dengan Peraturan Menteri Keuangan/gubernur/
bupati/walikota.
7) Pembayaran kembali utang merupakan tanggung jawab BLU.
8) Hak tagih atas utang BLU menjadi kadaluarsa setelah 5 (lima) tahun sejak utang
tersebut jatuh tempo, kecuali ditetapkan lain oleh undang-undang. 13
6) Investasi
1) BLU tidak dapat melakukan investasi jangka panjang, kecuali atas persetujuan Menteri
Keuangan/gubernur/bupati/walikota sesuai dengan kewenangannya. Keuntungan yang
diperoleh dari investasi jangka panjang merupakan pendapatan BLU. 16
2) Investasi jangka panjang yang dimaksud antara lain adalah penyertaan modal,
pemilikan obligasi untuk masa jangka panjang, atau investasi langsung (pendirian
perusahaan).
3) Jika BLU mendirikan/membeli badan usaha yang berbadan hukum, kepemilikan badan
usaha tersebut ada pada Menteri Keuangan/ gubernur/bupati/walikota sesuai dengan
kewenangannya. 14
13
Pasal 18 Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan
Badan Layanan Umum.
14
Pasal 19 Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan
Badan Layanan Umum.
4) BLU mengembangkan dan menerapkan sistem akuntansi dengan mengacu pada standar
akuntansi yang berlaku sesuai dengan jenis layanannya dan ditetapkan oleh
menteri/pimpinanlembaga/gubernur/bupati/walikota sesuai dengan kewenangannya. 15
15
Penjelasan Pasal 19 Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2005 tentang Pengelolaan
Keuangan Badan Layanan Umum.
9) Laporan pertanggungjawaban keuangan BLU diaudit oleh pemeriksa ekstern sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.16
Berikut perbedaan antara PTN-BH dan Badan Layanan Umum (BLU) dilihat dari
berbagai aspel, yaitu:
Ditinjau dari bidang Pendidikan, PTN-BH lebih memiliki otonomi dalam mengelola
perguruan tinggi, termasuk kewenangan membuka dan menutup program studi dan
mengangkat tenaga tetap non-PNS. Sedangkan BLU memiliki tingkat otonomi yang lebih
rendah dalam mengelola kampus dan mengelola institusi seperti rumah sakit milik negara
16
Pasal 27 Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan
Badan Layanan Umum.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dalam Pasal 1 Angka 23 Undang-Undang nomor 1 Tahun 2004 Tentang
Perbendaharaan Negara, Badan Layanan Umum adalah instansi di lingkungan Pemerintah
dibentuk untuk memberikan pelayanan kepada masyarakat berupa penyediaan barang dan /
atau jasa yang dijual tanpa mengutamakan mencari keuntungan dan dalam melakukan
kegiatannya didasarkan pada prinsip efisiensi dan produktivitas. BLU bertujuan untuk
meningkatkan pelayanan kepada masyarakat dalam rangka memajukan kesejahteraan umum
dan mencerdaskan kehidupan bangsa dengan memberikan fleksibilitas dalam pengelolaan
keuangan berdasarkan prinsip ekonomi dan produktivitas, dan penerapan praktek bisnis yang
sehat.
Pejabat yang ditunjuk mengelola badan layanan umum bertanggung jawab atas
pelaksanaan kegiatan pemberian layanan umum yang dimandatkan kepadanya oleh menteri,
pimpinan lembaga pemerintah non kementerian Negara, atau lembaga Negara. Pembinaan
keuangan Badan Layanan Umum pemerintah pusat dilakukan oleh Menteri Keuangan dan
pembinaan teknis dilakukan oleh menteri yang bertanggung jawab atas bidang pemerintahan
yang bersangkutan. Sedangkan Pembinaan keuangan Badan Layanan Umum pemerintah
daerah dilakukan oleh pejabat pengelola keuangan daerah dan pembinaan teknis dilakukan oleh
kepala satuan kerja perangkat daerah yang bertanggung jawab atas bidang pemerintahan yang
bersangkutan.
Untuk posisi keuangan negara dalam badan layanan umum dapat dilihat dari
Bagaimana perencanaan dan anggaran BLU, Pendapatan dan Belanja, Pengelolaan kas,
pengelolaan utang dan pitang, investasi, serta akuntansi, pelaporan, dan pertanggungjawaban
keuangan.
Ditinjau dari bidang Pendidikan, PTN-BH lebih memiliki otonomi dalam mengelola
perguruan tinggi, termasuk kewenangan membuka dan menutup program studi dan
mengangkat tenaga tetap non-PNS. Sedangkan BLU memiliki tingkat otonomi yang lebih
rendah dalam mengelola kampus dan mengelola institusi seperti rumah sakit milik negara.
B. Saran
Peraturan Pemerintah Nomor 23 tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Badan Layanan
Umum
B. Sumber Bacaan
Muhammad Djafar Saidi. 2017. Hukum Keuangan Negara Teori dan Praktik