Anda di halaman 1dari 12

MAKALAH HUKUM INTERNASIONAL

PENGAKUAN AMERIKA SERIKAT TERHADAP


PERSETERUAN DATARAN GOLAN

DISUSUN OLEH :

Yosafat Ebid N.N E1A018029


Argya Zafira P E1A022138
Fidelia Azarie D.A E1A022228

FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN

2023
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Wr.Wb, Shalom, Om Swastiastu, Namo Buddhaya, Salam


Kebajikan, dan Salam Sejahtera bagi kita semua. Alhamdulillah, puji syukur
kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya sehingga
kami dapat menyelesaikan makalah Hukum Internasional dengan judul
Pengakuan Amerika Serikat Terhadap Dataran Golan ini tepat pada
waktunya.

Adapun tujuan dari penulisan makalah ini adalah untuk memenuhi tugas
kelompok yang diberikan oleh dosen pengampu mata kuliah Hukum
Internasional, selain itu, makalah ini juga bertujuan untuk menambah wawasan
mengenai pengakuan negara dalam aspek ilmu hukum internasional bagi para
pembaca maupun penulis.

Kami mengucapkan terima kasih kepada dosen pengampu karena telah


memberikan tugas ini sehingga kami dapat menambah wawasan dalam bidang
studi yang kami tekuni. Kami juga berterima kasih kepada segala pihak yang
sudah membagi pengetahuannya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah
ini dengan baik.

Kami menyadari bahwa makalah yang kami susun masih jauh dari kata
sempurna, oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun akan kami nantikan
demi kesempurnaan makalah ini.

Purwokerto, 30 Maret 2023

Penulis
BAB I
LATAR BELAKANG

Dataran Tinggi Golan adalah dataran tinggi berbatu di Benua Asia bagian barat,
tepatnya berada di antara perbatasan Israel, Lebanon, Suriah dan Yordania. Dengan luas
kurang lebih 1.000 km² dan lokasinya yang strategis, membuat tempat ini memiliki efek
yang signifikan dalam segi politik.

Pada tahun 1967, Israel dan Suriah memperebutkan Dataran Tinggi Golan dalam Perang
Enam Hari. Kemudian, garis gencatan senjata ditetapkan dan wilayah itu berada
dibawah kendali militer Israel. Namun, Suriah pada 1973 kembali mencoba untuk
mendapatkan kembali Dataran Tinggi Golan, namun PBB memutuskan untuk
menempatkan Disengagement Observer Force (UNDOF) atau bisa disebut pasukan
pengamat PBB di daerah tersebut, dan dua negara menandatangani gencatan senjata
kembali.

Tidak selesai disitu, pada tahun 1981, Israel secara sepihak mencaplok daerah Dataran
Tinggi Golan. Meski begitu, langkah tersebut tidak diakui secara internasional. Di tahap
inilah kemudian Administrasi Amerika Serikat Trump mengakui aneksasi Israel atas
wilayah tersebut pada Maret 2019. Kini, meski tahta Presiden Amerika Serikat telah
berpindah pada Joe Biden, pihak pemerintahnya juga menolak untuk membatalkan
pengakuan Trump terhadap Dataran Tinggi Golan.

Aksi Amerika Serikat yang mencengangkan ini memicu tanggapan PBB.


Langkah tiba-tiba Amerika Serikat dikutuk Dewan Keamanan PBB dan
dinyatakan batal demi hukum. Hingga kini, Dataran Tinggi Golan tetap menjadi
topik hangat di dunia internasional, dan aksi rebut-merebut antara Israel dan
Suriah demi kepemilikan wilayah ini masih terus berlanjut.
BAB II
RUMUSAN MASALAH

1. Disebutkan dalam berbagai sumber, bahwa Dataran Tinggi Golan menjadi


perseteruan besar. Ini kemudian menjadi sebab perang dingin Israel dengan
Suriah. Hal ini berkaitan erat dengan Hukum Internasional karena banyaknya
mata dunia yang melirik, dan yang paling kontroversial adalah Amerika Serikat.
Dalam hal ini, dimana letak keterkaitan Hukum Internasional dalam peristiwa
tersebut?
1. Mengapa Dataran Tinggi Golan diperebutkan?
2. Bagaimana hubungan yang terjalin antara Amerika dan Israel?
3. Bagaimana tanggapan PBB atas pengakuan Amerika Serikat tersebut?

BAB III
PEMBAHASAN

Pengakuan negara adalah pengakuan terhadap entitas baru yang telah mempunyai semua
unsur konstitutif negara dan yang telah menunjukkan kemauannya untuk melaksanakan
hak-hak dan kewajiban sebagai anggota masyarakat internasional. Banyaknya
peristiwa-peristiwa yang terjadi yang melibatkan hukum, salah satunya adalah
pengakuan negara. Dalam hal pengakuan terdapat 2 (dua) teori terkenal mengenai
pengakuan, yaitu teori konstitutif dan teori deklaratif.
1. Teori Konstitutif

Menurut pendukung teori konstitutif berpandangan bahwa suatu negara dianggap lahir
sebagai negara baru jika telah diakui oleh negara lain, artinya sebuah negara belum
dianggap ada sebagai negara baru sebelum adanya pengakuan dari negara lain. Dengan
demikian pengakuan semacam itu memiliki kekuatan konstitutif. Teori konstitutif hanya
menciptakan banyak kesulitan, jika teori tersebut diterapkan. Bahkan teori tersebut
semakin tidak populer ketika pasal 3 Deklarasi Montevideo tahun 1933 tentang
Hak-Hak dan Kewajiban Negara menyebutkan bahwa keberadaan politik suatu negara
bebas dari pengakuan oleh negara-negara lain.

2. Teori Deklaratif

Pengakuan tidak menciptakan suatu negara karena lahirnya suatu negara semata-mata
merupakan suatu fakta murni dan dalam hal ini pengakuan hanya menerima fakta
tersebut tersebut. Mereka menegaskan bahwa suatu negara begitu lahir langsung
menjadi anggota masyarakat internasional dan pengakuan hanya merupakan
pengukuhan dari kelahiran tersebut, jadi pengakuan tidak menciptakan suatu negara.
Pengakuan bukan merupakan syarat bagi kelahiran suatu Negara.
Menurut teori deklaratif ini pengakuan hanya merupakan pernyataan atau pengesahan
saja (to declare) dari negara yang memberikan pengakuan bahwa suatu negara baru
tersebut telah ada dalam pergaulan masyarakat internasional, asalkan secara objektif
sudah memenuhi kualifikasi internasional dengan sendirinya sudah dapat diterima
sebagai pribadi internasional (international personality) terlepas dari ada atau tidaknya
negara yang mengakui dalam topik ini, kami menarik sebuah contoh peristiwa
pengakuan negara yaitu pengakuan Amerika Serikat terhadap Dataran Tinggi Golan
sebagai kepunyaan dari Israel.

Amerika Serikat sebagai salah satu negara terbesar dengan kekuatan yang sangat
berpengaruh terhadap dunia, semua berita gempar mudah tersebar dan menjadi sebuah
konflik termasuk dalam segi hukum, salah satunya adalah pengakuannya terhadap kasus
perang saudara antara Israel dan Suriah. Dimulai dari 1967 dan semakin terpecah belah
sejak 2011, Israel dan Suriah sebagai negara yang letaknya berdampingan mulai
menjalin hubungan yang buruk, dikarenakan banyaknya kontroversi dan alasan yang
naik ke permukaan, dari masalah penutupan harga minyak mentah dan emas, sampai
perebutan Dataran Tinggi Golan.

Perang di antara kedua negara dalam perebutan kawasan ini membuat PBB menaruh
pasukan pengamat PBB atau disebut UNDOF (UN Disengagement Force) di daerah
perbatasan, dan mandat UNDOF kemudian diperbarui setiap enam bulan. Negosiasi
Israel dan Suriah terlaksana pada perbincangan dua negara bilateral tersebut di Madrid
pada 1991, berlanjut beberapa kali namun terhenti karena desakan Suriah pada Israel
untuk melepaskan wilayah Dataran Tinggi Golan. Diskusi itu lalu berlanjut pada 2008
dengan bantuan Turki sebagai mediator, karena Turki merupakan sekutu dari kedua
negara. Tetapi, pembicaraan tersebut berhenti karena pengunduran diri PM Israel Ehud
Olmert karena penyelidikan korupsi.

Pengakuan Donald Trump mewakili Amerika Serikat atas kepemilikan Dataran Tinggi
Golan oleh Israel diunggahnya pada 25 Maret 2019 di akun sosial media Twitter
miliknya. Ia berkata, “Setelah 52 tahun kini saatnya bagi Amerika Serikat untuk
mengakui sepenuhnya kedaulatan Israel atas Dataran Tinggi Golan, yang merupakan
kepentingan strategis dan keamanan kritis bagi negara Israel dan stabilitas regional.”
Cuitan ini kemudian dibalas oleh PM Israel, Benjamin Netanyahu dengan, “Saat Iran
berusaha menggunakan Suriah sebagai platform untuk menghancurkan Israel, Presiden
Trump dengan berani mengakui kedaulatan Israel atas Dataran Tinggi Golan. Terima
kasih, Presiden Trump!”

Dukungan Trump yang terang-terangan hanya beberapa minggu sebelum pemilu Israel
adalah kemenangan besar bagi politik luar negeri Netanyahu. Namun, di sisi lain,
terdapat negara-negara lain yang mengecam tindakan Trump yang telah melanggar
konsensus dunia. 10 negara tersebut diantaranya adalah Suriah, Rusia, Iran, Indonesia,
Turki, Arab Saudi, Palestina, Malaysia, Liga Arab dan Uni Eropa. Pemerintah Suriah
juga kemudian menanggapi aksi tersebut dengan pernyataannya, “Lebih bertekad untuk
mengembalikan (Dataran Tinggi Golan) dengan segala cara apapun yang mungkin,
apapun yang terjadi.” Prancis pun ikut berkomentar dengan, “Pengakuan kedaulatan
Israel atas Golan, wilayah yang diduduki, akan bertentangan dengan hukum
internasional, khususnya kewajiban negara untuk tidak mengakui situasi ilegal.”

Resolusi 497 Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa, yang diadopsi pada 17


Desember 1981, mendeklarasikan bahwa Hukum Dataran Tinggi Golan Israel, yang
secara efektif menganeksasi Dataran Tinggi Golan, "nol dan kosong dan tanpa dampak
hukum internasional" dan menyerukan agar Israel membatalkan aksinya. Dengan
pernyataan resmi tersebut yang telah dikeluarkan PBB, maka pengakuan kepemilikan
Israel atas Dataran Tinggi Golan oleh Amerika Serikat adalah batal demi hukum karena
melanggar perjanjian internasional.

Lantas, apa yang membuat Dataran Tinggi Golan diperebutkan begitu sengitnya?

Ketinggian Dataran Tinggi Golan memberi akses eksklusif bagi siapapun yang
memilikinya untuk memantau pergerakan daerah lain. Topografi alamiah Dataran Tinggi
Golan pun mendukung aktivitas militer. Area ini menjadi kunci utama sumber air untuk
daerah-daerah gersang. Air hujan yang mengalir dari Dataran Tinggi Golan akan
membawa air menuju Sungai Yordania.

Tanahnya yang subur juga terkenal dengan perkebunan anggur serta buah lainnya.
Banyak peternakan yang dibuka disini, serta Golan juga menjadi lokasi bagi
satu-satunya resor ski di Israel. Dataran Tinggi Golan mensuplai sepertiga kebutuhan air
bagi masyarakat Israel. Tempat yang strategis, tanah subur dan penuh sumber daya alam
menjadi daya tarik istimewa dan tentu saja menjadi sebab mengapa wilayah ini begitu
diminati. Tidak lupa, dengan jatuhnya daerah ini ke Israel, kekuatan militernya akan
semakin masif dan kuat serta teritorinya akan bertambah luas.
Mulainya hubungan bilateral antara Amerika Serikat dan Israel diawali dengan
pengakuan Amerika Serikat atas kedaulatan Israel, hanya 3 menit setelah PM Israel
pertama, David Ben-Gurion mengumumkan berdirinya negara tersebut. Amerika Serikat
terus mengirim bantuan pada Israel setelahnya, dilihat dari partisipasi pengiriman
peralatan militer seperti tank, senjata dan jet dalam jumlah besar pada Perang Yom
Kippur 1973, saat Israel diserang oleh Suriah dan Mesir. PM Israel Benjamin Netanyahu
pun berhubungan baik dengan Presiden Amerika Serikat ke-45, Donald Trump. Trump
membantu Israel menyelesaikan permasalahan terkait kesepakatan dengan beberapa
negara, diantaranya adalah UEA, Bahrain, Maroko dan Sudan.

Komitmen Amerika Serikat atas keamanan Israel kembali ditampilkan dalam bentuk
bantuan kumulatif dana sebesar US$150 miliar, terhitung hingga Februari 2022. Di
tahun 1999, pemerintah AS menandatangani Nota Kesepahaman yang berisi komitmen
untuk memberi bantuan militer pada Israel setidaknya US$2,67 miliar setiap tahun pada
sepuluh tahun berikutnya, pada tahun 2009 nominalnya bertambah, dan dinaikkan lagi
pada 2019 hingga mencapai US$3,8 miliar setiap tahunnya.

Sejak tahun 1972, Amerika Serikat juga telah memperpanjang jaminan pinjaman–suatu
bentuk bantuan tidak langsung AS kepada Israel, karena memungkinkan Israel untuk
meminjam dari bank-bank komersial AS dengan bunga yang lebih rendah kepada Israel,
untuk membantu kekurangan perumahan, dan penyerapan imigran Yahudi baru oleh
Israel dan pemulihan ekonominya setelah resesi tahun 2000-2003. Selain itu, Amerika
Serikat adalah mitra dagang terbesar Israel, dan Israel adalah mitra dagang terbesar
ke-25 Amerika Serikat; perdagangan dua arah berjumlah sekitar $36 miliar pada tahun
2013.

Selain bantuan keuangan dan militer, Amerika Serikat juga memberikan dukungan
politik besar-besaran kepada Israel, setelah menggunakan hak veto Dewan Keamanan
Perserikatan Bangsa-Bangsa sebanyak 42 kali terhadap resolusi yang mengutuk Israel,
dari total 83 kali hak vetonya pernah digunakan. Antara 1991 dan 2011, dari 24 veto
yang diminta oleh Amerika Serikat, 15 digunakan untuk melindungi Israel.
Hubungan bilateral telah berkembang dari kebijakan awal simpati dan dukungan
Amerika untuk pembentukan tanah air Yahudi pada tahun 1948, menjadi kemitraan yang
menghubungkan negara Israel yang kecil namun kuat dengan negara adikuasa Amerika
yang berusaha menyeimbangkan pengaruh terhadap kepentingan lain yang bersaing di
kawasan tersebut. Israel ditunjuk oleh Amerika Serikat sebagai sekutu utama
non-NATO, dan merupakan negara pertama yang diberi status ini bersama Mesir pada
tahun 1987; Israel dan Mesir tetap menjadi satu-satunya negara di Timur Tengah yang
memiliki penunjukan ini. Kemudian senator Jesse Helms, berargumen bahwa pijakan
militer yang ditawarkan oleh Israel di wilayah itu saja membenarkan biaya bantuan
militer Amerika; menyebut Israel sebagai "Kapal Induk Amerika di Timur Tengah".

Amerika Serikat juga satu-satunya negara yang mengakui Dataran Tinggi Golan
(ditetapkan sebagai wilayah Suriah yang diduduki Israel oleh PBB) sebagai wilayah
berdaulat Israel yang tidak diduduki, melakukannya melalui proklamasi presiden, di
bawah pemerintahan Biden berikutnya, laporan tahunan Departemen Luar Negeri AS
tentang pelanggaran hak asasi manusia di seluruh dunia sekali lagi merujuk ke Tepi
Barat, Jalur Gaza, Yerusalem Timur, dan Dataran Tinggi Golan sebagai wilayah yang
diduduki oleh Israel. Namun demikian, pada Juni 2021, sebagai tanggapan atas klaim
The Washington Free Beacon bahwa mereka telah "menarik kembali" pengakuannya,
akun Urusan Timur Dekat Departemen Luar Negeri AS men-tweet bahwa "kebijakan
AS mengenai Golan tidak berubah, dan laporan sebaliknya adalah palsu."
BAB IV
KESIMPULAN

Bahwa yang dilakukan oleh Amerika Serikat melalui Presiden Trump yang telah
mengeluarkan pernyataannya berkaitan dataran tinggi Golan di Suriah bukanlah bentuk
pengakuan Negara, melainkan klaim sepihak suatu negara terhadap wilayah negara lain
yang diperoleh dengan cara bertentangan dengan hukum internasional. Bahwa klaim
sepihak terhadap wilayah negara-negara lain yang juga merupakan entitas masyarakat
internasional bertentangan dengan prinsip-prinsip hukum internasional dan tidak dapat
diterima dan batal demi hukum. Peranan PBB dalam pengakuan sepihak Amerika
Serikat terhadap Dataran Tinggi Golan dengan menyatakan penolakannya merupakan
suatu tindakan yang tepat karena bila sebaliknya maka akan menimbulkan preseden
yang tidak akan baik di masa depan. Atas tindakan yang telah dilakukan oleh Amerika
Serikat melalui Presiden Trump, seharusnya PBB melakukan tindakan tegas pada Israel
yang saat ini masih menduduki dataran tinggi Golan yang merupakan bagian dari
wilayah Suriah.
DAFTAR PUSTAKA

Yuli. “Politik Pengakuan Dalam Hukum Internasional.” Jurnal Antar Bangsa 2, no. 2
(2003): 1.
internasional.republika.co.id. “Sidang PBB Tegaskan Kedaulatan Suriah Di Golan.”
Republika.co.id, n.d.
https://internasional.republika.co.id/berita/q12knp366/sidang-pbb-tegaskan-kedaulatan-s
uriah-di-golan.Kompas.com. “Pengakuan AS Atas Kedaulatan Israel Di Golan Jalan
Menuju Perang.”
Shawn, Malcom N. International Law. Cambridge: Grotius Publication Limited, 1998.
Soekanto, Soerjono. Pengantar Penelitian Hukum. Jakarta: Penerbit Universitas
Indonesia, 2012.
Starke, J.G. Pengantar Hukum Internasional. Cet. 10. Jakarta: Sinar Grafika, 2004.
Mukti Fajar, Yulianto Achmad. Dualisme Penelitian Hukum Normatif Dan Empiris. Cet.
3. Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2015.
Parthiana, Wayan. Widagdo, Setyo. Masalah-Masalah Hukum Internasional Publik.
Malang: Bayu Media Publishing, 2008.
Winter, Chase. “Golan Heights: Why it matters to US, Israel and Syria.” DW News. 22
Maret, 2019.
www.dw.com/en/golan-heights-why-it-matters-to-us-israel-and-syria/a-48019484.
Diakses pada 30 Maret 2023.
Alghashian, Abdulaziz. “Q&A: Why is the Golan Heights so important?” The
Conversation. 14 Mei, 2018.
www.theconversation.com/qanda-why-is-the-golan-heights-so-important-96440.
Diakses pada 30 Maret 2023.

Anda mungkin juga menyukai