Anda di halaman 1dari 26

LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN DENGAN DIAGNOSA MEDIS MENINGITIS

Disusun Untuk
Memenuhi Salah Satu Tugas Mata Kuliah Keperawatan Medical Bedah
Program Studi D3 Keperawatan STIKes Muhammadiyah Ciamis

Dosen Pembimbing : Henri Setiawan, S.Kep., Ners., M.Si.Med

Disusun oleh:
Annisa Amelia Putri
NIM. 2201277007

PROGRAM STUDI DIPLOMA III KEPERAWATAN


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN MUHAMMADIYAH CIAMIS
Jl. Ahmad Dahlan No. 20 Tlp. 0265-773052 Fax. 0265-771931 Ciamis
46216, Website : stikesmucis.ac.id
LAPORAN PENDAHULUAN MENINGITIS
A. Konsep Meningitis
1. Pengertian
Meningitis merupakan penyakit infeksi dan inflamasi pada selaput otak dan
sumsum tulang belakang. Penyebab dari penyakit ini dapat berupa bakteri, virus,
jamur, ataupun aseptic (Kurnia & Putu, 2022).
Meningitis adalah suatu penyakit infeksi cairan otak disertai radang yang
mengenai piameter (lapisan dalam selaput otak) dan arakhnoid serta dalam derajat
yang lebih ringan mengenai jaringan otak dan medula spinalis yang superfisial
(Fitriati & Gibran, 2021)
Meningitis merupakan keadaan infeksi oleh bakteri yang menyebabkan
terjadinya inflamasi di meningen (selaput otak) atau pada ruang subarachnoid
(Laksono et al., 2023).
2. Etiologi
a. Faktor Predisposisi
Menurut Runde et al (2023) ada beberapa faktor penyebab meningitis
diantaranya :
1) Haemophillus influenza
2) Nesseria meningitides (meningococcal)
3) Diplococcus pneumoniae (pneumococcal)
4) Streptococcus grup A
5) Staphylococcus aureus
6) Escherichia coli
7) Klebsiella, Proteus
8) Pseudomonas
b. Faktor Presipitasi
Faktor pendukung terjadinya meningitis diantaranya adalah :
1) Otitis media
2) Pneumonia
3) Sinusitis
4) Sickle cell anemia
5) Fraktur cranial, trauma otak
3. Klasifikasi
Menurut Fitriati (2021) meningitis dibagi menjadi 2 golongan berdasarkan
perubahan yang terjadi pada cairan otak, yaitu :
a. Meningitis serosa
Adalah radang selaput otak araknoid dan piameter yang disertai cairan otak
yang jernih. Penyebab terseringnya adalah Mycobacterium tuberculosa.
Penyebab lainnya lues, Virus, Toxoplasma gondhii dan Ricketsia.
b. Meningitis purulenta
Adalah radang bernanah arakhnoid dan piameter yang meliputi otak dan
medula spinalis. Penyebabnya antara lain : Diplococcus pneumoniae
(pneumokok), Neisseria meningitis (meningokok), Streptococus
haemolyticuss, Staphylococcus aureus, Haemophilus influenzae, Escherichia
coli, Klebsiella pneumoniae, Peudomonas aeruginosa.
4. Manifestasi Klinis
Tanda dan Gejala meningitis menurut Susan et al (2021) diantaranya
a. Sakit kepala dan demam (gejala awal yang sering)
b. Perubahan pada tingkat kesadaran dapat terjadi letargik, tidak responsif, dan
koma.
c. Tanda Iritasi meningen mengakibatkan sejumlah tanda sbb:
1) Rigiditas nukal (kaku leher). Upaya untuk fleksi kepala mengalami
kesukaran karena adanya spasme otot-otot leher.
2) Tanda kernik positip: ketika pasien dibaringkan dengan paha dalam
keadan fleksi kearah abdomen, kaki tidak dapat di ekstensikan sempurna.
3) Tanda brudzinki : bila leher pasien di fleksikan maka dihasilkan fleksi
lutut dan pinggul. Bila dilakukan fleksi pasif pada ekstremitas bawah pada
salah satu sisi maka gerakan yang sama terlihat peda sisi ektremita yang
berlawanan.
d. Mengalami foto fobia, atau sensitif yang berlebihan pada cahaya.
e. Kejang akibat area fokal kortikal yang peka dan peningkatan TIK akibat
eksudat purulen dan edema serebral dengan tanda-tanda perubahan
karakteristik tanda-tanda vital(melebarnya tekanan pulsa dan bradikardi),
pernafasan tidak teratur, sakit kepala, muntah dan penurunan tingkat
kesadaran.
f. Adanya ruam merupakan ciri menyolok pada meningitis meningokokal.
g. Infeksi fulminating dengan tanda-tanda septikimia : demam tinggi tiba-tiba
muncul, lesi purpura yang menyebar, syok dan tanda koagulopati intravaskuler
diseminata.
5. Patofosiologi
Meningitis bakteri dimulai sebagai infeksi dari oroaring dan diikuti dengan
septikemia, yang menyebar ke meningen otak dan medula spinalis bagian atas.
Faktor predisposisi mencakup infeksi jalan nafas bagian atas, otitis media,
mastoiditis, anemia sel sabit dan hemoglobinopatis lain, prosedur bedah saraf
baru, trauma kepala dan pengaruh imunologis.
Saluran vena yang melalui nasofaring posterior, telinga bagian tengah dan
saluran mastoid menuju otak dan dekat saluran vena-vena meningen, semuanya
ini penghubung yang menyokong perkembangan bakteri.
Organisme masuk ke dalam aliran darah dan menyebabkan reaksi radang di dalam
meningen dan di bawah korteks, yang dapat menyebabkan trombus dan penurunan
aliran darah serebral. Jaringan serebral mengalami gangguan metabolisme akibat
eksudat meningen, vaskulitis dan hipoperfusi. Eksudat purulen dapat menyebar
sampai dasar otak dan medula spinalis. Radang juga menyebar ke dinding
membran ventrikel serebral. Meningitis bakteri dihubungkan dengan perubahan
fisiologis intrakranial, yang terdiri dari peningkatan permeabilitas pada darah,
daerah pertahanan otak (barier oak), edema serebral dan peningkatan TIK.
Pada infeksi akut pasien meninggal akibat toksin bakteri sebelum terjadi
meningitis. Infeksi terbanyak dari pasien ini dengan kerusakan adrenal, kolaps
sirkulasi dan dihubungkan dengan meluasnya hemoragi (pada
sindromWaterhouse-Friderichssen) sebagai akibat terjadinya kerusakan endotel
dan nekrosis pembuluh darah yang disebabkan oleh meningokokus (Widyastuti et
al., 2023).
6. Pathway
Faktor Predisposisi
Haemophillus influenza, Nesseria meningitides (meningococcal), Diplococcus
pneumoniae (pneumococcal), Streptococcus grup A, Staphylococcus aureus, Escherichia
coli, Klebsiella, Proteus, Pseudomonas

Faktor Presipitasi
Otitis media, Pneumonia, Sinusitis, Sickle cell anemia, Fraktur cranial, trauma otak

Reaksi peradangan jaringan serebral

Eksudat meningits Gangguan metabolisme serebral Hipoperfusi

Trombus daerah korteks dan aliran


darah serebral menurun
Gangguan
Rasa Nyaman Kerusakan adrenal, kolaps sirkulasi,
kerusakan endotel, nekrosis pembuluh darah
Hipertermi
Infeksi/septikimia jaringan otak Risiko Infeksi
Nyeri Akut
Iritasi meningen

Nyeri kepala, perasaan


tidak nyaman, demam Perubahan fisiologi intrakranial

Penurunan Edema serebral dan Penurunan permeabilitas


Kapasitas Adatip peningkatan TIK darah otak
Intrakranial

Penekanan Adeshi Perubahan Perubahan Penurunan Takikardi


area vokal menurun perilaku gastroentestinal kesadaran
kortikal kelumpuhan disorientasi
saraf
Mual Penurunan Risiko Perfusi
Kaku kuduk, Kelemahan muntah kemampuan Serebral Tidak
tanda Gelisah fisik Efektif
batuk,
bruzinski Intake penumpukan
Koma nutrisi tidak mukus
Gangguan adekuat
Kejang
Kematian Mobilitas Sesak Bersihan
Fisik nafas Jalan Napas
Defisit
Tidak Efektif
Risiko Koping Tidak Nutrisi
Jatuh Defisit
efek efektif
Perawatan Pola Napas
Nausea
Diri Tidak Efektif
Ansietas
7. Pemeriksaan Diagnostik
c. Analisis CSS dari fungsi lumbal :
1) Meningitis bakterial : tekanan meningkat, cairan keruh/berkabut, jumlah
sel darah putih dan protein meningkat glukosa meningkat, kultur positip
terhadap beberapa jenis bakteri.
2) Meningitis virus : tekanan bervariasi, cairan CSS biasanya jernih, sel darah
putih meningkat, glukosa dan protein biasanya normal, kultur biasanya
negatif, kultur virus biasanya dengan prosedur khusus.
d. Glukosa serum : meningkat ( meningitis )
e. LDH serum : meningkat ( meningitis bakteri )
f. Sel darah putih : sedikit meningkat dengan peningkatan neutrofil ( infeksi
bakteri )
g. Elektrolit darah : Abnormal .
h. ESR/LED : meningkat pada meningitis
i. Kultur darah/ hidung/ tenggorokan/ urine : dapat mengindikasikan daerah
pusat infeksi atau mengindikasikan tipe penyebab infeksi
j. MRI/ skan CT : dapat membantu dalam melokalisasi lesi, melihat ukuran/letak
ventrikel; hematom daerah serebral, hemoragik atau tumor
k. Ronsen dada/kepala/ sinus ; mungkin ada indikasi sumber infeksi intra kranial.
8. Penatalaksanaan
a. Farmakologis
1) Obat anti-infeksi (meningitis bakterial):
- Sefalosporin generasi ketiga
- Amfisilin 150-200 mg/kgBB/24 jam IV, 4-6 x sehari
- Klorafenikol 50 mg/kgBB/24 jam IV 4 x sehari.
2) Pengobatan simtomatis:
- Antikonvulsi, Diazepam IV; 0,2-0,5 mgkgBB/dosis, atau rectal: 0,4-
0,6 mg/kgBB, atau fenitoin 5 mg/kgBB/24 jam, 3 x sehari atau
Fenobarbital 5-7 mg/kgBB/24 jam, 3 x sehari.
- Antipiretik: parasetamol/asam salisilat 10 mg/kgBB/dosis.
- Antiedema serebri: Diuretikosmotik (seperti manitol) dapat digunakan
untuk mengobati edema serebri.
c. Non Farmakologis
1) Isolasi
Untuk pasien menigitis bakterial, perawat harus waspada pada 24 jam
pertama pengobatan.
2) Mencegah kejang
Perawat harus waspada terhadap timpbulnya kejang dengan menjaga
penghalang tempat tidur dan meposisikan tempat tidur menjadi lebih
rendah. Peralatan suction dan oksigen harus selalu tersedia. Jika terjadi
kejang perwat harus melaporkan :
- Deskripsi terjadinya kejang
- Lamanya kejang
- Terjadinya deviasi mata
- Intervensi yang digunakan untuk mengatasi kejang
3) Pengendalian nyeri
Pengendalian nyeri dapat dilakukan dengan tindakan medik dan
nonmedik.Perwat dapat mengelevasikan kepala 30° dan mengajarkan agar
tidak memfleksikan leher dan pinggul.Perwat juga harus menjaga
ketenangan kamar dan menghindarkan cahaya.Analgetik seperti
asetaminophen (Tylenol. Ace-tabs0 atau kodein mungkin dapat
mengurangi nyeri yang berat
(Runde et al., 2023).
9. Komplikasi
Ada beberapa komplikasi yang bisa terjadi menurut Nur Fiana (2021) adalah ;
- Gangguan pembekuan darah
- Syok septic
- Demam yang memanjang
- Hidrosefalus obstruktif
- Meningococcus Septicemia ( mengingocemia )
- Sindrome water-friderichen (septik syok, DIC,perdarahan adrenal bilateral)
- SIADH ( Syndrome Inappropriate Antidiuretic hormone )
- Efusi subdural
- Kejang Edema dan herniasi serebral
- Cerebral palsy
- Gangguan mental Gangguan belajar
- Attention deficit disorder

B. Asuhan Keperawatan Meningitis


1. Pengkajian
a. Pengumpulan Data
1) Data Demografi
Umunya epidemi meningitis terjadi di daerah dengan populasi tinggi,
seperti asrama, daerah dengan rumah yang padat dan penjara.( Donna
Ignativicus,1995)
2) Riwayat Kesehatan
- Riwayat Kesehatan Sekarang
Umumnya paien meningitis datang dengan keluhan penurunan
kesdaran dan nyeri kepala yang hebat. Riwayat kesehatan saat dikaji
meliputi tentang proses perjalanan penyakit sampai timbulnya
keluhan, faktor apa saja memperberat dan meringankan keluhan dan
bagaimana cara klien menggambarkan apa yang dirasakan, daerah
terasanya keluhan, semua dijabarkan dalam bentuk PQRST.
- Riwayat Penyakit Dahulu
Kaji apakah klien pernah mengalami infeksi pada traktus respirasi,
telinga, hidung dan sinus.Kaji apakah klien pernah mengalami
trauma kepala atau fraktur tulang tengkorak.Kaji apakah pernah
mendapat therapi imunosuprsan, prosedur pembedahan terutama
neurologis, telinga dan hidung.kaji apakah klien pernah mendapat
chemotherapi.
- Riwayat kesehatan keluarga
Kaji apakah ada anggota keluarga yang menderita penyakit menular,
adanya kontak dengan penderita TB, riwayat keluarga yang
mempunyai penyakit yang sama dengan klien atau adanya penyakit
keturunan, bila ada cantumkan genogram.
3) Pemeriksaan Fisik
a) Pemeriksaan Umum
- Suhu tubuh lebih dari 38 °C.
- Nadi cepat, tapi jika terjadi peningkatan tekanan intra kranial
nadi menjadi cepat.
- Nafas lebih dari 24 x/menit
b) Sistem Pernafasan
Kaji apakah ada pernafasan cuping hidung dan sianosis akibat
hipoksia, kaji adanya nyeri tekan pada daerah sinus, kaji adanya
perubahan tipe dari pola pernafasan akibat peningkatan TIK/
daerah serebral. Kaji adanya suara ronchi atau wheezing akibat
penumpukan sekret disaluran nafas dan kemampuan bernafas
klien karena pasien dengan kesadaran menurun memerlukan
upaya membebaskan jalan nafas. pasien yang menderita tekanan
intrakranial perlu mendapat tambahan oksigen guna mencegah
hipoksia.
c) Sistem Kardiovaskular
Kaji warna konjungtiva akibat penurunan intake nutrisi yang
menyebabkan Hb berkurang, kaji perubahan pada frekuensi
(tersering adalah bradikardia) dan disritmia yang mencerminkan
trauma/ tekanan batang otak pada tidak adanya penyakit jantung
yang mendasari.Kaji peningkatan sistolik dari tekanan darah
akibat herniasii yang bisa menyebabkan asheni pada puast
vasomotor yang merangsang serabut vasoconstrictor.
Bila tekanan intracranial terus berlanjut kaji penurunan tekanan
darah, terutama diastolic.Kenaikan sistolic yang disusul dengan
penurunan tekanan darah yang tajam biasanya terjadi bila kondisi
pasien memburuk.
Kaji adanya perlambatan nadi akibat tekanan pada pusat
vasomotor juga meningkatkan transmisi impuls parasimpatis
melalui nervus vagus ke jantung; sebagai akibatnya nadi menjadi
lambat.
d) Sistem Pencernaan
Kaji kelembapan mukosa bibir karena dehidrasi akibat
hipertermi, kaji adanya mual dan muntah yang dapat menurunkan
nafsu makan. Kaji kemampuan makan akibat adanya parese pada
syaraf kranial N V,VII kaji bising usus akibat adanya penurunan
cardiac output dapat menyebakan menurunnya peristaltik usus
dan dapat meningkatkan transit time feses sehingga mudajh
terjadi konstipasi.
e) Sistem Muskuloskeletal
Kaji adanya kelemahan otot yang prgresif akibat kompresi pada
jalur neuron motorik atas (jalur coticospinal) menghentikan
transmisi impuls ke neuron bawah.Kaji adanya nyeri pada otot
akibat perubahan posisi seperti fleksi pada leher dan pinggul.
f) Sistem Persyarafan
Kaji tingkat kesadaran dan GCS (kemapuan visual, verbal dan
motorik) klien), orientasi klien terhadap orang,tempat dan waktu
juga kemampuan memory. Kaji saraf kranial NII,IV, VII dan
VIII yaitu adanya reaksi pupil terhadap cahaya, palsi okular,
nistagmus diplopia, paresis fasial, ketulian dan vertigo. Kaji
adanya hiperalgesia (meningkatnya sensitivitas nyeri).Adanya
congesti venosus dan ketegangan pembuluh darah intra cranial
karena tekanan otak meningkat dapat mengakibatkan nyeri
kepala.Sakit kepala karena adanya ICP biasany intensitasnya
semakin meningkat bila batuk, mengedan pada waktu BAB,
membungkuk.Sakit kepala biasnya muncul pada pagi hari dan
dapat membangunkan pasien dari luar.
Tes meningen:
- Tanda Brudzinski
Pada adanya iritasi meningeal, maka gerakan fleksi di sendi
panggul dengan tungkai dalam posisi lurus (di sendi lutut),
membangkitkan secara reflektorik gerakan fleksi di sendi
lutut dan panggul tungkai kontralateral.
Gerakan reflektorik itu mencegah timbulnya nyeri yang
dapat dibangkitkan oleh peregangan radiks-radiks saraf
spinal. Cara membnagkitkan tanda tersebut adalah dengan
cara pasien berbaring dalam posisi terlentang. Salah satu
tungkai diangkat dalam sikap lurus di sendi lutut dan
ditekukan di sendi panggul. Tes ini adalah positif apabila
pada tungkai kontralateral timbul gerakan fleksi reflektorik
di sendi lutut dan juga di sendi panggul.
- Tanda Leher Brudzinski
Pada adanya iritasi meningeal, maka gerakan fleksi leher
akan disusul secara reflektorik oleh gerakan fleksi pada
kedua tungkai di sendi lutut dan panggul. Gerakan fleksi
reflektorik itu mencegah timbulnya nyeri akibat pergerakan
radiks-radiks dorsalis.Cara memangkitkan tanda tersebut
adalah pasien berbaring dan terlentang.Kepala difleksikan
sehingga dagu menyentuh sternum.Tes ini adalah positif
(ada iritasi meningeal) apabila gerakan fleksi pasif kepala itu
disusul oleh gerakan fleksi di sendi lutut dan panggul kedua
tungkai secara reflektorik.
g) Sistem Perkemihan
Kaji adanya retensiatau inkontinensia.
h) Sistem Integumen
Kegagalan pusat termoregulatotor karena tekanan timbul
kemudian pada peningkatan tekanan intracranial bila peningkatan
terus meningkat, sehingga suhu tidak terkendali.Hipertermi perlu
diamati karena ini bisa menaikan tingkat metbolisme pada
jaringan otak. Kaji adanya rash makular merah terdapat pada
meningitis meningococcal dan kaji adanya perdarahan sub kutan.
4) Data psikologis
Pasien merasa takut dan cemas akibat keluhan demam, nyeri kepala
hebat, nausea, vomitus dan mengantuk.Kaji adanya perubahan status
mental, perilaku dan kepribadian.
5) Data social
Biasanya didapatkan interaksi klien dengan lingkungannya menjadi
menurun dikarenakan adanya penurunan kesdaran dan disorientasi klien
terhadap lingkungan.
6) Data spiritual
Kaji tentang keyakinan atau persepsi klien terhadap penyakitnya.
Biasanya klien akan merasa kesulitan dalam menjalankan ibadahnya.
7) Data Penunjang
a) Pemeriksaan Laboratorium
b) Pemeriksaan CSF (Cerebro spinal Fluid) : jumlah sel, protein dan
konsentrasi glukosa. Konsentrasi glukosa untuk menntukan, kultur,
sensitivitas dan Gram.
c) Pemeriksaan CIE untuk menentukan adanya virus atau protozoa di
CSF. CIE juga mengindikasikan bahwa klien pernah mndapat
antibiotik sebelumnya.Untuk identifikasi kemunngkinan sumber
penyebab infeksi, specimen untuk kultur.
d) Pemeriksaan CBC (Complete Blood Count) : jumlah leukosit yang
biasanya meningkat lebih dari angka nilai normal. Serum glukosa
berbanding dengan jumlah glukosa CSF.
e) Kultur darah, urine, tenggorok dan hidung.
f) Jumlah natrium karena dalam meningitis biasanya terjadi hiponatremi.
8) Pemeriksaan Diagnostik
a) CT Scan: menggambarkan adanya edema serebral/ penyakit
neurologis lainnya.
b) Foto rontgen kepala : identifikasi adanya sinus yang terinfeksi
2. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa Keperawatan merupakan keputusan klinik dari respon individu,
keluarga dan masyarakat terhadap kesehatannya baik secara actual atau potensial,
yang dapat dilihat dari pendidikan dan pengalamannya perawat secara
akuntabilitas dapat mengidentifikasi dan memberikan intervensi secara tepat untuk
mencegah, menjaga, menurunkan, membatasi serta merubah status kesehatan
klien. Berdasarkan analisis data yang didapat untuk dijadikan diagnosa
keperawatan menggunakan klasifikasi Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia
(SDKI) PPNI Indonesia 2016 edisi 1 cetakan III revisi, maka dari itu akan
teridentifikasi diagnosa keperawatan yang muncul (PPNI, 2016a).
Diagnosa yang mungkin muncul pada klien dengan Meningitis antara lain
sebagai berikut :
Tabel 1. Diagnosa Keperawatan

No Diagnosa Keperawatan SDKI


1. Penurunan Kapasitas Adatip Intrakranial D.0066
berhubungan dengan edema serebral
2. Hipertermi berhubungan dengan proses penyakit D.0130
3. Nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera D.0077
fisiologis
4. Gangguan rasa nyaman berhubungan dengan kurang D.0074
pengendalian situasional
5. Pola napas tidak efektif berhubungan dengan D.0005
hambatan upaya napas
6. Bersihan jalan napas berhubungan dengan D.0001
hipersekresi jalan napas
7. Defisit nutrisi berhubungan dengan D.0019
ketidakmampuan menelan makanan
8. Nausea berhubungan dengan mual muntah D.0076
9. Defisit perawatan diri berhubungan dengan D.0109
kelemahan
10 Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan D.0054
penurunan kekuatan otot
11. Ansietas berhubungan dengan krisis situasional D.0080
12. Koping tidak efektif berhubungan dengan krisis D.0096
situasional
13. Risiko perfusi serebral tidak efektif penurunan D.0017
kinerja ventrikel kiri
14. Resiko infeksi berhubungan dengan D.0142
ketidakadekuatan pertahanan tubuh
15. Risiko jatuh berhubungan dengan gangguan D.0143
keseimbangan

3. Intervensi Keperawatan
Perencanan merupakan petunjuk tertulis yang mencermikan secara tepat
mengenai tindakan yang akan diberikan terhadap klien sesuai dengan
kebutuhannya berdasarkan diagnosa keperawatan. Perencanaan dapat memberikan
kesempatan kepada perawat, klien, keluarga dan orang terdekat untuk
merumuskan rencana tindakan keperawatan yang tepat untuk menangani masalah
kesehatan yang dihadapi klien. Intervensi yang diberikan diambil dalam Standar
Intervensi Keperawatan Indonesia (SIKI) PPNI edisi I cetakan II tahun 2016
(PPNI, 2016)
Tabel 2. Diagnosa, Luaran dan Intervensi
No Dx. Keperawatan Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi
(SDKI) (SLKI) (SIKI)

1 Penurunan Kapasitas Kapasitas adatif Manajemen Peningkatan TIK


Adatip Intrakranial intracranial Observasi
berhubungan dengan Setelah dilakukan tindakan  Identifikasi penyebab peningkatan TIK
edema serebral keperawatan selama 3x24  Monitor tanda atau gejala peningkatan TIK
(D.0066) jam kapasitas adatif  Monitor MAP
intracranial meningkat Terapeutik
dengan kriteria hasi :  Berikan posisi semi fowler
 Fungsi kognitif  Hindari pemberian cairan IV hipotonik
meningkat  Cegah terjadinya kejang
 Sakit kepala menurun Kolaborasi
 Tekakanan darah  Kolaborasi dalam pemberian sedasi dan anti konvulsan,
membaik jika perlu
 Tekanan nadi  Kolaborasi pemberian diuretik osmosis, jika perlu
membaik
 Refleks neurologis
membaik
 Tekanan intracranial
membaik

2 Hipertermi Termoregulasi (L.14134) Manajemen Hipertermia (L.15506)


berhubungan dengan Setelah dilakukan tindakan Observasi:
proses penyakit keperawatan 1x8 jam  Identifikasi penyebab hipertermia (mis. dehidrasi, terpapar
(D.0130) diharapkan suhu tubuh tetap lingkungan panas, penggunaan inkubator)
berada pada rentang normal,  Monitor suhu tubuh
dengan kriteria hasil :  Monitor kadar elektrolit
 Menggigil menurun  Monitor haluaran urine
 Suhu tubuh membaik  Monitor komplikasi akibat hipertermia
 Suhu kulit membaik Terapeutik:
 Sediakan lingkungan yang dingin
 Longgarkan atau lepaskan pakaian
 Basahi dan kipasi permukaan tubuh
 Berikan cairan oral
 Hindari pemberian antipiretik atau asprin
 Berikan oksigen, jika perlu
Edukasi
 Anjurkan tirah baring
Kolaborasi
 Kolaborasi pemberian cairan dan elektrolit intravena, jika
perlu

3 Nyeri akut Tingkat Nyeri (L.08066) Manajemen Nyeri


berhubungan dengan Setelah dilakukan tindakan Observasi:
agen pencedera keperawatan 3x24 jam  Identifikasi lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi,
fisiologis diharapkan tingkat nyeri kualitas, intensitas nyeri
(D.0077) menurun, dengan kriteria  Identifikasi skala nyeri
hasil :  Identifikasi respons nyeri non verbal
 Frekuensi nadi  Identifikasi faktor yang memperberat dan memperingan
membaik
nyeri
 Pola napas membaik
 Identifikasi pengetahuan dan keyakinan tentang nyeri
 Keluhan nyeri menurun
 Identifikasi pengaruh nyeri pada kualitas hidup
 Meringis menurun
 Monitor efek samping penggunaan analgetik
 Gelisah menurun
Terapeutik:
Kesulitan tidur menurun
 Berikan teknik nonfarmakologi untuk mengurangi rasa
nyeri
 Kontrol lingkungan yang memperberat rasa nyeri
 Fasilitasi istirahat dan tidur
 Pertimbangkan jenis dan sumber nyeri dalam pemilihan
strategi meredakan nyeri
Edukasi
 Jelaskan penyebab, periode, dan pemicu nyeri
 Jelaskan strategi meredakan nyeri
 Ajarkan teknik nonfarmakologis untuk mengurangi rasa
nyeri
Kolaborasi
 Kolaborasi pemberian analgetik, jika perlu

4 Gangguan rasa Status kenyamanan Terapi Relaksasi (I.09326)


nyaman berhubungan (L.08064) Observasi:
dengan kurang Setelah dilakukan tindakan  Identifikasi penurunan tingkat energi, ketidakmampuan
pengendalian keperawatan 3x24 jam berkonsentrasi, atau gejala lain yang mengganggu
situasional diharapkan status kemampuan kognitif
(D.0074) kenyamanan meningkat,  Identifikasi teknik relaksasi yang pernah efektif digunakan
dengan kriteria hasil :
 Periksa ketegangan otot, frekuensi nadi, tekanan darah,
 Keluhan tidak
dan suhu sebelum dan sesudah latihan
nyaman menurun
Terapeutik
 Gelisah menurun
 Ciptakan lingkungan tenang, dan tanpa gangguan dengan
 Keluhan sulit tidur
menurun pencahayaan dan suhu ruang nyaman, jika memungkinkan
 Lelah menurun  Berikan informasi tertulis tentang persiapan dan prosedur
 Postur tubuh teknik relaksasi
membaik  Gunakan relaksasi sebagai strategi penunjang dengan
analgetik atau tindakan medis lain, jika sesuai
Edukasi
 Jelaskan tujuan, manfaat, batasan, dan jenis relaksasi yang
tersedia(mis. Musik, meditasi, napas dalam, relaksasi otot
progresif)
 Anjurkan mengambil posisi yang nyaman
 Anjurkan sering mengulangi atau melatih teknik yang
dipilih

5 Pola napas tidak Pola napas (L.01004) Pemantauan Respirasi (I.01014)


efektif berhubungan Setelah dilakukan tindakan Observasi:
dengan hambatan keperawatan 3x24 jam  Monitor pola nafas, monitor saturasi oksigen
upaya napas inspirasi dan atau ekspirasi  Monitor frekuensi, irama, kedalaman dan upaya napas
(D.0005) yang tidak memberikan  Monitor adanya sumbatan jalan nafas
ventilasi adekuat membaik, Terapeutik
dengan kriteria hasil
 Atur Interval pemantauan respirasi sesuai kondisi pasien
 Dispnea menurun
Edukasi
 Penggunaan otot bantu
 Jelaskan tujuan dan prosedur pemantauan
napas menurun
Informasikan hasil pemantauan, jika perlu
 Frekuensi napas
membaik
 Kedalaman napas
membaik

6 Bersihan jalan napas Pertukaran Gas (L.01003) Manajemen Jalan Napas


berhubungan dengan Setelah dilakukan tindakan Observasi:
hipersekresi jalan keperawatan 3x24 jam  Monitor pola napas
napas oksigenasi dan/atau eliminasi  Monitor bunyi napas tambahan
(D.0001) karbondioksida pada  Monitor sputum (jumlah,warna,aroma)
membran alveolus-kapiler Terapeutik
normal, dengan kriteria hasil:  Pertahankan kepatenan jalan napas
 Bisa melalukan batuk  Posisikan semi fowler atau fowler
efektif  Lakukan fisioterapi dada, jika perlu
 Produksi sputum  Lakukan penghisapan lendir kurang dari 15 detik
menurun  Berikan oksigen, jika perlu
 Mengi menurun Edukasi
 Sianosis menurun  Anjurkan asupan cairan 2000ml/hari, jika tidak
kontraindikasi
 Gelisah menurun Kolaborasi
 Kolaborasi pemberian bronkodilator, ekspektoran,
mukolitik, jika perlu

7 Defisit nutrisi Status nutrisi (L.03030) Manajemen Nutrisi (I.03119)


berhubungan dengan Setelah dilakukan tindakan Observasi:
ketidakmampuan keperawatan 3x24 jam status  Identifikasi status nutrisi
menelan makanan nutrisi terpenuhi, dengan  Identifikasi alergi dan intoleransi makanan
(D.0019) kriteria hasil :  Identifikasi perlunya penggunaan selang nasogastric
 Porsi makan yang  Monitor asupan makanan
dihabiskan meningkat  Monitor berat badan
 Berat badan atau IMT Terapeutik:
meningkat
 Lakukan oral hygiene sebelum makan, Jika perlu
 Frekuensi makan
 Sajikan makanan secara menarik dan suhu yang sesuai
meningkat
 Hentikan pemberian makanan melalui selang nasogastric
 Nafsu makan
meningkat jika asupan oral dapat ditoleransi
Perasaan cepat kenyang Edukasi
meningkat  Anjurkan posisi duduk, jika mampu
 Ajarkan diet yang diprogramkan
Kolaborasi
 Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan jumlah
kalori dan jenis nutrien yang dibutuhkan

Promosi Berat Badan


Observasi
 Identifikasi kemungkinan penyebab BB kurang
 Monitor adanya mual dan muntah
Terapeutik
 Sediakan makanan yang tepat sesuai kondisi pasien
 Berikan pujian kepada pasien untuk peningkatan yang
dicapai
Edukasi
Jelaskan jenis makanan yg bergizi tinggi, terjangkau

8 Nausea berhubungan Tingkat nausea Manajemen Mual (I.03117)


dengan mual muntah (L.08065) Observasi
(D.0076) Setelah dilakukan tindakan  Identifikasi pengalaman mual
keperawatan 3x24 jam  Identifikasi isyarat nonverbal ketidaknyamanan (mis.bayi,
diharapkan tingkat nausea anak-anak, dan mereka yang tidak dapat berkomunikasi
menurun, dengan kriteria secara efektif)
hasil :
 Identifikasi dampak mual terhadap kualitas hidup
 Nafsu makan
(mis,nafsu makan, aktivitas, kinerja, tanggung jawab
meningkat
peran, dan tidur)
 Keluhan mual
menurun  Identifikasi factor penyebab mual (mis.pengobatan dan
 Perasaan ingin procedure)
muntah menurun  Identifikasi antiemetic untuk mencegah mual (kecuali
 Perasaan asam mual pada kehamilan)
dimulut menurun  Monitor mual (mis, frekuensi, durasi, dan tingkat
 Sensasi panas keparahan)
menurun  Monitor asupan nutrisi dan kalori
 Sensasi dimgin Terapeutik:
menurun  Kendalikan factor lingkungan penyebab mual (mis.bau tak
 Frekuensi menelan sedap, suara, dan rangsangan visual yang tidak
menurun menyenangkan)
 Diaphoresis menurun  Kurangi atau hilangkan keadaan penyebab mual
 Jumlah saliva (mis.kecemasan, ketakutan, kelelahan)
menurun  Berikan makanan dalam jumlah kecil dan menarik
 Pucat membaik  Berikan makanan dingin, cairan bening, tidak berbau dan
Takikardia membaik tidak berwarna, jika perlu
Edukasi
 Anjurkan istirahat dan tidur yang cukup
 Anjurkan sring membersihakn mulut, kecuali jika
merangsang mual
 Anjurkan makanan tinggi karbohidrat dan rendh lemak
 Ajarkan penggunaan teknik nonfarmakologis untuk
mengatasi mual (mis. Biofeedback, hypnosis, relaksasi,
terapi music, akupresur)
Kolaborasi
 Kolaborasi pemberian antiemetic, jika perlu

Manajemen Muntah
Observasi
 Identifikasi karakteristik muntah (mis. Warna, konsistensi,
adanya darah, waktu, frekuensi dan durasi)
 Periksa volume muntah
 Identifikasi riwayat diet (mis,makanan yang disuka, tidak
disuka, dan budaya)
 Identifikasi factor penyebab muntah (mis.pengobatan dan
rosedure)
 Identifikasi kerusakan esophagus dan faring posterior jika
muntah terlalu lama
 Monitor efek manajemen muntah secara menyeluruh
 Monitor keseimbangan cairan dan elektrolit
Terapeutik
 kontrol factor lingkungan penyebab muntah (mis.bau tak
sedap, suara dan stimulus visual yang tidak
menyenangkan)
 kurangi dan hilangkan keadaan penyebab muntah
(mis.kecemasan, ketakutan)
 atur posisi untuk mencegah aspirasi
 pertahankan kepatenan jalan napas
 bersihkan mulut dan hidung
 berikan dukungan fisik saat muntaj (mis.membantu
mambungkuk atau menundukkan kepala)
 berikan kenyamanan selama muntah (mis.kompres dingin
didahi atau sediakan pakaian kering dan bersih)
 berikan cairan yang tidak mengandung karbonasi minimal
30 m3nit setelah muntah
Edukasi
 anjurkan membawa kantong plastic untuk menampung
muntah
 anjurkan memperbanyak istirahat
 Ajarkan penggunaan teknik nonfarmakologis untuk
mengelola muntah

9 Defisit perawatan diri Perawatan Diri Dukungan Perawatan Diri


berhubungan dengan Setelah dilakukan tindakan Observasi:
kelemahan keperawatan selama 3x24  Identifikasi kebiasaan aktivitas perawatan diri sesuai usia
(D.0109) jam diharapkan perawatan  Monitor tingkat kemandirian
diri meningkat dengan  Identifikasi kebutuhan alat bantu kebersihan diri,
kriteria hasil : berpakaian, berhias, dan makan
 Kemampuan mandi Terapeutik:
meningkat
 Sediakan lingkungan yang teraupetik
 Kemampuan makan  Siapkan keperluan pribadi
meningkat  Dampingi dalam melakukan perawatan diri sampai mandiri
 Verbalisasi kei ginan  Fasilitasi untuk menerima keadaan ketergantungan
melakukan perawatan  Jadwalkan rutinitas perawatan diri
diri meningkat Edukasi
 Anjurkan melakukan perawatan diri secara konsisten
sesuai kemampuan
10 Gangguan mobilitas Mobilitas Fisik Dukungan mobilisasi
fisik berhubungan Setelah dilakukan Tindakan Observasi:
dengan penurunan keperawatan selama 3x24  Identifikasi adanya nyeri atau keluhan fisik lainnya
kekuatan otot jam diharapkan mobilisasi  Identifikasi toleransi fisik melakukan pergerakan
(D.0054) fisik meningkat dengan  Monitor frekuensi jantung dan tekanan darah sebelum
kriteria hasil: memulai mobilisasi
 Pergerakan ekstremitas  Monitor kondisi umum selama melakukan mobilisasi
meningkat
Terapeutik:
 Kekuatan otot
 Fasilitasi aktivitas mobilisasi dengan alat bantu
meningkat
 Fasilitasi melakukan pergerakan, jika perlu
 Nyeri menurun
 Libatkan keluarga untuk membantu pasien dalam
 Kaku sendi menurun meningkatkan pergerakan
 Gerakan terbatas Edukasi
menurun  Jelaskan tujuan dan prosedur mobilisasi
 Anjurkan melakukan mobilisasi dini
 Ajarkan mobilisasi sederhana yang harus dilakukan (mis.
Duduk di tempat tidur)

11 Ansietas Tingkat ansietas (L.09093) Reduksi Ansietas (I.09314)


berhubungan dengan Setelah dilakukan tindakan Observasi:
krisis situasional keperawatan 3x24 jam  Identifikasi saat tingkat ansietas berubah
(D.0080) diharapkan tingkat ansietas  Identifikasi kemampuan mengambil keputusan
menurun, dengan kriteria  Monitor tanda-tanda ansietas
hasi: Terapeutik:
 Perilaku gelisah  Ciptakan suasana teraupetik untuk menumbuhkan
menurun kepercayaan
 Vervalisasi kebingungan  Temani pasien untuk mengurangi kecemasan, jika
menurun memungkinkan
 Verbalisasi  Pahami situasi yang membuat ansietas
kekhawatiran yang  Dengarkan dengan penuh perhatian
dihadapi menurun  Gunakan pendekatan yang tenang dan meyakinkan
Perilaku tegang menurun  Motivasi mengidentifikasi situasi yang memicu
kecemasan
Edukasi
 Jelaskan prosedur, termasuk sensasi yang mungkin dialami
 Informasikan secara faktual mengenai diagnosis,
pengobatan, dan prognosis
 Anjurkan keluarga untuk tetap bersama pasien
 Latih kegiatan pengalihan untuk mengurangi ketegangan
 Latih teknik relaksasi

12 Koping tidak efektif Status koping (L.09086) Dukungan pengambilan keputusan (I.09265)
berhubungan dengan Setelah dilakukan tindakan Observasi:
krisis situasional keperawatan 3x24 jam  Identifikasi persepsi mengenai maslah saat pembuatan
(D.0096) diharapkan koping membaik, keputusan kesehatan
dengan kriteria hasil Terapeutik:
 Kemampuan memenuhi  Fasilitasi mengklarifikasi nilai dan harapan yang
peras sesuai usia membantu membuat pilihan
meningkat  Diskusikan kelebihan dan kekurangan dari setiap solusi
 Perilaku koping adatif  Fasilitasi melihat situasi secara realistic
meningkat  Motivasi mengungkapkan tujuan perawatan yang
 Verbalisasi kemampuan diharapkan
mengatasi masalah  Fasilitasi pengambilan keputusan secara kolaboratif
meningkat  Hormati hak pasien untuk menerima atau menolak
 Verbalisasi pengakuan informasi
masalah meningkat  Fasilitasi menjelaskan keputusan kepada orang lain, jika
 Verbalisasi kelemahan perlu
diri meningkat  Fasilitasi hubungan antara pasien, keluarga, dan tenaga
kesehatan lainnya
Edukasi
 Informasikan alternative solusi secara jelas
 Berikan informasi yang diminta pasien

13 Risiko perfusi Perfusi sertebral Manajemen Peningkatan TIK


serebral tidak efektif Setelah dilakukan Tindakan Observasi
penurunan kinerja keperawatan selama 3x24  Identifikasi penyebab peningkatan TIK
ventrikel kiri  Monitor tanda atau gejala peningkatan TIK
jam diharapkan tidak terjadi
(D.0017)  Monitor MAP
perfusi serebral tidak efektif
Terapeutik
dengan kriteria hasil:
 Berikan posisi semi fowler
 Tekanan intracranial  Hindari pemberian cairan IV hipotonik
menurun  Cegah terjadinya kejang
 Sakit kepala menurun Kolaborasi
 Gelisah menurun  Kolaborasi dalam pemberian sedasi dan anti konvulsan,
 Kecemasan menurun jika perlu
 Kolaborasi pemberian diuretik osmosis, jika perlu
 Agitasi menurun
14 Resiko infeksi Tingkat infeksi Pencegahan infeksi
berhubungan dengan Setelah dilakukan Tindakan Observasi:
ketidakadekuatan keperawatan selama 3x24  Monitor tanda gejala infeksi lokal dan sistemik
pertahanan tubuh Terapeutik
jam derajat infeksi menurun
(D.0142)  Batasi jumlah pengunjung
dengan kriteria hasil
 Demam menurun  Berikan perawatan kulit pada daerah edema
 Cuci tangan sebelum dan sesudah kontak dengan pasien
 Kemerahan menurun
dan lingkungan pasien
 Nyeri menurun  Pertahankan teknik aseptik pada pasien berisiko tinggi
Bengkak menurun Edukasi
 Jelaskan tanda dan gejala infeksi
 Ajarkan cara memeriksa luka
 Anjurkan meningkatkan asupan cairan
Kolaborasi
Kolaborasi pemberian imunisasi, Jika perlu

15 Risiko jatuh Termoregulasi Pencegahan Cidera


berhubungan dengan Setelah dilakukan Observasi:
gangguan keperawatan selama 3 x 8  Identifikasi obat yang berpotensi menyebabkan cidera
keseimbangan jam keparahan dan cedera  Identifikasi kesesuaian alas kaki atau stoking elastis pada
(D.0143) yang diamati atau dilaporkan ekstremitas bawah
menurun dengan kriteria Terapeutik:
hasil :  Sediakan pencahayaan yang memadai
 Kejadian cedera  Sosialisasikan pasien dan keluarga dengan lingkungan
menurun rawat inap
 Luka/lecet menurun  Sediakan alas kaki antislip
 Perdarahan menurun  Sediakan urinal atau urinal untk eliminasi di dekat tempat
 Fraktur menurun tidur, Jika perlu
 Pastikan barang-barang pribadi mudah dijangkau
 Tingkatkan frekuensi observasi dan pengawasan pasien,
sesuai kebutuhan
4. Implmentasi Keperawatan
Implementasi merupakan komponen keempat dari proses keperawatan setelah
merumuskan rencana asuhan keperawatan. Implementasi merupakan suatu bentuk
dari prilaku keperawatan yang sangat diperlukan untuk mencapai tujuan yang
ingin dicapai dan hasil yang diperkirakan dari asuhan keperawatan diberikan.
Dalam teori, implementasi dari rencana asuhan keperawatan mengikuti komponen
perencanaan dari proses keperawatan.
5. Evaluasi Keperawatan
Evaluasi keperawatan merupakan bentuk perbandingan yang terencana dan
sistematis antara hasil akhir yang diamati dengan tujuan atau kriteria hasil yang
sudah dibuat pada perencanaan. Evaluasi dilakukan secara berkesinambungan
yang melibatkan klien dan tenaga kesehatan lainnya. Perumusan evaluasi
keperawatan meliputi empat komponen yang dikenal dengan istilah SOAP, yakni
subjektif (data berupa keluhan klien), objektif (data hasil pemeriksaan), analisis
data (pembandingan data dengan teori), dan perencanaan.
DAFTAR PUSTAKA
Fitriati, D., & Gibran, I. (2021). Sistem Pakar Diagnosis Penyakit Meningitis Menggunakan
Metode Forward Chaining. Jurnal Sistem Informasi , Teknologi Informasi Dan
Komputer, 12(1), 46–50.
Laksono, P., Made Ayu Aprianti, P., Valery Rahaded, P., Adi Putri, H., Ramadhani, R., Erik
Pratama, J., Adji Prayitno Setiadi, A., & Evalina Gondokesumo, M. (2023). Manajemen
Terapi Bakterial Meningitis Akut pada Pasien Anak (Fokus Terapi Antibiotik dan
Kortikosteroid). Jurnal Sains Dan Kesehatan, 5(6), 1035–1042.
Ngurah Kurnia Ary Wiartika, I. G., & Putu Lina Kamelia, L. (2022). Laporan Kasus :
Meningitis Bakterial. Ganesha Medicina Journal, 2(2), 80–83.
Nur Fiana, D., & Bilqistiputri, F. (2021). Optimalisasi Gangguan Menelan + Bicara dan
Mobilisasi pada Seorang Anak Pasca Meningitis: Laporan Kasus. JK Unila, 5(2), 135–
140.
PPNI. (2016a). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia: Definisi dan Indikator Diagnostik.
In Edisi 1 Cetakan III (Revisi).
PPNI. (2016b). Standar Intervensi Keperwatan Indonesia: Definisi dan Tindakan
Keperawatan. In Edisi I Cetakan II.
Runde, T. J., Anjum, F., & Hafner, J. W. (2023). Bacterial Meningitis. StatPearsl Publishing.
Susan, D., Irfanuddin, & Okparasta, A. (2021). Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kejadian
Kematian Pada Pasien Meningitis Di Rsup Dr. Moh. Husein Palembang. Neurona,
38(3), 245–252.
Widyastuti, P., Nurul Utami, H., Farid Anugrah, M., & Rohadi. (2023). Meningitis Bakterial:
Epidemiologi, Patofisiologi, dan Penatalaksanaan. Lombok Medical Journal, 2(2).

Anda mungkin juga menyukai