Anda di halaman 1dari 22

TINJAUAN PUSTAKA

A. DEFINISI

Meningitis adalah radang pada meningen (membran yang mengelilingi otak dan
medula spinalis) dan disebabkan oleh virus, bakteri atau organ-organ jamur(Smeltzer,
2001).

Meningitis adalah radang dari selaput otak (arachnoid dan piamater). Bakteri dan
virus merupakan penyebab utama dari meningitis.

Meningitis merupakan infeksi akut dari meninges, biasanya ditimbulkan oleh salah
satu dari mikroorganisme pneumokok, Meningokok, Stafilokok, Streptokok, Hemophilus
influenza dan bahan aseptis (virus) (Long, 1996).
Meningitis adalah peradangan pada selaput meningen, cairan serebrospinal dan spinal
column yang menyebabkan proses infeksi pada sistem saraf pusat (Suriadi & Rita, 2001).

B. ETIOLOGI
1. Bakteri; Mycobacterium tuberculosa, Diplococcus pneumoniae (pneumokok),
Neisseria meningitis (meningokok), Streptococus haemolyticuss, Staphylococcus
aureus, Haemophilus influenzae, Escherichia coli, Klebsiella pneumoniae,
Peudomonas aeruginosa
2. Penyebab lainnya lues, Virus, Toxoplasma gondhii dan Ricketsia
3. Faktor predisposisi : jenis kelamin lakilaki lebih sering dibandingkan dengan wanita
4. Faktor maternal : ruptur membran fetal, infeksi maternal pada minggu terakhir
kehamilan
5. Faktor imunologi : defisiensi mekanisme imun, defisiensi imunoglobulin.
6. Kelainan sistem saraf pusat, pembedahan atau injury yang berhubungan dengan
sistem persarafan
C. KLASIFIKASI

Meningitis dibagi menjadi 2 golongan berdasarkan perubahan yang terjadi pada cairan
otak, yaitu

1. Meningitis serosa
Adalah radang selaput otak araknoid dan piameter yang disertai cairan otak yang
jernih. Penyebab terseringnya adalah Mycobacterium tuberculosa. Penyebab lainnya
lues, Virus, Toxoplasma gondhii dan Ricketsia.
2. Meningitis purulenta
Adalah radang bernanah arakhnoid dan piameter yang meliputi otak dan medula
spinalis. Penyebabnya antara lain : Diplococcus pneumoniae (pneumokok), Neisseria
meningitis (meningokok), Streptococus haemolyticuss, Staphylococcus aureus,
Haemophilus influenzae, Escherichia coli, Klebsiella pneumoniae, Peudomonas
aeruginosa.

D. PATOFISIOLOGI

Meningitis bakteri dimulai sebagai infeksi dari orofaring dan diikuti dengan
septikemia, yang menyebar ke meningen otak dan medulla spinalis bagian atas. Faktor
predisposisi mencakup infeksi jalan nafas bagian atas, otitis media, mastoiditis, anemia
sel sabit dan hemoglobinopatis lain, prosedur bedah saraf baru, trauma kepala dan
pengaruh imunologis.

Saluran vena yang melalui nasofaring posterior, telinga bagian tengah dan saluran
mastoid menuju otak dan dekat saluran vena-vena meningen, semuanya ini penghubung
yang menyokong perkembangan bakteri. Organisme masuk ke dalam aliran darah dan
menyebabkan reaksi radang di dalam meningen dan di bawah korteks, yang dapat
menyebabkan trombus dan penurunan aliran darah serebral. Jaringan serebral mengalami
gangguan metabolisme akibat eksudat meningen, vaskulitis dan hipoperfusi. Eksudat
purulen dapat menyebar sampai dasar otak dan medula spinalis. Radang juga menyebar
ke dinding membran ventrikel serebral. Meningitis bakteri dihubungkan dengan
perubahan fisiologis intrakranial, yang terdiri dari peningkatan permeabilitas pada darah,
daerah pertahanan otak (barieroak), edema serebral danpeningkatan TIK Pada infeksi
akut pasien meninggal akibat toksin bakteri sebelum terjadi meningitis. Infeksi terbanyak
dari pasien ini dengan kerusakan adrenal, kolaps sirkulasi dan dihubungkan dengan
meluasnya hemoragi (pada sindromWaterhouse-Friderichssen) sebagai akibat terjadinya
kerusakan endotel dan nekrosis pembuluh darah yang disebabkan oleh meningokokus.
Pathway
A. Pathway

Faktor-faktor predisposisi mencakup: infeksi jalan napas bagian a tas,


otitismedia, mastoiditis, anemia sel sabit, dan hemoglobinopatis lain, prosedur
bedah sa raf baru, trauma kepala dan pengaruh immunologis

Invasi bakteri, virus ke jaringan serebral via saluran vena


nasofaring posterior, telinga bagian tengah, dan saluran mastoid

Reaksi peradangan jaringan serebral

Eksudat meningitis Gangguan metabolisme serebral Hipoperfusi

Trombus daerah korteks dan


aliran da rah serebral menurun

Kerusaka n adrenal, kolaps sirkulasi,


kerusakanendotel, dan nekrosis pembuluh
darah

Infeksi/septikimia jaringan otak Risiko Infeksi

Iritasi meningen

Nyeri kepala , demam


Perubaha n fisiologis intrakra nial

Hipertermi, Edema serebral dan Peningkatan permeabilitas darah


Nyeri Akut
peningkatan TIK otak

Penuruna n Takikardi
Adhesi Perubaha n Perubaha n
Peneka nan area tingkat
menurun, tingkat ga strointestinal
vokal kortikal kesadaran
kelumpuhan kesa daran,
saraf perubaha n Ketidak
Kaku kuduk,tanda Mual
perilaku, Penurunan efektifan
muntah
kernig (+), tanda disorientasi kema mpuan perfusi
burzinski Koma
batuk, jaringan
peningkatan serebral
Kelema han Risiko
Kematian produksi
Kejang fisik Defisit
mukus
cairan
Ansietas,
Risikocedera Koping
Defisit Ketidakefektifan pola
keluarga tidak napas, bersihan jalan napas
perawatan diri
efektif
E. MANIFESTASI KLINIS
Gejala meningitis diakibatkan dari infeksi dan peningkatan TIK :
1. Sakit kepala dan demam (gejala awal yang sering
2. Perubahan pada tingkat kesadaran dapat terjadi letargik, tidak responsif, dan koma.
3. Iritasi meningen mengakibatkan sejumlah tanda sebagai berikut:
a. Rigiditas nukal ( kaku leher ). Upaya untuk fleksi kepala mengalami kesukaran
karena adanya spasme otot-otot leher.
b. Tanda kernik positip: ketika pasien dibaringkan dengan paha dalam keadan fleksi
kearah abdomen, kaki tidak dapat di ekstensikan sempurna.
c. Tanda brudzinki : bila leher pasien di fleksikan maka dihasilkan fleksi lutut dan
pinggul. Bila dilakukan fleksi pasif pada ekstremitas bawah pada salah satu sisi
maka gerakan yang sama terlihat peda sisi ektremita yang berlawanan.
4. Mengalami foto fobia, atau sensitif yang berlebihan pada cahaya.
5. Kejang akibat area fokal kortikal yang peka dan peningkatan TIK akibat eksudat
purulen dan edema serebral dengan tanda-tanda perubahan karakteristik tanda-tanda
vital(melebarnya tekanan pulsa dan bradikardi), pernafasan tidak teratur, sakit kepala,
muntah dan penurunan tingkat kesadaran.
6. Adanya ruam merupakan ciri menyolok pada meningitis meningokokal.
7. Infeksi fulminating dengan tanda-tanda septikimia : demam tinggi tiba-tiba muncul,
lesi purpura yang menyebar, syok dan tanda koagulopati intravaskuler diseminata

F. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
1. Analisis CSS dari fungsi lumbal :
a) Meningitis bakterial : tekanan meningkat, cairan keruh/berkabut, jumlah sel darah
putih dan protein meningkat glukosa meningkat, kultur positip terhadap beberapa
jenis bakteri.
b) Meningitis virus : tekanan bervariasi, cairan CSS biasanya jernih, sel darah putih
meningkat, glukosa dan protein biasanya normal, kultur biasanya negatif, kultur
virus biasanya dengan prosedur khusus.
2. Glukosa serum : meningkat ( meningitis )
3. LDH serum : meningkat ( meningitis bakteri )
4. Sel darah putih : sedikit meningkat dengan peningkatan neutrofil
( infeksi bakteri )
5. Elektrolit darah : Abnormal .
6. ESR/LED : meningkat pada meningitis
7. Kultur darah/ hidung/ tenggorokan/ urine : dapat mengindikasikan daerah pusat
infeksi atau mengindikasikan tipe penyebab infeksi
8. MRI/ skan CT : dapat membantu dalam melokalisasi lesi, melihat ukuran/letak
ventrikel; hematom daerah serebral, hemoragik atau tumor
9. Ronsen dada/kepala/ sinus ; mungkin ada indikasi sumber infeksi intra kranial.

G. KOMPLIKASI
1. Hidrosefalus obstruktif
2. MeningococcL Septicemia ( mengingocemia )
3. Sindrome water-friderichen (septik syok, DIC,perdarahan adrenal bilateral)
4. SIADH ( Syndrome Inappropriate Antidiuretic hormone )
5. Efusi subdural
6. Kejang
7. Edema dan herniasi serebral
8. Cerebral palsy
9. Gangguan mental
10. Gangguan belajar
11. Attention deficit disorder

H. PENATALAKSANAAN
Penatalaksanaan medis lebih bersifat mengatasi etiologi dan perawat perlu menyesuaikan
dengan standar pengobatan sesuai tempat bekerja yang berguna sebagai bahan kolaborasi
dengan tim medis. Secara ringkas penatalaksanaan pengobatan meningitis meliputi
pemberian antibiotic yang mampu melewati barier darah otak ke ruang subarachnoid
dalam konsentrasi yang cukup untuk menghentikan perkembangbiakan bakteri. Biasanya
menggunakan sefaloposforin generasi keempat atau sesuai dengan hasil uji resistensi
antibiotik agar pemberian antimikroba lebih efektif digunakan.
Obat anti-infeksi (meningitis tuberkulosa):

1. Isoniazid 10-20 mg/kgBB/24 jam, oral, 2x sehari maksimal 500 mg selama 1


setengah tahun.
2. Rifampisin 10-15 mg/kgBB/24 jam, oral, 1 x sehari selama 1 tahun.
3. Streptomisin sulfat 20-40 mg/kgBB/24 jam, IM, 1-2 x sehari selama 3 bulan.

Obat anti-infeksi (meningitis bakterial):


1. Sefalosporin generasi ketiga
2. Amfisilin 150-200 mg/kgBB/24 jam IV, 4-6 x sehari
3. Klorafenikol 50 mg/kgBB/24 jam IV 4 x sehari.
Pengobatan simtomatis:
1. Antikonvulsi, Diazepam IV; 0,2-0,5 mgkgBB/dosis, atau rectal: 0,4-0,6 mg/kgBB,
atau fenitoin 5 mg/kgBB/24 jam, 3 x sehari atau Fenobarbital 5-7 mg/kgBB/24 jam,
3 x sehari.
2. Antipiretik: parasetamol/asam salisilat 10 mg/kgBB/dosis.
3. Antiedema serebri: Diuretikosmotik (seperti manitol) dapat digunakan untuk
mengobati edema serebri.
4. Pemenuhan oksigenasi dengan O2.
5. Pemenuhan hidrasi atau pencegahan syok hipovolemik: pemberian tambahan volume
cairan intravena.
I. Konsep Asuhan Keperawatan
1) Pengkajian
a. Pengumpulan Data
 Data Demografi
Umunya epidemi meningitis terjadi di daerah dengan populasi tinggi, seperti
asrama, daerah dengan rumah yang padat dan penjara.( Donna Ignativicus,1995)
 Riwayat Kesehatan
a) Riwayat Kesehatan Sekarang
Umumnya paien meningitis datang dengan keluhan penurunan kesdaran
dan nyeri kepala yang hebat. Riwayat kesehatan saat dikaji meliputi
tentang proses perjalanan penyakit sampai timbulnya keluhan, faktor apa
saja memperberat dan meringankan keluhan dan bagaimana cara klien
menggambarkan apa yang dirasakan, daerah terasanya keluhan, semua
dijabarkan dalam bentuk PQRST.
b) Riwayat Penyakit Dahulu
Kaji apakah klien pernah mengalami infeksi pada traktus respirasi,
telinga, hidung dan sinus.Kaji apakah klien pernah mengalami trauma
kepala atau fraktur tulang tengkorak.Kaji apakah pernah mendapat therapi
imunosuprsan, prosedur pembedahan terutama neurologis, telinga dan
hidung.kaji apakah klien pernah mendapat chemotherapi.
c) Riwayat kesehatan keluarga
Kaji apakah ada anggota keluarga yang menderita penyakit menular,
adanya kontak dengan penderita TB, riwayat keluarga yang mempunyai
penyakit yang sama dengan klien atau adanya penyakit keturunan, bila
ada cantumkan genogram.
 Pemeriksaan Fisik
a) Pemeriksaan Umum
 Suhu tubuh lebih dari 38 C.
 Nadi cepat, tapi jika terjadi peningkatan tekanan intra kranial nadi
menjadi cepat.
 Nafas lebih dari 24 x/menit
b) Sistem Pernafasan
Kaji apakah ada pernafasan cuping hidung dan sianosis akibat hipoksia,
kaji adanya nyeri tekan pada daerah sinus, kaji adanya perubahan tipe dari
pola pernafasan akibat peningkatan TIK/ daerah serebral. Kaji adanya
suara ronchi atau wheezing akibat penumpukan sekret disaluran nafas dan
kemampuan bernafas klien karena pasien dengan kesadaran menurun
memerlukan upaya membebaskan jalan nafas. pasien yang menderita
tekanan intrakranial perlu mendapat tambahan oksigen guna mencegah
hipoksia.
c) Sistem Kardiovaskular
Kaji warna konjungtiva akibat penurunan intake nutrisi yang
menyebabkan Hb berkurang, kaji perubahan pada frekuensi (tersering
adalah bradikardia) dan disritmia yang mencerminkan trauma/ tekanan
batang otak pada tidak adanya penyakit jantung yang mendasari.Kaji
peningkatan sistolik dari tekanan darah akibat herniasii yang bisa
menyebabkan asheni pada puast vasomotor yang merangsang serabut
vasoconstrictor.
Bila tekanan intracranial terus berlanjut kaji penurunan tekanan darah,
terutama diastolic.Kenaikan sistolic yang disusul dengan penurunan
tekanan darah yang tajam biasanya terjadi bila kondisi pasien memburuk.
Kaji adanya perlambatan nadi akibat tekanan pada pusat vasomotor juga
meningkatkan transmisi impuls parasimpatis melalui nervus vagus ke
jantung; sebagai akibatnya nadi menjadi lambat.
d) Sistem Pencernaan
Kaji kelembapan mukosa bibir karena dehidrasi akibat hipertermi, kaji
adanya mual dan muntah yang dapat menurunkan nafsu makan. Kaji
kemampuan makan akibat adanya parese pada syaraf kranial N V,VII kaji
bising usus akibat adanya penurunan cardiac output dapat menyebakan
menurunnya peristaltik usus dan dapat meningkatkan transit time feses
sehingga mudajh terjadi konstipasi.
e) Sistem Muskuloskeletal
Kaji adanya kelemahan otot yang prgresif akibat kompresi pada jalur
neuron motorik atas (jalur coticospinal) menghentikan transmisi impuls
ke neuron bawah.Kaji adanya nyeri pada otot akibat perubahan posisi
seperti fleksi pada leher dan pinggul.
f) Sistem Persyarafan
Kaji tingkat kesadaran dan GCS (kemapuan visual, verbal dan motorik)
klien), orientasi klien terhadap orang,tempat dan waktu juga kemampuan
memory. Kaji saraf kranial NII,IV, VII dan VIII yaitu adanya reaksi pupil
terhadap cahaya, palsi okular, nistagmus diplopia, paresis fasial, ketulian
dan vertigo. Kaji adanya hiperalgesia (meningkatnya sensitivitas
nyeri).Adanya congesti venosus dan ketegangan pembuluh darah intra
cranial karena tekanan otak meningkat dapat mengakibatkan nyeri
kepala.Sakit kepala karena adanya ICP biasany intensitasnya semakin
meningkat bila batuk, mengedan pada waktu BAB, membungkuk.Sakit
kepala biasnya muncul pada pagi hari dan dapat membangunkan pasien
dari luar.
Tes meningen:
1. Tanda Brudzinski
Pada adanya iritasi meningeal, maka gerakan fleksi di sendi panggul
dengan tungkai dalam posisi lurus (di sendi lutut), membangkitkan
secara reflektorik gerakan fleksi di sendi lutut dan panggul tungkai
kontralateral.
Gerakan reflektorik itu mencegah timbulnya nyeri yang dapat
dibangkitkan oleh peregangan radiks-radiks saraf spinal. Cara
membnagkitkan tanda tersebut adalah dengan cara pasien berbaring
dalam posisi terlentang. Salah satu tungkai diangkat dalam sikap lurus
di sendi lutut dan ditekukan di sendi panggul. Tes ini adalah positif
apabila pada tungkai kontralateral timbul gerakan fleksi reflektorik di
sendi lutut dan juga di sendi panggul.
2. Tanda Leher Brudzinski
Pada adanya iritasi meningeal, maka gerakan fleksi leher akan disusul
secara reflektorik oleh gerakan fleksi pada kedua tungkai di sendi lutut
dan panggul. Gerakan fleksi reflektorik itu mencegah timbulnya nyeri
akibat pergerakan radiks-radiks dorsalis.Cara memangkitkan tanda
tersebut adalah pasien berbaring dan terlentang.Kepala difleksikan
sehingga dagu menyentuh sternum.Tes ini adalah positif (ada iritasi
meningeal) apabila gerakan fleksi pasif kepala itu disusul oleh gerakan
fleksi di sendi lutut dan panggul kedua tungkai secara reflektorik.
3. Sistem Perkemihan
Kaji adanya retensiatau inkontinensia.
4. Sistem Integumen
Kegagalan pusat termoregulatotor karena tekanan timbul kemudian
pada peningkatan tekanan intracranial bila peningkatan terus
meningkat, sehingga suhu tidak terkendali.Hipertermi perlu diamati
karena ini bisa menaikan tingkat metbolisme pada jaringan otak. Kaji
adanya rash makular merah terdapat pada meningitis meningococcal
dan kaji adanya perdarahan sub kutan.
 Data psikologis
Pasien merasa takut dan cemas akibat keluhan demam, nyeri kepala hebat, nausea,
vomitus dan mengantuk.Kaji adanya perubahan status mental, perilaku dan
kepribadian.
 Data social
Biasanya didapatkan interaksi klien dengan lingkungannya menjadi menurun
dikarenakan adanya penurunan kesdaran dan disorientasi klien terhadap
lingkungan.
 Data spiritual
Kaji tentang keyakinan atau persepsi klien terhadap penyakitnya. Biasanya klien
akan merasa kesulitan dalam menjalankan ibadahnya.
 Data Penunjang
a) Pemeriksaan Laboratorium
 Pemeriksaan CSF (Cerebro spinal Fluid) : jumlah sel, protein dan
konsentrasi glukosa. Konsentrasi glukosa untuk menntukan, kultur,
sensitivitas dan Gram.
 Pemeriksaan CIE untuk menentukan adanya virus atau protozoa di
CSF. CIE juga mengindikasikan bahwa klien pernah mndapat
antibiotik sebelumnya.Untuk identifikasi kemunngkinan sumber
penyebab infeksi, specimen untuk kultur.
 Pemeriksaan CBC (Complete Blood Count) : jumlah leukosit yang
biasanya meningkat lebih dari angka nilai normal. Serum glukosa
berbanding dengan jumlah glukosa CSF.
 Kultur darah, urine, tenggorok dan hidung.
 Jumlah natrium karena dalam meningitis biasanya terjadi
hiponatremi.
b) Pemeriksaan Diagnostik
 CT Scan: menggambarkan adanya edema serebral/ penyakit
neurologis lainnya.
 Foto rontgen kepala : identifikasi adanya sinus yang terinfeksi

2) Analisa Data

No. Data Etiologi Masalah Keperawatan


1. DS: Nyeri kepala, Faktor-faktor Gangguan perfusi
predisposisi
Pusing, kehilangan jaringan serebral

memori, bingung, Invasi bakteri, virus ke
jaringan serebral
kelelahan, kehilangan

visual, kehilangan Reaksi peradangan
jaringan serebral
sensasi.

DO: Bingung / Gangguan metabolisme
serebral
disorientasi, penurunan ↓
Trombus daerah korteks
kesadaran, perubahan
dan aliran darah serebral
status mental, gelisah, menurun

perubahan motorik,
Kerusakan adrenal,
dekortikasi, deserebrasi, kolaps sirkulasi,
kerusakanendotel, dan
kejang, dilatasi pupil,
nekrosis pembuluh
edema papil darah

Infeksi/septikimia
jaringan otak

Iritasi meningen

Perubahan fisiologis
intracranial

↑ Permeabilitas darah
otak

Bradikardi
2. DS : klien mengeluh Faktor-faktor Nyeri Akut
predisposisi
nyeri pada kepala

DO : Invasi bakteri, virus ke
jaringan serebral
- Gelisah

- Perilaku distraksi Reaksi peradangan
jaringan serebral
- Ekspresi wajah

tegang, menahan Gangguan metabolisme
serebral
nyeri

- skala nyeri > 7 Trombus daerah korteks
dan aliran darah serebral
menurun

Kerusakan adrenal,
kolaps sirkulasi,
kerusakanendotel, dan
nekrosis pembuluh
darah

Infeksi/septikimia
jaringan otak

Iritasi meningen

Perubahan fisiologis
intracranial

Nyeri kepala
3. DS :Pasien mengeluh Faktor-faktor Hipertemi
predisposisi
panas. Pasien

mengatakan badannya Invasi bakteri, virus ke
jaringan serebral
terasa lemas/ lemah

DO : Suhu tubuh >37oC Reaksi peradangan
jaringan serebral
- Takikardia

- Mukosa bibir Gangguan metabolisme
serebral
kering

Trombus daerah korteks
dan aliran darah serebral
menurun

Kerusakan adrenal,
kolaps sirkulasi,
kerusakanendotel, dan
nekrosis pembuluh
darah

Infeksi/septikimia
jaringan otak

Iritasi meningen

Perubahan fisiologis
intracranial

Demam

3) Diagnosa Keperawatan
a. Gangguan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan peningkatan tekanan
intrakranial.
b. Nyeri Akut berhubungan dengan agens cedera (peradangan pada selaput otak)
c. Hipertermi berhubungan dengan penyatkit (proses peradangan pada selaput otak)
d. Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan kerusakan neuromuskuler,penurunan
kekuatan/ ketahanan, kerusakan persepsi/ kognitif, nyeri/ ketidaknyamanan, terapi
pembatasan
e. Ansietas berhubungan dengan krisis situasi;transmisi interpersonal dan keikutsertaan
mersakan, ancaman kematian/ perubahan dalam status kesehatan (keterlibtan otak),
pemisahan dari sistem pendukung (hospitalisasi).
f. Defisiensi pengetahuan (kebutuhan belajar) mengenai penyebab infeksi dan kebutuhan
pengobatan berhubungan dengan kurang pemajanan,kesalahan interpreasi informasi,
kurang mengingat, keterbatasan kognitif
4) Intervensi Keperawatan

No Diagnosa Keperawatan NOC NIC


1. Gangguan perfusi jaringan Setelah diberikan asuhan keperawatan Cerebral Perfusion Promotion
selama …. x 24 jam diharapkan
serebral berhubungan 1. Pantau tingkat kerusakan perfusi jaringan
tercapai gangguan perfusi jaringan
dengan peningkatan serebral, dengan kriteria hasil: serebral, seperti status neurologi dan adanya
Tissue perfusion : Cerebral (Perfusi
tekanan intrakranial. penurunan kesadaran.
jaringan serebral)
1. Tekanan darah sistolik normal 2. Konsultasikan dengan dokter untuk
(120 mmHg) (skala 5 = no
menentukan posisi kepala yang tepat (0, 15,
deviation from normal range)
2. Tekanan darah diastolik normal atau 30 derajat) dan monitor respon klien
(80 mmHg) (skala 5 = no
terhadap posisi tersebut.
deviation from normal range)
3. Tidak ada sakit kepala (skala 5 = 3. Monitor status respirasi (pola, ritme, dan
none)
kedalaman respirasi; PO2, PCO2, PH, dan level
4. Tidak ada agitasi (skala 5 =
none) bikarbonat)
5. Tidak ada syncope (skala 5 =
4. Monitor nilai lab untuk perubahan dalam
none)
6. Tidak ada muntah (skala 5 = oksigenasi
none)
Oxygen Therapy
Seizure Control 5. Pertahankan kepatenan jalan nafas.
1. Pasien tidak mengalami kejang
6. Monitor aliran oksigen.
(skala 5 = Consistenly
Demonstrated) Vital Signs Monitoring
2. Lingkungan sekitar pasien dalam
7. Monitor tanda-tanda vital
keadaan aman (skala 5 =
Consistenly Demonstrated) 8. Ukur tekanan darah setelah klien
mendapatkan medikasi/terapi.
Seizure management
9. Monitor secara langsung mata dan kepala
selama kejang
10. Monitor status neurologik
11. Monitor TTV
12. Dokumentasikan informasi tentang kejadian
kejang
13. Berikan antikonvulsan Phenytoin 3x100
mg/IV dan neuroprotektorCiticolin 3x250
mg/IV
Seizure Precautio
14. Hindarkan barang-barang yang berbahaya dari
sekitar pasien
15. Jaga ikatan disamping tempat tidur
16. Pasang tiang pengaman
17. Gunkan paddle pada sisi tempat tidur
2. Nyeri Akut berhubungan Setelah dilakukan tindakan Manajemen nyeri
Keperawatan selama … x 24 jam klien 1. Lakukan pengkajian nyeri secara
dengan agens cedera
mampu mencapai : komprehensif (lokasi, karateristik, durasi,
(peradangan pada selaput Tingkat nyeri dengan indicator : frekuensi, kualitas, dan factor presipitasi.
- Skala nyeri berkurang / menurun
otak) 2. Observasi reaksi non verbal dari
Kontrol nyeri dengan indicator : ketidaknyamanan.
- Klien melaporkan bahwa nyeri 3. Gunakan teknik kom. terapetik untuk
berkurang dengan menggunakan mengetahui Pengalaman nyeri klien.
manajemen nyeri. 4. Kaji kultur/ budaya yang mem pengaruhi
respor nyeri.
Tingkat kenyamanan, dengan 5. Evaluasi pengalaman nyeri masa lampau.
indicator :
- Klien melaporkan kebutuhan tidur 6. Evaluasi bersama klien dan tim kes-lain
dan istirahat tercukupi tentang ketidak efektifan kontrol nyeri masa
lampau.
Diseruptive nyeri efect, dengan 7. Bantu klien dan keluarga untuk mencari dan
indicator : menemukan dukungan.
- Klien mampu menggunakan 8. Kontrol lingkungan yang dapat
metode non formakologi untuk mempengaruhi nyeri (suhu ruangan
mengurangi nyeri. pencahayaan, dan kebisingan)
9. Kurangi factor presipitasi nyeri.
10. Pilih dan lakukan penanganan nyeri
(farmokologi, non farmakologi dan
interpersonal)
11. Kaji tipe dan sumber nyeri untuk menentukan
intervensi.
12. Ajarkan tentang teknik non farmakologi.
13. Berikan analgetik untuk mengurangi nyeri.
14. Evaluasi kefektivan kontrol nyeri
15. Tingkatkan istirahat
16. Kolaborasi dengan dokter jika ada keluhan
dan tindakan nyeri tidak berhasil.
17. Monitor penerimaan klien tentang manajemen
nyeri.

Andministrasi Analgetik
1. Tentukan lokasi, karateristik kualitas, dan
derajat nyeri sebagai pemberian obat.
2. Cek instruksi dokter tentang jenis obat, dosis
dan fekkuensi.
3. Cek riwayat alergi
4. Pilih analgenik yang diperlukan atau
kombinasi dari analgetik ketika pemberian
lebih dari satu.
5. Tentukan pilihan analgesik tergantung tipe
dan beratnya nyeri.
6. Tentukan analgetik pilihan rute pemberian
dan dosis optimal.
7. Pilih rute pemberian secara iv-im untuk
pengobatan nyeri secara teratur
8. Monitor vital sign sebelum dan sesudah
pemberian analgesik pertama kali
9. Berikan analgesik tepat waktu terutama saat
nyeri hebat.
10. Evaluasi efektifitas analgesik tanda dan gejala
(efek sampingan)

3. Hipertermi berhubungan Setelah dilakukan tindak-an perawatan Pengaturan Panas (3900)


selama … X 24 jam suhu badan pasien 1. Monitor suhu sesuai kebutuhan
dengan penyatkit (proses
normal, dengan kriteria : 2. Monitor tekanan darah, nadi dan respirasi
peradangan pada selaput 3. Monitor suhu dan warna kulit
Termoregulasi (0800) 4. Monitor dan laporkan tanda dan gejala
otak)
- Suhu kulit normal hipertermi
- Suhu badan 35,9˚C- 37,3˚C 5. Anjurkan intake cairan dan nutrisi yang
- Tidak ada sakit kepa-la / pusing adekuat
- Tidak ada nyeri otot 6. Ajarkan klien bagaimana mencegah panas
- Tidak ada perubahan warna kulit yang tinggI
- Nadi, respirasi dalam batas normal 7. Berikan obat antipiretik
- Hidrasi adequate 8. Berikan obat untuk mencegah atau me-
- Pasien menyatakan nyaman ngontrol menggigil
- Tidak menggigil
- Tidak iritabel / gra-gapan / kejang Pengobatan Panas (3740)
1. Monitor suhu sesuai kebutuhan
2. Monitor IWL
3. Monitor suhu dan warna kulit
4. Monitor tekanan darah, nadi dan respirasi
5. Monitor derajat penurunan kesadaran
6. Monitor kemampuan aktivitas
7. Monitor leukosit, hematokrit, Hb
8. Monitor intake dan output
9. Monitor adanya aritmia jantung
10. Dorong peningkatan intake cairan
11. Berikan cairan intravena
12. Tingkatkan sirkulasi udara dengan kipas
angin
13. Dorong atau lakukan oral hygiene
14. Berikan obat antipiretik untuk mencegah
klien menggigil / kejang
15. Berikan obat antibiotic untuk mengobati
penyebab demam
16. Berikan oksigen
17. Kompres dingin diselangkangan, dahi dan
aksila.
18. Anjurkan klien untuk tidak memakai selimut
19. Anjurkan klien memakai baju berbahan
dingin, tipis dan menyerap keringat

Manajemen Lingkungan (6480)


1. Berikan ruangan sendiri sesuai indikasi
2. Berikan tempat tidur dan kain / linen yang
bersih dan nyaman
3. Batasi pengunjung

Mengontrol Infeksi (6540)


1. Anjurkan klien untuk mencuci tangan
sebelum makan
2. Gunakan sabun untuk mencuci tangan
3. Cuci tangan sebelum dan sesudah me-
lakukan kegiatan perawatan klien
4. Ganti tempat infuse dan bersihkan sesuai
dengan SOP
5. Berikan perawatan kulit di area yang odem
6. Dorong klien untuk cukup istirahat
7. Lakukan pemasangan infus dengan teknik
aseptik
8. Anjurkan klien minum antibiotik sesuai advis
dokter
b. Daftar Pustaka
Doenges, Marilynn (2018) Rencana Asuhan Keperawatan : Pedoman Asuhan Pasien
Anak-Dewasa. Ed. 9, Volume 2, Jakarta : EGC
Harsono. (2015). Buku Ajar Neurologi Klinis (6th ed.). Yogyakarta: Gadjah Mada
University Press.
Long, Barbara C. 2006. Perawatan Medikal Bedah : Suatu Pendekatan Proses
Keperawatan. Bandung : yayasan Ikatan Alumni Pendidikan Keperawatan.
L. Betz, Cecily, Linda A. Sowden. 2009. Buku Saku Keperawatan Pediatric.Jakarta :
EGC
Price, Sylvia Anderson. (2008). Pathophysiology : Clinical Concepts Of Disease
Processes. Alih Bahasa Peter Anugrah. Ed. 4.Jakarta : EGC
Smeltzer, Suzanne C & Bare,Brenda G.(2011).Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah
Brunner & Suddarth.Alih bahasa, Agung Waluyo,dkk.Editor edisi bahasa
Indonesia, Monica Ester.Ed.8.Jakarta : EGC.
Tucker, Susan Martin et al. Patient care Standards : Nursing Process, diagnosis, And
Outcome. Alih bahasa Yasmin asih.Ed. 5.Jakarta : EGC; 2005.
Tunkel AR, Hartman BJ, Kaplan SL et al. Practice guidelines for the management of
bacterial meningitis. Clinical Infectious Diseases 2004; 39: (9) 1267-84

Anda mungkin juga menyukai