Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Allah Ta’ala atas limpahan rahmat dan
karunia-Nya sehingga makalah yang berjudul “SENTRALISASI” dapat kami selesaikan
dengan baik.Kami sebagai penulis berharap Makalah ini dapat menambah pengetahuan dan
pengelaman bagi pembaca tentang bagaimana sentralisasi dalam pemerintahan di
Indonesia.Begitu pulah atas pelimpahan kesehatan dan kesempatan yang Allah SWT karunia
kepada kami sehingga makalah ini dapat kami susun melalui beberapa sumber yakni melalui
kajian pustaka maupun media internet.
Harapan kami,informasi dan materi yang terdapat dalam makalah ini dapat bermanfaat bagi
pembaca.Tiada yang sempurna di dunia,melaikan Allah SWT. Tuhhan yang maha
sempurna,karena itu kami memohon kritik dan saran yang membangun bagi perbaikan
makalah kami selanjutnya.Demikian mkalah ini kami buat,apabila terdapat kesalahan dalam
penulisan,ataupun adanya ketidaksesuaian materi yang kami angkat pada makalah ini,kami
mohon maaf.Kami selaku penulis menerima kritik dan saran seluas-luasnya dari pembaca
agar bisa membuat karya makalah yang lebih baik di kesempatan berikutnya
DAFTAR ISI
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Sentralisasi merupakan salah satu fungsi dalam manajemen suatu organisasi. Dan
berfungsi untuk memusatkan seluruh wewenang sejumlah kecil manajer atau yang
berada di posisi puncak pada suatu struktur organisasi. Dan sentralisasi memiliki
kelebihan seperti lebih mudah untuk menerapkan kebijakan umum dan praktek untuk
bisnis secara keseluruhan, mencegah bagian lain dari bisnis menjadi mandiri, lebih
mudah untuk mengkoordinasikan dan mengendalikan dari pusat, lebih cepat
pengambilan keputusan untuk menunjukan kepemimpinan yang kuat.
Sedangkan penyerahan urusan pemerintah dari pusat kepada daerah. Pelimpahan
wewenang kepada pemerintah daerah semata-mata untuk mencapai sesuatu
pemerintahan yang efisien. Yang memiliki fungsi harus meningkatkan motivasi staf,
keputusan yang dibuat lebih dekat dengan pelanggan, konsisten dengan bertujuan
untuk menyanjung hirarki, cara yang baik untuk melatih dan mengembangkan
manajemen junior.
Untuk mengatasi kelemahan sistem informasi manajemen seperti dengan
meningkatkan efisiensi operasional yaitu menginvestasikan didalam teknologi sistem
informasi yang dapat menolong operasi perusahaan menjadi lebih efisien,
memperkenalkan inovasi dalam bisnis yaitu penggunaan ATM dalam perbankan
merupakan contoh yang baik dari inovasi teknologi sistem informasi. Membangun
sumber – sumber informasi strategis yaitu teknologi sistem informasi memampukan
perusahaan untuk membangun sumber informasi strategis sehingga mendapat
kesempatan dalam keuntungan strategis.
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan
1. Mahasiswa memahami hal – hal yang berhubungan dengan sentralisasi dan
desentralisasi
2. Mengetahui Pengertian Sentralisasi
3. Mengetahui Kelebihan Sentralisasi
4. Mengetahui Kelemahan Sentralisasi
5. Mengetahui Dampak Positif dan Negatif Sentralisasi
6. Mengetahui Pengertian Desentralisasi
7. Mengetahui Kelebihan Desentralisasi
8. Mengetahui Kelemahan Desentralisasi
9. Mengatahui Dampak Positif dan Negatif Desentralisasi
10. Memenuhi tugas mata kuliah pengantar manajemen
BAB II
PEMBAHASAN
Pada umumnya disepakati bahwa sentralisasi merujuk pada sejauh mana pengambilan
keputusan terkonsentrasi pada suatu titik didalam organisasi. Konsentrasi pengambilan
keputusan yang tinggi bermakna tingkat sentralisasi yang tinggi, sebaiknya konsentrasi yang
rendah menunjukan tingkat sentralisasi yang rendah pula atau dapat disebut desentralisasi,
sentralisasi berkaitan dengan penyebaran kewenangan untuk mengambil keputusan didalam
otganisasi. Menurut Robbins, penyebaran tersebut bukan penyebaran yang bersifat geografis.
1. Kelebihan Sentralisasi
a. Organisasi menjadi lebih ramping dan efisien. Seluruh aktivitas organisasi terpusat
sehingga pengambilan keputusan lebih mudah.
b. Perencanaan dan pengembangan organisasi lebih terintegrasi. Tidak perlu jenjang
koordinasi yang terlalu jauh antara unit pengambilan keputusan dan yang akan
melaksanakan atau terpengaruh oleh pengambilan keputusan tersebut.
c. Peningkatan resource sharing (berbagi sumberdaya) dan sinergi. Sumberdaya dapat
dikelola secara lebih efisien karena dilakukan secara terpusat.
d. Pengurangan redun dan ciesaset dan fasilitas lain. Satuan set dapat dipergunakan
secara bersama-sama tanpa harus menyediakan set yang sama untuk pekerjaan yang
berbeda-beda.
e. Perbaikan koordinasi. Koordinasi menjadi lebih mudah karena adanya unity of
command (kesatuan komando).
f. Pemusatan expertise (keahlian). Keahlian dari anggota organisasi dapat dimanfaatkan
secara maksimal karena pimpinan dapat member wewenang.
2. Kelemahan Sentralisasi
Otonomi Daerah yang diatur dalam Pasal 18 (2) & (5) UUD 1945 memberikan
kewenangan kepada daerah untuk mengatur dan mengurus sendiri pemerintahannya. Otonomi
Daerah juga dipertegas dengan UU No. 23 Tahun 2014 yang secara khusus mengatur
mengenai Pemerintahan Daerah.Otonomi Daerah memiliki tiga tujuan utama, yaitu
1) kesejahteraan masyarakat,
2) daya saing daerah, dan
3) peningkatan efisiensi dan efektifitas penyelenggaraan pemerintahan daerah.
Tiga hal ini merupakan tujuan Otonomi Daerah yang sebelumnya sulit dilaksanakan
akibat sentralisasi.Pada Orde Lama pemerintahan Ir. Soekarno, Indonesia menerapkan
sentralisasi yang semua urusan pemerintahan masih terpusat di pemerintah pusat. Namun
diberlakukannya sentralisasi di era Orde Lama memiliki tujuan untuk menyatukan dan
mengeratkan NKRI, mengingat pada awal Indonesia merdeka masih terdapat beberapa daerah
yang hendak emmerdekakan diri.
Pada era Orde Baru pemerintahan Jend. Purn. Soeharto, Indoensia juga masih
menerapkan sentralisasi. Penerapan sentralisasi pada masa itu bertujuan untuk menjaga
stabilitas politik dan ekonomi nasional. Namun pada perjalanannya implementasi penerapan
sentralisasi di era Orde Baru tidak sesuai dengan semnangat masyarakat dan malah terjadi
abuse of power, sehingga terjadi evaluasi besar-besaran terhadap sistem sentralisasi.Pada
awal Reformasi, sentralisasi dirubah menjadi desentralisasi dengan diundangkannya UU
pelopor utama desentralisasi yaitu UU No. 22/1999 tentang Pemerintahan Daerah dan UU
No. 25/1999 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Daerah, kedua
UU tersebut dilahirkan pada massa Presiden Habibie.
Otonomi Daerah yang berjalan di era Reformasi memberikan kewenangan kepada daeah
dalam bentuk desentralisasi (penyerahan wewenang) kepada Kabupaten dan Kota, dan
memberikan kewenangan Dekonsentrasi (pelimpaha wewenang) sekaligus desentralisasi pada
Provinsi. Sehingga Provinsi masihlah perpanjangan tangan dari pemerintah pusat.Otonomi
daerah terlaksana akibat adanya disharmoni antara kebijakan pusat terhadap daerah, karena
pusat dianggap tidak begitu mengetahui apa kebutuhan daerah, dan yang paling mengerti
kebutuhan daerah adalah daerah itu sendiri. Sehingga daerah diberikan kewenangannya oleh
pusat untuk mengatur dan mengurus sendiri wilayahnya.
Pemerintahan yang sentralistik dilaksanakan oleh regim Orde Baru – Soeharto kurang
lebih 32 tahun lamanya. Bahkan jika dihitung sejak Jaman Demokrasi Terpimpin yang
dilaksanakan oleh Soekarno sejak tahun 1959-1968 (Demokrasi Terpimpin) yang juga
menerapkan system pemerintahan sentralistik, maka sebetulnya rakyat negeri ini berada pada
kondisi pemerintahan sentralistik kurang lebih 39 sampai dengan 40 tahun.
Di era reformasi ini, tepatnya sejak tahun 2001, paradigma sentralisasi berubah menjadi
desentralisasi dengan diberlakukannya Undangundang No. 22 Tahun 1999 tentang
Pemerintahan Daerah dan Undang-undang No. 25 Tahun 1999 tentang Perimbangan
Keuangan Pusat dan Daerah. Kedua undang-undang itu, daerah (provinsi dan kabupaten/kota)
memperoleh kewenangan dalam bentuk otonomi daerah sebagai konsekwensi dari
desentralisasi untuk mengatur dan mengelola wilayahnya sendiri bersama-sama dengan
rakyat dengan melibatkan kearifan lokal.
Menurut kedua undang-undang ini pemerintah pusat hanya memiliki lima kewenangan,
yakni di bidang pertahanan dan keamanan; hukum; agama; fiskal; dan hubungan luar negeri.
Akan tetapi setelah kedua undangundang ini diberlakukan selama kurun waktu 2001-2004
dirasakan banyak hal yang kurang sesuai dan kurang bermanfaat baik dalam konteks
perkembangan pemerintahan daerah maupun pusat. Karena itu pada tahun 2004 dilakukan
revisi terhadap kedua undang-undang tersebut untuk kemudian lahirlah Undang-undang No.
32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah dan Undang-undang No. 33 Tahun 2004
tentang Perimbangan Keuangan Pusat dan Daera
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
DAFTAR PUSTAKA
M. Ryaas Rayid, Otonomi Daerah: Latar Belakang dan Masa Depannya, Jurnal Ilmu Politik
No. 18. Tahun. 2002
Fakrulloh Zudan dkk, Kebijakan Desentralisasi di Persimpangan, 2004.
Kansil, C.S.T dan Christine S.T Kansil. 2002. Pemerintahan Daerah Indonesia. Sinar
Grafika : Jakarta
Syamsuddin Haris, 2997, Desentralisasi Dan Otonomi Daerah, LIPI, Jakarta
Simandjuntak, R. (2015). Sistem Desentralisasi Dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia
Perspektif Yuridis Konstitusional. Journal de Jure, 7(1), 57-67.
Wijayanti, S. N. (2016). Hubungan antara pusat dan daerah dalam negara kesatuan Republik
Indonesia berdasarkan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014. Jurnal Media Hukum,
23(2), 186-199
Dokumen lain-lain:
UU No. 22 Tahun 1999 Tentang Pemerintahan Daerah
UU No. 25 Tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah
UU No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah
UU No. 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah.
Pasal 18 (2) & (5) UUD 1945