Anda di halaman 1dari 14

MATERI PERKULIAHAN PAI PERTEMUAN KEDUA

ASPEK AKHLAQ

A. PENGERTIAN AKHLAQ
Akhlak berasal dari bahasa arab “khuluqun” yang menurut lughat berarti budi pekerti atau perangai,
tingkah laku atau tabi’at. Selanjutnya definisi akhlak yang menurut bahasa berarti budi pekerti,
perangai atau tingkah laku dan tabiaat atau watak dilahirkan karena hasil perbuatan yang diulang-
ulang sehingga menjadi biasa.
Dari pengertian diatas menunjukan bahwa akhlak adalah kebiasaan atau sikap yang mendalam
dalam jiwa manusia dimana timbul perbuatan dengan mudah dan gampang tanpa
mempertimbangkan terlebih dahulu yang dilakukan berulang-ulang hingga menjadi kebiasaan dan
perbuatan itu bisa mengarah pada perbuatan yang baik atau buruk. menurut para ahli dasar akhlak
itu adalah adat kebiasaan,yang harus dinilai dengan norma-norma yang ada dalam Al-Qur an dan
Sunah Rasul, kalau sesuai dikembangkan kalau tidak harus ditinggalkan.
Abu Hamid Al-Ghazali, dalam kitab Ihyâ’ ‘Ulûm ad-Dîn memberikan pengertian bahwa

‫ َع ْنَها َتْص ُد ُر اَأْلْفَع اُل ِبُسُهْو َلٍة َو ُيْس ٍر ِم ْن َغْيِر َح اَج ٍة ِإَلى ِفْك ٍر َو َر ِو َّيٍة‬،‫َفاْلُخ ُلُق ِعَباَر ٌة َع ْن َهْيَئٍة ِفي الَّنْفِس َر اِس َخ ٍة‬
Al-khuluq adalah ungkapan kondisi jiwa yang terdalam, yang darinya melahirkan perilaku secara
gampang dan mudah (spontan), tanpa memerlukan pemikiran dan pertimbangan.
Kesadaran bahwa manusia dalam hidupnya membutuhkan manusia lainnya menimbulkan perasaan
bahwa setiap manusia terpanggil hatinya untuk berbuat yang terbaik bagi orang lain, karena Islam
mengajarkan bahwa sebaik-baik manusia adalah yang banyak mendatangkan kebaikan bagi orang
lain. Dan kesadaran manusia untuk berbuat baik sebanyak mungkin tersebut akan melahirkan sikap
peduli kepada orang lain karena Islam mengajarkan untuk berbuat baik dalam segala hal dan
melarang perbuatan yang jahat atau tercela. Karena pada dasarnya baik atau buruknya perbuatan
seseorang akan kembali kepada dirinya masing-masing.
B. AKHLAQ, ETIKA DAN MORAL
Jika diatas telah disinggung tentang pengertian dari Akhlaq, maka selanjutnya apa pengertian dari
etika dan moral, yang terkadang kita menggunakan ketiga istilah ini dalam maqam yang sama.
Apakah ada persamaannya dari ketiga istilah ini, atau berbeda diantara satu dan yang lainnya?
Berikut ini akan disajikan pengertian tentang Etika dan Moral serta persamaan dan perbedaan dati
ketiga istilah tersebut.
1. Pengertian Etika
Etika berasal dari bahasa Yunani “Ethos” dalam bentuk tunggal yang berarti kebiasaan. Etika
merupakan dunianya filsafat, nilai, dan moral yang mana etika bersifat abstrak dan berkenaan
dengan persoalan baik dan buruk. Pengertian ini menunjukan bahwa, etika ialah teori tentang
perbuatan manusia yang ditimbang menurut baik dan buruknya, yang juga merupakan pada intisari
atau sifat dasar manusia: baik dan buruk manusia. Dalam bentuk jamak (ta etha)
artinya adalah: adat kebiasaan. Dan arti terakhir inilah menjadi latar belakang bagi terbentuknya
istilah “etika” yang oleh filsuf Yunani besar Aristoteles (284-322 SM) sudah dipakai untuk
menunjukkan filsafat moral. Jadi, kita membatasi diri pada asal-usul kata ini, maka “etika” berarti:
ilmu tentang apa yang biasa dilakukan atau ilmu tentang adat kebiasaan.

1
Etika dalam arti lain merupakan ilmu pengetahuan yang berhubungan dengan upaya menentukan
perbuatan yang di lakukan manusia untuk dikatakan baik atau buruk, dengan kata lain aturan atau
pola tingkah laku yang di hasilkan oleh akal manusia. Dengan adanya etika pergaulan dalam
masyarakat akan terlihat baik dan buruknya.
Kemudian, terkait dengan terminologi etika. Terdapat istilah lain yang identik dengan kata ini, yaitu:
“Susila” (Sanskerta), lebih menunjukkan kepada dasar-dasar, prinsip, aturan hidup (sila) yang lebih
baik (su). Etika pada dasarnya mengamati realitas moral secara kritis, dan etika tidak memberikan
ajaran melainkan kebiasaan, nilai, norma dan pandangan-pandangan moral secara kritis. etika lebih
kepada mengapa untuk melakukan sesuatu itu harus menggunakan cara tersebut.
Dari beberapa pernyatan tentang etika, dapat disimpulkan bahwa, secara umum asal-mula etika
berasal dari filsafat tentang situasi atau kondisi ideal yang harus dimiliki atau dicapai manusia. Etika
juga suatu ilmu yang membahas baik dana buruk dan teori tetang moral. Selain itu, teori etika
berorientasi kepada cara pandang atau sudut pengambilan pendapat tentang bagaimana harusnya
manusia tersebut bertingkah laku di masyarakat.

2. Pengertian Moral
Moral atau moralitas berasal dari kata bahasa latin mos (tunggal), mores (jamak), dan kata moralis
bentuk jamak mores memlliki makna kebiasaan, kelakuan, kesusilaan. Dalam Kamus Besar Bahasa
Indonesia (KBBI), kata moral berarti mempunyai dua makna. Pertama, ajaran tentang baik buruk
yang diterima umum mengenai perbuatan, sikap, kewajiban, dan sebagainya; dan kedua, kondisi
mental seseorang yang membuat seseorang melakukan suatu perbuatan atau isi hati/ keadaan
perasaan yang terungkap melalui perbuatan.
Istilah lain yang sama dengan moral adalah etika dan akhlak. Etika berasal dari kata ethiek
(Belanda), ethics (Inggris), dan ethos (Yunani) yang berarti kebiasaan, kelakuan.
Istilah Moral seringkali digunakan secara silih berganti dengan akhlak. Berbeda dengan akal yang
dipergunakan untuk merujuk suatu kecerdasan, tinggi rendahnya intelegensia, kecerdikan dan
kepandaian. Kata moral atau akhlak digunakan untuk menunjukkan suatu perilaku baik atau buruk,
sopan santun dan kesesuaiannya dengan nilai-nilai kehidupan.
Akhlaq, etika dan moral masing-masing memiliki objek kajian yang sama yaitu Prilaku manusia
terkait baik dan buruk. Adapun perbedaannya dapat dilihat dari tabel berikut ini :

ASPEK SUMBER/ UKURAN BAIK BURUKNYA SEBUAH PERBUATAN SIFAT

ETIKA - Akal dan Pikiran yang disepakati dalam kebaikan - lokal


- khusus
- teoritis

MORAL - Adat Istiadat/ persetujuan masyarakat - lokal


- temporeral
- Praktis

AKHLAQ - Al-Qur’an - Universal


- Sunnah Rasul - Abadi
- Normatif

2
C. KARAKTERISTIK AKHLAQ ISLAM
Di antara ciri-ciri khas atau karakteristik akhlak Islam yang membedakan dengan moral dan etika adalah
sbb.:

1. Bersumber dari wahyu al-Qur’an dan al-Sunnah. Akhlak Islam bersumber dari wahyu al-Qur’an dan
al-Sunnah yang memiliki kebenaran mutlak dan berlaku sepanjang masa, dimana saja dan kapan
saja. Hal ini berbeda dengan moral dan etika yang bersumber dari adat istiadat suatu masyarakat
yang bersifat relatif dan boleh jadi berbeda standartnya antara satu masyarakat dengan masyarakat
lainnya.
2. Berhubungan erat dengan aspek Aqidah dan Syari’ah. Akhlak dalam Islam tidak berdiri berdiri,
tetapi berhubungan erat dengan aspek aqidah (keimanan) dan syari’ah (hukum-hukum Islam yang
bersifat praktis, baik dalam bidang ibadah, mu’amalah, jinayah maupun lainnya).
3. Bersifat Universal. Akhlak dalam Islam, bersih dan bebas dari tendensi (kecenderungan) rasialisme.
Apa yang berlaku bagi umat Islam berlaku pula bagi non muslim.Mencuri hukumnya haram, baik
terhadap harta orang muslim maupun harta non muslim. Zina hukumnya haram, baik terhadap
orang Islam maupun non muslim. Seorang muslim dan non muslim sama-sama berhak
mendapatkan keadilan di depan pengadilan.
4. Bersifat Komprehensif (menyeluruh). Akhlak dalam Islam mencakup akhlak terhadap diri sendiri;
hubungan dengan Allah SWT; dengan sesama manusia dan alam lingkungan. Hal ini berbeda dengan
moral dan etika yang hanya menekankan hubungan baik dengan sesama manusia dan
lingkungannya. Dalam pandangan masyarakat Barat, mengkonsumsi minuman keras, berjudi dan
berzina tidaklah melanggar moral dan etika, sepanjang hal itu dilakukan atas dasar suka sama suka,
bukan paksaan (perkosaan). Sebaliknya, dalam pandangan Islam, perbuatan tersebut selain
melanggar hukum (syari’ah), juga tidak sesuai bahkan bertentangan dengan al-akhlak al-karimah.
5. Bersifat Tawazun (keseimbangan). Islam menghendaki agar umatnya tidak melampaui batas dalam
segala hal. Keseimbangan merupakan sifat dasar ajaran Islam, baik keseimbangan antara jasmani
dan rohani; keseimbangan antara hubungan dengan Allah (hablun min Allah) dan hubungan sesama
manusia (hablun min al-nas); maupun keseimbangan antara urusan dunia dengan akherat.
Keseimbangan mencakup hak dan kewajiban, tidak boleh memberikan kepada individu hak–hak
yang berlebihan yang mengakibatkan kebebasan tanpa batas, juga tidak boleh memberikan
kewajiban kepada individu yang berlebihan sehingga sangat memberatkan. Keseimbangan dan
keserasian, merupakan sifat dasar akhlak dalam Islam.
6. Sesuai dengan Fitrah. Islam datang dengan membawa ajaran yang sesuai dengan fitrah manusia,
karena agama Islam datang dari Allah, sedangkan manusia dengan segala macam fitrahnya juga
diciptakan oleh Allah SWT. Oleh karena itu, sangat mustahil jika ajaran-ajaran agama Islam
bertentangan dengan fitrah manusia. Islam mengakui eksistensi manusia apa adanya dengan segala
dorongan kejiwaannya, kecenderungan fitrahnya; Islam menghaluskan fitrah dan memelihara
kemuliaan manusia dengan hukum–hukum dan ketentuan-ketentuannya. Jika manusia melampui
hukum–hukum dan ketentuan-ketentuan Allah SWT, maka dapat dipastikan mereka akan
terjerumus ke dalam lembah yang hina. Sebagaimana telah difirmankan dalam surat Attin (QS. 95 :
45) : “Sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dalam bentuk sebaik – baiknya kemudian
Kami kembalikan dia ke tempat serendah – rendahnya”.

Pada dasarnya, semua manusia dilahirkan dalam keadaan fitrah, yaitu bersih dan cenderung kepada hal-
hal yang baik, sebagaimana diungkapkan oleh hadits Nabi SAW:

3
“Tiap-tiap anak dilahirkan dalam keadaan suci (Islam). Maka ibu-bapaknya lah yang menjadikannya
beragama Yahudi, Nasrani atau Majusi”.

Dalam konteks inilah, ketika Rasulullah SAW ditanya mengenai apakah kebaikan itu? Beliau menjawab
sebagai berikut :

“Tanyakanlah kepada hatimu! Kebaikan adalah sesuatu yang menentramkan jiwa dan menenangkan
hati, sedang dosa (keburukan) ialah sesuatu yang mengacaukan jiwa dan menimbulkan kebimbangan di
dalam hati”.

Kecenderungan manusia kepada kebaikan ini terbukti dengan adanya persamaan konsep-konsep pokok
moral pada setiap peradaban. Misalnya, semua peradaban manusia sejak zaman dahulu menganggap
hubungan seks dengan sesama anggota keluarga (incest) adalah sesuatu yang buruk. Demikian pula
mengenai kebohongan, kesombongan, sikap pengecut, iri hati, dan lain-lain. Sebaliknya, semua
peradaban dunia memandang kejujuran, sikap tawadlu’ (low profile), dan ksatria sebagai suatu sikap
yang baik. Akan tetapi, ketika berhubungan dengan lingkungan, norma-norma moral kemudian
berinteraksi dengan ruang dan waktunya masing-masing. Masyarakat di Eropa dewasa ini mungkin
memandang bahwa hubungan seks di luar nikah adalah sesuatu yang lumrah adanya. Demikian pula
hubungan antara orang tua dengan anak. Oleh sebab itu, moral atau akhlak harus memiliki suatu
rujukan yang bersifat universal dan abadi. Rujukan yang universal dan abadi tersebut adalah agama
Islam yang sesuai dengan fitrah manusia. Sebagaimana difirmankan dalam surat ar-Rum ayat 30 :

“Maka hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada agama Allah; (tetaplah atas) fitrah Allah yang telah
menciptakan manusia menurut fitrah itu. Tidak ada perubahan pada fitrah Allah. (Itulah) agama yang
lurus; tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui”.

Yang dimaksud Fitrah Allah adalah ciptaan Allah. Manusia diciptakan oleh Allah SWT memiliki naluri
beragama, yaitu agama tauhid. Oleh karena itu, kalau ada manusia tidak beragama tauhid, maka hal itu
tidaklah wajar. Mereka yang tidak beragama tauhid itu hanyalah lantaran pengaruh lingkungan.

Dengan demikian, fungsi agama (Islam) dalam konteks ini adalah untuk memelihara fitrah yang telah
digariskan oleh Allah SWT di dalam diri manusia supaya tidak menyimpang karena adanya interaksi
dengan ruang dan waktu.
7. Bersifat positif dan optimis. Islam mengajarkan, bahwa kehidupan adalah sebuah anugerah Allah
yang harus diisi dengan amal shaleh. Oleh karena itu, manusia harus mengaktualisasikan dan
memanfaatkan segala macam potensi yang dianugerahkan oleh Allah SWT untuk melakukan amal
kebaikan yang bermanfaat bagi dirinya, keluarganya dan masyarakat luas, dengan penuh keyakinan
dan optimisme, serta melawan pesimisme (keputusasaan), kemalasan dan segala bentuk penyebab
kelemahan.Rasulullah SAW berpesan kepada umatnya agar bekerja keras untuk memakmurkan
kehidupan sampai detik terakhir usia dunia. Beliau bersabda : “Jika kiamat telah (hampir) terjadi
sedangkan di tangan salah seorang di antara kamu sekalian ada anak pohon yang ingin ditanamnya,
maka hendaklah dia menanamnya hingga kiamat benar-benar terjadi”.

Islam mencela sikap frustasi, pasif dan apatis. Oleh karena itu, kita harus tetap tegar dalam berjuang
menghadapi kerusakan sosial, dekadansi moral dan segala bentuk ketidak adilan. Rasulullah SAW telah
memberikan petunjuk kepada kita, bila kita melihat kemungkaran kita wajib memberantasnya dengan
4
tangan (kekuasaan). Bila tidak mampu dengan tangan maka dengan lisan, jika tidak mampu dengan lisan
maka dengan hati, dan ini adalah selemah–lemahnya iman. Umat Islam pantang putus asa.
Sebagaimana telah difirmankan dalam surat Yusuf QS. 12 : 87 : ”Dan janganlah kamu berputus asa dari
rahmat Allah, sesungguhnya tiada berputus asa dari rahmat Allah kecuali umat kafir”.

D. AKHLAQ DAN AKTUALISASINYA DALAM KEHIDUPAN


1. AKHLAQ TERHADAP DIRI SENDIRI
Manusia mempunyai kewajiban kepada dirinya sendiri yang harus ditunaikan untuk memenuhi haknya.
Kewajiban ini bukan semata-mata untuk mementingkan dirinya sendiri atau menzalimi dirinya sendiri.
Dalam diri manusia mempunyai dua unsur, yakni jasmani (jasad) dan rohani (jiwa). Selain itu manusia
juga dikaruniai akal pikiran yang membedakan manusia dengan makhluk Allah yang lainnya. Tiap-tiap
unsur memiliki hak di mana antara satu dan yang lainnya mempunyai kewajiban yang harus ditunaikan
untuk memenuhi haknya masingmasing.
Jadi, yang dimaksud dengan akhlak terhadap diri sendiri adalah sikap seseorang terhadap diri pribadinya
baik itu jasmani sifatnya atau rohani. Kita harus adil dalam memperlakukan diri kita, dan jangan pernah
memaksa diri kita untuk melakukan sesuatu yang tidak baik atau bahkan membahayakan jiwa.
Sesuatu yang membahayakan jiwa bisa bersifat fisik atau psikis. Misalnya kita melakukan hal-hal yang
bisa membuat tubuh kita menderita. Seperti; terlalu banyak bergadang, sehingga daya tahan tubuh
berkurang, mengkonsumsi obat terlarang dan minuman keras yang dapat membahyakan jantung dan
otak kita. Untuk itu kita harus bisa bersikap atau berakhlak baik terhadap tubuh kita. Selain itu sesuatu
yang dapat membahayakan diri kita itu bisa bersifat psikis. Misalkan iri, dengki , munafik dan lain
sebagainya. Hal itu semua dapat membahayakan jiwa kita, semua itu merupakan penyakit hati yang
harus kita hindari. Hati yang berpenyakit seperti iri, dengki, munafiq dan lain sebagainya akan sulit sekali
menerima kebenaran, karena hati tidak hanya menjadi tempat kebenaran, dan iman, tetapi hati juga
bisa berubah menjadi tempat kejahatan dan kekufuran.
2. MACAM-MACAM AKHLAQ SEORANG MUSLIM PADA DIRI SENDIRI
a. Berakhlak Terhadap Jasmani
1) Senantiasa Menjaga Kebersihan
Islam menjadikan kebersihan sebagian dari Iman. Seorang muslim harus bersih dan suci baik badan,
pakaian, dan tempat, terutama saat akan melaksanakan shalat dan beribadah kepada Allah, di
samping suci dari kotoran, juga suci dari hadas.
2) Menjaga Makan dan Minumnya
Makan dan minum merupakan kebutuhan vital bagi tubuh manusia, jika tidak makan dan minum
dalam keadaan tertentu yang normal maka manusia akan mati. Allah SWT memerintahkan kepada
manusia agar makan dan minum dari yang halal dan tidak berlebihan. Sebaiknya sepertiga dari
perut untuk makanan, sepertiga untuk minuman, dan sepertiga untuk udara.
Allah SWT berfirman :

‫َفُك ُلوا ِمَّم ا َر َز َقُك ُم ُهَّللا َح اَل اًل َطِّيًبا َو اْشُك ُروا ِنْع َم َت ِهَّللا ِإْن ُكْنُتْم ِإَّياُه َتْعُبُد ون‬
Artinya : Maka makanlah yang halal lagi baik dari rezki yang telah diberikan Allah kepadamu; dan
syukurilah ni'mat Allah, jika kamu hanya kepada-Nya saja menyembah.(QS. An Nahl:114)
3) Menjaga Kesehatan
5
Menjaga kesehatan bagi seorang muslim adalah wajib dan merupakan bagian dari ibadah kepada
Allah SWT dan sekaligus melaksanakan amanah dariNya. Riyadhah atau latihan jasmani sangat
penting dalam penjagaan kesehatan, walau bagaimanapun riyadhah harus tetap dilakukan menurut
etika yang ditetapkan oleh Islam. Orang mukmin yang kuat, lebih baik dan lebih dicintai Allah SWT
daripada mukmin yang lemah.
Dari sahabat Abu Hurairah, Bersabda Rasulullah, “Mu’min yang kuat lebih dicintai Allah dari mu’min
yang lemah, dan masing-masing memiliki kebaikan. Bersemangatlah terhadap hal-hal yang
bermanfaat bagimu dan mohonlah pertolongan kepada Allah dan jangan merasa malas, dan apabila
engkau ditimpa sesuatu maka katakanlah “Qodarulloh wa maa syaa’a fa’al, Telah ditakdirkan oleh
Allah dan apa yang Dia kehendaki pasti terjadi”. (HR. Muslim).
4) Berbusana yang Islami
Manusia mempunyai budi, akal dan kehormatan, sehingga bagian-bagian badannya ada yang harus
ditutupi (aurat) karena tidak pantas untuk dilihat orang lain. Dari segi kebutuhan alaminya, badan
manusia perlu ditutup dan dilindungi dari gangguan bahaya alam sekitarnya, seperti dingin, panas,
dan lain-lain. Karena itu Allah SWT memerintahkan manusia menutup auratnya dan Allah SWT
menciptakan bahan-bahan di alam ini untuk dibuat pakaian sebagai penutup badan.
b. Berakhlak terhadap Akal
1) Menuntut Ilmu
Menuntut ilmu merupakan salah satu kewajiban bagi setiap muslim, sekaligus sebagai bentuk akhlak
seorang muslim. Muslim yang baik, akan memberikan porsi terhadap akalnya yakni berupa
penambahan pengetahuan dalam sepanjang hayatnya.
Seorang mu’min, tidak hanya mencari ilmu dikarenakan sebagai satu kewajiban, yang jika telah
selesai kewajibannya maka setelah itu sudah dan berhenti. Namun seorang mu’min adalah yang
senantiasa menambah dan menambah ilmunya, kendatipun usia telah memakan dirinya. Menuntut
ilmu juga tidak terbatas hanya pada pendidikan formal akademis namun dapat dilakukan di mana
saja, kapan saja dan dengan siapa saja.
2) Memiliki Spesialisasi Ilmu yang dikuasai
Setiap muslim perlu mempelajari hal-hal yang memang sangat urgen dalam kehidupannya. Menurut
Dr. Muhammad Ali Al-Hasyimi (1993 : 48), hal-hal yang harus dikuasai setiap muslim adalah : Al-
Qur'an, baik dari segi bacaan, tajwid dan tafsirnya; kemudian ilmu hadits; sirah dan sejarah para
sahabat; fikih terutama yang terkait dengan permasalahan kehidupan, dan lain sebagainya. Setiap
muslim juga harus memiliki bidang spesialisasi yang harus ditekuninya. Spesialisasi ini tidak harus
bersifat ilmu syariah, namun bisa juga dalam bidang-bidang lain, seperti ekonomi, tehnik, politik dan
lain sebagainya. Dalam sejarahnya, banyak diantara generasi awal kaum muslimin yang memiliki
spesialisasi dalam bidang tertentu.
3) Mengajarkan Ilmu pada Orang Lain
Termasuk akhlak muslim terhadap akalnya adalah menyampaikan atau mengajarkan apa yang
dimilikinya kepada orang yang membutuhkan ilmunya. Firman Allah SWT :

‫َو َم ا َأْر َس ْلَنا ِم ْن َقْبِلَك ِإاَّل ِر َج ااًل ُنوِح ي ِإَلْيِهْم ۚ َفاْس َأُلوا َأْهَل الِّذْك ِر ِإْن ُكْنُتْم اَل َتْع َلُم وَن‬

6
Artinya : “Dan Kami tidak mengutus sebelum kamu, kecuali orang-orang lelaki yang Kami beri wahyu
kepada mereka; maka bertanyalah kepada orang yang mempunyai pengetahuan jika kamu tidak
mengetahui” (An-Nahl : 43)
4) Mengamalkan Ilmu dalam Kehidupan
Diantara tuntutan dan sekaligus akhlak terhadap akalnya adalah merealisasikan ilmunya dalam “alam
nyata.” Karena akan berdosa seorang yang memiliki ilmu namun tidak mengamalkannya.
Firman Allah SWT :

‫َيا َأُّيَها اَّلِذ يَن آَم ُنوا ِلَم َتُقوُلوَن َم ا اَل َتْفَع ُلوَن َك ُبَر َم ْقًتا ِع ْنَد ِهَّللا َأْن َتُقوُلوا َم ا اَل َتْفَع ُلوَن‬
Artinya : “Wahai orang-orang yang beriman, kenapa kamu mengatakan sesuatu yang tidak kamu
kerjakan? Amat besar kebencian di sisi Allah bahwa kamu mengatakan apa-apa yang tidak kamu
kerjakan.” (QS. As-Shaff : 2-3).
c. Berakhlak terhadap jiwa
1) Bertaubat dan Menjauhkan Diri dari Dosa Besar
Taubat adalah meninggalkan seluruh dosa dan kemaksiatan, menyesali perbuatan dosa yang telah
lalu dan berkeinginan teguh untuk tidak mengulangi lagi perbuatan dosa tersebut pada waktu yang
akan datang.
Adapun yang termasuk dosa-dosa besar diantaranya: (1) Syirik, (2) Kufur,(3) Nifak, (4) Riddah, (5)
Fasik, (6) Berzina dan menuduh orang berzina, (7) Membunuh manusia, dan (8) Bersumpah palsu
2) Bermuraqabah
Muraqabah adalah rasa kesadaran seorang muslim bahwa dia selalu diawasi oleh Allah SWT. Dengan
demikian dia tenggelam dengan pengawasan Allah dan kesempurnaan-Nya sehingga ia merasa
akrab, merasa senang, merasa berdampingan, dan menerima-Nya serta menolak selain Dia.

Firman Allah SWT : ‫َر ِقيًبا‬ ‫ِإَّن َهَّللا َك اَن َع َلْيُك ْم‬
Artinya : “Sesungguhnya Allah itu maha mengawasimu.” (QS. An-Nisa : 1)
3) Bermuhasabah
Yang dimaksud dengan muhasabah adalah menyempatkan diri pada suatu waktu untuk menghitung-
hitung amal hariannya. Apabila terdapat kekurangan pada yang diwajibkan kepadanya maka
menghukum diri sendiri dan berusaha memperbaikinya. Kalau termasuk yang harus diqadha maka
mengqadhanya. Dan bila ternyata terdapat sesuatu yang terlarang maka memohon ampun,
menyesali dan berusaha tidak mengulangi kembali. Muhasabah merupakan salah satu cara untuk
memperbaiki diri, membina, menyucikan, dan membersihkannya.
4) Mujahadah
Mujahadah adalah berjuang, bersungguh-sungguh, berperang melawan hawa nafsu. Hawa nafsu
senantiasa mencintai ajakan untuk terlena, menganggur, tenggelam dalam nafsu yang
mengembuskan syahwat, kendatipun padanya terdapat kesengsaraan dan penderitaan. Jika seorang
Muslim menyadari bahwa itu akan menyengsarakan dirinya, maka dia akan berjuang dengan
menyatakan perang kepadanya untuk menentang ajakannya, mengendalikan hawa nafsunya.

7
3. CARA MEMELIHARA AKHLAK TERHADAP DIRI SENDIRI
Cara untuk memelihara akhlak terhadap diri sendiri antara lain:
a. Sabar. Sabar diterapkan ketika melaksanakan perintah, menjauhi larangan dan ketika ditimpa
musibah.
b. Syukur. Syukur diungkapkan dalam bentuk ucapan dan perbuatan. Syukur dengan ucapan adalah
memuji Allah dengan bacaan alhamdulillah, sedangkan syukur dengan perbuatan dilakukan dengan
menggunakan dan memanfaatkan nikmat Allah sesuai dengan aturan-Nya.
c. Tawaduk. Sikap tawaduk melahirkan ketenangan jiwa, menjauhkan dari sifat iri dan dengki yang
menyiksa diri sendiri dan tidak menyenangkan orang lain.
d. Shidiq. Seorang muslim harus dituntut selalu berada dalam keadaan benar lahir batin, yaitu benar
hati, benar perkataan dan benar perbuatan.
e. Amanah. Semakin menipis keimanan seseorang, semakin pudar pula sifat amanah pada dirinya.
Antara keduanya terdapat ikatan yang sangat erat sekali. Rasulullah SAW bersabda bahwa: “ tidak
(sempurna) iman seseorang yang tidak amanah, dan tidak (sempurna) agama orang yang tidak
menunaikan janji . ” (HR. Ahmad)
f. Istiqamah. Perintah supaya beristiqamah dinyatakan dalam Al-Quran pada surat Al-Fushshilat ayat 6
yang artinya “Katakanlah: "Bahwasanya aku hanyalah seorang manusia seperti kamu, diwahyukan
kepadaku bahwasanya Tuhan kamu adalah Tuhan yang Maha Esa, maka tetaplah pada jalan yang
lurus menuju kepada-Nya dan mohonlah ampun kepada-Nya. Dan kecelakaan besarlah bagi orang-
orang yang mempersekutukan-Nya”
g. Iffah. Nilai dan wibawa seseorang tidak ditentukan oleh kekayaan dan jabatannya dan tidak pula
ditentukan oleh bentuk rupanya, tetapi ditentukan oleh kehormatan dirinya.
h. Pemaaf. Islam mengajarkan kita untuk dapat memaafkan kesalahan orang lain tanpa harus
menunggu permohonan maaf dari yang bersalah.
4. MANFAAT AKHLAK TERHADAP DIRI SENDIRI
a. Berakhlak terhadap jasmani
1) jauh dari penyakit karena sering menjaga kebersihan
2) tubuh menjadi sehat dan selalu bugar
3) menjadikan badan kuat dan tidak mudah lemah
b. Berakhlak terhadap akalnya
1) memperoleh banyak ilmu
2) dapat mengamalkan ilmu yang kita peroleh untuk orang lain
3) membantu orang lain
4) mendapat pahala dari Allah SWT
c. Berakhlak terhadap jiwa
1) selalu dalam lindungan Allah SWT
2) jauh dari perbuatan yang buruk
3) selalu ingat kepada Allah SWT

E. AKHLAK TERHADAP SESAMA MANUSIA


1. PENGERTIAN AKHLAK TERHADAP SESAMA MANUSIA

‫ َو الَّسِّيُئ َاْلُخ ُلُق َالَّناُس ِم ْنُه ِفي‬.‫ َاْلَح َس ُن َاْلُخ ُلُق ِم ْن َنْفِس ِه ِفي َر اَح ٍة َو الَّناُس ِم ْنُه ِفي َس اَل َم ٍة‬: ‫َقاَل َبْعُض اْلُبَلَغاِء‬
‫َبالٍء َو ُهَو ِم ْن َنْفِس ِه ِفيَ عَناٍء‬
8
“Berkata beberapa ahli Balaghah; bahwa akhlak yang baik adalah (sikap) yang membuat diri yang
bersangkutan tenang dan orang lain selamat atas (perbuatan tersebut). Sementara akhlak yang
buruk adalah (perbuatan) yang membuat manusia mendapat bala dan (pelaku) akhlak buruk itu
sendiri sesungguhnya sedang sakit (jiwa).” [Adab Dunia dan Agama, Al Mawardi]

Pengertian Akhlak kepada sesama manusia berarti kita harus berbuat baik kepada sesama manusia
tanpa memandang kepada siapa orang tersebut, sehingga kita mampu hidup dalam masyarakat
yang aman dan tenteram.

Dalam realitas keseharian kita, kadangkala kita pernah menjumpai seorang Muslim yang mungkin
dari sisi ritualitas ibadahnya bagus, namun hal demikian sering tidak tercermin dalam perilaku atau
akhlaknya. Shalatnya rajin, tetapi sering tak peduli dengan tetangganya yang miskin. Shaum
sunnahnya rajin, namun wajahnya jarang menampakkan sikap ramah kepada sesama. Zikirnya rajin,
tetapi tak mau bergaul dengan masyarakat umum. Demikian seterusnya. Tentu saja, Muslim
demikian bukanlah Muslim yang ideal dan ber-akhlaq al-karimah apalagi menjaga muru’ah
(kehormatan).

2. MACAM-MACAM AKHLAQ TERHADAP SESAMA MANUSIA


Banyak sekali ruang lingkup Akhlak yang dikemukakan al-Quran dan as-Sunnah berkaitan dengan
Akhlak terhadap sesama manusia. Sebagai contoh dari Al Qur’an.
1. Akhlak kepada Nabi ‫ﷺ‬, sebab beliau adalah Rasul yang memperoleh wahyu dari Allah. Atas
dasar itulah beliau berhak memperoleh penghormatan melebihi manusia lain.
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu meninggikan suaramu lebih dari suara Nabi,
dan janganlah kamu berkata kepadanya dengan suara keras sebagaimana kerasnya (suara)
sebahagian kamu terhadap sebahagian yang lain, supaya tidak hapus (pahala) amalanmu
sedangkan kamu tidak menyadari.” (QS. al-Hujurât [49] : 2)
2. Akhlak kepada sesama (pergaulan dimasyarakat), misal:
a) Larangan menyakiti hati walaupun diringi dengan sedekah.
“Perkataan yang baik dan pemberian ma’af lebih baik dari sedekah yang diiringi dengan sesuatu
yang menyakitkan (perasaan sipenerima). Allah Maha Kaya lagi Maha Penyantun.” (QS. al-
Baqarah [2] : 263)
b) Akhlak bertamu, bahwa akan perlunya privasi (kekuasaan atau kebebasan pribadi).
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu memasuki rumah yang bukan rumahmu
sebelum meminta izin dan memberi salam kepada penghuninya. Yang demikian itu lebih baik
bagimu, agar kamu (selalu) ingat”. (QS. an-Nûr [24] : 27)
c) Akhlak dalam berbicara haruslah ucapan yang baik dan benar.
“... serta ucapkanlah kata-kata yang baik kepada manusia...” (QS. al-Baqarah [2] : 83)
“Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kamu kepada Allah dan katakanlah perkataan-
yang-benar”. (QS. al-Ahzâb [33] : 70)
3. Akhlak kepada Orang tua, tidak durhaka kepada mereka walau hanya berkata “ah”
(menyakitkan hati). [QS. Al Isra : 23-24] dan berbakti kepada mereka [QS. Lukman:14]
4. Akhlak terhadap tetangga, kerabat dekat, anak-anak yatim, orang miskin, teman sejawat, dan
hamba sahaya bahkan ibnu sabil (musafir), yakni dengan berbuat baik kepada mereka. [QS. An
Nisa : 36]

9
5. Akhlak kepada anak, adalah dengan mendoakannya (QS. Al-Furqan [25]: 74), menafkahinya,
meng-aqiqah-kan, memberi nama yang baik, menyusukan selama dua tahun, meng-khitan,
memberikan ilmu, berlaku adil, dan mengkawinkan jika sudah baligh.

Dalam sejumlah hadits lainnya, Baginda Rasulullah ‫ ﷺ‬menyebut sejumlah keistimewaan Akhlak
Mulia ini. Saat beliau ditanya tentang apa itu kebajikan (al-birr), misalnya, beliau langsung
menjawab, “Al-Birr husn al-khulq (Kebajikan itu adalah akhlak mulia).” (HR Muslim).

Beliau bahkan bersabda, “Tidak ada sesuatu pun yang lebih berat dalam timbangan seorang
Mukmin pada Hari Kiamat nanti selain akhlak mulia. Sesungguhnya Allah membenci orang yang
berbuat keji dan berkata-kata keji.” (HR at-Tirmidzi).

Dalam kesempatan lain Baginda Rasulullah ‫ ﷺ‬pernah ditanya tentang apa yang paling banyak
menyebabkan orang masuk surga. Beliau menjawab, “Takwa kepada Allah dan akhlak mulia.” (HR
at-Tirmidzi).

Keutamaan kedudukan orang yang berakhlak mulia juga disejajarkan dengan keutamaan kedudukan
orang yang biasa memperbanyak ibadah shaum (puasa) dan sering menunaikan shalat malam.
Baginda Rasulullah ‫ ﷺ‬bersabda, “Sesungguhnya seorang Mukmin -karena kebaikan akhlaknya-
menyamai derajat orang yang biasa melakukan shaum dan menunaikan shalat malam.” (HR Abu
Dawud).

Alasan Mengapa Sesama Manusia Harus Saling Berakhlak


1. Akhlak adalah bagian dari Syariat Islam (Hukum Syara’) dan tidak akan mungkin dipisahkan dari
bagian macam-macam hukum syara’, seperti ibadah, muamalah dan lain sebagainya. Misalnya
khusyu tidak akan nampak kecuali dalam shalat, sifat jujur dan amanah hanya akan muncul
pada muamalah. Jadi akhlak merupakan bagian dari hukum syariat, yakni perintah dan larangan
Allah SWT yang akan nampak ketika melaksanakan amal perbuatan.

2. Manusia merupakan makhluk yang saling membutuhkan satu sama lain, dalam bermasyarakat
kita perlu saling menghargai, misalnya cara bersikap kepada orang yang lebih tua maupun
muda. Ini merupakan alasan mengapa akhlak sangat penting bagi sesama manusia, karena
dengan kita berakhlak, maka kita akan dapat saling menghargai satu sama lain dan tercipta
ketentraman.

F. AKHLAQ TERHADAP ALLAH


1. PENGERTIAN AKHLAQ TERHADAP ALLAH
Yang dimaksud dengan akhlak terhadap Allah atau pola hubungan manusia dengan Allah Swt, adalah
sikap atau perbuatan yang seharusnya dilakukan oleh manusia sebagai makhluk kepada Allah Swt
sebagai khaliq. Titik tolak akhlak terhadap Allah adalah pengakuan dan kesadaran bahwa tiada Tuhan
melainkan Allah.
Sekurang-kurangnya ada empat alasan mengapa manusia perlu berakhlak kepada Allah. Pertama,
karena Allah yang telah menciptakan manusia. Kedua, karena Allah yang telah memberikan
perlengkapan pancaindera, akal pikiran dan hati sanubari, disamping anggota badan yang kokoh dan

10
sempurna kepada manusia. Ketiga, karena Allah yang telah menyediakan berbagai bahan dan sarana
yang diperlukan bagi kelangsungan hidup manusia. Keempat, Allah yang telah memuliakan manusia
dengan diberikannya kemampuan untuk menguasai daratan, lautan dan udara.
2. MACAM-MACAM AKHLAQ TERHADAP ALLAH
Banyak sekali cara yang dapat dilakukan dalam berakhlak kepada Allah, di antaranya:
a) Taqwa kepada Allah
Orang yang bertaqwa adalah orang yang takut kepada Allah berdasarkan kesadaran, mengerjakan apa
yang diperintahkan-Nya, menjauhi larangan-Nya dan takut terjerumus kedalam perbuatan dosa. Orang
yang bertaqwa akan selalu membentengi diri dari kejahatan, memelihara diri agar tidak melakukan
perbuatan yang tidak diridhoi Allah SWT, bertanggungjawab terhadap perbuatan dan tingkah lakunya,
serta memenuhi kewajibannya.
Hal ini telah diperintahkan oleh Allah yang tercantum dalam Surat Ali Imran ayat 102:

‫َيا َأُّيَها اَّلِذ يَن آَم ُنوا اَّتُقوا َهَّللا َح َّق ُتَقاِتِه َو اَل َتُم وُتَّن ِإاَّل َو َأْنُتْم ُم ْس ِلُم وَن‬
“Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah sebenar-benar takwa kepada-Nya; dan
janganlah sekali-kali kamu mati melainkan dalam keadaan berserah diri kepada Allah.”(Ali Imran: 102)
Bertakwa kepada Allah, seperti: menunaikan shalat fardlu lima waktu, menunaikan puasa pada bulan
Ramadhan dan menjauhi semua yang dilarang-Nya, seperti: tidak berjudi dan sebagainya.
b) Cinta dan ridha kepada-Nya
Cinta adalah kesadaran diri, perasaan jiwa dan dorongan hati yang menyebabkan seseorang terpaut
hatinya kepada apa yang dicintainya dengan penuh semangat dan rasa kasih sayang.
Bagi seorang mukmin, cinta pertama dan utama sekali diberikan kepada Allah SWT. Allah lebih
dicintainya daripada segala-galanya. Dalam hal ini Allah berfirman :

ۗ‫َو اَّلِذ يَن آَم ُنوا َأَشُّد ُح ًّبا ِهَّلِل‬


“Adapun orang-orang yang beriman amat sangat cintanya kepada Allah” (Q.S. Al-Baqoroh, 2:165)
Sejalan dengan cinta, seorang Muslim haruslah dapat bersikap ridha dengan segala aturan dan
keputusan Allah. Artinya dia harus dapat menerima dengan sepenuh hati, tanpa penolakan sedikitpun,
segala sesuatu yang datang dari Allah dan Rasul-Nya, baik berupa perintah, larangan ataupun petunjuk-
petunjuk lainnya.
Orang yang ridha dengan Allah ia akan rela menerima Qodho dan qodar Allah terhadap dirinya. Dia akan
bersyukur atas segala kenikmatan dan akan bersabar atas segala cobaan. Demikian sikap cinta dan ridha
kepada Allah SWT. Dengan cinta kita mengharapkan ridho-Nya dan dengan ridho kita mengharapkan
cinta-Nya.
c) Bersyukur
Bersyukur atas nikmat Allah tidak hanya diucapkan dengan lisan, akan tetapi juga diwujudkan dengan
perbuatan, yaitu dengan menggunakan nikmat yang telah diberikan Allah dengan sebaik-baiknya.
Sebagaimana firman Allah:

‫َو َم ْن َيْشُك ْر َفِإَّنَم ا َيْشُك ُر ِلَنْفِس ِهۖ َو َم ْن َكَفَر َفِإَّن َهَّللا َغ ِنٌّي َحِم يٌد‬

11
“Dan barangsiapa yang bersyukur (kepada Allah), Maka Sesungguhnya ia bersyukur untuk dirinya
sendiri; dan barangsiapa yang tidak bersyukur, Maka Sesungguhnya Allah Maha Kaya lagi Maha Terpuji".
(Q.S. Luqman, 31:12)
d) Tawakkal
Tawakal kepada Allah berarti menyerahkan semua urusan kita sepenuhnya kepada-Nya, sesudah
melakukan usaha semaksimal yang kita sanggupi, sehingga kita benar-benar tidak mencampurinya lagi.
e) Taubat
Taubat sering didefinisikan sebagai bentuk permohonan ampun kepada Allah SWT, penyesalan
mendalam atas kesalahan-kesalahan yang telah dilakukan sebelumnya dan berjanji tidak akan
mengulangi kesalahan tersebut dimasa yang akan datang.
Taubat yang sempurna harus memenuhi lima dimensi :
(1) Menyadari kesalahan
(2) Menyesali kesalahan
(3) Memohon ampun kepada Allah SWT
(4) Berjanji tidak akan mengulanginya
(5) Menutupi kesalahan masa lalu dengan amal sholeh

G. AKHLAQ KEPADA LINGKUNGAN


Akhlak yang baik terhadap lingkungan adalah ditunjukkan kepada penciptaan suasana yang baik, serta
pemeliharaan lingkungan agar tetap membawa kesegaran, kenyamanan hidup, tanpa membuat
kerusakan dan polusi sehingga pada akhirnya akan berpengaruh terhadap manusia itu sendiri yang
menciptanya.
Agama islam adalah agama sempurna yang mengatur seluruh dimensi hubungan manusia dengan alam
lingkungan. Islam mengajarkan dan menetapkan prinsip-prinsip atau konsep dasar akhlak bagi manusia
tentang bagaimana bersikap terhadap alam lingkungannya. Sikap Islam dalam memperhatikan alam
lingkungan bertujuan demi kebaikan manusia baik di dunia maupun di akhirat, sesuai prinsip berikut ini,
Bahwa di sisi Allah manusia adalah makhluk yang mulia. Allah telah menundukkan semua yang ada di
langit dan dibumi untuk memudahkan manusia. Allah berfirman:

‫َو َلَقْد َك َّر ْم َنا َبِني آَد َم َو َح َم ْلَناُهْم ِفي اْلَبِّر َو اْلَبْح ِر َو َر َز ْقَناُهْم ِم َن الَّطِّيَباِت َو َفَّض ْلَناُهْم َع َلٰى َك ِثيٍر ِمَّم ْن َخ َلْقَنا َتْفِض ياًل‬
“Dan sesungguhnya telah kami muliakan anak-anak Adam, kami angkut mereka di daratan dan di
lautan,kami beri mereka rizqi dari yang baik-baik dan kami lebihkan mereka dengan kelebihan yang
sempurna atas kebanyakan makhluk yang telah kami ciptakan” (Q.S Al-Israa:70).
Akhlak kepada lingkungan adalah perilaku atau perbuatan kita terhadap lingkungan, Akhlaq terhadap
lingkungan yaitu manusia tidak dibolehkan memanfaatkan sumber daya alam dengan jalan
mengeksploitasi secara besar- besaran, sehingga timbul ketidakseimbangan alam dan kerusakan bumi.
Lingkungan harus diperlakukan dengan baik dengan selalu menjaga, merawat dan melestarikannya
karena secara etika hal ini merupakan hak dan kewajiban suatu masyarakat serta merupakan nilai yang
mutlak adanya. Dengan kata lain bahwa berakhlak yang baik terhadap lingkungan merupakan salah satu
manifestasi dari etika itu sendiri.

12
Dari Syaddad bin Aus berkata, “Ada dua hal yang aku hapal dari Rasulullah saw, beliau berkata,
‘Sesungguhnya Allah mewajibkan berlaku ihsan kepada segala sesuatu. Binatang, tumbuhan, dan benda-
benda tak bernyawa semuanya diciptakan oleh Allah SWT dan menjadi milik-Nya, serta semua memiliki
ketergantungan kepada-Nya. Keyakinan ini mengantarkan sang Muslim untuk menyadari bahwa
semuanya adalah "umat" Tuhan yang harus diperlakukan secara wajar dan baik.
Karena itu dalam Al-Quran surat Al-An'am (6): 38 ditegaskan bahwa binatang melata dan burung-
burung pun adalah umat seperti manusia juga, sehingga semuanya --seperti ditulis Al-Qurthubi (W. 671
H) di dalam tafsirnya-- "Tidak boleh diperlakukan secara aniaya."

Cara Melestarikan Alam Semesta


Berakhlak dengan alam sekitarnya dapat dilakukan manusia dengan cara melestarikan alam sekitarnya
sebagai berikut :
1. Melarang penebangan pohon-pohon secara liar;
2. Melarang perburuan binatang secara liar;
3. Melakukan reboisasi;
4. Membuat cagar alam dan suaka margasatwa;
5. Mengendalikan erosi;
6. Menetapkan tata guna lahan yang lebih sesuai;
7. Memberikan pengertian yang baik tentang lingkungan kepada seluruh lapisan masyarakat;
8. Memberikan sanksi-sanksi tertentu bagi pelanggar-pelanggarnya.

Menurut M. Fauzi Rachman dalam bukunya Islamic Relationship hal yang harus dipahami sebagai
bentuk hubungan yang baik kepada lingkungan hidup adalah :
1. Keharusan menjaga lingkungan hidup.
2. Anjuran menanam pohon.
3. Tidak membuang hajat di jalan, tempat bernaung dan dekat sumber air.
4. Tidak buang air di air yang tergenang.
5. Memelihara tanaman.
6. Tidak memakan buah jika belum matang.
7. Tidak menggunakan air secara boros.

13
DAFTAR PUSTAKA

A. Gunawan Setiardja, Dialektika Hukum dan Moral dalam Membangun Masyarakat Indonesia,
(Yogyakarta:kanisius 1990), hal.90
Abudin Nata, Akhlak Tasawuf dan Karakter (Jakarta: Rajawali Pers, 2014), hlm. 81.
Depdikbud, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 1989), hal.592
Hamzah Ja’kub, Etika Islam, (Jakarta: Publicita, 1978), hal.10
Haryo Kunto Wibisono, Linda Novi Trianta, Sri Widagdo, “Dimension of Pancasila Ethic in Bureaucracy:
Discourse of Governance,” Jurnal Fokus Vol. 12, No. 7 2015.
M. Fauzi Rachman, Islamic Relationship
Maidiantius Tanyid, Etika Dalam Pendidikan: Kajian Etis Tentang Krisis Moral Berdampak Pada
Pendidikan, Jurnal Jaffray, Vol. 12, 2 2012.
Mockh. Sya’roni, Etika Keilmuan: Sebuah Kajian Filsafat Ilmu, Jurnal Teologia, Vol. 25 No. 1, 2014.
Mudhor Ahmad, Etika dalam Islam, t.t hlm. 15

14

Anda mungkin juga menyukai