Anda di halaman 1dari 3

REVIEW Romantisme dalam Mazhab Sejarah

- F. von Savigny
(disusun oleh Maria Caeleste B. Ohoira – NPM 2306296416)

Mazhab Hukum Historis lahir pada awal abad XIX, yakni pada tahun 1814, dengan
diterbitkan suatu karangan dari F. Von Savigny, yang berjudul: “Von Beruf Unserer Zeit Fur
Gesetzgebung Und Rechtwissenschaft.” (tentang seruan zaman kini akan undang-undang
dan ilmu hukum). Dalam karangan ini Von Savigny membentangkan program mazhab hukum
historis. menurut Friedrich Carl Von Savigny (1779-1861) yang mengemukakan bahwa setiap
hukum yang ada selalu ada hubungannya dengan jiwa suatu bangsa. Von Savigny
menjelaskan bahwa hukum itu tidak dibuat tetapi tumbuh dan berkembang Bersama
masyarakat, hukum bersumber dari jiwa rakyat oleh karena itu hukum akan berbeda setiap
waktu dan tempat. tidaklah masuk akal kalau terdapat hukum yang sifatnya universal dan
abadi. Hukum merupakan salah satu factor dalam kehidupan Bersama suatu bangsa, seperti
Bahasa , adat istiadat, moral dan ketatanegaraan dengan demikian bahwa hukum adalah
suatu yang bersifat supra-individual, kemudian menjadi gejala masyarakat. Masyarakat lahir
dalam sejarah, berkembang dalam sejarah, kemudian lenyap juga dalam sejarah. Nyatalah
bahwa hukum mengikuti perkembangan masyarakat dan bersifat organis, diluar dari
perkembangan masyarakat tidak terdapat hukum sama sekali. Pada permulaan, waktu
kebudayaan bangsa-bangsa masih bertaraf rendah, hukum timbul secara spontan dengan
tidak sadar dalam jiwa warga bangsa. Kemudian sesudah kebudayaan berkembang, semua
fungsi masyarakat dipercayakan kepada kaum yuris sebagai ahli-ahli dalam bidangnya.
Ketertarikan yang mendalam akan keyakinan-keyakinan bangsa itu dinamakan oleh Von
Savigny: Unsur Politik (das politische Element); pengolahan teknis dinamakannya: Unsur
Teknis (das technische Element). Kelahiran mazhab ini dipengaruhi oleh dua factor penting,
yaitu ajaran Montesquieu dalam bukunya L’ esprit des Lois dan Pengaruh paham
nasionalisme yang mulai timbul pada awal abad ke-19. Mazhab sejarah merupakan mazhab
dalam filsafat hukum yang sangat penting dan strategis kedudukannya dalam perkembangan
filsafat hukum. Essensi dan nilai strategisnya terletak pada konsepsinya yang
mengedepankan jiwa bangsa (volkgeist) sebagai sumber dari hukum, yang hidup dan
berkembang dalam masyarakat. Meskipun konsepsi ini tidaklah sempurna, karena mazhab
sejarah juga memiliki banyak kelemahan-kelemahannya, tetapi setidaknya memberikan
suatu pencerahan dan penguatan akan adanya hukum nasional yang bertumpu kepada jiwa
bangsa (volkgeist). Meskipun konsepsi mazhab sejarah nampak begitu kuat nilai metafisika
dan idealisme historisnya, namun tetap mazhab ini memilki peran yang sangat besar bagi
perkembangan dan konsepsi hukum, karena sejatinya selalu ada korelasi antara masa lalu
dengan masa kini dan masa depan, yang menurut konsepsi Gadamer bisa dileburkan melalui
konsep peleburan cakrawala (fusion of horison), di mana nilai-nilai lama dapat bersenyawa/
melebur dengan nilai-nilai yang berlaku saat ini untuk mendapatkan suatu produksi makna
yang mendalam dan mendasar. Menurut pendapat saya Konsepsi Mazhab Sejarah ini sangat
berpengaruh bagi perumusan konsep hukum, Kelebihan konsepsi mazhab sejarah ini mampu
memandang bahwa hukum-hukum yang berasal dari masa lalu merupakan hukum yang
pernah dijalankan di masa lalu, dan sedikit banyak akan mempengaruhi hukum yang berlaku
di masa sekarang, karena jiwa bangsa (volkgeist), sesuai dengan jiwa masyarakatnya yang
merupakan sumber dari segala hukum yang tumbuh dan berkembang dalam masyarakat
tersebut dari waktu ke waktu dan dari masa ke masa. Filsuf-filsuf yang lahir dan menjadi
pelopor bagi mazhab sejarah ini mendasarkan pemikirannya bahwa hukum terbentuk di luar
legislasi, artinya hukum tidak dibuat oleh lembaga formal, tetapi tumbuh dan berkembang di
masyarakat secara alami. Jika dilihat Kembali dalam kehidupan berbangsa ditengah-tengah
keberagaman maka eksistensi Mazhab Sejarah ini nyatanya masih tetap berlaku salah
satunya dengan keberadaan hukum adat yang masih tetap diberlakukan hingga saat ini,
Karena masyarakat meyakini keberadaan hukum adat yang telah ada sejak dahulu dan akan
dipegang oleh masyarakat hukum adat sebagai pedoman dan pegangan dalam kehidupan
selain adanya hukum positif hal ini terlihat jelas pada Daerah asal saya kepulauan Kei,
Maluku Tenggara dengan Hukum adat Larvul Ngabal. Setelah perjalanan waktu terlihat jelas
bahwa ternyata mazhab dan aliran hukum alam dan positivisme terlihat seperti tidak
mampu memenuhi upaya manusia untuk mencari dan menciptakan keadilan di dalam
hukum, maka banyak ahli (pakar) mulai berpikir untuk melihat masa lalu (sejarah) perjalanan
hukum tersebut dalam mengabdi pada kehidupan manusia (masyarakat). Von Savigny
dianggap sebagai peletak dasar pengembangan disiplin ilmu sejarah hukum. Von Savigny
menganggap bahwa hukum harus mampu mengakomodasi keadilan dalam suatu masyarakat
atau bangsa (volkgeits). Atas karyanya tersebut maka Von Savigny dianggap sebagai “Bapak
Sejarah Hukum”, karena telah menghasilkan satu aliran atau mazhab dalam ilmu hukum,
yaitu aliran atau mazhab sejarah hukum. Berkenaan dengan hal tersebut dapat di tekankan
bahwasanya Von Savigny telah berhasil memetakan pemikiran hukum bahwa hukum itu
tidak hanya dapat dilihat dari sudut pandang hukum alam yang rasional dan positivisme
(legalistik) semata, tetapi juga dapat dilihat dari kerangka masa lalu, yang tersebar dalam
hamparan kehidupan manusia. Hukum dengan segenap pirantinya mulai dari norma dalam
peraturan perung-undangan, lembaga-lembaga hukum yang diciptakan seperti lembaga
peradilan, dan bahkan putusan-putusan hakim serta pendapat ahli hukum. Dengan demikian
perkembangan norma, kelembagaan dan pemikiran tentang hukum tersebut menjadi obyek
kajian yang sangat penting dari sejarah hukum. Berpijak kepada penjelasan di atas, maka
dapat diketahui bahwasanya dalam pandangan sejarah hukum, hukum itu tidak terlepas dari
dimensi ruang dan dimensi waktu, yang keduanya terdapat hubungan yang timbal balik atau
hubungan kausalitas yang tidak bisa dipisahkan satu dengan lainnya Mazhab sejarah atau
mazhab historis, bagi Von Savigny bagi mitra-mitra sealam pikirannya tumbuh kembang
dalam pangkuan setiap bangsa dan membawa serta kepadanya ciri-ciri khas yang unik
adalah kesadaran nasional bangsa atau yang diekspresikan sebagai “volkgeist” (jiwa bangsa).
Jiwa ini muncul secara alami ke permukaan di dalam hukum kebiasaan setiap bangsa. Jadi
dengan demikian hukum tidak berakar dan bersumber pada asas-asas yang serba abstrak,
betapa rasionalpun, tetapi pada tradisi-tradisi yuridis nasional. Penulisan karangan-karangan
von Savigny tentang arti hukum ada alasannya. Dalam karangan ini von Savigny mau
menjawab atas desas-desus mengenai pembentukan suatu hukum nasional untuk semua
negara jerman yang terpisah-pisah pada saat itu. Dari sana-sini kedengaran suara, bahwa
perlu sekali dibentuk suatu kodeks hukum jerman, seperti telah dibentuk untuk negara-
negara lain. Kodeks Prussia dibentuk pada tahun 1794 (banyak pengaruh dari Wolff), Kodeks
Prancis pada tahun 1804 (pengaruh dari Humanisme dan Rousseau), Kodeks Austria pada
tahun 1811 (pengaruh dari Kant). Tetapi belum terdapat kodifikasi hukum untuk semua
negara Jerman. Dalam karangan yang telah disinggung tadi von Savigny menyatakan
keberatannya terhadap kodifikasi hukum Jerman itu. Menurut von Savigny kodifikasi hukum
selalu membawa serta suatu efek yang negative, yaitu menghambat perkembangan hukum.
Sejarah berjalan terus tetapi hukum sudah ditetapkan, maka menghentikan sejarah pada
suatu saat tertentu. Untuk dapat merumuskan suatu hukum yang sesuai dengan jiwa
bangsa, perlu diselidiki dulu apa sebenarnya semangat jiwa bangsa, manakah keyakinan
bangsa yang dapat menjadi dasar sesuatu tatahukum yang memadai. Olehkarena hukum
berkembang dalam sejarah, maka menurut von Savigny terlebih dahulu perkembangan
hukum perlu dipelajari secara ilmiah historis, sebelum hukum itu dikodifikasikan. Von
Savigny dan murid-muridnya banyak mempelajari sejarah hukum, tetapi bukan hanya itu,
dipelajari juga dasar-dasar hukum sipil dan istilah-istilah hukum. Dapat dikatakan bahwa
penyelidikan historis membantu penyelidikan sistematis tentang hukum. Apa yang menjadi
pusat perhatian von Savigny sendiri adalah Hukum Romawi Kuno. Sebab dalam penyelidikan
tentang hukum jerman ia sampai pada kesimpulan, bahwa hukum jerman yang berlaku
terlalu berbeda-beda untuk menjadi dasar hukum jerman baru. Menurut Savigny Hukum
Romawi itu terkandung secara murni dalam Codex Justinianus. Puchta, murid Savigny
berpendapat bahwa hukum berazaskan pada keyakinan bangsa, baik menurut isinya
maupun menurut ikatan materialnya. Artinya bahwa hukum timbul dan berlaku oleh karena
terikat pada jiwa bangsa. Timbulnya itu terjadi dalam tiga bentuk. Hukum timbul dari jiwa
bangsa secara langsung dalam pelaksanaanya (dalam adat istiadat); secara tidak langsung
hukum timbul dari jiwa bangsa melalui undang-undang (yang dibentuk oleh negara) dan
melalui ilmu pengetahuan umum (yang merupakan karya ahli-ahli hukum). Puchta
mengutamakan pembentukan hukum dalam negara sedemikian rupa sehingga akhirnya
tidak ada tempat lagi bagi sumber-sumber hukum lainnya yakni praktek hukum dalam adat
istiadat bangsa dan pengolahan ilmiah hukum oleh ahli-ahli hukum. Adat istiadat bangsa
hanya berlaku sebagai hukum sesudah disahkan oleh negara. Teori Puchta ini sebenarnya
tidak jauh dari teori absolutisme negara dan positivisme yuridis.

Sumber/Referensi;

- Theo Huijbers, Filsafat Hukum dalam Lintasan Sejarah


- Prof. Dr. H.M Agus Santoso S.H.,M.H, Hukum, Moral dan Keadilan sebuah kajian
filsafat hukum

Anda mungkin juga menyukai