Anda di halaman 1dari 19

LAPORAN PRAKTIKUM

MIKROBIOLOGI FARMASI
TEKNIK PEWARNAAN BAKTERI

Disusun oleh:
Melin Ratu Lestari
F1G021053

Diketahui,
Asisten Praktikum Praktikan

Gustina Dwi Wulandari Melin Ratu Lestari


F2D021008 F1G021053

LABORATORIUM MIKROBIOLOGI
PROGRAM STUDI S1 FARMASI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS BENGKULU
2022
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Penampakan mikrob dalam keadaan hidup cukup sulit, bukan hanya
karena ukurannya yang sangat kecil, melainkan juga karena mikrob tersebut
transparan dan praktis tidak berwarna bila disuspensikan dalam suatu media cair.
Untuk mempelajari sifat-sifat dan membagi mikrob-mikrob tersebut ke dalam
kelompok-kelompok spesifik untuk tujuan diagnosis, pewarna biologis dan
prosedur pewarnaan bersama dengan mikroskop cahaya merupakan peralaratan
utama. Secara kimia, suatu pewarna dapat didefinisikan sebagai suatu senyawa
organik yang mengandung sebuah cincin benzen dan juga suatu kelompok
kromofor dan auksokrom (Cappucino dan Sherman, 2013).
Mikrob sulit dilihat dengan mikroskop cahaya, karena tidak mengadsorbsi
ataupun membiaskan cahaya. Alasan inilah yang menyebabkan zat warna
digunakan untuk mewarnai mikrob atau latar belakangnya. Zat warna
mengadsorbsi dan membiaskan cahaya sehingga kontras mikrob dengan
sekelilingnya di tingkatkan. Penggunaan zat warna memungkinkan pengamatan
struktur sel seperti spora, flagela dan bahan inklusi yang mengandung zat pati dan
granula fosfat. Pewarnaan yang digunakan untuk melihat salah satu struktur sel
disebut pewarnaan khusus, sedangkan pewarnaan yang digunakan untuk
memilahkan mikrob disebut pewarnaan diferensial (Lay, 2014).
Berdasarkan uraian di atas, maka perlu dilakukan praktikum untuk
mengetahui teknik-teknik pewarnaan pada bakteri agar nantinya mahasiswa dapat
membedakan bentuk dan penataan sel bakteri serta mengetahui bakteri Gram
positif dan Gram negatif.
1.2 Tujuan
Berdasarkan latar belakang diatas adapun tujuan dari praktikum yang ber
judul teknik pewarnaan bakteri sebagai berikut :
1. Untuk mengetahui bentuk dan penataan sel bakteri.
2. Untuk membedakan karakter bakteri Gram negatif dan positif.
3. Untuk mengetahui teknik-teknik pewarnaan bakteri.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Teknik Pewarnaan Bakteri


Bakteri merupakan organisme prokariot. Umumnya ukuran bakteri sangat
kecil. Sel bakteri memiliki panjang yang beragam, sel beberapa spesies dapat
berukuran 100 kali lebih panjang dari pada sel spesies yang lain. Bakteri
merupakan makhluk hidup dengan ukuran antara 0,1 sampai 0,3 µm. Bentuk
bakteri bermacam–macam yaitu elips, bulat, batang dan spiral. Bakteri lebih
sering diamati dalam olesan terwarnai dengan suatu zat pewarna kimia agar
mudah diamati atau dilihat dengan jelas dalam hal ukuran, bentuk, susunan dan
keadaan struktur internal dan butiran. Sel-sel individu bakteri dapat berbentuk
seperti bola/elips, batang, atau spiral (Pelczar, 2016).
Identifikasi bakteri dapat dilakukan dengan berbagai metode, baik secara
konvensional maupun yang lebih spesifik secara molekuler. Identifikasi secara
konvensional dapat dilakukan dengan pengamatan ciri morfologi, pewarnaan
Gram, maupun dari aktivitas enzimatik. Teknik molekuler untuk identifikasi
spesies suatu bakteri salah satunya menggunakan analisis 16S rRNA. 16S rRNA
berupa sekuens untuk mengidentifikasi bakteri dari urutan pasangan basanya,
sehingga diperoleh hasil yang lebih akurat. Kemiripan urutan basa nukleotida gen
16S rRNA mampu digunakan untuk mengidentifikasi bakteri sampai pada tingkat
spesies. Sifat variatif suatu basa dapat digunakan untuk melihat galur dalam
spsesies yang sama (Wulandari dan Purwaningsih, 2019).
Pewarnaan bakteri bertujuan untuk memudahkan melihat bakteri dengan
mikroskop, memperjelas ukuran dan bentuk bakteri, untuk melihat struktur luar
dan struktur dalam bakteri seperti dinding sel dan vakuola, menghasilkan sifat-
sifat fisik dan kimia yang khas daripada bakteri dengan zat warna, serta
meningkatkan kontras mikrob dengan sekitarnya. Berhasil tidaknya suatu
pewarnaan sangat ditentukan oleh waktu pemberian warna dan umur biakan yang
diwarnai (umur biakan yang baik adalah 24 jam) (Hadiutomo, 2010).
Secara garis besar teknik pewarnaan bakteri dapat dikategorikan sebagai
pewarnaan sederhana, pewarnaan differensial (pewarnaan Gram dan pewarnaan
tahan asam), pewarnaan khusus untuk melihat struktur tertentu, seperti pewarnaan
flagel, pewarnaan spora, pewarnaan kapsul, pewarnaan khusus untuk melihat
komponen lain dan bakteri (pewarnaan Neisser (granula volutin), pewarnaan
yodium (granula glikogen) dan pewarnaan negatif (Gozali, 2019).
2.1.1 Pewarnaan Sederhana
Pada pewarnaan sederhana, apusan bakteri diwarnai dengan suatu pereaksi
tunggal, yang menghasilkan warna yang sangat kontras antara organisme dengan
latar belakangnya. Pewarna-pewarna basa dengan kromogen bermuatan positif
lebih disukai karena asam nukleat bakteri dan komponen-komponen dinding sel
tertentu. bermuatan negatif sehingga sangat kuat tertarik dan ter ikat pada
kromogen kationik. Tujuan pewarnaan sederhana yaitu untuk mengelusidasi
morfologi dan susunan sel-sel bakteri (Cappucino dan Sherman, 2013).
2.1.2 Pewarnaan Diferensial
Pewarnaan diferensial memerlukan penggunaan sedikitnya tiga pereaksi
kimia yang diberikan secara bertahap pada apusan yang telah difiksasi dengan
pemanasan. Pereaksi pertama disebut pewarna primer. Fungsi pewarna primer
adalah untuk memberikan warna kepada semua sel. Untuk menghasilkan kontras
warna, pereaksi kedua yang digunakan yaitu senyawa pemucat. Berdasar kan
komposisi kimia komponen-komponen sel, senyawa pemucat (decolorizing agent)
dapat atau tidak dapat menghilangkan warna primer dari keseluruhan sel atau
hanya dari strukturstruktur sel tertentu. Pereaksi terakhir, pewarna tandingan,
memiliki warna pengontras terhadap pewarna primer. Setelah pemucatan warna,
jika pewarna primer tidak terbilas, pewarna tandingan tidak dapat diserap dan sel
atau komponennya akan mempertahankan warna dari pewarna primer. Jika
pewarna primer hilang, komponen sel yang tidak berwarna tersebut akan
menerima dan mengambil warna pengontras dari pewarna tandingan. Tipe-tipe sel
atau struktur strukturnya dapat dibedakan satu sama lain berdasarkan pada
pewarna yang dipertahankannya ( Cappucino dan Sherman, 2013).
a. Pewarnaan Gram
Pewarnaan Gram atau metode Gram adalah suatu metode empiris untuk
membedakan spesies bakteri menjadi dua kelompok besar, yakni Gram positif dan
Gram negatif, berdasarkan sifat kimia dan fisik dinding sel mereka. Metode ini
diberi nama berdasarkan penemunya, ilmuwan Denmark Hans Christian Gram
(1853–1938) yang mengembangkan teknik ini pada tahun 1884 untuk
membedakan antara Pneumokokus dan bakteri Klebsiella pneumoniae. Pengujian
ini berguna untuk mengklasifikasikan kedua tipe bakteri berdasarkan perbedaan
struktur dinding sel mereka. Pemulasan dengan pewarnaan Gram dapat disimpan
untuk penilaian ulangan (Sutedjo, 2011). Menurut Cappucino dan Sherman (2013)
mengatakan bahwa pada pewarnaan Gram menggunakan pewarna primer seperti
kristal violet (Hucker). Pewarna violet/ungu ini diguna kan pertama kali dan
mewarnai seluruh sel menjadi ungu. Kemudian, pewarnaan Gram juga
meggunakan peluntur. Iodin Gram Pereaksi ini bukan hanya suatu senyawa
pembunuh, melainkan juga berperan sebagai peluntur, suatu zat yang
meningkatkan afinitas sel terhadap suatu pewarna dengan cara berikatan dengan
pewarna primer sehingga membentuk suatu kompleks yang tidak larut.
Pada pewarnaan Gram, bakteri dapat dikelompokkan menjadi dua yaitu,
bakteri Gram positif dan bakteri Gram negatif, yang didasarkan dari reaksi atau
sifat bakteri terhadap cat tersebut. Reaksi atau sifat bakteri tersebut ditentukan
oleh komposisi dinding selnya sehingga pengecatan Gram tidak bisa dilakukan
pada mikrob yang tidak mempunyai dinding sel seperti Mycoplasma sp
(Hadiutomo, 2011).
Tujuan dari pewarnaan Gram ini yaitu untuk mempermudah melihat
bakteri secara mikroskopik, memperjelas ukuran dan bentuk bakteri, melihat
struktur dalam bakteri seperti dinding sel dan vakuola, dan menghasilkan sifat-
sifat fisik serta kimia khas dari bakteri dengan zat warna. Dalam pewarnaan,
bakteri Gram positif berwarna ungu sedangkan bakteri Gram negatif berwarna
merah (Bulele et al., 2019).
Pewarnaan Gram masih merupakan salah satu prosedur yang paling
banyak digunakan untuk mencirikan banyak bakteri. Terutama amat berarti di
laboratorium diagnostik rumah sakit karena informasi yang diperoleh dari
pengamatan spesimen yang diwarnai dengan pewarnaan Gram dengan cepat dapat
memberi petunjuk akan organisme penyebab suatu infeksi (Sutedjo, 2011).
Bakteri Gram negatif adalah bakteri yang tidak mempertahankan zat warna
metil ungu pada metode pewarnaan Gram. Bakteri Gram positif akan
mempertahankan warna ungu gelap setelah dicuci dengan alkohol, sementara
bakteri Gram negatif tidak. Dinding sel bakteri Gram negatif mempunyai
kandungan lipida yang tinggi dibandingkan dinding sel bakteri Gram positif
sedangkan Bakteri Gram positif adalah bakteri yang mempertahankan zat warna
metil ungu sewaktu proses pewarnaan Gram. Bakteri jenis ini akan berwarna biru
atau ungu di bawah mikroskop. Perbedaan klasifikasi antara kedua jenis bakteri
ini terutama didasarkan pada perbedaan struktur dinding sel bakteri. Perbedaan
struktur dinding sel bakteri Gram positif dan Gram negatif menyebabkan
perbedaan reaksi dalam permeabilitas zat warna dan penambahan larutan
pemucat. Sebagian besar dinding sel bakteri Gram positif terdiri dari
peptidoglikan, oleh karena itu, pengecatan Gram tidak bisa dilakukan pada mikrob
yang tidak mempunyai dinding sel seperti Mycoplasma sp.
b. Pewarnaan Tahan Asam
Zat pewarna tahan asam (acid-fast stain). Zat pewarna tahan asam (juga
dise but zat pewarna Ziehl-Neelsen) digunakan khususnya untuk membantu
mengidentifikasi organisme dalam marga Mycobacterium. Marga ini mempunyai
banyak organisme baik yang tidak menimbulkan penyakit maupun beberapa
patogen virulen, yang dari kelompok ini tuberkulosis dan lepra adalah yang paling
penting. Mycobacteria dikatakan tahan asam sebab jika diwarnai dengan karbol
fuksin (zat pewarna merah) sifat kimianya yang unik menahan zat warna
walaupun olesan yang terwarnai telah dicuci dengan alkohol asam (etanol 95%
dengan asam hidroklor 3%). Perlakuan ini menghilangkan zat pewarna dari
organisme lain dalam olesan. Satu pengecualian terdapat pada bakteri patogen
(menimbulkan penyakit) berbentuk seperti jamur yang diklasifikasikan dalam
marga Nocardia. Sifat ini memisahkan kelompok bakteri tahan asam dari bakteri
lain dan memungkinkannya untuk mewarnai campuran sejumlah besar bakteri
(seperti yang terdapat dalam ludah) namun masih dapat mengenali bakteri tahan
asam. Cara ini benar-benar merupakan suatu keuntungan dalam diagnosis
tuberkulosis (Cappucino dan Sherman, 2013).
2.1.3 Pewarnaan Khusus
Pewarnaan khusus merupakan metode pewarnaan untuk mewarnai struktur
khusus atau tertentu dari bakteri seperti bagian spora, kapsul, flagel dan
sebagainya. Contoh pewarnaan khusus pewarnaan endospora anggota dari genus
Clostridium, Desulfomaculatum, dan Bacillus adalah bakteri yang memproduksi
endospora dalam siklus hidupnya. Tujuan dilakukannya pewarnaan endospora
adalah membedakan endospora dengan sel vegetatif, sehingga pembedaannya
tampak jelas. Endospora tetap dapat dilihat di bawah mikroskop meskipun tanpa
pewarnaan dan tampak sebagai bulatan transparan (Sutedjo, 2011).
Zat warna mengadsorbsi dan membiaskan cahaya sehingga kontras mikrob
dengan sekelilingnya ditingkatkan. Penggunaan zat warna memungkinkan
pengamatan struktur sel sperti spora flagela dan bahan inoklusi yang mengandung
zat pati dan granula fosfat (Lay, 2014).

2.2 Zat Warna pada Pewarnaan Bakteri


Zat warna yang digunakan dalam pewarnaan bersifat basa dan asam. Pada
zat warna basa bagian yang berperan dalam memberikan warna disebut kromofor
dan memiliki muatan positif. Sebaliknya, pada zat warna asam bagian yang
berperan memberikan zat warna mempunyai muatan negatif zat warna basa lebih
banyak digunakan karena muatan negatif banyak ditemukan didinding sel,
membran sel dan sitoplasma sewaktu proses pewarnaan muatan positif pada zat
warna basa akan berkaitan dengan muatan negatif dalam sel, sehingga mikrob
lebih jelas terlihat (Khariri, 2019).
Zat pewarna adalah garam yang terdiri atas ion positif dan negatif, salah
satu diantaranya berwarna. Pada zat warna yang bersifat basa, warna itu berada
pada ion positif, sedangkan pada zat pewarna asam warna itu pada ion negatif.
Hubungan bakteri dengan zat pewarnaan basa yang menonjol disebabkan terutama
oleh adanya asam nukleat dalam jumlah besar dalam protoplasma sel. Jadi, jika
bakteri itu diwarnai, muatan negatif dalam asam nukleat bakteri bereaksi dengan
ion negatif zat pewarna basa. Lembayung kristal, safranin, dan biru metilen adalah
bebrapa zat pewarna basa yang lazim dipakai (Volk dan Wheleer, 2018).
Kemampuan suatu pewarna untuk berikatan dengan komponen sel
makromolekul seperti protein atau asam asam nukleat bergantung pada muatan
elektrik yang ditemukan pada bagian kromogen dan juga pada komponen sel yang
akan diwarnai. Pewarna-pewarna asam bersifat anionik, yang berarti bahwa, pada
ionisasi pewarna, bagian kromogen memiliki muatan negatif sehingga memiliki
afinitas yang kuat (Cappucino dan Sherman, 2013).
BAB III
METODOLOGI PRAKTIKUM

3.1 Waktu dan Tempat


Praktikum mengenai teknik pewarnaan bakteri dilakukan pada Selasa, 11
Oktober 2022 pukul 13.30 WIB sampai 18.00 WIB bertempat di Laboratorium
Mikrobiologi, Gedung Basic Science, Jurusan Biologi, Fakultas Matematika dan
Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Bengkulu.

3.2 Alat dan Bahan


3.2.1 Alat
Adapun alat yang digunakan pada topik ini antara lain kaca objek,
mikroskop, pipet tetes, bunsen, kaca tutup, bak pewarna, jarum ose, hot plate,
sprayer, penjepit, gelas beaker.
3.2.2 Bahan
Adapun bahan yang digunakan pada topik ini antara lain tisu, biakan
mikrob, larutan metil biru, larutan karbol fuksin, alkohol 70%, alkohol 90%
nigrosin, larutan safranin, larutan ungu kristal, minyak imersi, air suling, pewarna
hijau malakit, disinfektan, dan larutan mordant.

3.3 Prosedur Kerja


3.3.1 Teknik Pewarnaan Sederhana.
Adapun prosedur kerja dalam pewarnaan sederhana. Pertama kaca objek
ditetesi aquadest, kemudian biakan mikrob dioleskan pada kaca objek hingga
aquadest berwarna keruh. Selanjutnya, kaca objek difiksasi panas hingga aquadest
mengering. Kemudian, 1 tetes zat warna biru metil dipipet ke olesan biakan
mikrob selama 1-2 menit. Kemudian, kaca objek dibilas dengan air. Kelebihan zat
warna pada preparat diserap dengan tisu. Terakhir, bentuk dan warna mikrob yang
terlihat diamati di bawah mikr oskop. Langkah-langkah sebelumnya diulangi,
dengan mengganti zat warna biru metil dengan safranin.
3.3.2 Teknik Pewarnaan Negatif
Adapun prosedur kerja dalam pewarnaan negatif. 1 ose bakteri dioleskan
pada kaca objek yang telah ditetesi aquadest. Kemudian, 1 tetes nigrosin dipipet
ke kaca objek dan disebarkan sampai ke pinggir kaca objek. Penyebaran
dilakukan dengan merata dan jangan sampai menumpuk, kemudian, kaca objek
dikeringkan. Bentuk sel yang terlihat diamati di bawah mikroskop.
3.3.3 Teknik Pewarnaan Gram
Adapun prosedur kerja dalam pewarnaan Gram. Disiapkan olesan biakan
mikrob yang akan diamati pada kaca objek. Kemudian, dioleskan 1 ose biakan
mikrob pada kaca objek yang telah ditetesi aquadest. Selanjutnya, Kaca objek
difiksasi panas hingga aquadest mengering. Kemudian, Pewarna kristal violet
dipipet 1 tetes dan dibiarkan selama 1 menit, kemudian dibilas dengan air. 1 tetes
iodium dipipet dan dibiarkan selama 2 menit, kemudian dibilas dengan air selama
10 detik. Kemudian, dilakukan pemucatan dengan alkohol 96% selama 1 menit,
kemudian kaca objek dibilas dengan air. Pewarna safranin dipipet 1 tetes dan
dibiarkan, kemudian dibilas dengan air, kelebihan warna diserap dengan tisu.
Bentuk dan warna mikrob yang terlihat diamati di bawah mikroskop.
3.3.4 Teknik Pewarnaan Spora
Adapun prosedur kerja dalam pewarnaan spora. Pertama olesan bakteri
pada kaca objek difiksasi panas. 1 tetes hijau malakit dipipet ke atas olesan
bakteri. Kemudian, kaca objek diletakkan di atas gelas beaker yang berisi air
mendidih selama 3 menit. Kaca objek dibiarkan dingin, kemudian kelebihan
warna dicuci dengan air. Selanjutnya, pewarna safranin dipipet 1 tetes, kemudian
dibiarkan selama 1 menit baru dibilas dengan air, kelebihan air diserap dengan
tisu. Bentuk dan pergerakan sel yang terlihat diamati di bawah mikroskop.
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil
Adapun hasil yang diperoleh dari praktikum teknik pewarnaan bakteri
adalah sebagai berikut.

Tabel 1. Hasil Pewarnaan Bakteri


Kelompok Kode isolat Bentuk Sel Penataan Sel Gram +/-
sp1 Bacil Streptobacil +
1 sp2 Bacil Streptobacil -
sp1 Coccus Staphylococcus +
2 sp2 Coccus Monococcus -
sp1 Coccus Staphylococcus +
3 sp2 Coccus Diplococcus -
sp1 Coccus Staphylococcus +
4 sp2 Bacil Monobacil -
sp1 Bacil Monobacil +
5 sp2 Bacil Monobacil -

Keterangan. sp: spesies, + : positif dan - : negatif

(a) (b)
Gambar 1. Hasil Pewarnaan Gram Bakteri (a) Sp1 Gram +, (b) Sp2 Gram - yang diamati
dibawah mikroskop binokuler dengan perbesaran 10×100.
Gambar 2. Hasil Pewarnaan Spora Bakteri yang diamati dibawah mikroskop binokuler dengan
perbesaran 10×100.

(a) (b)
Gambar 3. Hasil Pewarnaan Sederhana Bakteri (a) Sp1 menggunakan methylene blue,(b)
Sp 2 menggunakan safranin.

Gambar 4. Hasil Pewarnaan Negatif Bakteri Sp 1

4.2 Pembahasan
Pada pengamatan bakteri dalam kedaan hidup, memang terdapat kesulitan
karena selain bakteri itu tidak berwarna juga transparan dan sangat kecil. Untuk
mengatasi hal tersebut maka dikembangkan suatu teknik pewarnaan sel bakteri ini
merupakan salah satu cara yang paling utama dalam penelitian-penelitian
mikrobiologi (Dwidjoseputro, 2018).
Fungsi pewarnaan adalah mempermudah melihat bentuk jasad, baik
bakteri, ragi, maupun fungi, memperjelas ukuran dan bentuk jasad, melihat
struktur luar dan kalau memungkinkan struktur dalam jasad, melihat reaksi jasad
terhadap pewarna yang diberikan sehingga sifat-sifat fisik dan kimia dapat
diketahui, yang menyatakan bahwa pewarnaan Gram dapat membedakan antara
bakteri Gram positif dan Gram negatif (Khariri, 2019).
Pada praktikum teknik pewarnaan bakteri ini, digunakan 4 macam teknik
pewarnaan, yakni pewarnaan sederhana, pewarnaan Gram, pewarnaan spora, dan
pewarnaan negatif. Berdasarkan gambar 1, hasil pengamatan pewarnaan Gram
terhadap bakteri yang diamati dengan bantuan mikroskop diperoleh bakteri Gram
Positif. Terdapat bentuk bakteri yang terlihat yakni coccus dengan penataan sel
Sthapylococcus. Semua bakteri yang diuji dengan pewarnaan Gram ini termasuk
bakteri Gram positif (+). Hal ini ditandai dengan bakteri yang berwarna ungu.
Bakteri Gram positif akan berwarna ungu hal ini disebabkan kompleks zat warna
kristal violet yodium tetap dipertahankan meskipun diberi larutan pemucat,
sedangkan bakteri Gram negatif terdapat bentuk coccus, penataan sel monococcus
berwarna merah disebabkan kompleks tersebut larut sewaktu pemberian larutan
pemucat dan kemudian mengambil zat warna kedua yang berwarna merah.
Perbedaan ini disebabkan perbedaan struktur kedua kelompok bakteri tersebut.
Hal ini sesuai dengan Fitri (2012), yang menyatakan bahwa bila hasil pewarnaan
diperoleh bakteri berwarna merah maka bakteri tersebut adalah bakteri Gram
negatif, sedangkan bila diperoleh bakteri berwarna ungu maka bakteri tersebut
adalah Gram positif.
Menurut James (2008), mengatakan bahwa dari pewarnaan Gram, dapat
pula diketahui sifat dinding sel bakteri terhadap pewarna kristal violet dan
safranin. Bakteri yang menyerap kristal violet akan tetap berwarna ungu setelah
pelunturan dengan alkohol disebut Bakteri Gram positif, sedangkan bakteri yang
warna ungunya luntur pada pencucian dengan alkohol, akan menyerap zat warna
safranin sehingga akan berwarna merah muda disebut Bakteri Gram negatif.
Struktur dinding sel juga akan menentukan respon pewarnaan. Bakteri Gram
positif yang sebagian besar dinding selnya mengandung peptidoglikan akan
menjerat warna violet.
Pada pewarnaan spora diapatkan tipe spora pada sel bakteri. Tipe spora
yang dimaksud adalah oval terminal, hal ini berarti sel spora berada berada di
ujung dari spora yang ada. Menurut Damayanti et al. (2019), pewarnaan spora
bertujuan untuk mengetahui bahwa bakteri yang telah berhasil diisolasi ada
tidaknya spora di dalam sel bakteri. Spora sulit untuk diwarnai sehingga
dibutuhkan teknik pewarnaan khusus, setelah diberikan pewarnaan malachite
green dan didiamkan selama beberapa menit, pewarna dibersihkan menggunakan
air. Endospora pada sel bakteri akan menunjukkan warna hijau karena mengikat
pewarna malachite green sedangkan sel vegetatif akan berwarna merah karena
mengikat safranin.
Pada gambar 3 yaitu pewarnaan sederhana yang hanya menggunakan satu
macam zat warna, yakni metilen biru untuk meningkatkan kontras antara mikrob
dan sekelilingnya. Zat warna tidak akan mewarnai lingkungan sekitar bakteri,
akan tetapi mewarnai bakteri. Hal ini sesuai dengan pernyataan Veibrita (2012),
bahwa pada pewarnaan sederhana menguraikan satu jenis zat warna saja dengan
dilakukan fiksasi terlebih dahulu. Bakteri yang telah diwarnai dan diamati terlihat
berbentuk Bacillus dengan penataan. Bentuk dan penataan ini didapatkan dari
bentuk yang terlihat bulat dan penataannya yang berpasangan. Warna yang
berubah dikarenakan adanya ikatan ion antara komponen seluler dalam sel bakteri
dengan senyawa aktif dari pewarna yang disebut kromogen.
Pada pewarnaan negatif digunakan zat warna nigrosin atau tinta Cina.
Pewarnaan ini bertujuan untuk mewarnai latar belakang pada bakteri, sedangkan
bakterinya sendiri tidak mengalami pewarnaan saat diamati dibawah mikroskop
terdapat banyak bakteri berwarna putih yang ada pada sampel. Bakteri tidak
terwarnai akan tetapi mewarnai lingkungan sekitar bakteri. Beberapa mikroba
sulit diwarnai dengan zat warna yang bersifat basa, tetapi mudah dilihat dengan
pewarnaan negatif. Pada pewarnaan negatif mikrob dicampur dengan zat warna
nigrosin. Hal ini sesuai menurut Rahayu (2012), pada pewarnaan negatif
mikroorganisme terlihat transparan (tembus pandang) teknik ini berguna untuk
menentukan morfologi dan ukuran sel.
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan dari hasil praktikum yang telah diperoleh, maka dari itu dapat
disimpulkan bahwa:
1. Pewarnaan Gram bentuk bakteri coccus dengan penataan monococcus dan
Staphylococcus. Pada pewarnaan sederhana bentuk bakteri berbentuk
Bacillus dengan penataan monoacillus. Pada pewarnaan negatif bentuk
bakteri coccus dengan penataan monococcus, streptococcus, diplococcus.
2. Bakteri Gram positif akan berwarna ungu hal ini karena kompleks zat warna
kristal violet sedangkan bakteri Gram negatif berwarna merah karena
menyerap zat warna tanding, yakni safranin.
3. Teknik pewarnaan bakteri yang dilakukan pada praktikum ini yaitu
pewarnaan sederhana untuk mengelusidasi morfologi dan penataan sel
bakteri, pewarnaan Gram untuk membedakan bakteri Gram (+) dan Gram (-),
pewarnaan spora untuk melihat struktur spora pada bakteri, dan pewarnaan
negatif untuk mewarnai latar belakang pada bakteri.

5.2 Saran
Pada praktikum selanjutnya dapat digunakan teknik-teknik pewarnaan
lainnya seperti pewarnaan kapsul, pewarnaan flagel dan teknik pewarnaan tahan
asam agar dapat diketahui perbandingannya.
DAFTAR PUSTAKA

Bulele, Trijeri., Fredine., dan Porotu, John. (2019). Identifikasi Bakteri dengan
Pewarnaan Gram pada Penderita Infeksi Mata Luar di Rumah Sakit Mata
Kota Manado. Jurnal e-Biomedik (eBm), 7(1), p. 31.

Cappuccino, James G., Natalie S. (2013). Manual Laboratorium Mikrobiologi.


Jakarta : EGC.

Dwidjoseputro. (2018). Dasar-Dasar Mikrobiologi. Jakarta: Djambatan.

Fitri L dan Yekki Y. (2012). Isolasi dan Pengamatan Morfologi Koloni Bakteri
Kitinolitik. Jurnal Ilmiah Pendidikan Biologi. 3(2), pp. 20-25.

Gozali, Amir. (2019). Pewarnaan Gram. Jakarta: PT Raja Grafindo.

Hadiutomo R. (2011). Teknik dan Prosedur Dasar Laboratorium Mikrobiologi.


Jakarta: Gramedia.

James, J., C. Baker., dan H. Swain. (2008). Prinsip-prinsip Sains untuk


Keperawatan, Alih Bahasa Wardhani. Erlangga: Jakarta.

Khariri dan Nelly P. (2019). Proporsi Metode Pendekatan Sindrom dan


Pewarnaan Gram dalam Diagnosis Infeksi Neisseria gonorrhoeae pada
Wanita Penjaja Seks (WPS). Journal On Medical Science. 6 (1), p. 32.

Lay, Bibiana, W. (2014). Analisis Mikrob di Laboratorium. Jakarta: PT Raja


Grafindo Persada.

Pelczar, M. J. (2016). Dasar-Dasar Mikrobiologi Jilid 1. Jakarta: UI Press.

Rahayu. 2012. Mikrobiologi Akuatik. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan,


Unhalu, Kendari

Sutedjo, M. (2011). Mikrobiologi Tanah. Jakarta : Rineka Cipta.

Veibrita, Berty S., Nirmayani., Trima, Wati., dan Hendra, Saputra. (2015).
Pewarnaan dan Cara-cara Pewarnaan. Samarinda: Universitas
Mulawarman.

Volk, W. A dan Wheeler M. F. (2018). Mikrobiologi Dasar. Jakarta: Erlangga.

Wulandari, Destik dan Purwaningsih, Desi. (2019). Identifikasi dan Karakterisasi


Bakteri Amilolitik Pada Umbi Colocasia Esculenta L. Secara Morfologi,
Biokimia, dan Molekuler. Jurnal Bioteknologi dan Biosains, 6 (2). p 248.
LAMPIRAN
No. Sitasi Gambar
1. (Cappucino dan
Sherman, 2013).

2. (Lay, 1994).
3. (Volk dan
Wheleer, 1988).

5. Khariri dan Nelly P.


2019
6. (Wulandari dan
Purwaningsih., 2019).

7. (Bulele et al., 2019).


8. (Wulandari et al., 2019).

Anda mungkin juga menyukai