KEPUTUSAN DIREKTUR
RUMAH SAKIT JIWA DAERAH PROVINSI LAMPUNG
Nomor : 180/ /D/SK/VII.02/2022
TENTANG
MEMUTUSKAN
Direktur
Lampiran 1
Keputusan Direktur Rumah Sakit Jiwa Daerah
Provinsi Lampung
Nomor :180/ / D/SK/VII.02/2022
Tertanggal :15 Juni 2022
Tentang KOMITE MUTU DAN KESELAMATAN
PASIEN RSJD Provinsi Lampung.
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Tujuan Pembangunan Kesehatan adalah tercapainya kemampuan untuk hidup
sehat bagi setiap penduduk agar dapat mewujudkan derajat kesehatan masyarakat
yang optimal, sebagai salah satu unsur kesejahteraan umum dari Tujuan Nasional.
Untuk itu perlu ditingkatkan upaya guna memperluas dan mendekatkan pelayanan
kesehatan kepada masyarakat dengan mutu yang baik dan biaya yang terjangkau.
Selain itu dengan semakin meningkatnya pendidikan dan keadaan sosial ekonomi
masyarakat, maka sistem nilai dan orientasi dalam masyarakatpun mulai berubah.
Masyarakat mulai cenderung menuntut pelayanan umum yang lebih baik, lebih
ramah dan lebih bermutu termasuk pelayanan kesehatan. Dengan semakin
meningkatnya tuntutan masyarakat akan mutu pelayanan Rumah Sakit maka fungsi
pelayanan RS Jiwa Daerah Provinsi Lampung secara bertahap perlu terus
ditingkatkan agar menjadi lebih efektif dan efisien serta memberi kepuasan kepada
pasien, keluarga maupun masyarakat.
Agar upaya peningkatan mutu pelayanan RS Jiwa Daerah Provinsi Lampung
dapat seperti yang diharapkan maka perlu disusun Pedoman Upaya Peningkatan
Mutu Pelayanan RS Jiwa Daerah Provinsi Lampung. Buku panduan tersebut
merupakan konsep dan program peningkatan mutu pelayanan RS Jiwa Daerah
Provinsi Lampung, yang disusun sebagai acuan bagi pengelola RS Jiwa Daerah
Provinsi Lampung dalam melaksanakan upaya peningkatan mutu pelayanan Rumah
Sakit. Dalam buku panduan ini diuraikan tentang prinsip upaya peningkatan mutu,
langkah-langkah pelaksanaannya dan dilengkapi dengan indikator mutu.
B. Tujuan
Tujuan pembuatan pedoman komite mutu adalah :
a. Agar tersedianya acuan bagi rumah sakit dalam melaksanakan
perencanaan, pelaksanaan, dan pengendalian serta pengawasan dan
pertanggungjawaban penyelenggaraan mutu pelayanan rumah sakit.
b. Meningkatkan mutu pelayanan kesehatan di rumah sakit secara efektif,
efisien dan berkesinambungan serta tersusunnya sistem monitoring
pelayanan rumah sakit melalui indikator mutu pelayana
-5-
BAB II
PENGERTIAN PENINGKATAN MUTU
Peningkatan Mutu dan Keselamatan Pasien adalah keseluruhan tata kelola mutu
melalui kegiatan komprehensif dan integratif untuk memantau, menilai dan
meningkatkan mutu dan keselamatan pasien serta manajemen risiko, sehingga mutu
rumah sakit menjadi lebih baik. Peningkatan mutu dan keselamatan pasien merupakan
tanggungjawab semua komponen di rumah sakit. Tujuan peningkatan mutu dan
keselamatan pasien adalah agar tercapai pelayanan prima rumah sakit yang
memprioritaskan keselamatan pasien. Peningkatan mutu dan keselamatan pasien
yang selanjutnya disingkat menjadi PMKP merupakan proses kegiatan yang
berkesinambungan (never ending process). Kegiatan PMKP harus dilaksanakan di
setiap unit kerja yang memerlukan mekanisme koordinasi antar unit dan juga antar
kepala unit kerja termasuk dengan komite medis dan komite keperawatan, sehingga
kegiatan PMKP tetap sesuai dengan program PMKP yang sudah disetujui oleh pemilik
atau representasi pemilik. Karena itu Rumah Sakit Paru Respira menetapkan
organisasi yang mengelola kegiatan PMKP yang dapat berbentuk Komite atau Tim
sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
-6-
BAB III
PENETAPAN ORGANISASI
A. Penetapan Organisasi
SUSUNAN ORGANISASI
KOMITE MUTU DAN KESELAMATAN PASIEN
RUMAH SAKIT JIWA DAERAH PROVINSI LAMPUNG
Direktur Utama
Ketua Komite
Sekretaris
Anggota
-7-
BAB IV
PENGATURAN PERAN PIMPINAN DALAM KOMITE MUTU DAN
KESELAMATAN PASIEN RUMAH SAKIT
A. Peran Pimpinan Rumah Sakit dalam Peningkatan Mutu dan Keselamatan Pasien
Kepemimpinan dan perencanaan dimulai dari pemilik Rumah Sakit,
Direktur Rumah Sakit, pimpinan klinis dan pimpinan manajerial secara
bersama-sama menyusun dan mengembangkan program peningkatan
mutu dan keselamatan pasien. Direktur Rumah Sakit bertanggung jawab
untuk memulai dan menyediakan dukungan berkelanjutan dalam hal
komitmen Rumah Sakit terhadap mutu dan keselamatan pasien. Direktur
Rumah Sakit mengembangkan program mutu dan keselamatan pasien dan
mengajukan persetujuan program kepada pemilik Rumah Sakit, dan
melalui misi Rumah Sakit serta dukungan pemilik Rumah Sakit membentuk
suatu budaya mutu dan keselamatan pasien di Rumah Sakit.
Direktur Rumah Sakit memilih pendekatan yang digunakan oleh Rumah
Sakit untuk mengukur, menilai, dan meningkatkan mutu dan keselamatan
pasien. Pengukuran mutu dilakukan menggunakan indikator mutu di tingkat
rumah sakit dan ditingkat unit pelayanan yang merupakan kesatuan yang
tidak dapat dipisahkan. Direktur Rumah Sakit menetapkan organisasi yang
mengelola program peningkatan mutu dan keselamatan pasien, pedoman
peningkatan mutu dan keselamatan pasien, dan program peningkatan
mutu dan keselamatan pasien.
Pimpinan Rumah Sakit memilih mekanisme pengukuran data untuk PMKP. Di
samping itu, pimpinan Rumah Sakit juga memberikan arahan dan dukungan terhadap
pelaksanaan program misalnya menyediakan sumber daya yang cukup agar komite
mutu dapat bekerja secara efektif. Pimpinan Rumah Sakit juga menerapkan
mekanisme dan proses untuk memantau dan melakukan koordinasi secara
menyeluruh terhadap penerapan program di Rumah Sakit. Koordinasi ini dapat
tercapai melalui pemantauan dari komite mutu, atau struktur lainnya. Koordinasi
menggunakan pendekatan sistem untuk pemantauan mutu dan aktivitas perbaikan
sehingga mengurangi duplikasi; misalnya terdapat dua unit yang secara independen
mengukur suatu proses atau luaran yang sama.
Komunikasi dan pemberian informasi tentang hasil program PMKP secara berkala
setiap triwulan kepada Direktur dan staf merupakan hal yang penting Informasi yang
diberikan mencakup hasil pengukuran data, proyek perbaikan mutu yang baru akan
dilaksanakan atau proyek perbaikan mutu yang sudah diselesaikan, hasil pencapaian
Sasaran Keselamatan Pasien, penelitian terkini dan program kaji banding. Tanggung
jawab direktur dan pimpinan RS adalah menetapkan Prioritas perbaikan di tingkat
Rumah Sakit yaitu perbaikan yang akan berdampak luas/menyeluruh dan dapat
-8-
dilakukan di berbagai unit klinis maupun non klinis. Prioritas perbaikan tersebut harus
dilakukan pengukuran dalam bentuk indikator mutu prioritas RS (IMP-RS).
-9-
BAB V
PENETAPAN INDIKATOR MUTU PRIORITAS DAN
PENGUMPULAN DATA
BAB VII
SISTEM MANAJEMEN DATA
A. Analisis
Analisis data merupakan salah satu kegiatan program komite mutu dan keselamatan
pasien untuk mendukung asuhan pasien dan manajemen rumah sakit. Rumah sakit
menunjuk staf sebagai penanggung jawab pengumpul, analisa, dan validasi data.
Petugas yang sudah mengikuti pelatihan tentang manajemen data yang bertugas
mengumpulkan dan mengnalisa data secara sistematis.
1. Data dikumpulkan, dianalisis, dan diubah menjadi informasi untuk mengidentifikasi
peluang-peluang untuk perbaikan.
2. Staf yang ditunjuk melakukan proses pengukuran menggunakan alat dan teknik
statistik.
3. Hasil analisis data dilaporkan kepada penanggung jawab indikator mutu yang akan
melakukan perbaikan.
B. Validasi Data
Rumah Sakit mempunyai regulasi validasi data indikator area klinik yang baru atau
mengalami perubahan dan data yang akan dipublikasikan. Regulasi ini diterapkan
dengan menggunakan proses internal validasi data.
1. Kebijakan data yang harus di validasi yaitu :
a) Pengukuran indikator mutu baru
b) Bila data akan dipublikasi ke masyarakat baik melalui website RS atau media
lain
c) Ada perubahan pada pengukuran yang selama ini sudah dilakukan, misalnya
perubahan profil indikator, instrument pengumpulan data, proses agregasi data,
atau perubahan staf pengumpulan data atau validator.
d) Bila terdapat perubahan hasil pengukuran diketahui sebabnya
e) Bila terdapat perubahan sumber data, misalnya terdapat perubahan sistem
pencatatan pasien dari manual ke elektronik
f) Bila terdapat perubahan subjek data seperti perubahan umr rata-rata pasien,
perubahan riset, PPK baru diperlakukan, serta adanya teknologi dan metodologi
pengobatan baru
g) Bila data akan dilaporkan ke direktur atau dewas secara regular setiap tiga
bulan
2. Proses validasi data mencakup namun tidak terbatas sebagai berikut :
a) Mengumpulkan ulang data oleh orang kedua yang tidak terlibat dalam proses
pengumpulan data sebelumnya (data asli)
b) Mengumpulkan sampel tercatat, kasus dan data lainnya yang sahih secara
statistik. Sampel 100% hanya dibutuhkan jika jumlah pencatatan, kasus atau
data lainnya sangat kecil jumlahnya.
-12-
C. Rencana Perbaikan
1. Rumah sakit membuat rencana perbaikan terhadap mutu dan keselamatan
berdasar atas hasil capaian mutu.
2. Rumah sakit melakukan uji coba rencana perbaikan terhadap mutu dan
keselamatan pasien.
3. Rumah sakit mernerapkan / melaksanakan rencana perbaikan terhadap mutu dan
keselamatan pasien.
4. Tersedia data yang menunjukkan bahwa perbaikan bersifat efektif dan
berkesinambungan,
5. Bukti perubahan-perubahan regulasi yang diperlukan dalam membuat rencana,
melaksanakan, dan mempertahankan perbaikan.
6. Rumah sakit mempunyai standar pelayanan kedokteran berdasarkan PPK di
evaluasi dengan alur klinik / clinical pathway
7. Pengukuran prioritas perbaikan klinis ditetapkan direktur bersama pimpina medis,
ketua komite medik dan KSM menetapkan paling sedikit 5 (lima) evaluasi
pelayanan prioritas standar pelayanan kedokteran.
8. Evaluasi pelayanan prioritas standar pelayanan kedokteran dilakukan sampai
terjadi pengurangan variasi data awal ke target yang ditentukan rumah sakit.
BAB VIII
MONITORING DAN EVALUASI
BAB IX
PELAPORAN
Lampiran 2
Keputusan Direktur
Rumah Sakit Jiwa Daerah Provinsi Lampung
Nomor :180/ / D/SK/VII.02/2022
Tertanggal :15 Juni 2022
Tentang Komite Mutu dan keselamatan
Pasien RSJD Provinsi Lampung.
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Keselamatan (safety) telah menjadi isu global, dan rumah sakit sebagai
penyedia jasa pelayanan kesehatan termasuk didalamnya. Ada lima isu penting yang
terkait dengan keselamatan (safety) di rumah sakit yaitu : keselamatan pasien (patient
safety), keselamatan pekerja atau petugas kesehatan, keselamatan bangunan dan
peralatan di rumah sakit yang bisa berdampak terhadap keselamatan pasien,
keselamatan lingkungan, yang berdampak terhadap kelangsungan insitusi rumah
sakit. Namun harus diakui kegiatan rumah sakit dapat berjalan apabila ada pasien.
Karena itu keselamatan pasien merupakan prioritas utama untuk dilaksanakan. Kelima
aspek keselamatan tersebut sangatlah penting untuk dilaksanakan di setiap rumah
sakit.
Keselamatan pasien sudah menjadi tuntutan masyarakat dan menjadi tolak
ukur mutu dari setiap rumah sakit, dan berdasarkan atas latar belakang itulah maka
pelaksanaan program keselamatan pasien di Rumah Sakit Jiwa Daerah Provinsi
Lampung perlu dilaksanakan dan dijaga mutu nya agar tidak terjadi Kejadian Tidak
Diharapkan (KTD) dan Kejadian Sentinel. Langkah yang sederhana yang dapat
dilakukan untuk meminimalisir kejadian yang tidak diinginkan yaitu mulai dengan
proses pelaporan lalu dilanjutkan dengan proses analisis supaya menemukan akar
masalahnya. Proses ini sangat penting dilakukan guna mencapai asuhan pasien yang
aman bagi Rumah Sakit.
Agar kegiatan ini dapat terarah dan berkesinambungan maka perlu di buat
pedoman yang bisa digunakan semua unit di rumah sakit. Pedoman ini digunakan
sebagai acuan dalam memberikan pelayanan kepada pasien di Rumah sakit Jiwa
Derah Provinsi Lampung yang sesuai dengan prinsip keselamatan pasien untuk dapat
meningkatkan mutu pelayanan di RS Jiwa Daerah Provinsi Lampung sehingga
Kejadian Tidak diharapkan dan Kejadian Sentinel dapat dicegah sedini mungkin.
-17-
B. Tujuan
1. Tujuan Umum
Sebagai pedoman bagi manajemen RS Jiwa Daerah Provinsi Lampung Untuk
dalam melakukan system keselamatam pasien rumah sakit sehingga dapat
menurunkan insiden keselamtan pasien dan tercipta budaya keselamatan pasien
serta peningkatan mutu pelayanan rumah sakit
2. Tujuan Khusus
a. Rumah Sakit (Internal)
a) Terlaksannya program keselamatan pasien rumah sakit secara system dan
terarah
b) Terlaksananya sistem pelaporan insiden keselamatan pasien rumah sakit
c) Terdapatnya pembelajaran untuk perbaikan asuhan kepada pasien agar
dapat mencegah kejadian yang sama di kemudian hari
d) Terbangunnya kesadaran tenaga kesehatan dan masyarakat tentang
nudaya keselamatan pasien.
b. KPP – RS (Eksternal)
a) Terdapatnya peta / data nasional angka insiden keselamatan pasien (KTD
dan Sentinel)
b) Terdapatnya pembelajaran untuk meningkatkan mutu pelayanan dan
keselamatan pasien bagi rumah sakit lain
c) Terdapatnya Langkah-langkah praktis keselamatan pasien untuk rumah
sakit di Indonesia.
C. SASARAN PEDOMAN
1. Pasien
2. Karyawan
3. Provider
-18-
BAB II
KESELAMATAN PASIEN RUMAH SAKIT
C. Dasar Hukum
1. Undang-undang No. 44 tahun 2009 tentang Rumah Sakit
2. Undang-Undang No 29 tahun 2004 tentang Praktek Kedokteran
-19-
BAB III
PENGORGANISASIAN / PENGELOLAAN
KEGIATAN KESELAMATAN PASIEN RUMAH SAKIT
A. Peran
1. Memonitor dan mengevaluasi pelaksanaan Standar Keselamatan Pasien di RS
Jiwa Daerah Provinsi Lampung
2. Memonitor dan mengevaluasi pelaksanaan Tujuh Langkah Keselamatan Pasien di
RS Jiwa Daerah Provinsi Lampung
3. Memonitor dan mengevaluasi pelaksanaan Sasaran Keselamatan Pasien di RS
Jiwa Daerah Provinsi Lampung
4. Memonitor dan mengevaluasi sistem pelaporan insiden internal dan eksternal pada
pasien di RS Jiwa Daerah Provinsi Lampung
B. Tugas
1. Menyusun kebijakan, pedoman, dan program kerja terkait keselamatan pasien
Rumah Sakit;
2. Memberi masukan dan pertimbangan kepada Kepala atau Direktur Rumah Sakit
dalam rangka pengambilan kebijakan keselamatan pasien;
3. Memantau dan memandu penerapan keselamatan pasien di unit kerja;
4. Motivasi, edukasi, konsultasi, pemantauan dan penilaian tentang penerapan
program keselamatan pasien;
5. Mencatat, analisis, dan pelaporan insiden, termasuk melakukan Root Cause
Analysis (RCA), dan pemberian solusi untuk meningkatkan keselamatan pasien;
6. Melaporkan insiden secara kontinu sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan;
7. Melaksanakan pelatihan keselamatan pasien; dan
8. Menyusunan laporan pelakasanaan program keselamatan pasien
-21-
KOMITE MEDIK
KOMITE KEPERAWATAN
INSTALASI KETERTIBAN
INSTALASI GAWAT IPSRS
DAN KEAMANAN INSTALASI RAWAT INAP INSTALASI FARMASI
DARURAT
INSTALASI PKRS (KEWASMAS) INSTALASI NAPZA INSTALASI REKAM MEDIK INSTALASI P3RS
=
BAB IV
DEFINISI
A. Keselamatan Pasien
Keselamatan Pasien adalah suatu sistem dimana rumah sakit membuat asuhan
pasien lebih aman. Sistem tersebut meliputi assessmen risiko, identifikasi dan
pengelolaan hal yang berhubungan dengan risiko pasien, pelaporan dan analisis
insiden, kemampuan belajar dari insiden dan tindak lanjutnya serta implementasi
solusi untuk meminimalkan timbulnya risiko. Sistem tersebut diharapkan dapat
mencegah terjadinya cedera yang disebabkan oleh kesalahan akibat melaksanakan
suatu tindakan atau tidak melakukan tindakan yang seharusnya dilakukan.
B. Insiden Keselamatan Pasien
Insiden Keselamatan Pasien adalah setiap kejadian atau situasi yang dapat
mengakibatkan atau berpotensi mengakibatkan harm (penyakit, cedera, cacat,
kematian dan lain-lain) yang tidak seharusnya terjadi.
C. Laporan Insiden Keselamatan Pasien
Laporan Insiden Keselamatan Pasien adalah laporan tertulis atau suatu sistem untuk
mendokumentasikan insiden yang tidak disengaja dan tidak diharapkan, yang dapat
mengakibatkan atau berpotensi mengakibatkancederapadapasien. Sisteminijuga
mendokumentasikan kejadian-kejadian yang tidak konsisten dengan operasional rutin
rumah sakit atau asuhan pasien
D. Kejadian Sentinel
Kejadian Sentinel adalah suatu kejadian yang tidak berhubungan dengan
perjalanan penyakit pasien atau penyakit yang mendasarinya yang terjadi pada
pasien. Kejadian Sentinel merupakan salah satu jenis insiden yang harus dilaporkan
yang menyebabkan terjadinya hal-hal berikut:
1. Kematian
2. Cedera permanen
3. Cedera berat yang bersifat sementara / reversible
Cedera permanen adalah dampak yang dialami pasien yang bersifat ireversibel akibat
insiden yang dialaminya misalnya kecacatan, kelumpuhan, kebutaan, tuli, dan lainnya.
Cedera berat yang bersifat sementara adalah cedera yang bersifat kritis dan dapat
mengancam nyawa yang erlangsung dalam suatu kurun waktu tanpa terjadinya cedera
pemanen/gejala sisa, namun kondisi tersebut mengharuskan pemindahan pasien ke
tingkat perawatan yang lebih tinggi/pengawasan pasen untuk jangka eaktu yang lama,
pemindahan pasein ke tingkat perawtan yang lebih tinggi karena adanya kondisi yang
mengancam nyawa, atau penambahan operasi besar, tindakan atau tata laksana
untuk menanggulangi kondisi tersebut. Kejadian dapat digolongkan sebagai kejadian
sentinel jika terjadi salah satu dari berikut ini:
1. Bunuh diri oleh pasien yang sedang dirawat, ditatalaksanan, menerima pelayanan
di unit yang selalu memiliki staf sepanjang hari atau dalam waktu 72 jam setelah
pemulangan pasien, termasuk dari Unit Gawat Darurat (UGD) rumah sakit;
4. Penculikan pasien yang sedang menerima perawata, tata laksana, dan pelayanan
5. Kaburnya pasien (atau pulang tanpa izin) dari unit perawatan yang selalau dijaga
oleh staf sepanjang hari (termasuk UGD), yang menyebabkan kematian, cedera
permanen, atau cedera sementara derajat berat bagi pasien tersebut
6. Reaksi transfusi hemolitik yang melibatkan pemberian darah atau produk darah
dengan inkompatibilitas golongan darah mayor (ABO,Rh, kelompok darah lainnya)
8. Tindakan invasif, termasuk operasi yang dilakukan pada psien salah, pada sisi
yang salah, atau menggunakan prosedur yang salah (secara tidak sengaja)
9. Tertinggalnya benda asing dalam tubuh pasien secara tidak sengaja setelah suatu
tindakan invasif
11. Fluroskopi berkepanjangan dengan dosisi kumulatif >1500 rad pada suatu medan
tunggal atau pemberian radioterapi ke arah tubuh yang salah atau pemberian
radioterapi > 25% melebihi dosis radioterapi yang direncanakan
12. Kebakaran lidah api, atau asap, uap panas, atau pijaran yang tidak diantisipasi
selama satu episode perawatan pasien
14. Morbiditas ibu derajat berat (terutama tidak berhubungan dengan perjalanan
alamihan penyakit pasien atau kondisi lain yang mendasari) terjadi pada pasien
dan menyebabkan cedera permanen atau cedera sementara derajat berat
FMEA/ Failure Mode & Effect Analysis adalah metode perbaikan kinerja yang
dilakukan secara proaktif dengan melakukan identifikasi dan mencegah potensi
kegagalan sebelum terjadi yang bertujuan untuk meningkatkan keselamatan pasien.
BAB V
A. Hak Pasien
Standar :
Kriteria:
Kriteria:
Keselamatan dalam pemberian pelayanan dapat ditingkatkan dengan keterlibatan
pasien yang merupakan partner dalam proses pelayanan. Karena itu, di fasilitas
pelayanan kesehatan harus ada sistem dan mekanisme mendidik pasien dan
keluarganya tentang kewajiban dan tanggung jawab pasien dalam asuhan pasien.
Dengan pendidikan tersebut diharapkan pasien dan keluarga dapat:
1. Memberikan informasi yang benar, jelas, lengkap dan jujur.
2. Mengetahui kewajiban dan tanggung jawab pasien dan keluarga.
3. Mengajukan pertanyaan-pertanyaan untuk hal yang tidak dimengerti.
4. Memahami dan menerima konsekuensi pelayanan.
5. Mematuhi instruksi dan menghormati peraturan fasilitas pelayanan Kesehatan
6. Memperlihatkan sikap menghormati dan tenggang rasa.
7. Memenuhi kewajiban finansial yang disepakati.
C. Keselamatan Pasien dan Kesinambungan Pelayanan
Standar :
Rumah Sakit menjamin keselamatan pasien dalam kesinambungan pelayanan dan
menjamin koordinasi antar tenaga dan antar unit pelayanan.
Kriteria:
1. Terdapat koordinasi pelayanan secara menyeluruh mulai dari saat pasien masuk,
pemeriksaan, diagnosis, perencanaan pelayanan, tindakan pengobatan, rujukan
dan saat pasien keluar dari fasilitas pelayanan kesehatan.
2. Terdapat koordinasi pelayanan yang disesuaikan dengan kebutuhan pasien dan
kelayakan sumber daya secara berkesinambungan sehingga pada seluruh tahap
pelayanan transisi antar unit pelayanan dapat berjalan baik dan lancar.
3. Terdapat koordinasi pelayanan yang mencakup peningkatan komunikasi untuk
memfasilitasi dukungan keluarga, pelayanan keperawatan, pelayanan sosial,
konsultasi dan rujukan, pelayanan kesehatan primer dan tindak lanjut lainnya.
4. Terdapat komunikasi dan transfer informasi antar profesi kesehatan sehingga
dapat tercapainya proses koordinasi tanpa hambatan, aman dan efektif.
Kriteria:
1. Setiap rumah sakit kesehatan harus melakukan proses perancangan (desain)
yang baik, mengacu pada visi, misi, dan tujuan fasilitas pelayanan kesehatan,
kebutuhan pasien, petugas pelayanan kesehatan, kaidah klinis terkini, praktik
bisnis yang sehat, dan faktorfaktor lain yang berpotensi risiko bagi pasien sesuai
dengan “Tujuh Langkah Menuju Keselamatan Pasien”.
2. Setiap rumah sakit harus melakukan pengumpulan data kinerja yang antara lain
terkait dengan: pelaporan insiden, akreditasi, manajemen risiko, utilisasi, mutu
pelayanan, keuangan.
3. Setiap rumah sakit harus melakukan evaluasi intensif terkait dengan semua
insiden, dan secara proaktif melakukan evaluasi satu proses kasus risiko tinggi.
4. Setiap rumah sakit kesehatan harus menggunakan semua data dan informasi
hasil analisis untuk menentukan perubahan sistem yang diperlukan, agar kinerja
dan keselamatan pasien terjamin.
Kriteria:
1. Terdapat tim antar disiplin untuk mengelola program keselamatan pasien.
2. Tersedia program proaktif untuk identifikasi risiko keselamatan dan program
meminimalkan insiden. Insiden meliputi Kondisi Potensial Cedera Signifikan
(KPCS), Kejadian Nyaris Cedera (KNC), Kejadian Tidak Cedera (KTC), Kejadian
Tidak Diharapkan (KTD), dan kejadian Sentinel.
3. Tersedia mekanisme kerja untuk menjamin bahwa semua komponen dari fasilitas
pelayanan kesehatan terintegrasi dan berpartisipasi dalam program keselamatan
pasien.
4. Tersedia prosedur “cepat-tanggap” terhadap insiden, termasuk asuhan kepada
pasien yang terkena musibah, membatasi risiko pada orang lain dan
penyampaian informasi yang benar dan jelas untuk keperluan analisis.
5. Tersedia mekanisme pelaporan internal dan eksternal berkaitan dengan insiden
termasuk penyediaan informasi yang benar dan jelas tentang Analisis Akar
Masalah “Kejadian Nyaris Cedera” (KNC/Near miss) dan “Kejadian Sentinel’ pada
saat program keselamatan pasien mulai dilaksanakan.
6. Tersedia mekanisme untuk menangani berbagai jenis insiden, misalnya
menangani “Kejadian Sentinel” (Sentinel Event) atau kegiatan proaktif untuk
memperkecil risiko, termasuk mekanisme untuk mendukung staf dalam kaitan
dengan “Kejadian Sentinel”.
7. Terdapat kolaborasi dan komunikasi terbuka secara sukarela antar unit dan antar
pengelola pelayanan di dalam fasilitas pelayanan kesehatan dengan pendekatan
antar disiplin.
8. Tersedia sumber daya dan sistem informasi yang dibutuhkan dalam kegiatan
perbaikan kinerja fasilitas pelayanan kesehatan dan perbaikan keselamatan
pasien, termasuk evaluasi berkala terhadap kecukupan sumber daya tersebut.
9. Tersedia sasaran terukur, dan pengumpulan informasi menggunakan kriteria
objektif untuk mengevaluasi efektivitas perbaikan kinerja rumah sakit dan
keselamatan pasien, termasuk rencana tindak lanjut dan implementasinya.
F. Mendidik Staf Tentang Keselamatan Pasien
Standar :
1. Rumah Sakit terutama rumah sakit memiliki proses pendidikan, pelatihan dan
orientasi untuk setiap jabatan mencakup keterkaitan jabatan dengan keselamatan
pasien secara jelas.
2. Rumah Sakit terutama rumah sakit menyelenggarakan pendidikan dan pelatihan
yang berkelanjutan untuk meningkatkan dan memelihara kompetensi staf serta
mendukung pendekatan interdisipliner dalam pelayanan pasien.
Kriteria:
1. Setiap rumah sakit terutama rumah sakit harus memiliki program pendidikan,
pelatihan dan orientasi bagi staf baru yang memuat topik keselamatan pasien
sesuai dengan tugasnya masing-masing.
2. Setiap rumah sakit terutama rumah sakit harus mengintegrasikan topik
keselamatan pasien dalam setiap kegiatan inservice training dan memberi
pedoman yang jelas tentang pelaporan insiden.
3. Setiap rumah sakit harus menyelenggarakan pelatihan tentang kerjasama
kelompok (teamwork) guna mendukung pendekatan interdisipliner dan kolaboratif
dalam rangka melayani pasien.
Sangat penting bagi staf Rumah Sakit Jiwa Daerah Provinsi Lampung untuk dapat
menilai kemajuan yang telah dicapai dalam memberikan asuhan yang lebih aman. Dengan
tujuh langkah menuju keselamatan pasien Rumah Sakit Jiwa Daerah Provinsi Lampung
dapat memperbaiki keselamatan pasien, melalui perencanaan kegiatan dan pengukuran
kinerjanya. Melaksanakan tujuh langkah keselamatan pasien akan membantu memastikan
bahwa asuhan yang diberikan seaman mungkin, dan jika terjadi sesuatu hal yang tidak benar
bisa segera diambil tindakan yang tepat. Tujuh langkah keselamatan pasien juga bisa
membantu Rumah Sakit Jiwa Daerah Provinsi Lampung mencapai sasaran-sasarannya
untuk Tata Kelola Klinik, Manajemen Risiko, dan Pengendalian Mutu.
Segala upaya dikerahkan di rumah sakit Jiwa Daerah Provinsi Lampung untuk
menciptakan lingkungan yang terbuka dan tidak menyalahkan sehingga aman untuk
melakukan pelaporan. Dimasa lalu sangat sering terjadi reaksi pertama terhadap
insiden di rumah sakit adalah menyalahkan staf yang terlibat, dan dilakukan tindakan-
tindakan hukuman. Hal ini, mengakibatkan staf enggan melapor bila terjadi insiden.
Oleh karena itu, diperlukan lingkungan dengan budaya adil dan terbuka sehingga staf
berani melapor dan penanganan insiden dilakukan secara sistematik. Dengan budaya
adil dan terbuka ini pasien, staf Rumah Sakit Jiwa Daerah Provinsi Lampung akan
memperoleh banyak manfaat.
a. Rumah Sakit Jiwa Daerah Provinsi Lampung memiliki kebijakan yang menyatakan
apa yang harus dilakukan oleh staf apabila terjadi insiden, bagaimana dilakukan
investigasi dan dukungan apa yang harus diberikan kepada pasien, keluarga, dan
staf.
b. Rumah Sakit Jiwa Daerah Provinsi Lampung memastikan dalam kebijakan tersebut
ada kejelasan tentang peran individu dan akuntabilitasnya bila terjadi insiden.
Menegakkan fokus yang kuat dan jelas tentang keselamatan pasien diseluruh Rumah
Sakit Jiwa Daerah Provinsi Lampung. Keselamatan pasien melibatkan setiap orang
dalam Rumah Sakit Jiwa Daerah Provinsi Lampung. Membangun budaya keselamatan
dilakukan oleh pemimpi Rumah Sakit Jiwa Daerah Provinsi Lampung yang kuat dalam
kepemimpinan dan kemampuan organisasi mendengarkan pendapat seluruh anggota.
b. Dibentuk panitia mutu dan keselamtan pasien yang ditugaskan untuk menjadi
penggerak dalam gerakan keselamatan
c. Menumbuhkan etos kerja dilingkungan tim/unit anda sehingga staf merasa dihargai
dan merasa mampu berbicara apabila mereka berpendapat bahwa insiden bisa
terjadi.
a. Mempelajari kembali struktur dan proses untuk pengelolaan risiko klinis dan non
klinis, dan pastikan hal ini sudah terintegrasi dengan keselamatan pasien dan staf
komplain dan risiko keuangan serta lingkungan.
c. Melakukan proses asesmen risiko secara reguler untuk tiap jenis risiko dan lakukan
tindaka-tindakan yang tepat untuk meminimalisasinya.
d. Memastikan asesmen risiko yang ada di unit anda masuk ke dalam proses
asesmen risiko di tingkat organisasi dan risk register.
D. LANGKAH 4 BANGUN SISTEM PELAPORAN
Sistem pelaporan sangat vital di dalam pengumpulan informasi sebagai dasar analisa
dan penyampaikan rekomendasi. Memastikan staf anda mudah untuk melaporkan
insiden secara internal (lokal) maupun eksternal (nasional).
Rumah Sakit Jiwa Daerah Provinsi Lampung medorong kolega anda untuk secara aktif
melaporkan insiden-insiden keselamatan pasien baik yang sudah terjadi maupun yang
sudah di cegah tetapi bisa berdampak penting unutk pembelajaran. Panduan secara
detail tentang sistem pelaporan insiden keselamatan pasien akan di susun oleh
Komite Nasional Keselamatan Pasien (KNKP).
Peran aktif pasien dalam proses asuhannya harus diperkenalkan dan di dorong.
Pasien memainkan peranan kunci dalam membantu penegakan diagnosa yang akurat,
dalam memutuskan tindakan pengobatan yang tepat, dalam memilih fasilitas yang
aman dan berpengalaman, dan dalam mengidentifikasi Kejadian Tidak Diharapkan
(KTD) serta mengambil tindakan yang tepat. Mengembangkan cara-cara
berkomunikasi cara terbuka dan mendengarkan pasien.
b. Rumah Sakit Jiwa Daerah Provinsi Lampung memastikan pasien dan keluarganya
mendapatkan informasi apabila terjadi insiden dan pasien mengalami cidera
sebagai akibatnya.
c. Rumah Sakit Jiwa Daerah Provinsi Lampung memberikan dukungan kepada staf,
lakukan pelatihan-pelatihan dan dorongan agar mereka mampu melaksanakan
keterbukaan kepada pasien dan keluarganya .
Untuk tingkat Unit/Pelaksana :
Jika terjadi insiden keselamatan pasien, isu yang penting bukan siapa yang harus
disalahkan tetapi bagaimana dan mengapa insiden itu terjadi. Salah satu hal yang
terpenting yang harus kita pertanyakan adalah apa yang sesungguhnya terjadi dengan
sistem kita ini. Mendorong staf untuk menggunakan analisa akar masalah guna
pembelajaran tentang bagaimana dan mengapa terjadi insiden.
a. Rumah Sakit Jiwa Daerah Provinsi Lampung meyakinkan staf yang sudah terlatih
melakukan investigasi insiden secara tepat sehingga bisa mengidentifikasi akar
masalahnya.
b. Rumah Sakit Jiwa Daerah Provinsi Lampung melakukan asesmen tentang risiko-
risiko untuk setiap perubahan yang direncanakan.
c. Rumah Sakit Jiwa Daerah Provinsi Lampung memonitor dampak dari perubahan-
perubahan tersebut
a. Melibatkan tim anda dalam pengambangan cara-cara agar asuhan pasien lebih
baik dan lebih aman.
b. Mengkaji ulang perubahan-perubahan yang sudah dibuat dengan tim anda untuk
memastikan keberlanjutannya
c. Memastikan tim anda menerima feedback pada setiap followup dalam pelaporan
insiden.
BAB VII
Sasaran Keselamatan Pasien diterapkan Rumah Sakit Jiwa Daerah Provinsi Lampung
untuk mencegah terjadinya insiden keselamatan pasien serta meningkatkan mutu
pelayanan kesehatan sesuai dengan standar WHO Patient Safety (2007) yang digunakan
juga oleh pemerintah. Tujuan SKP adalah untuk mendorong rumah sakit melakukan
perbaikan-perbaikan yang menunjang tercapainya keselamatan pasien. Sasaran sasaran
dalam SKP menyoroti bidang-bidang yang bermasalah dalam pelayanan kesehatan,
memberikan bukti dan solusi hasil konsensus yang berdasarkan nasihat para pakar serta
penelitian berbasis bukti. Rumah Sakit Jiwa Daerah Provinsi Lampung, diberlakukan
Sasaran Keselamatan.
Langkah penerapan:
Langkah penerapan:
Langkah penerapan:
D. Memastikan Sisi yang Benar, Prosedur yang Benar, Pasien yang Benar Pada
Pembedahan/Tindakan Invasif
Langkah Penerapan:
Langkah Penerapan:
Langkah Penerapan:
2. Rumah sakit menerapkan proses untuk mengurangi risiko cedera pasien akibat
jatuh di rawat jalan.
3. Rumah sakit menerapkan proses untuk mengurangi risiko cedera pasien akibat
jatuh di rawat inap.
BAB VIII
SISTEM PELAPORAN INSIDEN KP, ANALISIS, DAN SOLUSI
1. Apabila terjadi suatu insiden (KNC/ KTD) di rumah sakit, wajib segera
ditindaklanjuti (dicegah / ditangani) untuk mengurangi dampak / akibat yang tidak
diharapkan.
2. Setelah ditindaklanjuti, segera buat laporan insidennya dengan mengisi Formulir
Laporan Insiden pada akhir jam kerja / shift kepada Atasan langsung. (Paling
lambat 2 x 24 jam ); jangan menunda laporan.
3. Setelah selesai mengisi laporan, segera serahkan kepada Atasan langsung
pelapor. (Atasan langsung disepakati sesuai keputusan Manajemen : Super- visor
/ Kepala Bagian / Instalasi/ Departemen / Unit, Ketua Komite Medis / Ketua
K.SMF).
4. Atasan langsung akan memeriksa laporan dan melakukan grading risiko terhadap
insiden yang dilaporkan.
5. Hasil grading akan menentukan bentuk investigasi dan analisa yang akan
dilakukan sebagai berikut :
a. Grade biru : Investigasi sederhana oleh Atasan langsung, waktu maksimal 1
minggu.
b. Grade hijau : Investigasi sederhana oleh Atasan langsung, waktu maksimal 2
minggu
c. Grade kuning : Investigaasi komprehensif / Analisis akar masalah / RCA oleh
Tim KP di RS, waktu maksimal 45 hari
d. Grade merah : Investigaasi komprehensif / Analisis akar masalah / RCA oleh
Tim KP di RS, waktu maksimal 45 hari.
6. Setelah selesai melakukan investigasi sederhana, laporan hasil investigasi dan
laporan insiden dilaporkan ke Tim KP di RS .
7. Tim KP di RS akan menganalisa kembali hasil Investigasi dan Laporan insiden
untuk menentukan apakah perlu dilakukan investigasi lanjutan (RCA) dengan
melakukan Regrading.
8. Untuk grade Kuning / Merah, Tim KP di RS akan melakukan Analisis akar
masalah / Root Cause Analysis (RCA)
9. Setelah melakukan RCA, Tim KP di RS akan membuat laporan dan Rekomendasi
untuk perbaikan serta “Pembelajaran” berupa : Petunjuk / ”Safety alert” untuk
mencegah kejadian yang sama terulang kembali.
10. Hasil RCA, rekomendasi dan rencana kerja dilaporkan kepada Direksi
11. Rekomendasi untuk “Perbaikan dan Pembelajaran” diberikan umpan balik kepada
unit kerja terkait.
12. Unit Kerja membuat analisa dan trend kejadian di satuan kerjanya masing-
masing
13. Monitoring dan Evaluasi Perbaikan oleh Tim KP di RS.
Penilaian matriks risiko adalah suatu metode analisa kualitatif untuk menentukan
derajat risiko suatu insiden berdasarkan Dampak dan Probabilitasnya.
1. Dampak (Consequences)
Penilaian dampak / akibat suatu insiden adalah seberapa berat akibat yang
dialami pasien mulai dari tidak ada cedera sampai meninggal (table 1).
Tabel 1
Penilaian Dampak Klinis / Konsekuensi / Severity
Tingkat
Risiko Deskripsi Dampak
Berkurangnya fungsi
motorik/sensorik/ psikologis atau
3 Moderat intelektual (reversibel), tidak
berhubungan dengan penyakit.
Setiap kasus yang memperpanjang
perawatan
Cedera luas / berat mis. Cacad, lumpuh
Kehilangan fungsi
4 Mayor motorik/sensorik/psikologis atau
intelektual (irreversibel), tidak
berhubungan dengan penyakit.
Kematian yang tidak berhubungan
5 Katastropik dengan perjalanan penyakit
Tabel 2
Penilaian Probabilitas / Frekuensi
TINGKAT
RISIKO DESKRIPSI
Setelah nilai Dampak dan Probabilitas diketahui, dimasukkan dalam Tabel Matriks Grading
Risiko untuk menghitung skor risiko dan mencari warna bands risiko.
a. SKOR RISIKO
b. BANDS RISIKO
Bands risiko adalah derajat risiko yang digambarkan dalam empat warna yaitu :
Biru, Hijau, Kuning dan Merah. Warna “bands” akan menentukan Investigasi
yang akan dilakukan : (tabel 3)
a) Bands BIRU dan HIJAU : Investigasi sederhana
b) Bands KUNING dan MERAH : Investigasi Komprehensif / RCA
WARNA BANDS: HASIL PERTEMUAN ANTARA NILAI
DAMPAK YANG DIURUT KEBAWAH DAN
NILAI PROBABILITAS YANG DIURUT KE
SAMPING KANAN
Contoh :
Pasien jatuh dari tempat tidur dan meninggal, kejadian seperti ini di RS X terjadipada
2 tahun yang lalu
Nilai dampak : 5 (katastropik ) karena pasien meninggal
Nilai probabilitas : 3 (mungkin terjadi) karena pernah terjadi 2 thn lalu
Skoring risiko : 5 x 3 = 15
Warna Bands : Merah (ekstrim)
Tabel 3
Tabel 4
Tindakan sesuai Tingkat dan bands risiko
PELAKSANAAN KEGIATAN
B. Rapat
C. Pelatihan
D. Orientasi
E. Supervisi
H. Sosialisasi
Sosialisasi regulasi baru dan lama yang terkait dengan keselamatan pasien
I. Laporan
1. Rumah Sakit wajib melakukan pencatatan dan pelaporan insiden yang meliputi
kejadian tidak diharapkan (KTD), kejadian nyaris cidera dan kejadian sentinel
2. Pencatatan dan pelaporan nsiden keselamatan pasien (IKP) mengacu pada pedoman
yang dikeluarkan oleh Komite Keselamatan Pasien Rumah sakit
5. Sub Komite Keselamatan pasien merekapitulasi laporan insiden dari ruamh sakit dan
menjaga kerahasiaannya
6. Sub komite keselamatan pasien melakukan kajian dan analisis dari analissi dari
laporan insiden rumah sakit serta melakukan sosialisasi hasil analisis dan solusi
masalah ke rumah sakit
7. Sub komite keselamatan pasien membuat laporan tahunan kegiatan yang telah
dilaksanakan ke kementrian Kesehatan
1. Direktur rumah sakit secara berkala melakukan monitoring dan evaluasi program
keselamatan pasien yang dilaksanakan oleh sub komite mutu keselamatan pasien
rumah sakit
2. Sub komite pasien rumah sakit secara berkala (paling lama 2 tahun) melakukan
evaluasi pedoman, kebijakam dan prosedur keselamatan pasien yang dipergunakan
di rumah sakit
3. Sub komite keselamatan pasien rumah sakit melakuakn evaluasi kegiata setiap
triwulan dan membuat tindak lanjut
4. Kepala rumah sakit secara berkala wajib melakukan pembinaan, pengawasan, dan
evaluasi kegiatan yang dilaksanakan oleh sub komite keselamatan pasien
5. Memonitor dan mengevaluasi penerapan standar keselamatan pasien
6. Monitoring dan evaluasi pemenuhan sasaran keselamatan pasien
7. Monitoring dan evaluasi sistem pelaporan insiden yang dilakukan di internal rumah
sakit
BAB XII
PENUTUP
I. DATA PASIEN
Nama : ........................................................................................................................................
........
No
MR : ......................................................Ruangan :......................................................................
.
Umur : …. Bulan …. Tahun
KelompokUmur* : 0-1 bulan >1 bulan - 1 tahun
>1 tahun - 5 tahun >5 tahun - 15 tahun
>15 tahun - 30 tahun >30 tahun - 65 tahun
> 65 tahun
Jenis kelamin : Laki-laki Perempuan
Penanggung biaya pasien :
Umum AsuransiSwasta
BPJS Kesehatan Perusahaan
BPJS PB Jaminan Kes Daerah
Tanggal Masuk
RS : ..................................................................................Jam....................................................
........
II. RINCIAN KEJADIAN
1. Tanggal dan Waktu Insiden
Tanggal : ......................................................................Jam .......................................................
........
2.
Insiden : ......................................................................................................................................
.....................................................................................................................................................
.............................
.....................................................................................................................................................
.......
.....................................................................................................................................................
.....................................................................................................................................................
..............
3. Kronologis Insiden
.....................................................................................................................................................
.....................................................................................................................................................
.....................................................................................................................................................
.....................................................................................................................................................
4. Jenis Insiden* :
KejadianNyarisCedera / KNC (Near miss)
Kejadian Tidak diharapkan / KTD (Adverse Event) / KejadianSentinel (Sentinel Event)
Kejadian Tidak Cedera / KTC
KPCS
5. Orang Pertama Yang Melaporkan Insiden*
Karyawan : Dokter / Perawat / Petugaslainnya
Pasien
Keluarga / Pendamping pasien
Pengunjung
Lain-lain............................................................................................(sebutkan)
6.Insiden terjadi pada:*
Pasien
Lain-lain.............................................................................................(sebutkan)
7. Insiden menyangkut pasien :
Pasien rawat inap Pasien rawat jalan
Pasien UGD
Lain-lain ........................................................................................... (sebutkan)
8. Tempat Insiden
Lokasi kejadian .................................................................................(sebutkan)
(Tempat pasien berada)
9. Insiden terjadi pada pasien : (sesuaikasuspenyakit / spesialisasi)
Penyakit Dalam dan Subspesialisasinya
Anak dan Subspesialisasinya
Bedah dan Subspesialisasinya
Obstetri Gynekologi dan Subspesialisasinya
THT dan Subspesialisasinya
Mata dan Subspesialisasinya
Saraf dan Subspesialisasinya
Anastesi dan Subspesialisasinya
Kulit & Kelamin dan Subspesialisasinya
Jantung dan Subspesialisasinya
Paru dan Subspesialisasinya
Jiwa dan Subspesialisasinya
Lain-lain ………………………………………………… …(sebutkan)
10. Unit / Departemen terkait yang menyebabkan insiden
Unit kerja penyebab ................................................................................(sebutkan)
11. Akibat Insiden Terhadap Pasien* :
Kematian
CederaIrreversibel / Cedera Berat
CederaReversibel / Cedera Sedang
CederaRingan
Tidak ada cedera
2.
Insiden : ......................................................................................................................................
.....................................................................................................................................................
.....................................................................................................................................................
.....................................................................................................................................................
.....................................................................................................................................................
.....................................................................................................................................................
...............
3. Grading Resiko
.....................................................................................................................................................
.....................................................................................................................................................
4.
KronologisInsiden ...........................................................................................................
.................................................................................................................................................
.................................................................................................................................................
......................................
5. Jenis Insiden* :
KejadianNyarisCedera / KNC (Near miss)
Kejadian Tidak diharapkan / KTD (Adverse Event) / Kejadian Sentinel (Sentinel Event)
Kejadian Tidak Cedera / KTC
6. Orang Pertama Yang MelaporkanInsiden*
Karyawan : Dokter / Perawat / Petugaslainnya
Pasien
Keluarga / Pendamping pasien
Pengunjung
Lain-lain............................................................................................(sebutkan)
7.Insidenterjadi pada:*
Pasien
Lain-lain.............................................................................................(sebutkan)
Mis :karyawan / Pengunjung / Pendamping / Keluargapasien, laporke K3 RS.
8. Insidenmenyangkutpasien :
PasienrawatinapD Pasienrawatjalan
Pasien UGD
Lain-lain ........................................................................................... (sebutkan)
9. TempatInsiden
Lokasi kejadian .................................................................................(sebutkan)
(Tempatpasienberada)
10. Insidenterjadi pada pasien : (sesuaikasuspenyakit / spesialisasi)
Jiwa dan Subspesialisasinya........................................................ (sebutkan)
11. Unit / Departementerkait yang menyebabkaninsiden
Unit kerjapenyebab .................................................................... (sebutkan)
12. AkibatInsidenTerhadapPasien* :
Kematian
CederaIrreversibel / Cedera Berat
CederaReversibel / Cedera Sedang
CederaRingan
Tidak adacedera
13. Tindakan yang dilakukan segera setelah kejadian, dan hasilnya :
.....................................................................................................................................................
.....................................................................................................................................................
.....................................................................................................................................................
.....................
14. Tindakan dilakukan oleh* :
Tim : terdiri dari :
………..........................................................................................................................................
Dokter
Perawat
Petugas lainnya...............................................................................................................
15. Apakah kejadian yang sama pernah terjadi di Unit Kerja lain?*
Ya Tidak
Apabilaya, isibagiandibawahini.
Kapan ? dan Langkah / Tindakan apa yang telah diambil pada Unit Kerja tersebut untuk
mencegah terulangnya kejadian yang sama?
.....................................................................................................................................................
.....................................................................................................................................................
.....................................................................................................................................................
III. TIPE INSIDEN
Insiden :...................................................................................................................
Tipe Insiden :...........................................................................................................................
Sub tipe Insiden :........................................................................................................................
IV. ANALISA PENYEBAB INSIDEN
Dalam pengisian penyebab langsung atau akar penyebab masalah dapat menggunakan
Faktor kontributor (bisa pilih lebih dari 1)
a. Faktor Eksternal / di luar RS
b. Faktor Organisasi dan Manajemen
c. Faktor Lingkungankerja
d. Faktor Tim
e. Faktor Petugas / Staf
f. Faktor Tugas
g. Faktor Pasien
h. Faktor Komunikasi
V. FAKTOR KONTRIBUTOR, KOMPONEN & SUBKOMPONEN
Faktor kontributo radalah faktor yang melatar belakangi terjadinya insiden. Penyebab
insiden dapat digolongkan berdasarkan penggolongan faktor Kontributor seperti terlihat
pada table dibawah ini. Faktor contributor dapat dipilih lebih dari satu.
1. FAKTOR KONTRIBUTOR EKSTERNAL/ DILUAR RS
KOMPONEN
a. Regulator dan ekonomi
b. Peraturan dan kebijakanDepkes
c. Peraturan Nasional
d. HubungandenganOrganisasi lain
Komponen Subkomponen
Organisasi&Manajemen a. StrukturOrganisasi
b. Pengawas
c. JenjangPengambilkeputusan
Keebijakan, Standar& Tujuan a. Tujuan dan Misi
b. PenyusunanfungsiManajemen
c. Kotrak service
d. Sumberkeuangan
e. Pelayananinformasi
f. Kebijakandiklat
g. Prosedur dan kebijakan
h. Fasilitas dan perlengkapan
i. Manajemenrisiko
j. Manajemen K3
k. Quality Improvement
Administrasi Sistemadministrasi
Budayakeselamatan a. Attitude kerja
b. Dukunganmanajemen oleh
seluruhstaf
SDM a. Ketersediaan
b. Tingkat pendidikan dan
ketrampilanstaf yang berbeda
c. Bebeankerja yang optimal
Diklat Manajemen training pelatihan/
refreshing
Komponen Subkomponen
Desain dan Bangunan a. ManajemenPemeliharaan
b. PenilaianOrgonomik
c. Fungsionalitas
Lingkungan a. Housekeeping
b. Pengawasanlingkunganfisik
c. PerpindahanPasienantarRuangan
Peralatan/ sarana/ prasarana a. Malfungsi Alat
b. Ketidaktersediaan
c. ManajemenPemeliharaan
d. Funsionalitas
e. Desain, Penggunaan& Maintenance
Peralatan
Komponen Subkomponen
Supervisi&Konsultasi a. Adanya kemauanstaf junior
berkomunikasi
b. Cepattanggap
Konsistensi a. Kesamaantugasantarprofesi
b. Kesamaantugasantarstaf yang
setingkat
Kepemimpinan&tanggungjawab a. Kepemimpinanefektif
b. Job desc Jelas
ResponterhadapInsiden dukungan per group setelahinsiden
5. FAKTOR KONTRIBUTOR : PETUGAS
Komponen Subkomponen
Kompetensi a. VerifikasiKualifikasi
b. VerifikasiPengetahuan&Ketrampilan
Stressor Fisik dan Mental a. Motivasi
b. Stresor Mental: efekbebankerjabeban
mental
c. Stresorfisik : efekbebankerja=
GangguanFisik
Komponen Subkomponen
Ketersedian SOP a. ProsedurPeninjauan&Revisi SPO
b. Ketersediaan SPO
c. KualitasInformasi
d. ProsedurInvestigasi
Ketersediaan&akurasihasil test a. Test Tidak Dilakukan
b. Ketidaksesuaianantara
interpretasihasil test
Faktor Penunjangdalamvalidasialat a. Ketersediaan, penggunaan,
Medis reliabilitas
b. Kalibrasi
Desain Tugas Penyelesaiantugastepatwaktu
dan sesuai SPO
Komponen Subkomponen
Kondisi Penyakit yang kompleks, berat,
multikomplikasi
Personal a. Kepribadian
b. Bahasa
c. KondisiSosial
d. Keluarga
Pengobatan Mengetahui risiko yang
Berhubungan dengan pengobatan
Riwayat a. Riwayat Medis
b. Riwayat Kepribadian
c. Riwayat Emosi
Hubunganstaf dan pasien Hubungan yang baik
Komponen Subkomponen
Komunikasi Verbal Komunikasiantarstaf junior
dan senior
b. KomunikasiantarProfesi
c. Komunikasiantar Staf dan Pasien
d. Komunikasiantar Unit Departemen
Komunikasitertulis Ketidaklengkapaninformasi
3. Rekomendasi / Solusi
No. Akar Masalah Rekomendasi/Solusi
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Rumah sakit adalah salah satu tempat yang paling berbahaya dimana banyak
risiko terjadi. Rumah Sakit merupakan area pengendalian yang luas dan unik dimana
terdapat area klinis dan non-klinis sehingga pengendalian risiko yang tepat dilakukan
di Rumah Sakit adalah Manajemen Risiko. Manajemen Risiko di RSJ Daerah Provinsi
Lampung adalah suatu proses untuk mengelola risiko rumah sakit secara menyeluruh
yang menjangkau berbagai jenis risiko, lokasi dan aktivitas bisnis
RSJ Daerah provinsi Lampung dalam mencapai visi dan misi yang telah ditetapkan
akan menghadapi berbagai faktor baik eksternal maupun internal yang secara langsung
maupun tidak langsung dapat menghambat pencapaian visi dan misi yang telah ditetapkan.
Ketidakpastian terhadap pencapaian inilah yang disebut dengan Risiko. Jika RSJ Daerah
Provinsi Lampung tidak dapat mengelola risiko tersebut, maka dapat dipastikan RSJ Daerah
Provinsi Lampung tidak akan mencapai visi dan misi yang telah ditetapkan.
Untuk melakukan antisipasi terhadap kondisi ketidakpastian dimasa akan
datang, RSJ Daerah Provinsi Lampung dituntut untuk dapat mengelola risiko yang ada
secara terintegrasi. Manajemen risiko merupakan cara pendekatan yang tepat untuk
mengidentifikasi, menganalisis, mengevaluasi dan mengendalikan risiko yang dapat
menghambat pencapaian. Manajemen risiko dapat diterapkan ke seluruh satuan kerja
unit dan atau instalasi di ruang lingkup kerja RSJ Daerah Provinsi Lampung. Dari
uraian di atas maka pedoman Manajemen Risiko di RSJ Daerah Provinsi Lampung
dianggap perlu untuk disusun.
B. Tujuan
Tujuan Umum
Tujuan umum pedoman manajemen risiko di RSJ Daerah Provinsi Lampung memiliki
tujuan untuk mencegah terjadinya cedera dan kerugian di rumah sakit
Tujuan Khusus
Secara khusus pedoman manajemen risiko disusun dengan tujuan
1. Mengantisipasi dan menangani segala bentuk risiko secara efektif dan efisien yang
dapat terjadi di ruang lingkup kerja RSJ Daerah Provinsi Lampung
2. Meningkatkan kepatuhan staf rumah sakit RSJ Daerah Provinsi Lampung terhadap
regulasi
3. Memberikan dasar pada setiap pengambilan keputusan dan perencanaan di RSJ
Daerah Provinsi Lampung
4. Meningkatkan pencapaian tujuan dan peningkatan kerja RSJ Daerah Provinsi
Lampung
Risiko adalah “fungsi dari probabilitas (chance, like lihood) dari suatu kejadian yang
tidak di inginkan, dan tingkat keparahan atau besarnya dampak dari kejadian tersebut. Risk =
Probability (of the event) X Consequence Risiko di Rumah Sakit:
1. Risiko klinis adalah semua isu yang dapat berdampak terhadap pencapaian pelayanan
pasien yang bermutu tinggi, aman dan efektif.
2. Risiko non klinis / corporate risk adalah semua isu yang dapat berdampak terhadap
tercapainya tugas pokok dan kewajiban hukum dari rumah sakit sebagai korporasi.
Kategori risiko di rumah sakit (Categories of Risk) :
1. Patient care care - related risks
2. Medical staff staff - related risks
3. Employee employee-related risks
4. Property property - related risks
5. Financial risks
6. Other risks
Manajemen risiko adalah pendekatan proaktif untuk mengidentifikasi, menilai dan
menyusun prioritas risiko, dengan tujuan untuk menghilangkan atau meminimalkan
dampaknya. Manajemen risiko rumah sakit adalah kegiatan berupa identifikasi dan evaluasi
untuk mengurangi risiko cedera dan kerugian pada pasien, karyawan rumah sakit,
pengunjung dan organisasinya sendiri. Manajemen Risiko Terintegrasi adalah proses
identifikasi, penilaian, analisis dan pengelolaan semua risiko yang potensial dan kejadian
keselamatan pasien.
Manajemen risiko terintegrasi diterapkan terhadap semua jenis pelayanan dirumah sakit
pada setiap level. Jika risiko sudah dinilai dengan tepat, maka proses ini akan membantu
rumah sakit, pemilik dan para praktisi untuk menentukan prioritas dan perbaikan dalam
pengambilan keputusan untuk mencapai keseimbangan optimal antara risiko, keuntungan
dan biaya.
1. Menjamin bahwa rumah sakit menerapkan system yang sama untuk mengelola semua
fungsi fungsi manajemen risikonya, seperti patient safety, kesehatan dan keselamatan
kerja, keluhan, tuntutan (litigasi) klinik, litigasi karyawan, serta risiko keuangan dan
lingkungan.
3. Menyatukan semua sumber informasi yang berkaitan dengan risiko dan keselamatan,
contoh: “data reaktif” seperti insiden patient safety, tuntutan litigasi klinis, keluhan, dan
insiden kesehatan dan keselamatan kerja, “data proaktif” seperti hasil dari penilaian
risiko; menggunakan pendekatan yang konsisten untuk pelatihan, manajemen, analysis
dan investigasi dari semua risiko yang potensial dan kejadian aktual.
4. Menggunakan pendekatan yang konsisten dan menyatukan semua penilaian risiko dari
semua jenis risiko di rumah sakit pada setiap level.
5. Memadukan semua risiko kedalam program penilaian risiko dan risk register
6. Menggunakan informasi yang diperoleh melalui penilaian risiko dan insiden untuk
menyusun kegiatan mendatang dan perencanaan strategis.
BAB III
Setiap tahun rumah sakit menyusun program manajemen risiko. Selain program
manajemen risiko, rumah sakit menetapkan regulasi manajemen risiko rumah sakit sebagai
acuan perencanaan dan pelaksanaan manajemen risiko di rumah sakit. Regulasi manajemen
risiko rumah sakit yang meliputi :
1. Konteks
4. Pelatihan staf
Semua isu yang dapat berdampak terhadap pencapaian pelayanan pasien yang
bermutu, aman dan efektif.
2. Risiko Nonklinis:
Semua isu yang dapat dapat berdampak terhadap tercapainya tugas pokok dan
kewajiban hukum dari Rumah Sakit sebagai korporasi
1. identifikasi risiko,
2. analisa risiko
3. prioritas risiko,
4. pelaporan risiko,
5. pengelolaan risiko,
Elemen penting dari manajemen risiko adalah analisis risiko, misalnya proses untuk
mengevaluasi near-miss (KNC) dan proses berisiko tinggi lainnya dimana gagalnya proses
tersebut dapat menyebabkan terjadinya kejadian sentinel. Satu alat/metode yang dapat
menyediakan analisis proaktif semacam itu terhadap proses kritis dan berisiko tinggi adalah
failure mode effect analysis (analisis efek modus kegagalan). Rumah sakit dapat pula
mengidentifikasi dan menggunakan alat-alat serupa untuk mengidentifikasi dan mengurangi
risiko, seperti hazard vulnerability analysis (analisis kerentanan terhadap bahaya).
Untuk menggunakan alat/metoda ini atau metoda lainnya yang serupa secara efektif, direktur
rumah sakit harus mengetahui dan mempelajari pendekatan tersebut, menyepakati daftar
proses yang berisiko tinggi dari segi keselamatan pasien dan staf, dan kemudian
menerapkan alat tersebut pada proses prioritas risiko. Setelah analisis hasil, pimpinan rumah
sakit mengambil tindakan untuk mendesain ulang proses- proses yang ada atau mengambil
tindakan serupa untuk mengurangi risiko dalam proses-proses yang ada. Proses
pengurangan risiko ini dilaksanakan minimal sekali dalam setahun dan didokumentasikan
pelaksanaannya. Dalam menerapkan manajemen risiko rumah sakit perlu memperhatikan
proses- proses berisiko yang dapat terjadi pada pasien yang antara lain meliputi :
2. Risiko jatuh
5. Risiko fasilitas dan peralatan, seperti misalnya, risiko kebakaran / cedera karena
penggunaan laser risiko-risiko yang diakibatkan dari kondisi-kondisi jangka panjang.
BAB IV
ISO 31000 adalah suatu standar implementasi manajemen risiko yang diterbitkan
oleh International Organization for Standardization. Standar ini ditujukan untuk dapat
diterapkan dan disesuaikan untuk semua jenis organisasi dengan memberikan struktur dan
pedoman yang berlaku generik terhadap semua operasi yang terkait dengan manajemen
risiko. Menurut ISO 31000, manajemen risiko suatu organisasi harus mengikuti 11 prinsip
dasar agar dapat dilaksanakan secara efektif. Berikut penjabaran prinsip-prinsip tersebut.
B. Manajemen risiko adalah bagian integral proses dalam organisasi (an integral
part of organizational processes)
Manajemen risiko adalah bagian tanggung jawab manajemen dan merupakan suatu
bagian integral dalam proses normal organisasi seperti juga merupakan bagian dari
seluruh proses proyek dan manajemen perubahan. Manajemen risiko bukanlah
merupakan aktivitas yang berdiri sendiri yang terpisah dari aktivitas-aktivitas utama
dan proses dalam organisasi.
Proses manajemen risiko hendaknya merupakan bagian yang tak terpisahkan dari
manajemen umum dan harus masuk menjadi bagian dari budaya organisasi, praktek terbaik
organisasi dan proses bisnis organisasi. Proses manajemen risiko meliputi 5 (lima) kegiatan
yaitu:
1. Komunikasi dan konsultasi;
2. Penetapan konteks;
3. Penilaian risiko;
4. Perlakuan risiko; dan
5. Monitoring dan review
Hal ini sebagaimana terlihat pada gambar dibawah ini:
Komunikasi risiko secara umum dapat diartikan sebagai proses interaktif dalam hal tukar
menukar informasi dan pendapat yang mencakup multi pesan mengenai risiko dan
pengelolaannya. Proses ini berjalan secara internal dalam organisasi, bagian, unit atau
ekternal yang ditujukan kepada stakeholder eksternal. Konsultasi dapat dijelaskan
sebagai suatu proses komunikasi antara organisasi dengan pemangku kepentingan,
mengenai isu tertentu, terkait dengan pengambilan keputusan termasuk penerapan
manajemen risiko. Bentuk komunikasi dan konsultasi dapat berupa:
1. Rapat berkala;
2. Rapat insidental;
3. Seminar/sosialisasi/workshop; atau
4. Forum pengelola risiko.
Selain bentuk diatas komunikasi dan konsultasi dapat melalui media elektronik.
Pelaksanaan komunikasi dan konsultasi merupakan tanggung jawab Pemilik Risiko.
B. Penetapan Konteks
a. Konteks Eksternal
Konteks eksternal merupakan situasi dari luar yang dapat mempengaruhi cara
organisasi dalam mengelola risiko. Konteks eksternal dapat meliputi, tetapi tidak
terbatas pada hukum, sosial, budaya, politik, regulasi, keuangan, teknologi, lingkungan
ekonomi, alam dan persaingan dengan organisasi lain dalam lingkup nasional,
regional, atau internasional dan hubungan, persepsi dan nilai-nilai pemangku
kepentingan eksternal.
b. Konteks Internal:
Konteks internal merupakan segala sesuatu dari dalam organisasi yang dapat
mempengaruhi cara organisasi dalam mengelola risiko. Hal ini dapat meliputi, namun
tidak terbatas pada:
a. Melakukan analisis secara umum tentang situasi internal dan eksternal terkait dengan
perkiraan scenario keterjadian pernyataan risiko
c. Meamahami tujuan satuan kerja melalui Rencana Strategis dan Rencana Kerja /
Penetapan Kinerja yang telah disusun.
d. Memahami jumlah dan jenis risiko yang siap ditangani atau diterima organisasi dan
kesiapan organisasi untuk menanggung risiko setelah perlakukan risiko dalam upaya
mencapai sasaran.
C. Kriteria Risiko
Satuan kerja harus menetapkan kriteria yang akan digunakan untuk mengevaluasi
signifikansi risiko. Kriteria harus dapat mencerminkan nilai- nilai organisasi, tujuan dan
sumber daya. Beberapa kriteria yang dapat dikenakan oleh, atau berasal dari,
persyaratan hukum, peraturan dan persyaratan lainnya yang diterapkan oleh organisasi.
Kriteria risiko harus konsisten dengan kebijakan manajemen risiko organisasi, yang
didefinisikan pada awal setiap prosedur manajemen risiko dan akan terus ditinjau. faktor
yang harus dipertimbangkan dalam mendefinisikan kriteria risiko sebagai berikut:
1. Sifat dan jenis sebab dan akibat yang dapat terjadi dan bagaiman akan diukur
2. Bagaimana kemungkinan akan didefinisikan
3. Jangka waktu dari kemungkinan dan / atau konsekuensi
4. Bagaimana tingkat risiko ditentukan
5. Pandangan dari pemangku kepentingan
6. Tingkatan atau bobot risiko yang dapat diterima atau ditoleransi
7. Apakah kombingasi dari beberapa risiko harus diperhitungkan, apabila demikian
bagaimana dan kombinasi apa yang harus dipertimbangkan
D. Penilaian Risiko
1. Identifikasi Risiko
Setiap pemilik risiko harus mengidentifikasi sumber risiko, area dampak, peristiwa
(termasuk perubahan keadaan), penyebabnya dan konsekuensi potensi risiko. Tujuan
dari langkah ini adalah untuk menghasilkan daftar lengkap risiko berdasarkan
peristiwa yang mungkin mendukung, meningkatkan, mencegah, menurunkan,
mempercepat atau menunda pencapaian tujuan. Metode identifikasi risiko dilakukan
dengan metode Risk Breakdown Structure (RBS), Control Risk Self Assesment
(CRSA), Failure Mode and Effect Analysis (FMEA) atau metode lainnya. Untuk
melaksanakan identifikasi risiko di lingkungan kerja masing-masing, dilakukan dengan
langkah sebagai berikut:
a. Memahami dan mengidentifikasi kegiatan utama unit kerja
b. Mengidentifikasi tujuan dari masing-masing kegiatan tersebut
c. Mengumpulkan data dan informasi tentang risiko yang mungkin terjadi atas
kegiatan tersebut, baik risiko yang pernah terjadi maupun yang belum pernah
terjadi
d. Mencari penyebab dari risiko-risiko yang telah diidentifikasi untuk mendapatkan
penyebab utamanya
DAMPAK
MATRIX NALISIS RISIKO 1 2 3 4 5
5X5
Sangat Sangat
Rendah Sedang Tinggi
Rendah Tinggi
Hampir Pasti
5 5 10 15 20 25
Terjadi
KEMUNGKINAN
4 Sering Terjadi 4 8 12 16 20
3 Mungkin Terjadi 3 6 9 12 15
2 Jarang Terjadi 2 4 6 8 10
Hampir Tidak
1 1 2 3 4 5
Terjadi
Level Dimulai
Warna Deskripsi Status Risiko Level Dari Status
Risiko
Sangat Tinggi 5 15
Tinggi 4 10 – 14
Sedang 3 5–9
Rendah 2 3–4
4. Kategori Risiko
Kategori Risiko sangat penting dalam menjamin identifikasi Risiko yang komprehensif
dan pengikhtisaran atau pelaporan Risiko. Kategori Risiko disusun sesuai dengan
kondisi lingkungan organisasi. Kategori Risiko minimal di Kementerian Kesehatan
adalah sebagaimana tabel berikut:
5. Kategori Dampak
Kategori dampak sangat penting dalam menjamin identifikasi ri siko yang komprehensif
dan pengikhtisaran atau pelaporan risiko. Kategori dampak disusun sesuai dengan kondisi lingkungan
organisasi. Kategori dampak minimal di Kementerian Kesehatan adalah sebagaimana tabel berikut:
Dampak
Dampak
Tuntutan pada
Derajad Dampak Penundaan pada
Skor Ganti Kesehatan Reputasi
(tingkat) Keuangan Pelayanan pihak
Rugi dan
terkait
Keselamatan
Luka kecil
Hanya
pada orang Diketahui
Sangat ≤ 3% ≤ Rp ≤ 1 hari berdampak
1 atau oleh seisi
rendah anggaran 1.000.000 kerja pada satu
beberapa kantor
pihak
orang
Dimuat
oleh media
Luka kecil
> Rp massa
berarti pada Berdampak
> 3 - 5% 1.000.000 > 1 - 2 hari lokal
2 Rendah orang atau pada 2 - 3
anggaran – Rp kerja namun
beberapa pihak
5.000.000 cepat
orang
dilupakan
masyarakat
Dimuat oleh
media
Luka berarti massa lokal
> Rp
pada orang & media Berdampak
>5 - 8% 5.000.000 > 2 - 3 hari
3 Sedang atau sosial pada 3 - 4
anggaran - Rp kerja
beberapa namun pihak
25.000.000
orang cepat
dilupakan
masyarakat
Dimuat di
media
Luka serius
> Rp nasional dan
pada orang Berdampak
> 8 - 12% 25.000.000 > 3 - 5 hari media online
4 Tinggi atau pada 4-5
anggaran - Rp kerja dan diingat
beberapa pihak
50.000.000 sementara
orang
oleh
masyarakat
5 Sangat > 12% > Rp > 5 hari Luka Dimuat oleh Berdampak
Tinggi anggaran 50.000.000 kerja berganda media pada lebih
atau nasional/ dari 5
kematian internasiona pihak
atau cacat l dan media
permanen sosial/media
online
diingat lama
oleh
masyarakat
6. Selera Risiko
Selera Risiko merupakan kebijakan yang menjadi acuan dalam menentukan apakah
suatu Risiko perlu ditangani atau tidak. Selera Risiko mencerminkan bagaimana
organisasi menyeimbangkan efisiensi, pertumbuhan, hasil, dan risiko.
F. Evaluasi Risiko
Evaluasi risiko adalah proses membandingkan antara hasil analisa risiko dengan kriteria
risiko untuk menentukan apakah risiko dapat diterima atau ditoleransi. Tujuan evaluasi
risiko adalah untuk membantu dalam membuat keputusan, berdasarkan hasil analisis
risiko, berkaitan dengan risiko yang memerlukan prioritas penanganannya.
Evaluasi risiko menggunakan perbandingan tingkat risiko yang ditemukan selama
prosedur analisis dengan kriteria risiko yang dibuat ketika konteksnya ditetapkan.
Berdasarkan perbandingan ini, penanganan perlu dipertimbangkan. Keputusan harus
mempertimbangkan konteks yang lebih luas dari risiko dan mencakup pertimbangan
toleransi risiko yang ditanggung oleh pihak lain selain manfat risiko bagi organisasi.
Keputusan harus dibuat sesuai dengan persyaratan hukum, peraturan dan lainnya.
Dalam beberapa situasi, evaluasi risiko dapat menyebabkan keputusan untuk
melakukan analisa lebih lanjut. Evaluasi risiko juga dapat menyebabkan keputusan
untuk tidak memperlakukan risiko dengan cara lain selain mernpertahankan
pengendalian yang ada. Keputusan ini akan dipengaruhi oleh karakteristik risiko
organisasi dan kriteria risiko yang telah ditetapkan.
G. Penanganan Risiko
Penanganan risiko menggunakan pemilihan satu atau lebih pilihan untuk memodifikasi
risiko, dan melaksanakan pilihan tersebut. Setelah diimplementasikan, penanganannya
atau modifikasi proses pengendalian risiko. Penanganan risiko terdiri atas siklus
prosedur sebagai berikut:
1. Menilai penanganan risiko
2. Memutuskan apakah tingkat risiko residual yang ada
3. Jika tidak ditoleransi, menghasilkan penanganan risiko baru
4. Menilai efektivitas penanganan itu
Pemilihan penanganan risiko tidak harus saling tertutup atau tepat dalam segala situasi.
Pilihan yang dapat dilakukan mencakup hal berikut:
1. Menghindari risiko dengan memutuskan untuk tidak memulai atau melanjutkan
dengan kegiatan yang menimbulkan risiko
2. Mengambil atau meningkatkan risiko untuk memanfaatkan peluang
3. Menghilangkan sumber risiko
4. Mengubah kemungkinan
5. Mengubah konsekuensi
6. Berbagi risiko ke pihak lain atau pihak tertentu (termasuk kontrak dan pembiayaan
risiko)
7. Mempertahankan risiko dengan keputusan
Kegiatan pengendalian adalah langkah lanjutan dari hasil penilaian risiko. Setelah risiko
diidentifikasi dalam register risiko, maka perlu diidentifikasi pula pengendalian yang telah
ada serta pengendalian yang perlu dirancang dalam rangka mengelola risiko sesuai
dengan risk appetite pemilik Risiko. ldentifikasi pengendalian yang sudah ada
dimaksudkan untuk menilai apakah pengendalian tersebut sudah efektif atau belum
untuk mengatasi risiko yang mungkin terjadi. Jika tidak efektif atau kurang efektif, maka
perlu dibangun/dirancang pengendalian yang baru. Alat/sarana pengendalian dapat
berupa kebijakan-kebijakan dan prosedur-prosedur yang diharapkan dapat
meminimalkan terjadinya risiko sehingga tujuan organisasi dapat tercapai.
Langkah-langkah dalam merancang kegiatan pengendalian adalah sebagai berikut :
1. Berdasarkan hasil penelitian risiko, pemilik risiko mengidentifikasi apakah kegiatan
pengendalian yang ada telah efektif untuk meminimalisasi risiko
2. Kegiatan pengendalian yang telah ada tersebut perlu dinilai efektivitasnya dalam
rangka mengurangi probabilitas terjadinya risiko (abatisasi) maupun mengurangi
dampak risiko (mitigasi)
3. Selain itu juga perlu diperhatikan ada / tidaknya pengendalian alternatif
(compensating control) yang dapat mengurangi terjadinya risiko.
4. Terhadap risiko yang belum ada kegiatan pengendaliannya maupun yang telah ada
namun dinilai kurang atau tidak efektif perlu dirancang kegiatan pengendalian yang
baru / merevisi kegiatan pengendalian yang sudah ada
5. Menerapkan kegiatan pengendalian yang telah dirancang dalam mengelola risiko
ldentifikasi kecukupan dan efektivitas pengendalian yang sudah ada dan rencana
kegiatan pengendalian yang baru/revisi didokumentasikan dalam formulir Analisis
Kecukupan dan Rencana Kegiatan Pengendalian.
Pengelolaan kegiatan manajemen risiko menjadi tanggung jawab bersama RSJ Daerah
Provinsi Lampunh di bawah Komite PMKP sub komite manajemen risiko dengan melibatkan
komite-komite yang ada di RSJ Daerah provinsi lain, diantaranya komite PPI, komite k3, tim
manajemen fasilitas dan keselamatan, komite lainnya dan unit/instalasi yang ada di RSJ
Daerah provinsi Lampung. Tata hubungan kegiatan pengelolaan manajemen risiko dapat
dilihat pada gambar di bawah ini :
DIREKTUR
Komite PPI
Komite PMKP
INSTALASI
K3RS
Pelaksanaan manajemen risiko harus dibuat dalam bentuk laporan terdiri dari:
1. Laporan profil risiko merupakan kumpulan risiko kunci yang disusun pada masing-
masing unit kerja. Pelaporan profil risiko dilaksanakan setiap tahun anggaran pada saat
penyusunan rencana kerja dan anggaran tahap alokasi anggaran
2. Laporan proses manajemen risiko pada masing-masing unit kerja yang memuat
informasi mengenai risiko kunci yang dikelola, rencana mitigasi/pengelolaan, dan
realisasi mitigasi/pengelolaan Risiko yang telah dijalankan.
3. Laporan pemantauan dan reviu proses manajemen risiko pada masing-masing unit
kerja,merupakan hasil pemantauan.
BAB IX
PENUTUP
Pedoman Manajemen Risiko merupakan panduan bagi RSJ Daerah provinsi Lampung dalam
melakukan kegiatan operasional unit/instalasi. Pedoman Manajemen Risiko merupakan
pedoman umum, untuk lebih memudahkan pemahaman terhadap hal-hal yang bersifat teknis
diharapkan membuat petunjuk teknis yang sesuai dengan kebutuhan unitnya masing-masing.
Pedoman Manajemen Risiko diharapkan dapat berkontribusi bagi perwujudan good
governance, dan clean governance di lingkungan RSJ Daerah Provinsi Lampung. Pedoman
Manajemen Risiko dapat ditinjau ulang dan direvisi sebagai upaya penyempurnaan dan
penyelarasan dengan perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi, kebijakan, program serta
bila terjadi perubahan ketentuan yang berlaku. Selanjutnya kritik dan saran yang membangun
dari berbagai pihak sangat diharapkan untuk kesempurnaan Pedoman Manajemen Risiko ini
menjadi lebih sempurna.