DISUSUN OLEH :
NAMA : NINGSIH
NIM : 202048053
Makalah mini ini bertujuan untuk menguraikan pentingnya pemecahan masalah matematika
pada siswa SD, mengidentifikasi hubungan erat antara keterampilan ini dengan
pengembangan keterampilan berpikir kritis, serta mengeksplorasi peran guru dalam
membentuk fondasi yang kokoh bagi siswa dalam menghadapi tantangan matematika.
Dalam merinci konsep dasar matematika pada tingkat SD, makalah ini membahas
pentingnya penerapan pengetahuan matematika dalam konteks pemecahan masalah.
Langkah-langkah konkret pemecahan masalah matematika juga dijelaskan dengan tujuan
memberikan panduan yang praktis untuk guru dan orang tua.
Dalam bagian strategi dan pendekatan pengajaran, makalah ini memberikan wawasan
melalui kasus studi dan latihan praktis. Melalui pembahasan ini, diharapkan dapat
ditemukan cara yang lebih terarah untuk mengajarkan pemecahan masalah matematika
yang lebih menarik dan bermanfaat.
I
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.....................................................................................................I
DAFTAR ISI.................................................................................................................II
BAB I PENDAHULUAN............................................................................................1
1.1 Latar Belakang....................................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah...............................................................................................2
1.3 Tujuan Penulisan..................................................................................................2
BAB II PEMBAHASAN...............................................................................................3
2.1 Desain Konsep Masalah Matematika dan Contoh Penyelesaiannya pada Materi
Matematika SD..........................................................................................................3
2.2 Penggunaan Model Kontekstual dan Kaitannya dengan Contoh Permasalahan
pada Tugas Kelompok................................................................................................5
2.3 Hubungan antara Konsep Pemecahan Masalah Matematis yang Kontekstual. .5
2.4 Implementasi Pembelajaran Konsep Pemecahan Masalah dalam
Meningkatkan Kemampuan Berfikir Kritis yang Kreatif..........................................5
2.5 Manfaat bagi Mahasiswa Guru Sekolah Dasar dalam Memahami Konsep
Pemecahan Masalah Matematika...............................................................................8
2.6 Skenario Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP)........................................9
BAB III PENUTUP....................................................................................................12
3.1 Kesimpulan........................................................................................................12
DAFTAR PUSTAKA..................................................................................................13
II
BAB I PENDAHULUAN
Pada tingkat SD, siswa mulai diperkenalkan dengan berbagai konsep matematika
dasar seperti penjumlahan, pengurangan, perkalian, pembagian, geometri, dan
pengukuran. Namun, sekedar menghafal rumus dan prosedur tidak cukup untuk
menguasai matematika. Siswa perlu belajar bagaimana menerapkan konsep-konsep
ini dalam situasi nyata dan memecahkan masalah matematika yang kompleks.
1
1.2 Rumusan Masalah
1. Bagaimana cara efektif untuk mengajarkan pemecahan matematika pada siswa
SD?
2
BAB II PEMBAHASAN
6. 3/2 . . . . 9/6
7. 6/1 + . . . . = 2/1
8. 5/8 . . . . = 4/1
9. 5/2 + 3/4 - 2/1 = . . . .
10. 5/6 5/4 + 1/10 = . . . .
Gambar 3.1
Contoh Soal Rutin
3
Dalam menjawab soal di atas, siswa mungkin saja menjumlahkan 1/2 dan 2/3
dan hasilnya 7/6.Jelas ini keliru, karena 7/6 lebih besar dari keseluruhan ladang.
Pengetahuan awal terkait masalah yang perlu dimiliki siswa adalah pengenalan
pecahan bahwa pecahan pasti sebagian kecil dari sesuatu, 1/2 adalah satu bagian
dari dua bagian yang sama, 2/3 adalah dua bagian dari tiga bagian yang sama.
Bila pengerjaan siswa seperti yang dicontohkan di atas, artinya siswa belum
memahami masalah sehingga siswa tidak bisa memahami apa yang diinginkan dari
soal, yaitu 2/3 dari 1/2 bagian. Berikut ini juga disajikan beberapa konsep masalah
matematika dari materi matematika SD.
4
2.2 Penggunaan Model Kontekstual dan Kaitannya dengan Contoh
Permasalahan pada Tugas Kelompok
Model kontekstual adalah pendekatan dalam pembelajaran matematika yang
mengaitkan pemecahan masalah matematika dengan situasi dunia nyata. Dalam tugas
kelompok, mahasiswa guru sekolah dasar dapat membuat permasalahan matematika
yang terkait dengan kehidupan sehari-hari. Misalnya, mereka dapat membuat
permasalahan tentang berapa banyak uang yang harus dibayar jika membeli beberapa
barang di toko. Dengan menggunakan model kontekstual, mahasiswa dapat mengaitkan
konsep pemecahan masalah matematika dengan situasi nyata, sehingga memudahkan
siswa untuk memahami dan mengaplikasikan konsep tersebut.
5
hendaknya diawali dalam konteks (situasi nyata), termasuk benda nyata sebagai
penunjang keefektifan pembelajaran yang mengaitkan pengetahuan dan keterampilan
yang telah mereka miliki dengan materi baru yang akan dipelajari. Secara bertahap
siswa dibimbing untuk memahami materi matematika.
Menerapkan teori Bruner dalam pembelajaran merupakan salah satu cara agar
pengetahuan yang didapat siswa lebih bermakna, yaitu diawali dengan memberikan
situasi nyata atau benda konkrit untuk dimanipulasi oleh siswa (enaktif), kemudian
mewujudkan pengetahuan dalam bentuk gambar (ikonik) yang menggambarkan
kegiatan konkrit yang terdapat pada tahap enaktif, setelah itu memunculkan simbol-
simbol abstrak (simbolik). Tetapi penggunaan benda konkrit bisa dihentikan bila
representasi gambar sudah bisa mewakili atau dipahami siswa, dan representasi gambar
pun bisa dihentikan pada saat representasi simbol sudah dipahami oleh siswa. Sebagai
contoh, ketika mengajarkan penjumlahan kita memerlukan benda konkrit,
memunculkan gambar, dan simbol, tetapi pada materi selanjutnya yaitu materi
penjumlahan dengan bilangan yang lebih besar atau pengurangan bisa langsung ke
representasi simbol, kecuali bila siswa memerlukannya, dan jangan sampai prosedur
yang kita anggap bisa memudahkan siswa dalam memahami suatu konsep malah
mengubah konsep itu sendiri.
Pelaksanaan pembelajaran pemecahan masalah di SD tidaklah semudah yang
dibayangkan, mungkin saja lebih sulit untuk dilaksanakan karena pada rentang usia ini
siswa belum mampu merumuskan semua alternatif jawaban yang mungkin dari sebuah
masalah, masih berpikir secara holistik, integratif, dan konkrit, maka pembelajaran
tentunya harus disesuaikan dengan kebutuhan dan karakteristik siswa, yaitu
pembelajaran yang mengintegrasikan pengetahuan, keterampilan, dan pemikiran yang
kreatif serta lebih menekankan pada pengalaman dan keterlibatan siswa secara aktif
dalam pemecahan masalah. Oleh karena itu, ajarkan matematika dari hal yang konkrit
menuju ke abstrak, dan hubungkan hal yang abstrak ke dalam kehidupan sehari-
harinya.Terlebih untuk siswa SD yang merupakan masanya anak membentuk karakter
dan biasa diibaratkan seperti bingkai yang belum terbentuk.
6
Salah satu pembelajaran yang bisa dilakukan yaitu dengan menerapkan
pendekatan pendidikan matematika realistik.Pendidikan matematika realistik sangat
dipengaruhi oleh ide Freudenthal yakni matematika sebagai human activity atau suatu
aktivitas manusia, bukan sekadar objek yang harus ditransfer dari guru ke siswa.
Pembelajaran matematika berdasarkan pendekatan pendidikan matematika realistik
merupakan pembelajaran yang bertitik tolak dari hal-hal yang nyata atau pernah
dialami siswa, menekankan keterampilan proses yaitu memberikan kesempatan atau
menciptakan peluang sehingga siswa aktif bermatematika. Hal tersebut diperkuat oleh
pendapat Lakoff dan Núñez (2000:365) bahwa matematika manusia adalah
diwujudkan, maka didasarkan pada pengalaman langsung di dunia.Oleh karena itu,
pembelajaran matematika hendaknya menggambarkan aktivitas kehidupan manusia.
Matematika tidak hanya berisi prosedur dan algoritma yang harus dipelajari siswa,
tetapi suatu pembelajaran yang dapat dipelajari dengan cara mengerjakannya dan
digunakan sebagai alat untuk menyelesaikan permasalahan.
Penggunaan permasalahan kontekstual di awal pembelajaran digunakan untuk
membangun konsep.Permasalahan atau soal bisa juga berasal dari siswa. Guru harus
bisa memastikan kalau soal yang diberikan kepada siswa dan diselesaikan itu
bermanfaat, sehingga soal harus didesain dengan benar. Sering kali kita kesulitan
dalam membedakan konteks dalam pendekatan kontekstual dan pendekatan
realistik.Dalam pembelajaran dengan pendekatan pendidikan matematika realistik,
soal kontekstual tidak hanya kontekstual tapi harus benar- benar realistik.
Penggunaan permasalahan kontekstual dipakai juga dalam pembelajaran biasa,
perbedaannya dengan pendekatan realistik adalah pada pendekatan realistik
permasalahan kontekstual digunakan sebagai titik awal untuk membangun
pemahaman konsep dan penerapan dari konsep matematika itu sendiri, serta
penyelesaian masalah bersifat terbuka karena siswa diarahkan untuk menemukan
sendiri strategi penyelesaiannya, sehingga solusi dari siswa akan berbeda-beda.
Sedangkan pada pembelajaran biasa penggunaan permasalahan kontekstual
diberikan di akhir pembelajaran setelah guru memberi contoh dan menjelaskan
prosedur dan algoritma sebagai suatu bentuk penerapan dari konsep yang telah
7
dipelajari, dan penyelesaian masalahnya yang
7
menekankan pada prosedur dan algoritma yang bersifat terbatas karena siswa hanya
akan menyelesaikan masalah sesuai dengan yang telah diajarkan oleh guru
kepadanya.
Untuk meningkatkan kemampuan berfikir kritis yang kreatif, diperlukan
implementasi pembelajaran konsep pemecahan masalah matematika yang efektif.
Beberapa cara yang dapat dilakukan adalah sebagai berikut:
2.5 Manfaat bagi Mahasiswa Guru Sekolah Dasar dalam Memahami Konsep
Pemecahan Masalah Matematika
Memahami konsep pemecahan masalah matematika memiliki manfaat yang
signifikan bagi mahasiswa guru sekolah dasar, antara lain:
8
2.6 Skenario Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP)
C. INDIKATOR:
3.1.1 Menjelaskan penjumlahan dua pecahan dengan penyebut sama.
4.1.1 Mengidentifikasi masalah yang berkaitan dengan penjumlahan dua
pecahan dengan penyebut sama.
9
D. TUJUAN PEMBELAJARAN
1. Siswa dapat menjelaskan penjumlahan dua pecahan dengan penyebut sama.
2. Siswa dapat mengidentifikasi masalah yang berkaitan dengan penjumlahan
dua pecahan dengan penyebut sama.
E. MATERI PEMBELAJARAN
1. Penjumlahan dua pecahan dengan penyebut sama.
G. KEGIATAN PEMBELAJARAN
Alokasi
Kegiatan Deskripsi Kegiatan
Waktu
Pendahulua Guru mengajak peserta didik untuk berdoa sebelum 10 menit
n ocialan.
Guru menjelaskan tujuan pembelajaran kepada peserta
didik tentang Operasi bilangan pecahan.
Guru memberi peserta didik contoh dalam kehidupan
yang berkaitan dengan pecahan yang penyebutnya sama.
(Kegiatan 1.1)
Inti Siswa mengamati bentuk – bentuk pecahan. 50 menit
Guru menjelaskan bagaimana cara menyelesaikan
penjumlahan pecahan dengan penyebut sama.
Guru mengarahkan peserta didik untuk menjawab soal-
soal penjumlahan bilangan pecahan dengan penyebut
sama.
Guru menfasilitasi peserta didik untuk mengajukkan
pertanyaan berkaitan dengan cara penjumlahan pecahan
dengan penyebut sama.
Diakhir pembelajaran, siswa diminta mengerjakan soal
ocial mengenai penjumlahan penyebut sama.
Penutup Siswa menarik kesimpulan dari kegiatan hari ini. 10 menit
Siswa merefleksikan kegiatan yang telah dilakukan.
Guru melakukan evaluasi tentang Penjumlahan pecahan
bilangan pecahan dengan penyebut berbeda, serta
menugaskan peserta didik untuk mempelajari materi
selanjutnya.
10
Alokasi
Kegiatan Deskripsi Kegiatan
Waktu
Guru menginformasikan materi selanjutnya, yaitu
Menyamakan penyebut dua pecahan dengan penyebut
berbeda.
I. PENILAIAN
1. Penilaian Sikap
2. Penilaian Pengetahuan
3. Penilaian Keterampilan
10
LAMPIRAN
Keterangan
Diisi dengan tanda cek ()
Kategori penilaian aspek sikap ocial
“Ya” diberi skor = 1,
“Tidak” diberi skor = 0.
Kategori penilaian aspek pengetahuan
“Tepat” diberi skor = 1,
“Tidak Tepat” diberi skor = 0.
Kategori penilaian aspek keterampilan
“Terampil” diberi skor = 1,
“Tidak Terampil” diberi skor = 0.
Skor maksimal yang dapat diperoleh peserta didik adalah 3.
Nilai = Total skor x 100
Skor maksimal
11
BAB III PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Pemecahan masalah merupakan salah satu kemampuan yang harus
dikuasai siswa setelah belajar matematika. Kurangnya perhatian guru terhadap
pengembangan kemampuan pemecahan masalah dalam proses pembelajaran
matematika mengakibatkan siswa kurang memiliki kemampuan pemecahan
masalah. Salah satu penyebab kurangnya perhatian guru terhadap pengembangan
kemampuan pemecahan masalah dalam proses pembelajaran matematika adalah
kurangnya masalah non-rutin dalam buku sumber (teks), selain itu guru terbiasa
mengadopsi soal-soal yang terdapat pada buku sumber. Penggunaan pendekatan
mekanistik dalam setiap pembelajaran, seperti pembelajaran yang lebih menekankan
pada penyampaian konten pelajaran dan algoritma untuk menyelesaikan soal juga
menjadi penyebab siswa kurang memiliki kemampuan pemecahan masalah.
Pembelajaran matematika di SD tentunya harus disesuaikan dengan kebutuhan
dan karakteristik siswa SD yang masih berada pada tahap operasional konkrit, yaitu
pembelajaran yang mengintegrasikan pengetahuan, keterampilan, dan pemikiran
yang kreatif serta lebih menekankan pada pengalaman dan keterlibatan siswa secara
aktif dalam pemecahan masalah. Salah satu pembelajaran yang bisa dilakukan yaitu
dengan menerapkan pendekatan pendidikan matematika realistik, karena prinsip dan
karakteristik tersebut memiliki relevansi dengan peningkatan kemampuan
pemecahan masalah siswa. Mengubah kebiasaan dan cara pandang guru merupakan
solusi untuk mengatasi rendahnya kemampuan pemecahan masalah matematis
siswa.
12
DAFTAR PUSTAKA
Doorman, M., Drijvers, P., Dekker, T., Heuvel-Panhuizen, M., de Lange, J. &
Wijers, M.(2007). Problem solving as a challenge for mathematics
education in The Netherlands.ZDM Mathematics Education (2007)
39:405–418.DOI 10.1007/s11858-007-0043-2.
(NCTM)
13
13
Suherman, dkk.(2001). Strategi pembelajaran matematika
kontemporer.
Bandung: JICA.
13