Anda di halaman 1dari 3

Nama : Zulfikri

Nim : 2205903020037
Mata Kuliah : Mitigasi Bencana

Dosen : Alvisyahri, S.T, M.T

1 contoh mitigasi bencana di daerah tempat tinggal (structural dan nonstruktural)

Structural : Pelebaran dan pembuatan bronjong pada tepi Sungai sebagai uapaya melindungi
dan memperkuat struktur tanah di sekitar tebing agar tidak terjadi longsor dan mencegah
terjadinya banjir di daerah sekitaran sungai. Seperti yang diketahui salah satu faktor penyebab
terjadinya banjir adalah akibat dari pendangkalan dan penyempitan aliran sungai yang
melintasi suatu daerah di aceh barat. Oleh sebab itu perlu dilakukan pelebaran aliran sungai
sehingga dapat meminimalisir terjadinya banjir dan Pembangunan bronjong sebagai upaya
pencegahan pengikisan tanah oleh air Sungai.

Nonstruktural : peningkatan kesiapsiagaan masyarakat dalam menghadapi bencana banjir


sebagai daerah yang rawan banjir dengan dilakukanya sosialisasi dan pelatihan dalam
menghadapi banjir yang akan datang.

Pengembangan 2 contoh mitigasi bencana dari sumber lain (struktural dan nonstruktural)

1. Mitigasi bencana longsor di kabupaten Banjarnegara (sumber; JURNAL


MANAJEMEN DAN KEBIJAKAN PUBLIK. Vol 1, No 1, Oktober 2015)
Structural : Pemasangan alat peringatan dini (early warning system/EWS) di semua
zona yang diindikasikan memiliki kerentanan terhadap bencana alam. Melalui alat ini,
warga disekitar lokasi rawan akan mendapat peringatan ketika terjadi pergesera tanah.
EWS yang terpasang merupakan EWS sederhana, menggunakan tali nilon yang
dikaitkan dengan megaphone dengan harga berkisar Rp300 ribu. Sementara itu, EWS
canggih biasanya dilengkapi dengan wirelessekstensometer, tiltmeter, penakar hujan,
repeater, lampu peringatan, tower antena, dan server. Cara kerja EWS sederhana ini
adalah dengan adanya tali nilon yang dikatikan dalam 2 tiang. Apabila terjadi
pergeseran tanah, maka tali nilon akan tertarik sehingga menyebabkan megaphone
berbunyi. EWS merupakan piranti, namun hal yang perlu menjadi fokus utama
implementasi EWS dilapangan adalah budaya sadar dari masyarakat dan komitmen
pemerintah daerah. Selain EWS sederhana ini, terdapat pula EWS canggih.
Extensometer yang merupkaan bantuan dari Pemerintah Provinsi Jawa Tengah. Cara
kerja Extensometer sedikit berbeda dengan alat canggih EWS yang sebelum ini ada
karena hasil pelaporan alat canggih ini dikirimkan dalam bentuk Short Message
Sevice (SMS) kepada sejumlah nomor tertentu. Melalui alat ini, begitu terdapat
gerakan atau tanda-tanda gerakan tanah, extensometer secara otomatis akan
mengirimkannya kepada nomor penting yang telah dipilih seperti Kepala RT, Kadus,
Satgas SAR desa, Camat, kepala BPBD, Komandan SAR Kabupaten, dan Bupati.
Karena melalui sarana Handphone maka dimana ada sinyal setiap waktu pesan bisa
dikirimkan, sehingga apabila kondisi gerakan tanah masuk tanda bahaya dapat cepat
diambil tindakan.
Nonstruktural : Pemberian informasi yang sudah dilakukan oleh BPBD
Kab.Banjarnegara adalah dengan pemasangan poster bahaya longsor serta tanda
daerah rawan longsor. Hal ini dimaksudkan agar setiap masyarakat menyadari bahaya
tanah longsor yang sering terjadi. Pemberian informasi berupa poster atau rambu turut
membantu memberikan kesadaran akan pentingnya upaya mitigasi bencana. Poster
dan rambu ini perlu diperbanyak dan dipelihara oleh masyarakat luas, baik yang
tinggal di pemukiman rawan maupun tidak mampu secara sadar mengerti tentang
bahaya bencana tanah longsor. Dengan adanya poster diharapkan kepada Masyarakat
untuk selalu waspada pada saat tanda tanda longsor akan terjadi.

2. Mitigasi gempa bumi di Bengkulu (sumber; Jurnal Teknik Sipil Inersial. vol 1, No 1,
Oktober 2009)
Structural : Salah satu mitigasi structural jangka panjang adalah mempersiapkan diri
dengan membangun rumah yang mengikuti kaidah-kaidah tahan gempa. Konstruksi
bangunan tahan gempa adalah bangunan yang bisa merespon gempa, dengan sikap
bertahan dari keruntuhan dan bersifat fleksibel untuk meredam getaran gempat.
Bangunan tahan gempa merupakan bangunan yang dirancang dan diperhitungkan
secara analisis, baik kombinasi beban, penggunaan material, dan penempatan massa
strukturnya. Ciri-ciri fisik bangunan tahan gempa adalah memilik struktur sistem
penahan gaya dinakik gempa, memiiki sistem penahan gempa, dan konfigurasi
strukturnya memenuhi standar anti gempa. Dalam membangun bangunan komersil
maupun hunian tahan gempa ada beberapa hal yang harus diperhatikan dengan baik.
Setidaknya ada 3 hal utama yang harus Anda perhatikan, yaitu pondasi, beton, dan
beton bertulang.
Nonstruktural : Masyarakat perlu diberikan sosialisasi tentang gempa bumi dan rumah
tahan gempa dengan hubungannya terhadap kerusakan yang pernah terjadi akibat
gempa di Bengkulu, serta untuk mengingatkan kesiapan masyarakat dalam
mempersiapkan rumah sebagai tempat tinggal untuk hidup di daerah rawan gempa.
Kebiasaan masyarakat membangun yang sudah merujuk kerumah tahan gempa yang
dapat dikembangkan sesuai dengan teori bangunan tahan gempa dan kondisi
kerusakan yang pernah terjadi untuk membuat suatu pedoman praktis pembangunan
rumah sederhana tahan gempa. Diharapkan dengan adanya pedoman praktis tentang
rumah tahan gempa, sosialisasi dan pelatihan terhadap tukang dan mandor ini dapat
membantu masyarakat dalam membangun rumah yang sesuai dengan standar
ketahanan gempa dan cocok untuk masyarakat kota Bengkulu, sehingga dapat
meminimalkan dampak kerugian yang dapat terjadi akibat gempa bumi yang biasa
disebut dengan mitigasi gempa.

Anda mungkin juga menyukai