Anda di halaman 1dari 9

BAB V : Kepailitan Dan PKPU

5.1 Perbedaan Pailit dan PKPU


Pailit (bahasa Inggris: bankruptcy) dan Penundaan Kewajiban Pembayaran
Utang (PKPU) adalah dua istilah hukum yang berhubungan dengan masalah
keuangan dan utang. Meskipun keduanya terkait dengan masalah keuangan
yang sama, namun keduanya memiliki perbedaan. Berikut ini adalah
penjelasan perbedaan antara pailit dan PKPU:
1. Arti dan tujuan
Pailit adalah suatu proses hukum yang dilakukan oleh seorang
debitur yang tidak mampu membayar hutangnya. Tujuan dari pailit adalah
untuk menyelamatkan debitur dari tuntutan para kreditur dan untuk
melunasi sebanyak mungkin utang yang dimiliki. Sedangkan PKPU
adalah suatu proses hukum yang dilakukan oleh seorang kreditur untuk
menyelesaikan hutangnya dengan debitur yang mengalami kesulitan
finansial. Tujuan dari PKPU adalah untuk memulihkan kondisi keuangan
debitur agar dapat membayar hutang-hutangnya secara bertahap.
2. Pelaku
Dalam pailit, pelaku adalah debitur yang mengajukan permohonan
pailit atau dinyatakan pailit oleh pengadilan. Sedangkan dalam PKPU,
pelaku adalah kreditur yang mengajukan permohonan PKPU kepada
pengadilan.
3. Kendali atas proses
Dalam pailit, kendali atas proses ada di tangan pengadilan.
Pengadilan akan menunjuk seorang kurator untuk mengelola aset debitur
dan membantu melunasi utang yang dimiliki oleh debitur. Sedangkan
dalam PKPU, kendali atas proses ada di tangan pihak kreditur yang
mengajukan PKPU. Namun, proses PKPU tetap akan diawasi oleh
pengadilan.
4. Dampak terhadap debitur
Dalam pailit, debitur akan kehilangan kendali atas asetnya dan
kegiatan bisnisnya akan dihentikan sementara waktu. Sedangkan dalam
PKPU, debitur tetap dapat mengendalikan asetnya dan kegiatan bisnisnya
berjalan seperti biasa.
5. Perlindungan terhadap kreditur
Dalam pailit, kreditur akan mendapat perlindungan dari pengadilan
dalam bentuk pembayaran utang dari aset-aset yang dimiliki oleh debitur.
Sedangkan dalam PKPU, kreditur tidak mendapat perlindungan langsung
dari pengadilan, namun mereka dapat berpartisipasi dalam proses
restrukturisasi hutang yang dilakukan oleh debitur.

Dalam kesimpulannya, meskipun pailit dan PKPU memiliki tujuan


yang sama yaitu menyelesaikan masalah keuangan, namun keduanya
memiliki perbedaan dalam arti dan tujuan, pelaku, kendali atas proses,
dampak terhadap debitur, dan perlindungan terhadap kreditur.
5.2 Contoh Kasus Kepailitan dan PKPU
5.2.1 Contoh Kasus Kepailitan Perusahaan
PT Merpati Nusantara Airlines (2014)
PT Merpati Nusantara Airlines adalah maskapai penerbangan milik
negara Indonesia yang mengalami kesulitan finansial dan akhirnya
dinyatakan pailit pada tahun 2014. Hal ini terjadi karena manajemen
yang buruk, utang yang menumpuk, dan penurunan jumlah penumpang.
5.2.2 Contoh Kasus PKPU Perusahaan
PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk.
Pada tahun 2020, PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk. mengajukan
permohonan PKPU karena mengalami kesulitan finansial akibat
pandemi COVID-19 yang mempengaruhi industri penerbangan secara
global. Perusahaan sedang dalam proses restrukturisasi utang dan
mengupayakan perbaikan kinerja bisnis.
5.3 Analisis Kasus Kepailitan dan PKPU
5.3.1 Hasil Analisis Contoh Kasus Perusahaan Dinyatakan Pailit
PT Merpati Nusantara Airlines adalah perusahaan penerbangan
nasional di Indonesia yang mengalami kepailitan pada tahun 2014.
Perusahaan ini mengalami masalah keuangan yang cukup serius karena
beban utang yang terus bertambah dan penurunan jumlah penumpang
yang signifikan.
Pada tahun 2013, perusahaan memutuskan untuk menghentikan
operasinya karena kesulitan keuangan. Namun, perusahaan masih terus
membayar gaji karyawan hingga bulan Desember 2013. Pada tahun
2014, perusahaan mengajukan permohonan kepailitan karena tidak lagi
mampu memenuhi kewajiban pembayaran utangnya.
Setelah melalui proses persidangan, pada bulan Juni 2014, PT
Merpati Nusantara Airlines dinyatakan pailit oleh Pengadilan Niaga
Surabaya. Setelah itu, perusahaan melakukan proses likuidasi untuk
menyelesaikan kewajiban utangnya.
Analisis kasus ini menunjukkan bahwa PT Merpati Nusantara
Airlines mengalami masalah keuangan yang cukup serius karena
penurunan jumlah penumpang yang signifikan dan beban utang yang
terus bertambah. Keputusan untuk menghentikan operasional
perusahaan pada tahun 2013 adalah salah satu upaya perusahaan untuk
mengatasi masalah keuangannya, namun ternyata tidak cukup efektif.
Selain itu, kurangnya manajemen risiko dalam menghadapi risiko
keuangan seperti fluktuasi harga minyak dan kondisi ekonomi yang
tidak stabil menjadi salah satu faktor penyebab kebangkrutan
perusahaan.
5.3.2 Hasil Analisis Contoh Kasus Perusahaan Dinyatakan PKPU
PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk. adalah maskapai
penerbangan nasional Indonesia yang mengalami masalah keuangan
dan mengajukan permohonan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang
(PKPU) pada tahun 2020. Perusahaan ini mengalami penurunan
pendapatan yang signifikan akibat pandemi COVID-19 yang
berdampak pada industri penerbangan global.
Dalam proses PKPU, perusahaan mengajukan rencana
restrukturisasi utang dan program perbaikan keuangan untuk
memperbaiki kondisi keuangannya. Rencana ini meliputi penundaan
pembayaran utang, pengurangan biaya operasional, dan restrukturisasi
perusahaan.
Pada bulan Maret 2021, pengadilan Niaga Jakarta Pusat menyetujui
rencana restrukturisasi utang PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk.
Dalam rencana tersebut, perusahaan berhasil menegosiasikan
penundaan pembayaran utang hingga tahun 2023 dan mendapatkan
keringanan utang sebesar 90% dari kreditur.
Analisis kasus ini menunjukkan bahwa pandemi COVID-19
berdampak signifikan pada industri penerbangan, termasuk PT Garuda
Indonesia (Persero) Tbk. Perusahaan mengalami penurunan pendapatan
yang signifikan dan tidak lagi mampu memenuhi kewajiban
pembayaran utangnya.
Namun, perusahaan berhasil melakukan tindakan tepat dengan
mengajukan permohonan PKPU dan melakukan rencana restrukturisasi
utang dan program perbaikan keuangan. Dalam proses PKPU,
perusahaan bekerja sama dengan kreditur dan berupaya menyelesaikan
kewajiban utangnya secara adil dan efektif.
Hasil dari proses PKPU menunjukkan bahwa perusahaan berhasil
mendapatkan keringanan utang yang signifikan dan mendapatkan
kesempatan untuk memperbaiki kondisi keuangannya. Hal ini
menunjukkan bahwa restrukturisasi utang dan program perbaikan
keuangan bisa menjadi solusi untuk mengatasi masalah keuangan
perusahaan.
Kasus ini juga menunjukkan pentingnya manajemen risiko dan
tindakan pencegahan dalam menghadapi risiko yang tidak terduga
seperti pandemi COVID-19. Perusahaan harus memiliki rencana
kontinjensi dan manajemen risiko yang baik untuk menghadapi risiko
keuangan yang tidak terduga.
5.4 PPT dan Simpulan Hasil Diskusi

BAB VI : MERGER, AKUISISI DAN KONSOLIDASI


6.1 Perbedaan Antara Merger, Akuisisi, Dan Konsolidasi
Merger adalah suatu proses penggabungan dua perusahaan atau lebih
menjadi satu perusahaan saja, dimana perusahaan tersebut mengambil dengan
cara menyatukan saham berupa aset dan non aset perusahaan yang di merger.
Akuisisi adalah strategi perusahaan untuk melakukan ekspansi bisnis dengan
membeli sebagian atau seluruh aset maupun saham dari perusahaan yang
diakuisisi. Dengan demikian, pihak pengakuisisi akan memiliki kendali atas
perusahaan yang mereka akuisisi.
Konsolidasi adalah sebuah usaha untuk menyatukan dan memperkuat
hubungan antara dua kelompok atau lebih untuk membentuk suatu entitas
yang lebih kuat.

Berikut adalah perbedaan antara merger, akuisisi, dan konsolidasi:

1. Merger adalah penggabungan dua perusahaan yang sebanding menjadi


satu entitas bisnis yang baru. Dalam merger, dua perusahaan sepakat
untuk bergabung dan membentuk perusahaan baru yang sama-sama
memiliki kendali atas bisnis tersebut.
2. Akuisisi adalah ketika satu perusahaan mengakuisisi atau membeli saham
mayoritas dari perusahaan lain, sehingga perusahaan tersebut menjadi
pemilik mayoritas dari perusahaan yang diakuisisi.
3. Konsolidasi adalah penggabungan dua perusahaan yang memiliki
hubungan keuangan dan operasional yang kuat, sehingga mereka dapat
menggabungkan kekuatan mereka dan mengurangi biaya operasional.

Secara umum, merger dan akuisisi adalah penggabungan perusahaan dengan


tujuan untuk memperluas bisnis atau mencapai efisiensi operasional,
sementara konsolidasi lebih fokus pada pengurangan biaya operasional
melalui penggabungan perusahaan yang saling melengkapi. Namun, ada juga
situasi di mana perbedaan antara merger, akuisisi, dan konsolidasi menjadi
kabur karena berbagai alasan seperti peraturan dan tujuan bisnis.
6.2 Contoh Kasus Merger, Akuisisi, Dan Konsolidasi
6.2.1 Contoh Kasus Merger Perusahaan
Salah satu contoh kasus merger perusahaan terjadi pada tahun 2015
antara dua perusahaan farmasi besar, yaitu Pfizer dan Allergan. Pfizer,
perusahaan farmasi terbesar di dunia, mengakuisisi Allergan,
perusahaan farmasi multinasional asal Irlandia yang juga dikenal
sebagai produsen Botox.
Merger antara Pfizer dan Allergan diumumkan pada bulan
November 2015 dan menjadi salah satu merger terbesar dalam sejarah
bisnis dengan nilai akuisisi sekitar 160 miliar dolar AS. Dalam merger
ini, Pfizer membeli semua saham Allergan dan kemudian
mengintegrasikan bisnisnya ke dalam operasi Pfizer yang ada.
Tujuan utama merger ini adalah untuk memperkuat posisi Pfizer di
pasar farmasi global dan mengurangi biaya operasional. Dengan
menggabungkan portofolio produk dan kekuatan penjualan kedua
perusahaan, Pfizer berharap dapat memperluas cakupan pasar dan
meningkatkan efisiensi operasional. Namun, merger ini tidak berjalan
lancar karena adanya peraturan pajak baru di Amerika Serikat yang
menghalangi rencana perusahaan untuk memanfaatkan keuntungan
pajak di luar negeri.
Meskipun demikian, kasus merger Pfizer dan Allergan
menunjukkan bahwa merger dapat menjadi strategi yang efektif bagi
perusahaan yang ingin memperluas bisnis atau memperkuat posisi di
pasar global.
6.2.2 Contoh Kasus Akuisisi Perusahaan
Salah satu contoh kasus akuisisi perusahaan adalah akuisisi WhatsApp
oleh Facebook pada tahun 2014 senilai $19 miliar.
6.2.3 Contoh Kasus Konsolidasi Perusahaan
Pada tahun 2018, perusahaan telekomunikasi Amerika Serikat, T-
Mobile US Inc., mengumumkan rencana untuk mengakuisisi
saingannya, Sprint Corporation, dalam sebuah upaya untuk memperluas
jaringan dan meningkatkan kekuatan kompetitifnya di pasar
telekomunikasi. Namun, alih-alih akuisisi, kedua perusahaan sepakat
untuk melakukan konsolidasi, dengan T-Mobile menjadi perusahaan
induk.
Dalam konsolidasi ini, T-Mobile mengakuisisi seluruh saham
Sprint dengan nilai sebesar $26 miliar. Setelah proses konsolidasi
selesai, perusahaan baru tersebut memiliki lebih dari 100 juta pelanggan
di seluruh Amerika Serikat dan memperluas cakupan jaringan dengan
penggunaan teknologi 5G yang lebih luas.
Dalam konsolidasi ini, T-Mobile mengambil alih aset, pelanggan,
dan karyawan dari Sprint dan mengintegrasikannya ke dalam struktur
dan operasi perusahaan induk. Konsolidasi ini juga memungkinkan
penggabungan sumber daya dan keahlian dari kedua perusahaan,
sehingga dapat menghasilkan sinergi dan efisiensi dalam operasi
perusahaan baru.
Konsolidasi adalah salah satu cara untuk meningkatkan kekuatan
dan daya saing perusahaan melalui penggabungan sumber daya dan
keahlian. Dalam kasus T-Mobile dan Sprint, konsolidasi tersebut
berhasil meningkatkan kinerja keuangan perusahaan dan memperkuat
posisi di pasar telekomunikasi.
6.3 Analisis Kasus Merger, Akuisisi, Dan Konsolidasi
6.3.1 Bukti Financial Contoh Kasus Perusahaan Hasil Merger
Bukti financial dari hasil merger antara Pfizer Inc. dan Allergan plc
pada tahun 2015:
1. Pendapatan: Setelah merger, pendapatan Pfizer plc meningkat.
Pada tahun 2016, pendapatan bersih perusahaan mencapai $52
miliar, naik dari $48 miliar pada tahun sebelumnya.
2. Laba bersih: Laba bersih Pfizer plc juga meningkat setelah merger.
Pada tahun 2016, laba bersih perusahaan mencapai $7,2 miliar, naik
dari $6,9 miliar pada tahun sebelumnya.
3. Efisiensi operasional: Salah satu tujuan utama merger adalah
meningkatkan efisiensi operasional. Setelah merger, Pfizer plc
berhasil mengurangi biaya operasional dan meningkatkan margin
laba. Pada tahun 2016, margin laba sebelum bunga, pajak,
depresiasi, dan amortisasi (EBITDA) mencapai 44,3%, naik dari
42,7% pada tahun sebelumnya.
4. Saham: Setelah merger selesai, saham Pfizer plc terdaftar di bursa
saham New York dengan kode saham PFE. Saham ini mengalami
fluktuasi, tetapi pada tahun 2018, harga saham mencapai puncaknya
sebesar $43,07 per saham.

Namun, pada tahun 2016, merger antara Pfizer Inc. dan Allergan plc
dihentikan oleh pemerintah Amerika Serikat karena adanya peraturan
yang melarang praktik tax inversion, yaitu praktik dimana perusahaan
Amerika Serikat menyerahkan kepemilikan ke perusahaan asing untuk
menghindari pajak. Meskipun merger tidak berhasil, hasil financial
yang diperoleh dari waktu merger menunjukkan potensi keberhasilan
merger yang bisa diraih jika prosesnya dapat berjalan lancar.
6.3.2 Bukti Financial Contoh Kasus Perusahaan Hasil Akuisisi
Bukti financial dari hasil akuisisi WhatsApp oleh Facebook:
1. Pendapatan: Setelah akuisisi, pendapatan Facebook meningkat
secara signifikan. Pada tahun 2014, pendapatan Facebook mencapai
$12,5 miliar, naik dari $7,8 miliar pada tahun sebelumnya.
2. Pengguna aktif bulanan: Salah satu tujuan utama akuisisi
WhatsApp adalah untuk meningkatkan pengguna aktif bulanan
Facebook. Setelah akuisisi, Facebook berhasil meningkatkan jumlah
pengguna aktif bulanan menjadi 1,35 miliar pada tahun 2014, naik
dari 1,23 miliar pada tahun sebelumnya.
3. Keuntungan: Selain meningkatkan pendapatan dan jumlah
pengguna aktif bulanan, Facebook juga berhasil memperoleh
keuntungan dari akuisisi WhatsApp. Pada tahun 2014, Facebook
melaporkan keuntungan sebesar $2,9 miliar, naik dari $1,5 miliar
pada tahun sebelumnya.
4. Saham: Setelah akuisisi selesai, saham Facebook mengalami
fluktuasi. Namun, pada tahun 2018, harga saham mencapai
puncaknya sebesar $218,62 per saham.

Meskipun akuisisi WhatsApp oleh Facebook awalnya menuai


kontroversi, hasil financial yang diperoleh menunjukkan potensi
keberhasilan akuisisi yang bisa diraih jika prosesnya dapat berjalan
dengan baik.
6.3.3 Bukti Financial Contoh Kasus Perusahaan Hasil Konsolidasi
Berikut ini adalah bukti financial dari contoh kasus konsolidasi T-
Mobile US Inc:

1. Peningkatan pendapatan: Setelah konsolidasi, T-Mobile US


melaporkan peningkatan pendapatan sebesar 74% menjadi $68,4
miliar pada tahun 2020 dibandingkan dengan $39,7 miliar pada
tahun 2019. Hal ini menunjukkan bahwa konsolidasi telah
membawa pengaruh positif pada kinerja keuangan perusahaan.
2. Peningkatan jumlah pelanggan: Dengan penggabungan aset dan
sumber daya dari Sprint, T-Mobile US berhasil meningkatkan
jumlah pelanggan menjadi lebih dari 100 juta pada akhir tahun
2020. Jumlah ini mengukuhkan posisi T-Mobile US sebagai salah
satu pemain utama di industri telekomunikasi Amerika Serikat.
3. Peningkatan margin laba bersih: Setelah konsolidasi, T-Mobile
US melaporkan peningkatan margin laba bersih sebesar 15,7% pada
tahun 2020, dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Peningkatan
margin ini menunjukkan bahwa perusahaan berhasil
mengintegrasikan aset dan sumber daya dari Sprint dengan efisien,
sehingga dapat meningkatkan efisiensi operasional dan margin laba
bersih.
4. Peningkatan nilai perusahaan: Setelah konsolidasi, nilai pasar T-
Mobile US meningkat menjadi lebih dari $120 miliar pada tahun
2020 dari $55 miliar pada tahun 2019. Peningkatan ini
menunjukkan bahwa pasar percaya pada kemampuan perusahaan
untuk mencapai sinergi dan efisiensi dari konsolidasi, sehingga
meningkatkan nilai perusahaan.

Secara keseluruhan, bukti financial tersebut menunjukkan bahwa


konsolidasi antara T-Mobile US dan Sprint telah berhasil meningkatkan
kinerja keuangan perusahaan dan memperkuat posisi di pasar
telekomunikasi Amerika Serikat.
6.4 PPT dan Simpulan Hasil Diskusi

Anda mungkin juga menyukai