Abstrak :
Revolusi bisa dimaksudkan selaku pergantian dari Sebagian ataupun segala tatanan
sesuatu kelompok, baik itu masyarakat ataupun negara. Sempat terjalin revolusi besar di dunia,
yang pengaruhi seluruh negara di bumi serta salah satu antara lain ialah Revolusi Perancis.
Revolusi Perancis ialah salah satu revolusi terbesar yang pernah terjadi di Benua Eropa.
Revolusi Perancis ini terjadi pada tahun 1789-1815. Revolusi ini salah satu revolusi besar dunia
yang sanggup mengganti tatanan hidup warga khususnya masyarakat warga Perancis. Akibat
dari Revolusi ini sendiri ialah memunculkan terdapatnya pergantian yang mendalam terhadap
pertumbuhan sejarah modern. Revolusi Perancis ialah suatu kejadian yang menimbulkan
pergantian sosial serta perpindahan budaya politik. Revolusi Perancis ini membentuk suatu
mengerti semacam Demokrasi, Nasionalisme, serta Liberalisme yang menyebabkan
terdapatnya akibat pada pergantian sistem pemerintahan serta kedaulatan. Penelitian ini
menggunakan pendekatan kualitatif serta metode deskriptif karena untuk memperoleh
deskripsi secara sistematis serta akurat. Metode pengumpulan data yang dilakukan ini adalah
melalui studi literatur ataupun studi kepustakaan ialah dengan metode mengumpulkan sumber-
sumber yang cocok, sehingga tidak terjalin kesalahan dalam penyusunan artikel ini serta
diharapkan mampu membagikan pemikiran terhadap pengembangan ilmu pembelajaran
kesejarahan. Tujuan penulisan artikel ini terbuat supaya masyarakat menemukan pemahaman
yang lebih mendalam tentang sejarah Revolusi Perancis pada tahun 1789-1815.
Abstract :
Pendahuluan
Revolusi sering dimaksudkan selaku pergantian yang sangat cepat. Tetapi, dalam
perihal ini Revolusi dimaksud selaku pergantian yang mendasar (radical change). Perihal ini
disebakan revolusi hendak membawa sesuatu negara pada pergantian yang mendasar di seluruh
bidang, semacam ekonomi, sosial, politik, kebudayaan, pandangan hidup serta lain-lain. Pada
dasarnya revolusi ini terjadi disebabkan terdapatnya suatu keadaan berarti suatu negara yang
setelah itu melahirkan perlawanan serta pada kesimpulannya menciptakan pergantian yang
mendasar. Keadaan berarti yang dimaksudkan disini umumnya merupakan keadaan yang
dimana suatu negara hadapi banyak tekanan terhadap warga kecil. Tekanan yang mereka alami
setelah itu melahirkan aktor-aktor untuk mengetuai perlawanan terhadap rezim yang berkuasa.
Bila perlawanan tersebut sukses, hingga hendak terjadi pergantian di suatu negara dengan
menggulingkan rezim lama serta mengubahnya dengan rezim yang baru semacam yang terjadi
di Revolusi Perancis.
Revolusi Perancis sendiri ialah periode yang terpaut dengan keadaan sosial serta
pergolakan politik di Perancis, yang tidak hanya pengaruhi Perancis namun pula Eropa.
Revolusi Perancis mempunyai semboyan yang dikenalnya ialah liberte, egalite, fraternite
ataupun yang maksudnya kebebasan, persamaan serta persaudaraan yang ialah suatu gagasan.
Mereka mau menjangkau serta memperjuangkan hak asasi mereka. Perancis menggulingkan
feodalisme, aristokrasi, serta monarki. Revolusi Perancis merupakan salah satu periode sejarah
terutama di Perancis yang diawali pada tahun 1789. Revolusi Perancis merupakan periode
pergantian budaya warga serta pergantian sistem politik di Perancis yang menyebabkan
pergolakan politik besar yang menggulingkan sistem Monarki pada waktu itu, serta
mengubahnya dengan prinsip-prinsip republik baru yang digunakan hingga saat ini. Kejadian
Revolusi Perancis ini terjadi dengan tujuan untuk menghapuskan absolutisme yang sudah
merajalela sepanjang berabad-abad di Perancis serta memperjuangkan hak-hak rakyat akibat
kesewenang-wenangan Kerajaan Perancis pada kala itu.
Revolusi Perancis pada dasarnya mempunyai banyak akibat pada aspek kehidupan
warga di Perancis. Tetapi, tidak cuma itu berakibat pada Perancis saja namun Eropa pula hadapi
akibat dari Revolusi Perancis tersebut. Pada masa pemerintahan Kekaisaran Perancis saat
sebelum kejadian Revolusi Perancis terjadi, sistem pemerintahan Monarki Absolut sudah lama
diterapkan di kerajaan tersebut. Kondisi Perancis saat sebelum revolusi masih kuat di dasar
kekuasaan monarki di dasar kekuasaan absolut Raja Louis XVI. Tetapi, kala Robespierre
berhasil menggerakkan massa untuk melawan L’Ancien Regiem (rezim lama), hingga dikala
seperti itu terjadi pergantian mendasar untuk Perancis.
Tujuan Penelitian
Tujuan dari penulisan artikel ini adalah sebagai sarana pembelajaran dan pengetahuan
kepada seluruh masyarakat agar mengetahui tentang sejarah dari Revolusi Perancis pada tahun
1789-1815. Adapun tujuan lain dari penulisan artikel ini adalah sebagai wadah kepada seluruh
generasi modern yang masih awam tentang sejarah dan dengan adanya pembuatan artikel ini
juga diharapkan masyarakat dapat menumbuhkan minat dan memberikan pemikiran terhadap
pengembangan ilmu pendidikan kesejarahan, sehingga masyarakat mendapat pemahaman yang
lebih mendalam dari artikel ini.
Metode Penelitian
Metode yang digunakan dalam penulisan artikel ini ialah menggunakan metode analisis
deskriptif dan pendekatan kualitatif, karena metode dan pendekatan ini cocok dengan
penelitian yang dilakukan oleh penulis. Sehingga, diharapkan dengan metode dan pendekatan
tersebut dapat dihasilkan gambaran yang jelas tentang sejarah Revolusi Perancis. Pengumpulan
data yang digunakan oleh penulis dengan menggunakan studi kepustakaan.
Menurut M. Nazir dalam bukunya yang berjudul “Metode Penelitian” mengemukakan
bahwa yang dimaksud dengan studi kepustakaan yaitu teknik pengumpulan data dengan
mengadakan studi penelahaan terhadap buku, literatur, catatan dan laporan yang ada
hubungannya dengan masalah yang dipecahkan. Kemudian, data yang tersajikan akan
dianalisis secara kualitatif sesuai pada teori yang ada dan penyajian data secara deskriptif
dengan tujuan untuk memberikan gambaran yang berkaitan dengan Revolusi Perancis. Data-
data yang tersaji ditujukan untuk merekontruksi latar belakang peristiwa, tokoh yang terlibat,
serta dampak yang ditimbulkan dari peristiwa Revolusi Perancis pada tahun 1789-1815.
Dengan menggunakan metode dan pendekatan ini diharapkan dapat dipahami oleh pembaca
dari seluruh kalangan, sehingga hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai sarana
pembelajaran dan sumber pengetahuan.
Pembahasan
▪ Faktor Penyebab dan Sebab Khusus Revolusi Perancis
Revolusi Perancis ialah periode dalam sejarah Perancis antara tahun 1789-1815 kala
demokrat serta pendukung republikanisme menggulingkan monarki absolute di Perancis serta
memfosir Gereja Katolik Roma untuk menempuh restrukturisasi radikal. Republik Perancis
awal jatuh dalam kudeta yang dicoba oleh Napoleon Bonaparte, revolusi ini jelas mengakhiri
ancient regime (Rezim Lama; merujuk kepada kekuatan dinasti semacam Valois serta Bourbon
yang terjadi di Perancis (Eisenstadt, 1986 : 69)).
Napoleon Bonaparte
Sumber: www.historycrunch.com
J. J Rousseau
Sumber: https://theimaginativeconservative.org/
Kelima, pengaruh feodalisme di Eropa yang bermula pada abad Pertengahan. Dengan
pembagian kewenangan yang tidak menyeluruh, perihal ini menimbulkan timbulnya kalangan
bangsawan yang mempunyai hak khusus yang berperan semena-mena terhadap rakyat,
mengeksploitasi seluruh hak rakyat serta rakyat hanya dibebani dengan kewajiban (pajak).
Sehingga dialami oleh rakyat, yang pada kesimpulannya menimbulkan pecahnya Revolusi
Perancis.
Keenam, monarki absolut sangat kurang baik. Monarki absolut di dasar pemerintahan
Raja Louis XVI merupakan kekuatan absolut terburuk dikala itu, dengan sifatnya yang
despotik, sehingga mereka yang mengkritik kebijakan pemerintahan hendak ditindas dengan
kejam. Setelah itu kemerdekaan feodalisme, yang ialah jaminan hidup untuk kalangan
bangsawan serta para biarawan atas mereka yang tidak mempunyai hak dengan menerima
pendapatan yang sangat sedikit. Setelah itu, administrasi negara jadi kacau serta menyebabkan
korupsi merajalela.
Raja Louis XVI
Sumber: https://id.images.search.yahoo.com/
Secara politik Revolusi Perancis diawali bertepatan pada 17 Juni 1789, tetapi secara
formal revolusi tersebut jatuh bertepatan pada tanggal 14 Juli 1789 dengan diserbunya Penjara
Bastile yang disetujui oleh raja dengan dibukanya kembali dewan tersebut bertepatan pada 5
Mei 1789, setelah itu dilanjutkan dengan pengerahan yang diiringi oleh 3 kalangan pantas
dikatakan kalangan I serta II (tiap-tiap golongan terdiri dari 300 orang) dari kalangan
bangsawan, serta kalangan III (terdiri dari 600 orang) yang berasal dari kalangan rakyat.
Pada sidang tersebut, terjalin perselisihan antara kalangan I serta II dengan kalangan III
tentang permasalahan pemungutan suara. Pengaruh raja sangat lemah, sehingga raja tidak bisa
menanggulangi perselisihan tersebut. Dampaknya, kalangan III kian berani bertahan serta
rakyat kian percaya diri. Pada 17 Juni 1789 wakil-wakil kalangan III memproklamirkan Etats
Generaux selaku Assemble Nationale (Dewan Nasional) yang mengganti keberpihakan
golongan-golongan jadi persidangan segala rakyat tanpa kalangan. Perihal ini ialah suatu
revolusi sebab pada hakikatnya perihal tersebut menampilkan pergantian warga feodalistis jadi
demokratis.
Bertepatan pada 20 Juni 1789, Assemble Nationale bersumpah bahwa mereka tidak
hendak bubar hingga Perancis memiliki UUD serta dinaikkan jadi Constituante. Sehabis itu,
banyak di antara kalangan bangsawan serta agamawan yang mencampurkan diri dalam
Constituante. Perintah raja untuk membubarkan Constituante hadapi kegagalan. Dikala itu
terjadi konflik antara kubu Chouans serta Feuillants dengan kubu Gironde serta Montagne yang
dimenangkan oleh kubu Gironde serta Montagne.
Bertepatan pada 14 Juli 1789 rakyat Perancis menyerbu penjara Bastille yang ialah
simbol absolutisme monarki sebab para kepala rakyat yang berani menentang kekuasaan serta
kesewenang-wenangan monarki absolut disitu dipenjarakan. Alibi penyerangan terhadap
Penjara Bastile merupakan terdapatnya berita bahwa raja yang kandas, membubarkan
Constituante sudah mengumpulkan tentara di dekat Paris untuk menggagalkan revolusi serta
orang-orang memerlukan senjata untuk membela diri, jadi mereka berupaya menimbun senjata
di Penjara Bastille.
Penangkapan penjara dikira selaku awal dari revolusi serta jadi selaku “Hari Nasional
Perancis”. Bendera Bourbon (raja) sudah ditukar dengan bendera nasional (biru, putih, merah),
serta tentara nasional sudah dibangun di dasar kepimpinanan Lafayette. Semenjak itu raja serta
kalangan bangsawan tidak lagi berkuasa, namun rakyatlah yang berkuasa serta memegang
kekuasaan pimpinan negara.
Langkah berikutnya dari pemerintahan baru merupakan penghapusan Encien Regime
(pemerintahan lama) serta pembuatan pemerintahan baru. Perihal ini menyebabkan konflik
antara kaum revolusioner Perancis dengan Paus di Roma. Dampaknya, kalangan agama ditatap
selaku musuh revolusi serta revolusi jadi anti Katolik Roma. Tidak hanya itu, pemerintahan
lama yang sudah dihancurkan digantikan oleh pemerintahan baru yang terdiri dari kalangan
revolusioner. Bawah dari pemerintahan baru ini merupakan Declaration des droits de I’homme
et du citoyen ataupun Deklarasi Hak Asasi Manusia serta Warga Negara, ialah pernyataan hak
asasi manusia serta warga negara, yang diumumkan bertepatan pada 27 Agustus 1789.
Bertepatan pada 14 Juli 1790 UUD Perancis sukses disusun serta disahkan. Pada masa
ini terjalin konflik antara pihak yang menang, ialah antara Gironde serta Montagne. Tetapi,
kesimpulannya konflik ini dimenangkan oleh kalangan Gironde sehingga Perancis jadi negara
constitutionale monarchie. Watak Constituante merupakan liberal. Rakyat dipandu serta
diperintah oleh kalangan borjuis yang mengambil alih peran bangsawan serta ialah bangsawan
baru di Perancis.
Sehabis penataan UUD berakhir, hingga Constituante dibubarkan pada tahun 1791
serta digantikan oleh pemerintahan yang diucap Legislatif. Pada masa ini penuh dengan
kekacauan sebab terbentuknya perebutan kekuasaan antara kalangan borjuis (bangsawan baru)
yang menginginkan monarki konstitusional dengan rakyat jelata yang menghendaki negara
republik. Kekacauan ini dipicu oleh permasalahan raja. Kalangan borjuis menginginkan
Monarki konstitusional sebab mereka memandang kalau seorang raja yang lemah hendak
bermanfaat untuk mereka selaku perlengkapan serta perisai untuk mengatur rakyat yang terus
menjadi tidak terkontrol, sehingga perjuangan rakyat untuk turut berbagi hasil revolusi dituduh
oleh Borjuis selaku aksi anarki.
Sisi lain, rakyat jelata menginginkan negara berupa Republik. Perihal itu sebab raja
tidak bisa mereka percayai lagi, sehabis raja melaksanakan pelanggaran sumpah setianya
terhadap UUD, sehingga dalam evaluasi rakyat raja ialah seorang penghianat yang wajib
dihukum daripada dipertahankan perannya. Kepercayaan rakyat diperkuat dengan terdapatnya
Perang Koalisi I. Austria serta Prusia bersatu untuk menyerang Perancis serta mengancam
Perancis dengan hukuman berat bila mereka berani mengusik raja (Louis XVI) serta
keluarganya. Perihal itu menampilkan kalau raja merupakan seorang pengecut serta
pengkhianat terhadap cita-cita revolusi. Kesimpulannya, Raja Louis XVI serta keluarganya
ditangkap untuk diadili lebih lanjut.
Dengan terdapatnya Perang Koalisi awal yang bertujuan untuk menghentikan revolusi
nyatanya tingkatkan semangat rakyat Perancis untuk melaksanakan revolusi. Perihal ini pula
diperkuat dengan kemenangan atas tentara Prusia di daerah Valmy. Isyarat hendak terdapatnya
teror telah mulai nampak dengan dibunuhnya para bangsawan yang sudah ditawan. Dikala itu
masih memegang kendali revolusi mulai kehilangan kendali dari rakyat jelata yang semakin
radikal dan anarki.
Masa convention diawali dengan perselisihan antara kelompok Montagne serta Gironde
atas Raja Louis yang telah melahirkan serta mengambil alih. Montagne (rakyat) ingin raja
dihukum sebab sudah mengkhianati sumpahnya pada UUD, sebaliknya Gironde (kalangan
borjuis) inginkan raja dipertahankan untuk menguasai rakyat yang mulai menunjukkan watak
kasar. Tetapi, perselisihan kali ini dimenangkan oleh kelompok Montagne sehingga kerajaan
dihapuskan serta diganti oleh Republik (1792), kemudian Louis XVI dihukum mati.
Intervensi pihak asing, ialah bersatunya Austria serta Prusia untuk menyerang Perancis
serta menghentikan Revolusi Perancis dalam Perang Koalisi awal membuat Revolusi Perancis
semakin kokoh sebab rakyat Perancis menyangka Perang Koalisi awal selaku upaya raja-raja
untuk menindas kembali orang-orang leluasa. Interpensi bertujuan untuk menyelamatkan Louis
XVI serta keluarganya, kebalikannya menimbulkan mereka semua terbunuh. Convention ialah
kemenengan rakyat atas borjuis. Rakyat jelata ini umumnya disebut commune, yang
maksudnya rakyat commune (kota praja) Paris, sebab rakyat Parislah yang mempelopori serta
menjadi pusat revolusi.
Kala kelompok Montagne menjabat pemerintahan, kondisi di Perancis begitu kritis
sebab musuh dari luar sukses mengalahkan Perancis. Kondisi ekonomi hadapi kekacauan, uang
kertas kehilangan nilainya serta terjadi inflasi. Terdapat kekurangan makanan di kota sebab
para petani hanya ingin menjual makanan bila dibeli dengan koin, yang digunakan saat sebelum
Revolusi Perancis. Aksi para petani ini sesungguhnya ialah sabotase dari Gronde, yang
sebagian besar ialah pemilik tanah untuk menjatuhkan pemerintahan Montagne.
Kondisi negara yang kacau balau mendesak pemilik pemerintahanan Montagne untuk
berperan tegas serta radikal, demi keamanan serta stabilitas negara. Aksi yang berujung pada
akses negatif, sehingga pemerintahan Montagne yang dikala itu di pimpin oleh Robespierre
diucap selaku pemerintahan teror. Ada pula kebijakan-kebijakan yang diambil dari Robespierre
sebagai berikut :
a. Pembuatan pemerintahan revolusioner sementara, serta pembuatan Comite de
Surete Generale selaku badan eksekutif.
b. Terdapatnya kebijakan Levee en masse, ialah wajib bagi seluruh orang yang
bisa berperang untuk bergabung dengan tantara untuk menyelamatkan negara.
c. Negara itu dibersihkan dari pengkhianat dengan aksi radikal, sehingga
Robespierre timbul sebagai dictator.
d. Kekayaan gereja serta para bangsawan yang melarikan diri ke luar negeri disita
serta dijual untuk kepentingan negara.
e. Pemilik tanah serta petani menerima sebagian dari hasil tanah mereka untuk
menghidupi diri mereka sendiri, sebaliknya sisanya wajib dijual kepada negara
dengan harga maksimum yang telah diresmikan oleh pemerintah.
Tindakan-tindakan yang diambil oleh pemerintah Montagne telah bekerja dengan baik.
Musuh dari luar telah diusir. musuh dari dalam telah dikalahkan, inflasi bisa ditahan serta
kondisi ekonomi mulai membaik. Dari segi hukum pemerintahan Montagne di bawah pimpinan
Robespierre memang ialah pemerintahan teror, namun dari segi politik pemerintahan inilah
yang menyelamatkan Perancis dari kehancuran.
Sehabis keberhasilannya, Robespierre menjadi wujud yang sangat populer di kalangan
orang Perancis. Namun, kala kondisi wajar kembali, terjadi Pemberontakan Thermidor (1794)
yang sukses menggulingkan pemerintahan Robespierre serta menghukumnya dengan
Guillotine (alat untuk mengeksekusi pemenggalan kepala khas Perancis) sehingga
pemerintahan Robespierre berakhir serta kembali digantikan oleh Gironde.
Guillotine
Sumber: https://www.grunge.com/
Ada pula yang menjadi pemicu jatuhnya pemerintahan Robepierre merupakan
terdapatnya keinginannya untuk membagi rata seluruh milik rakyat, sehingga segala susunan
masyarakat bisa merasakan hasil dari Revolusi Perancis. Namun, kalangan Gironde yang terdiri
dari tuan-tuan tanah yang kaya, menentang perihal itu serta menuduh Robespierre menyalahi
dasar Revolusi Perancis yang termaktub dalam Declaration des Droits de I’homme et du
citoyen. Kesimpulannya mereka melakukan Pemberontakan Thermidor.
Kejatuhan pemerintahan Robespierre pula diakibatkan oleh aksi teror serta arogannya
untuk memaksakan kehendaknya. Dahulu rakyat bisa menerima aksi teror pemerintahan
Robespierre sebab kondisi negara yang lagi kacau, namun sehabis kondisi normal, aksi tersebut
menjadi tidak disukai oleh rakyat sebab mereka telah jemu memandang terjadinya
pertumpahan darah.
Sehabis Robespierre jatuh, tidak terdapat lagi orang yang disegani, sehingga terjadilah
krisis gezag (kewenangan). Kondisi menjadi kacau kembali sehabis kalangan borjuis berkuasa
lagi serta mengadakan teror balasan terhadap kalangan Montagne yang disebut “teurreur
blanche” (teror putih). Mereka menghapuskan peraturan harga maksimum, kondisi ekonomi
kacau, serta rakyat berontak menuntut adanya bahan makanan. Gironde (borjuis) yang telah
menaklukkan Montagne (rakyat) setelah itu membubarkan Convention, setelah itu membentuk
pemerintahan directoire. yang hanya ialah kelanjutan dari pemerintahan Gironde. Mereka lebih
suka bekerja sama dengan militer yang dipimpin oleh Napoleon, daripada dengan kalangan
Montagne yang ialah kelompok rakyat jelata.
Lemahnya pemerintahan Gironde korup serta tidak berwibawa sehingga membuat
rakyat menjadi apatis. Akhirnya, pada tahun 1795 Napoleon Bonaparte tampak selaku wujud
militer yang pemberani serta tangguh di medan perang, sehingga tentara Perancis menjadi
sangat kokoh serta ditakuti oleh musuh-musuhnya yang membuat Perancis malu-malu serta
memuliakan Napoleon.
Pada tahun 1799, sekembalinya dari Mesir, Napoleon degan kekuatan militer bisa
membubarkan pemerintahan Directeur serta membentuk pemerintahan baru yang disebut
Consulat. Pada hakikatnya Perancis bukanlah pemerintahan yang demokrasi, melainkan
pemerintahan otokrasi yang dipimpin oleh Napoleon selaku kepala pemerintahan Perancis.
Langkah-langkah yang ditempuh Napoleon serta ialah kebijakannya dalam memimpin
pemerintahan, paling utama dalam bidang politik, diantaranya adalah :
a. Membentuk pemerintahan yang normal serta kokoh, menetralisir pemerintahan,
menyelenggarakan pemerataan, menjamin keadilan dengan membuat suatu undang-
undang KUH Perdata (KUHP) serta peraturan hukum yang sebelumnya berbeda di
setiap provinsi, menjadi seragam di seluruh negara.
b. Memulihkan stabilitas keamanan dalam negeri dengan melenyapkan paham
provinsialisme dengan membagi negara menjadi sebagian provinsi dengan perbatasan
yang berganti, serta setelah itu menyongsong kembali para bangsawan yang akhirnya
melarikan diri ke luar negeri sepanjang revolusi, dengan ketentuan mereka tidak bisa
memulihkan harta mereka yang disita dari rakyat, serta mengadakan concordat dengan
Paus Pius VII untuk menuntaskan konflik dengan ulama yang timbul sepanjang
revolusi.
c. Menjamin kesejahteraan penduduk, menjamin keamanan, membangun jalan raya,
membetulkan serta merenovasi pelabuhan, menjalankan kembali industri yang
sepanjang revolusi mengalami kelumpuhan dengan mensubsidi industri nasional,
memperindah kota serta membangun fasilitas umum lainnya
d. Membuat kejayaan Perancis melalui bermacam kemenangannya, sehingga di bawah
pemerintahan Napoleon, Perancis menjadi negara terbesar di Eropa serta sangat
disegani sahabat serta musuhnya. Teruji dengan kemenangan Perancis yang gemilang
dalam perang koalisi I (1792-1797) serta perang koalisi II (1799-1802).
Kebijakan pemerintahan Napoleon berjalan dengan baik. Perihal ini berkat kekuatan serta
kecerdasannya dalam memimpin pemerintahan rakyat Perancis dengan memuja serta
memuliakan Napoleon selaku juru penyelamat Perancis. Perihal ini menimbulkan timbulnya
Napoleon selaku penguasa absolut, sehingga Napoleon memproklamirkan dirinya selaku
Kaisar Perancis yang dinobatkan sebagai Kaisar oleh Paus Pius VII bertepatan pada 2
Desember 1804.
Sepanjang pemerintahannya, Napoleon menyukai perang serta sebagian besar waktu dia
kalah dalam peperangan, semacam melawan Inggris (1805) serta Rusia (1807). Pada tahun
1812, Napoleon kembali memobilisasi pasukannya untuk melawan Rusia. Namun, akibat dari
pukulan tentara Rusia, musim dingin, serta tidak memadai dalam mencukupi pasukan Perancis,
Napoleon akhirnya pula mengalami kekalahan besar.
Melihat kondisi tersebut, Austria serta Prusia merasa memiliki peluang serta bergabung
untuk menggulingkan Perancis di Leipzig. Pada Oktober 1813 Napoleon pergi serta
mengasingkan diri ke Pulau Elba, sebuah pulau kecil di lepas Pantai Italia. Pada tahun 1815
dia sukses melarikan diri dari Pulau Elba serta kembali ke Perancis. Sehabis 100 hari kembali
memerintah Perancis, Napoleon mengalami kekalahan yang mematikan di Waterloo dikala
melawan Inggris bertepatan pada 8 Juni 1815. Dia ditangkap serta dipenjara di Pulau St.
Helena, yang dimana setelah itu dia wafat sebab penyakit kanker pada tahun 1821.
Djaja, W. (2018). SEJARAH EROPA: DARI EROPA KUNO HINGGA EROPA MODERN.
Yogyakarta: Penerbit Ombak ISBN: 978-602-7544-59-8.
Dr. Sumardi, M. (2019). SEJARAH EROPA (Dari Eropa Kuno Hingga Modern). Jember:
UPT Percetakan & Penerbitan Universitas Jember ISBN: 978-623-7226-55-0 .
hadi, R. A. (2018). ILMU KOMUNIKASI DALAM PARADIGMA REVOLUSI SAINS
THOMAS S. KUHN. Indonesian Journal of Islamic Communication, 1 (2) ISSN
2615-7527.
http://jurnalpasca.iain-jember.ac.id/ejournal/index.php/IJIC/article/view/147
Johanis, M. J. (2014). PERLINDUNGAN KEBEBASAN BERAGAMA DALAM
MENJALANKAN IBADAHNYA MENURUT PERSPEKTIF HAK ASASI
MANUSIA. 2 (1).
https://ejournal.unsrat.ac.id/index.php/lexetsocietatis/article/view/3972
Jovani, A. (2014). PERKEMBANGAN GERAKAN POLITIK PEREMPUAN DI
INDONESIA. Journal Pamator, 7 (1).
https://jurnal.untan.ac.id/index.php/jmfh/article/view/22738
Mukhtar, S. (2016). STRATEGI PEMERINTAH INDONESIA MENGHADAPI
TERORISME DALAM ERA DEMOKRATISASI. REFORMASI, 6 (2) E-ISSN 2407-
6864. https://jurnal.unitri.ac.id/index.php/reformasi/article/view/691
Nazir, M. (2003). Metode Penelitian. Jakarta: Ghalia Indonesia.
Sandy Kurnia Christmas, E. P. (2020). Perkembangan Sistem Pemerintahan dan Konsep
Kedaulatan Pasca Revolusi Perancis Terhadap Hukum Internasional. Jurnal
Pembangunan Hukum Indonesia, 2 (2).
https://jurnal.untan.ac.id/index.php/jmfh/article/view/22738
Sondarika, W. (2017). PERANAN GOLONGAN BORJUIS DALAM REVOLUSI
PERANCIS 1789. JURNAL WAHANA PENDIDIKAN, 4 (2).
https://jurnal.unigal.ac.id/index.php/jwp/article/view/742