Kebanyakan penderita mengalami flu ringan pada 2–6 minggu setelah terinfeksi HIV. Flu bisa
disertai dengan gejala lain dan dapat bertahan selama 1–2 minggu. Setelah flu membaik, gejala
lain mungkin tidak akan terlihat selama bertahun-tahun meski virus HIV terus merusak kekebalan
tubuh penderitanya, sampai HIV berkembang ke stadium lanjut menjadi AIDS. Pada kebanyakan
kasus, seseorang baru mengetahui bahwa dirinya terserang HIV setelah memeriksakan diri ke
dokter akibat terkena penyakit parah yang disebabkan oleh melemahnya daya tahan tubuh.
Penyakit parah yang dimaksud antara lain diare kronis, pneumonia, atau toksoplasmosis otak.
Penyebab dan Faktor Risiko HIV dan AIDS
Penyakit HIV disebabkan oleh human immunodeficiency virus atau HIV, sesuai dengan nama
penyakitnya. Bila tidak diobati, HIV dapat makin memburuk dan berkembang menjadi AIDS.
Penularan HIV dapat terjadi melalui hubungan seks vaginal atau anal, penggunaan jarum suntik,
dan transfusi darah. Meskipun jarang, HIV juga dapat menular dari ibu ke anak selama masa
kehamilan, melahirkan, dan menyusui.
Beberapa faktor yang dapat meningkatkan risiko penularan adalah sebagai berikut:
Penderita yang telah terdiagnosis HIV harus segera mendapatkan pengobatan berupa terapi
antiretroviral (ARV). ARV bekerja mencegah virus HIV bertambah banyak sehingga tidak
menyerang sistem kekebalan tubuh.
Pencegahan HIV dan AIDS
Berikut adalah beberapa cara yang dapat dilakukan untuk menghindari dan meminimalkan
penularan HIV:
1. Tidak melakukan hubungan seks sebelum menikah
2. Tidak berganti-ganti pasangan seksual
3. Menggunakan kondom saat berhubungan seksual
4. Menghindari penggunaan narkoba, terutama jenis suntik
5. Mendapatkan informasi yang benar terkait HIV, cara penularan, pencegahan, dan
pengobatannya, terutama bagi anak remaja
GONORE
Gonore atau kencing nanah adalah suatu penyakit menular seksual yang dapat terjadi pada pria
maupun wanita. Penyakit ini disebabkan oleh bakteri bernama Neisseria Gonorrhoeae atau
Gonococcus yang terbilang sangat menular. Bakteri tersebut berbahaya karena dapat menyerang
bagian dubur, serviks (leher rahim), uretra (saluran kencing dan sperma), mata, dan tenggorokan.
Gonore paling sering menular pada pasangan yang melakukan hubungan seks secara vaginal,
oral, atau anal. Selain itu, penyakit ini juga dapat terjadi akibat menggunakan mainan seks yang
terkontaminasi, dan berhubungan seks tanpa menggunakan kondom.
Selain itu, ibu yang terinfeksi penyakit menular seksual ini juga bisa menjangkiti bayinya saat
dilahirkan. Pada bayi, gonore paling sering menyerang mata. Penanganan tepat dan cepat perlu
dilakukan untuk mencegah masalah ini.
Penyebab Gonore
Penyebab penyakit gonore adalah bakteri Neisseria Gonorrhoeae yang biasanya ditemukan di
cairan penis dan alat vital wanita dari orang yang terkena infeksi tersebut. Itulah mengapa bakteri
tersebut bisa menyebar dari satu orang ke orang lain melalui hubungan seksual. Hubungan
seksual ini bisa dilakukan secara vaginal, anal, hingga oral. Bahkan, ada beberapa bukti jika
penyakit menular seksual ini dapat ditularkan melalui ciuman dengan lidah. Namun, penelitian
lanjutan perlu dilakukan untuk memastikan risiko penularannya.
Faktor Risiko Gonore
Beberapa faktor yang bisa meningkatkan risiko seseorang terkena infeksi gonore, antara lain:
1. Berusia muda.
2. Memiliki banyak pasangan seks.
3. Berhubungan seksual dengan pasangan yang memiliki banyak pasangan seksual.
4. Memiliki infeksi menular seksual lainnya.
5. Pernah terdiagnosis oleh gonore sebelumnya.
Gejala Gonore
Dalam banyak kasus, infeksi gonore sering tidak menimbulkan gejala. Maka dari itu, banyak
pengidap gonore sering tidak menyadari jika dirinya sudah terinfeksi. Pada kebanyakan wanita,
gangguan ini sering menimbulkan gejala ringan dan disalahartikan dengan infeksi kandung kemih.
Nah, gejala pada wanita yang terserang gonore, antara lain:
1. Tes urine. Pemeriksaan ini dapat membantu untuk mengidentifikasi bakteri di uretra
pengidap.
2. Tes darah. Tes ini bertujuan untuk mengetahui apakah infeksi sudah menyebar ke dalam
darah.
3. Pemeriksaan sampel cairan. Metode ini dilakukan dengan menyeka area yang
diperkirakan mengalami gonore, seperti penis, vagina, tenggorokan, atau dubur. Cara ini
untuk mendapatkan sampel cairan untuk pemeriksaan.
4. Untuk wanita, sekarang ini sudah terdapat alat tes untuk gonore yang bisa dilakukan di
rumah. Alat tes rumah tersebut untuk mengambil sampel di vagina untuk dikirim ke lab
khusus untuk pengujian.
Pengobatan Gonore
Setelah hasil tes menunjukkan positif terdapat infeksi gonore, dokter biasanya akan memberikan
suntikan antibiotik dan obat oral pada pengidap dan pasangannya. Kamu juga dianjurkan untuk
tidak melakukan hubungan seksual untuk sementara waktu hingga perawatan selesai atau
dinyatakan sembuh.
Tidak melakukan hubungan seksual sementara karena masih ada risiko terjadinya komplikasi
atau penyebaran infeksi. Selain itu, dokter juga akan menyarankan pengidap untuk kembali
melakukan pemeriksaan setelah satu sampai dua minggu untuk memastikan bakteri gonore telah
hilang sepenuhnya.
Pencegahan Gonore
Ada beberapa cara yang dapat dilakukan untuk mencegah atau mengurangi risiko terjadinya
gonore, yaitu:
1. Gunakan kondom saat berhubungan seks, termasuk seks vaginal, anal, hingga oral.
2. Batasi jumlah pasangan seks.
3. Lakukan pemeriksaan infeksi menular seksual secara rutin.
4. Jangan berhubungan seks dengan seseorang yang terlihat memiliki infeksi menular
seksual.
5. Tidak berganti-ganti pasangan atau setia pada satu pasangan.
6. Tidak melakukan hubungan seksual di luar nikah.
SIPHILIS
Penyakit raja singa atau sifilis adalah infeksi menular seksual (IMS) yang disebabkan oleh bakteri.
Penyakit ini dimulai sebagai luka yang tidak nyeri, biasanya pada alat kelamin, rektum atau mulut.
Kondisi ini dapat menyebar dari orang ke orang melalui kontak kulit atau selaput lendir dari luka
ini. Setelah infeksi awal, bakteri sifilis dapat tetap tidak aktif di dalam tubuh selama beberapa
dekade sebelum menjadi aktif kembali. Jika didiagnosis dengan cepat, penyakit ini dapat
disembuhkan dengan pemberian antibiotik.
Tanpa pengobatan, penyakit yang juga dikenal dengan sebutan penyakit raja singa ini dapat
merusak jantung, otak atau organ lain, dan dapat mengancam jiwa. Sifilis juga dapat ditularkan
dari ibu ke anak yang belum lahir.
Penyebab Sifilis
Penyebab sifilis adalah bakteri yang bernama Treponema pallidum. Cara paling umum
penyebaran sifilis adalah melalui kontak dengan luka orang yang terinfeksi selama aktivitas
seksual. Bakteri masuk ke dalam tubuh melalui luka kecil atau lecet pada kulit atau selaput lendir.
Sifilis menular selama tahap primer dan sekunder, dan kadang-kadang pada awal periode laten.
Pada kasus yang lebih jarang, kondisi ini dapat menyebar melalui kontak langsung dengan lesi
aktif, seperti saat berciuman. Ini juga dapat ditularkan dari ibu ke bayinya selama kehamilan atau
persalinan.
Sifilis tidak dapat menyebar dengan menggunakan toilet, bak mandi, pakaian atau peralatan
makan yang sama, atau dari gagang pintu, kolam renang, atau bak air panas. Setelah sembuh,
penyakit ini tidak kembali atau kambuh dengan sendirinya. Namun, seseorang dapat terinfeksi
kembali jika memiliki kontak dengan luka sifilis dari orang lain.
Gejala Sifilis
Ada lima tahapan gejala penyakit ini, yaitu:
1. Sifilis Primer
Gejala pada kondisi ini umumnya muncul berupa luka dengan 10 hingga 90 hari setelah
bakteri masuk ke dalam tubuh. Pemulihannya memakan waktu sekitar 3 hingga 6 minggu.
2. Sifilis Sekunder
Sifilis sekunder terjadi beberapa minggu setelah luka menghilang, dengan ruam yang
terdapat di bagian tubuh manapun khususnya di telapak tangan dan kaki. Ditambah
dengan penyakit flu, rasa lelah, sakit kepala, nyeri pada persendian, dan demam
umumnya menjadi contoh gejala lain yang dialami pengidap. Segera tangani sifilis
sekunder dengan tepat, agar infeksi tak berlanjut ke tahap berikutnya.
3. Sifilis Laten
Sifilis laten terjadi tanpa gejala, tapi dalam 12 bulan pertama, infeksi masih bisa menular.
Jika tidak ditangani, kondisi ini akan berubah menjadi tersier.
4. Sifilis Tersier
Sifilis tersier merupakan jenis yang paling berbahaya. Gejala yang dialami akan sangat
dipengaruhi oleh bagian tubuh mana dimasuki bakteri sifilis. Jenis tersier memiliki
dampak terhadap mata, jantung, otak, pembuluh darah, tulang, persendian, dan juga
hati. Hal tersebut menyebabkan pengidap akan mengalami kebutaan, penyakit jantung
dan juga stroke akibat dari terjadinya infeksi menular seksual tersebut.
5. Sifilis Kongenital
Jika kondisi ini terjadi pada ibu hamil, maka janin wanita tersebut bisa juga tertular. Infeksi
bisa ditularkan kepada janin jika seorang ibu hamil yang mengidap sifilis. Risiko tersebut
bisa dikurangi dengan mengobati infeksi sebelum masa kehamilan mencapai 4 bulan.
Jika penanganan dan pengobatan terlambat, ibu hamil tersebut akan terkena komplikasi.
Komplikasi yang dimaksud bisa berupa bayi lahir prematur, keguguran, bayi lahir dengan sifilis,
dan hilangnya nyawa bayi setelah dilahirkan.
Faktor Risiko Sifilis
Siapa pun yang aktif secara seksual bisa terkena sifilis, tetapi beberapa orang memiliki
peningkatan risiko terinfeksi. Risiko akan jadi lebih tinggi jika:
1. Menjadi seorang gay, biseksual, atau melakukan hubungan seks sesama pria.
2. Melakukan hubungan seks tanpa kondom, terutama jika memiliki banyak pasangan.
3. Mengidap HIV/AIDS.
4. Berhubungan seks dengan seseorang yang mengidap sifilis.
5. Mengidap IMS jenis lain, seperti klamidia, gonore atau herpes.
Diagnosis Sifilis
Untuk mendiagnosis, dokter akan bertanya tentang riwayat seksual yang dimiliki, termasuk
apakah kamu mempraktikkan seks yang aman. Sangat penting untuk jujur selama diskusi ini.
Sebab dokter dapat membantu menilai risiko dan merekomendasikan tes untuk IMS lainnya.
Untuk memastikan diagnosis, dokter akan memeriksa dan mengambil sampel darah untuk
mencari tanda-tanda infeksi. Dokter juga mungkin mengeluarkan beberapa cairan atau sepotong
kecil kulit dari luka dan mengujinya di laboratorium.
Pengobatan Sifilis
Bagi primer dan sekunder, pengobatan dapat dilakukan dengan antibiotik melalui pemberian
suntikan dengan biasanya dilakukan selama kurang lebih 14 hari. Untuk sifilis tersier dan pada
wanita hamil, waktu pengobatan akan lebih lama dan menggunakan antibiotik yang diberikan
melalui infus. Pengidap sifilis akan menjalani tes darah untuk memastikan agar infeksi telah
sembuh dengan total, setelah menjalani pengobatan antibiotik.
Pencegahan Sifilis
Cara agar terhindar dari penyakit ini, yaitu: