Anda di halaman 1dari 9

Ilmu Sosial Budaya Dasar

(Sosial Budaya di Aceh Jaya & Aceh Barat)

Disusun Oleh:
1.Gesti Bulqis
2.Siti Ardilla
3.Aldi
Fakultas Teknologi Laboratorium Medik
2022/2023

KATA PENGANTAR
Bismillahirahmanirahim
Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh
Puji syukur kita panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah melimpahkan
rahmat dan hidayah-Nya, sehingga makalah ilmu sosial dan budaya dasar ini dapat
tersusun dengan baik.
Makalah ini di buat sebagai salah satu syarat untuk memenuhi tugas Mata Kuliah
ilmu sosial dan budaya dasar (ISBD). Kami sampaikan terimakasih kepada dosen dan
semua pihak yang senantiasa membantu demi kelancaran makalah ini. Penulis
menyadari bahwa makalah in sangat sederhana dan belum sempurna. Oleh karena
itu sritik dan saran dari pihak manapun senantiasa akan kami terima untuk
menjadikan makalah in sesuai dengan harapan. Semoga makalah in mendapat
perhatian dan bermanfaat bagi mahasiswa dan pembaca pada umunya
Wassalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh.

Daftar isi
HALAMAN JUDUL ..........................................................................................
KATA PENGANTAR..........................................................................................
DAFTAR ISI......................................................................................................
BAB I PENDAHULUAN.....................................................................................
1.1 Latar Belakang........................................................................................
1.2 Rumusan Masalah..................................................................................
1.3 Tujuan Penulisan....................................................................................
BAB II PEMBAHASAN......................................................................................
2.1 Data Demorafi Wilayah Aceh Jaya..........................................................
2.2 Dasar Sosial Budaya Daerah Aceh Jaya...................................................
2.3 Data Demorafi Wilayah Aceh Barat........................................................
2.4 Dasar Sosial Budaya Daerah Aceh Barat.................................................
BAB III PENUTUP............................................................................................
Kesimpulan ..................................................................................................
DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................

BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Manusia dan kebudayaan merupakan salah satu ikatan yang tidak bisa dipisahkan
dalam kehidupan ini. Manusia sebagai makhluk Tuhan Yang maha esa ciptaan yang
paling sempurna menciptakan kebudayaan mereka sendiri dan melestarikanya
secara turun-temurun. Budaya tercipta dari kegiatan sehari-hari dan juga dari
kegiatan-kegiatan yang sudah diatur oleh Tuhan Yang Maha Kuasa.
Manusia memiliki kehidupan yang sangat rumit, mereka tidak dapat hidup sendiri,
oleh karena itu mereka pasti memiliki hubungan dengan segala sesuatu di dalam
lingkup hidupnya, baik itu hubungan dengan sang pencipta, sesama manusia,
lingkungan sekitarnya maupun dengan mahluk lain di alam ini. Semua aspek relasi
hidup tersebut haruslah terpenuhi secara merata.
Tentunya manusia perlu beradaptasi dengan keadaan lingkungan hidup di sekitarnya
karena itu merupakan tahap awal pembelajaran untuk dapat menjadi pribadi yang
berkualitas. Dimulai dari pemahaman tentang norma dan nilai yang laku sampai
kepada ilmu pengetahuan yang luas. Sosialisasi antara sesama manusia yang
berwawasan akan membentuk suatu kebudayaan. Kebudayaan tersebut akan
menjadi suatu bukti perkembangan hidup manusia.

1.2 Rumusan Masalah


Rumusan masalah yang terkandung dalam makalah ini meliputi:
1.Esensi pengertian kebudayaan
2.Dasar-dasar sosial budaya daerah setempat
3.Data demorafi wilayah daerah setempat

1.3 tujuan penulisan


Makalah ini dibuat untuk memenuhi tugas yang diberikan kepada penulis dan juga
sebagai pembelajaran bagi penulis. Disamping itu, penulisan makalah ini juga
diharapkan untuk :
1. Memahami Esensi pengertian kebudayaan
2. Memahami Dasar-dasar sosial budaya daerah setempat
3. Mengetahui Data demorafi wilayah daerah setempat
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Data Demorafi Wilayah Aceh Jaya
Kabupaten Aceh Jaya merupakan daerah pemekaran dari Kabupaten Aceh Barat
pada tahun 2002. Pada awalnya terbentuknya, Kabupaten Aceh Jaya memiliki
wilayah administrasi yang terdiri dari enam kecamatan, 21 mukim dan 172
desa/gampong (53 desa pesisir) dengan ibu kota di Calang. Pada Tahun 2011, jumlah
kecamatan di Kabupaten Aceh Jaya mengalami pemekaran menjadi sembilan
kecamatan yaitu Kecamatan Jaya, Indra Jaya, Sampoiniet, Darul Hikmah, Setia Bakti,
Krueng Sabee, Panga, Teunom dan Pasie Raya, dengan jumlah penduduk pada tahun
2014 mencapai 86.123 Jiwa.
Kabupaten Aceh Jaya mempunyai luas wilayah 381,400 ha terletak pada 04°22
sampai 05°16 garis Lintang Utara dan 95°10 sampai 96°03 Bujur Timur. Wilayah Aceh
Jaya merupakan bagian pantai barat dari Pulau Sumatera yang membentang dari
barat ke timur mulai dari kaki Gunung Geuruete, perbatasan dengan Kabupaten
Aceh Besar sampai ke Cot Paleng berbatasan dengan Kabupaten Aceh Barat dengan
panjang garis pantai sejauh 221,95 km dan luas wilayah laut kurang lebih 2.718.50
km2 Sampai saat ini, tercatat 45 pulau yang terdata yang tersebar di 6 kecamatan.
2.2 Dasar Sosial Budaya Daerah Aceh Jaya
Aceh Jaya dulunya terdapat sebuah kerajaan pelabuhan Bernama kerajaan jaya
dengan Raja pertamanya Sultan Alauddin Riayat Syah bergelar Po Teumereuhom
Daya. Kerajaan Daya ini kemudian menjadi asal usul nama kecamatan jaya dan juga
menjadi asal mula budaya-budaya yang terbentuk di kabupaten aceh jaya sekarang
salah satunya adalah:

1.tradisi Upacara Seumuleung.

Upacara seumuleung pada setiap tanggal 10 Zulhijjah (hari pertama hari raya haji)
yaitu memperingati hari berdirinya “Negeri Daya” yang diperankan olej anggota
IKADA (Ikatan keluarga besar meureuhom daya). Pelaksanaannya sesuai dengan
aslinya lengkap dengan personil yang terdiri dari raja, panglima, kadhi, dayang kawai
dan kawai luar, majelis ulama keturunan raja, tokoh masyarakat, alim ulama, hadirin
dan para pengunjung yang biasanya diawali dengan penyembelihan hewan kurban
hasil masyarakat kemukiman kuala daya dan sekitarnya.16
Pelaksanaan juga dilengkapi dengan nasi putih (bu yapan) dilengkapi dengan lauk-
lauk yang akan disuapkan kepada raja. Adapun bahan makanan baik lainnya
disedikan dari hasil peninggalan Po Teumeureuhom Daya yang dikelola oleh para
keturunannya sendiri dan juga dari keturunan yang diberikan kuasa untuk mengelola
harta-hartanya terdahulu. Demikian juga dengan peran dan tugas dalam menyiapkan
upacara tetap diberlakukan sebagai mana dari keturunan dasar yang dibantu oleh
masyarakat daerah dan masyarakat kemukiman Kuala Daya.
2.Tradisi Meulaot (Adat Melaut)

Pada program turun ke laut warga terlebih dahulu melakukan musyawarah di kantor
kemukiman. Dalam hal ini biasanya dibahas waktu mulai melaut, teknis melaut, lihat
waktu dan musim untuk menentukan agin dan laut pasang surut dan membahas juga
tentang sarana dan prasarana yang tersedia untuk efektivitas hasil tangkapan yang
dianggap perlu dilakukan pembahasan untuk keselamatan nelayan yang pergi ke
melaut dan juga dengan prosesi do’a selamatan diharapkan agar mendapat hasil
tangkapan yang lebih banyak. Biasanya prosesi kenduri ini dilakukan untuk lebih
memudahkan melakukan upacara peusijuk dilakukan di pantai langsung ke anggota
yang pergi melaut dan sekaligus terhadap perahu yang dipakai untuk melaut.
Peusijuk merupakan acar selamatan yang diberikan tepung tawar, beras ketan dan
lainnya yang bertujuan untuk keselamatan dengan membaca salawat kepada Nabi
Muhammad SAW.
3.Adat Tolak Bala

Kenduri tolak bala adalah sebuah kenduri yang di peringati pada hari rabu setiap
akhir tahun yang bertujuan untuk memohon kepada Allah agar di jauhkan dari mara
bahaya dan bencana alam serta memohon ampun kepada Allah atas dosa-dosa yang
telah di perbuat. Tolak Bala diperingati pada setiap bulan Safar, dalam bahasa
daerah setempat di sebut dengan rabu habeh, adapun kenduri tersebut dahulu
diperingati di sebuah tempat dimana terdapat sungai besar. Tetapi sekarang di
laksanakan di meunasah pada hari itu masyarakat memasak nasi, daging dan menu
lainnya untuk di bawa ke meunasah.
Perkampungan pada hari tolak bala seperti tidak berpenduduk dan terasa sepi
karena sebahagian besar penduduk mengikuti acara ini. Masyarakat secara beramai-
ramai mendatangi meunasah dengan membawa makanan masing-masing dan
melakukan do’a bersama untuk memohon kepada Allah agar dijauhkan dari segala
marabahaya baik dari segi penyakit yang terjadi pada tumbuh-tumbuhan dan hewan
ternak yang kesemuaannya untuk memperbaiki kehidupan ekonomi dan keselarasan
hidup demi mencapai kemakmuran.
Dalam proses pada zaman dahulu juga terkadang diikuti oleh berbagai kegiatan yang
berupa adat atau kebiasaan secara turun temurun seperti menyembelih berbagai
jenis binatang untuk dimakan di dalam suatu upacara makan bersama baik di
Meunasah atau di pesisir pantai dan bagian-bagian tertentu dari hewan yang di
sembelih yang tidak di makan seperti isi perut, kepala dan kaki serta makanan-
makanan sisa pengunjung dialirkan ke laut dengan membuat satu rakit dari bambu
atau batang pisang sebagai simbol membuang barang-barang yang bersifat
menimbulkan penyakit dan akan menjadi makanan binatang laut. Lambat laut seiring
dengan pertumbuhan pemikiran dan cara pandang penduduk setempat maka
proses acara makan bersama saat ini dilakukan di meunasah- meunasah atau
mesjid-mesjid sehingga lebih mudah melakukan ritual do’a bersama.

Anda mungkin juga menyukai