Anda di halaman 1dari 6

Mata Kuliah : Intervensi Psikologi

Rombel / Nomor Presensi : 02 / 28


Nama Mahasiswa : Fadhiil Humam Rizki Yuniar
NIM : 1511422088
Nama Dosen Pengampu : Fatma Kusuma Mahanani, S.Psi., M.Psi.

RESUME MATERI INTERVENSI KELOMPOK


A. Pengertian Intervensi Kelompok
Intervensi kelompok dipahami sebagai suatu proses interpersonal yang sangat amat
melibatkan kesadaran berpikir dan berperilaku, peranan terapeutik, kepercayaan dan
penerimaan antar dua pihak terkait. Pun kemudian beberapa tokoh besar berikut turut
serta meramaikan pengertian intervensi kelompok melalui pendapatnya masing-
masing.
1. Pomerantz (2013: 476)
Ia sepakat bahwa intervensi kelompok mampu menyediakan hubungan yang lebih
luas bagi mereka yang memang ingin berkembang lebih baik lagi.
2. Plante (2005: 277)
Plante sendiri menegaskan bahwa kehadiran intervensi kelompok bukanlah tanpa
sebab, melainkan sudah melalui proses panjang seperti; menentukan tujuan, ukuran,
serta keanekaragaman teknik itu sendiri.
3. Trull (2005: 411)
Senada dengan pernyataan Plante, intervensi kelompok menurut Trull memang
telah dilengkapi dengan teknik tertentu dan desain kelompok yang berlandaskan
psikoanalitik.

B. Perbedaan Intervensi Individu dan Kelompok


Yang kemudian menjadi pertanyaan adalah apakah ada perbedaan antara intervensi
individu dengan intervensi kelompok? Melalui tabulasi berikut, diharapkan mampu
menjawab pertanyaan di atas.
Intervensi Individu Intervensi Kelompok
Hubungan: terjadi hubungan antara Hubungan: terjadi hubungan di mana
seseorang dengan satu terapisnya. satu terapis dapat menangani banyak
klien.
Jumlah klien: satu klien. Jumlah klien: lebih dari satu klien.
Tugas klien & terapis: terapis Tugas klien & terapis: klien di sini sudah
bertanggung jawab penuh atas perubahan harus bertanggung jawab atas dirinya
kliennya. sendiri serta klien lain.
Pusat perhatian: kejadian/pengalaman Pusat perhatian: fokusnya ada pada
traumatis serta upaya perbaikan untuk kondisi kelompok saat ini.
masa yang akan datang.
C. Macam-macam Pendekatan Kelompok
Agar kegiatan intervensi dapat semakin melekat pada kelompok, maka beberapa
pendekatan berikut haram hukumnya untuk dilewatkan.
1. Bimbingan kelompok
Adapun poin-poin yang harus ditaati, yaitu; 1) kelompok diberi arahan untuk
mendiskusikan topik terkait masalah pendidikan, pengarahan bakat, dan informasi
sosial, 2) satu kelompok besar diisi oleh kurang lebih 40 orang, 3) pemimpin
kelompok tidak harus terapis/konselor, yang penting memiliki knowledge di bidang
kelompok beserta dinamikanya.
2. Konseling kelompok
Adapun poin-poin yang harus ditaati, yaitu; 1) pengembangan pribadi menjadi
fokus utama dalam hal ini, 2) serta tidak kalah penting adalah perasaan dan
hubungan antar anggotanya yang turut menjadi fokus perhatian dalam konseling
kelompok.
3. Terapi kelompok
Adapun poin-poin yang harus ditaati, yaitu; 1) meningkatkan pertolongan
psikologis secara lebih intensif, 2) perasaan dan hubungan antar anggotanya
kembali menjadi fokus bahasan, 3) pengalaman terstruktur seperti konsep atas
dirinya sendiri pun perlu lebih ditingkatkan lagi.
4. Kelompok mandiri
Adapun poin-poin yang harus ditaati, yaitu; 1) penyelenggara kelompok ini adalah
orang-orang yang sudah sembuh dari segala gangguan mental yang dideritanya, 2)
ada penyelenggara namun tidak ada pemimpin, 3) anggota-anggota lama
diharapkan untuk memberi dampak lebih bagi kelompok ini.
5. Kelompok temu
Adapun poin-poin yang harus ditaati, yaitu; 1) jadwal bertemunya ada di akhir
pekan, 2) diharapkan masing-masing anggota mampu mengekspresikan dirinya
sendiri di hadapan orang banyak, 3) self-disclosure sangat ditekankan dalam
kelompok ini.
6. Kelompok pendukung
Adapun poin-poin yang harus ditaati, yaitu; 1) kurang lebih sama seperti kelompok
mandiri, 2) keterbukaan diri dianggap sebagai suatu dukungan moril bagi para
anggotanya, 3) personilnya sendiri terdiri dari profesional, orang tua, penderitanya
itu sendiri.
7. Kelompok sensitivitas atau kelompok pelatihan
Adapun poin-poin yang harus ditaati, yaitu; 1) manajer adalah target utamanya, 2)
efektivitas perusahaan dapat diupayakan melalui pemberian tugas kelompok, 3)
para anggotanya dituntut untuk lebih peka lagi terhadap sekitar.

D. Kelebihan Intervensi Kelompok


Intervensi kelompok akan terus-menerus digunakan berkat banyaknya kemudahan yang
telah diberi, seperti:
1. Praktis
2. Setiap anggota berhak mendapatkan kesempatan untuk saling memberi dan
menerima umpan balik.
3. Setiap anggota berkesempatan untuk membiasakan diri dengan perilaku barunya.
4. Setiap anggota telah dipermudah dalam menggali masalah yang sedang dihadapi
oleh anggota lain.
5. Setiap anggota akan lebih memahami kemampuan berempati, memberi serta
menerima.

E. Tugas Terapis
Kegiatan intervensi psikologi akan berjalan baik apabila para terapis telah memahami
peran-perannya sebagai berikut:
1. Menyusun perencanaan yang matang bagi kelompok.
2. Mengupayakan budaya yang sehat dalam kelompok.
3. Menentukan norma-norma yang harus ditaati oleh setiap anggota kelompok.
4. Meningkatkan intensitas dari intervensi yang sudah berjalan baik.

F. Perilaku Efektif Terapis


Lebih daripada itu, efektivitas dari intervensi psikologi akan tercapai apabila para
terapis telah memenuhi perilaku-perilaku berikut:
1. Aktif mendengarkan keluh kesah kliennya.
2. Mengamati gerak-gerik klien secara seksama namun tetap berhati-hati.
3. Memberikan kliennya umpan balik yang relevan.
4. Mengaitkan pernyataan satu dengan yang lainnya secara halus serta tidak memaksa.
5. Melakukan konfrontasi yang masih penuh etik.
6. Membuat ringkasan atas setiap pertemuan dengan kliennya.
7. Mendukung penuh perubahan perilaku klien.

G. Intervensi Kelompok yang Baik


Sejatinya intervensi kelompok yang baik adalah intervensi yang tidak memaksakan
kehendaknya serta turut memperhatikan situasi dan kondisi sekitar. Intervensi
kelompok tidak dianjurkan apabila:
1. Klien sedang dalam keadaan krisis.
2. Klien tidak cukup berani untuk menyuarakan pendapatnya di hadapan orang
banyak.
3. Klien dirasa tidak mampu menggunakan keterampilan sosialnya dengan baik.
4. Klien bersikap denial terhadap perasaannya sendiri.
5. Klien tidak ragu untuk menunjukkan perilaku menyimpang.
6. Klien telah banyak meminta perhatian dari orang lain.
7. Klien sedang mengalami psikotik akut.
8. Klien kesulitan untuk mengekspresikan pikirannya secara verbal.
9. Klien menjunjung tinggi sikap agresif.
10. Klien bermasalah dalam halnya kontrol impuls.
H. Pertimbangan dalam Pelaksanaan Intervensi Kelompok
Intervensi kelompok/psikoterapi kelompok disepakati oleh Kaplan, Sadock, dan Grebb
(2010: 419) sebagai suatu perkumpulan orang-orang dengan penyakit emosional yang
memang ingin sembuh melalui bantuan ahli terapi terlatih. Para terapis di sini harus
melestarikan interaksi yang terjalin guna mewujudkan perubahan bersama, dirincikan
sebagai berikut:
1. Pemilihan klien
Tujuannya adalah untuk menentukan klien yang memang cocok dengan tujuan
psikoterapi kelompok itu sendiri. Dengan demikian, riwayat psikiatrik klien perlu
ditinjau sedalam-dalamnya guna mendapatkan informasi diagnostik yang jelas dan
transparan.
2. Organisasi struktural
Antara 3 sampai 15 orang dengan 8 sampai 10 orang adalah dua hal yang diyakini
oleh para ahli mampu membawa efektivitas dalam psikoterapi kelompok. Lebih
lanjut, sesi pelaksanaan psikoterapi kelompok dijelaskan sebagai berikut:
a. Sesi frekuensi
Pada sesi ini, seminggu sekali adalah waktu yang disepakati oleh sebagian besar
ahli terapis dalam melaksanakan psikoterapi kelompok.
b. Sesi panjang
Sesi ini menganjurkan psikoterapi kelompok dapat dilangsungkan kapan saja,
namun tetap harus ada batasan waktu yang jelas.
3. Perbedaan kelompok homogeni dengan heterogen
Satu kata kunci dari fokus bahasan ini adalah universalitas. Dalam KBBI,
universalitas diartikan sebagai suatu hal yang berlaku untuk semua orang.
Universalitas dipersepsikan masing-masing oleh kelompok homogeni dan
heterogen. Kelompok homogeni menyadari bahwa universalitas memang ada sedari
awal mereka bertemu. Sementara heterogen, tidak langsung menganggap
keberadaan universalitas. Namun seiring berjalannya waktu, mereka percaya bahwa
isu-isu fundamental yang sedang dihadapi terkadang cukup mirip satu sama lain.
4. Perbedaan kelompok terbuka dengan tertutup
Kelompok terbuka mengizinkan para anggotanya untuk keluar - masuk kelompok
kapan pun. Sementara kelompok tertutup, memegang teguh bahwa awal dan akhir
harus dilalui bersama-sama.

I. Faktor-faktor Terapiutik dalam Terapi Kelompok


Di antara banyaknya faktor terapiutik yang ada, Yalom (Pomerantz, 2013: 478)
menyederhanakannya menjadi empat spesifikasi yang benar-benar harus diupayakan
oleh para terapis.
1. Universalitas
Universalitas yang dimaksud oleh Yalom adalah ketika mampu menyadarkan
anggota kelompoknya bahwa ia dengan orang lain memiliki permasalahan yang
sama.
2. Kohesivitas kelompok
Kohesivitas suatu kelompok dapat dilihat dari perasaan saling menerima dan
memiliki, kehangatan, serta kepercayaan yang terjalin di antara para anggota
kelompok tersebut.
3. Pembelajaran interpersonal
Terapi kelompok rupanya menjadikan interpersonal sebagai jantung dari bangunan
mereka. Bagaimana tidak, banyak klien di luar sana yang datang pada terapis berkat
merasa ada yang salah dengan hubungan interpersonalnya. Melalui hubungan
interpersonal yang baik, terapi kelompok mampu memberikan banyak manfaat bagi
para anggotanya.
4. Mikrokosmos sosial
Output keberhasilan dari terapi kelompok adalah ketika anggotanya telah
menjadikan hubungan yang terjalin dalam kelompok sebagai tolak ukur dalam
menjalani kehidupannya sehari-hari. Oleh karena itu, sudah menjadi peran terapis
untuk selalu memperhatikan cara berkomunikasi anggota kelompoknya satu sama
lain.

J. Psikoedukasi sebagai Metode Intervensi Kelompok


Psikoedukasi sendiri sejatinya bertujuan untuk mengembangkan kemampuan diri
seseorang, keterampilan coping, serta pemahaman akan pentingnya dukungan sosial
dalam menghadapi permasalahan yang ada (Griffith dalam Walsh, 2010). Terdapat dua
aspek penting yang harus ada di dalam pelaksanaan psikoedukasi, yaitu; tahapan
psikoedukasi dan komponen modul psikoedukasi.
1. Tahapan psikoedukasi
Menurut Mahanani (2019), tahapan psikoedukasi tidak boleh luput dari beberapa
komponen berikut; asesmen, perancangan program, implementasi program, serta
monitoring dan evaluasi program.
2. Komponen modul psikoedukasi
Modul psikoedukasi sendiri berisikan beberapa komponen, seperti; topik,
aspek/dimensi, sesi, materi/pokok bahasan, tujuan per sesi, metode, media, serta
indikator pencapaian.
Referensi
Clara Moningka, A. W. (2022). Psikoedukasi Untuk Masyarakat Melalui Media Sosial Info
Bintaro. Jurnal Keuangan Umum dan Akuntansi Terapan, 21.

Anda mungkin juga menyukai