Anda di halaman 1dari 3

SINOPSIS MONOLOG DENDA

Monolog ini menceritakan tentang bagimana seorang Dende akhirnya memilih keluar
dari segala kemewahan dalam kedatuannya. Ia yang dilahirkan menjadi seorang Denda telah
dianugerahi segala sesuatu yang dibutuhkan dalam kesehariannya, makan minum, perhiasan,
harta kekayaan bahkan tanah yang sangat luas. Menjadi Dende Bayan yang mulia, diusung,
disanjung,dan dijaga, tapi terpenjara jiwanya. Akhirnya sebagai seorang manusia ia memiliki
satu sisi dalam jiwanya untuk bisa merasakandi luar gelar kebesaran “Dende” yang disematkan
padanya. Ia berfikir ia berhak memilih sendiri jalan hidupnya. Ia ingin berjuang merasakan
bagaimana berfikir sehingga segala sesuatu bisa ia dapatkan tidak hanya tinggal diam dan
menerima.
Semenjak menginjak usia dewasa ia sudah mulai banyak membaca ada yang harus diubah
dari tradisi yang diwariskan leluhurnya. Tentu hal ini terlepas dari bagaimana beberapa warisan
luhur juga ia junjung dan hormati. Namun, ketika ia dihadapkan pada sistem perjodohan yang
mengharusakannya menikah dengan laki-laki dari keturuan bangsawan dengan alasan untuk
memepertahankan harta warisan, mempertahankan kebangsawanan, dan memertahankan
keturuanan ia mulai memberontak. Sementara kaum laki-laki dalam kedatuan dengan leluasa
bisa memilih bahkan dari wanita bukan dari kaum bangsawan, kaum Wanita bangsawan tidak
diberikan pilihan sama sekali selain menunggu pemuda bangsawan dari kedatuan lain yang
datang memboyongnya dengan membayar Ajikrama 2 ekor sampai 4 ekor kerbau. Bukan tidak
ada jalan untuk Dende bisa keluar dan memilih sendiri laki-laki pendamping hidupnya, tetapi
jika tetap nekad maka si lelaki bukan dari kaum jajarkarang harus menyediakan 12 ekor kerbau
dan kepeng bolong dengan jumlah yang tentu saja tidak sedikit sebagai Kirangan.
Perlawanan yang dilakukan Dende tentu mendapat perlawanan dari keluarga. Akhirnya,
yang terjadi adalah tidak ada satupun laki-laki yang ia biarkan mendekatinya. Ia memilih
menjadi dende yang selalu terkurung dalam empat dinding kamarnya. Sampai ia tua. Dan lelaki
jajarkarang ia tunggu jua tak pernah datang karena tidak peranah mampu membayar ajikrama
dan kirangan.

1
DENDA

Dari kejauhan terdengar suling dewa ditiup mengalun diiringi tembang lokok sebie.
Sementara Denda masih menarikan kesepiannya.
Apalagi yang harus kukorbankan. Mengapa belum berhenti juga suling dewa itu kalian
bunyikan.Tidakkah cukup semua yang sudah kuberikan. Mengapa masih saja aku mendengar
ladang-ladang gersang, apakah puja dan dupa kalian tidak lagi diberkati Tuhan.
Seperti ada yang meneriakkan sesuatu dari kejauhan.
Ya..aku masih di sini. Menjadi pemilik empat dinding kamar ini, menjadi Dende yang
mulia, dipuja, diusung, dan disanjung.1 Tidak, kalian tidak memilihkan untukku, tetapi inilah
pilihanku. Mengubur diri di sini.
Ia seperti hendak bercermin, tetapi seketika ia begitu takut pada bayangannya sendiri. Ia
segera berlari menuju jendela dan menatap nanar pada kejauhan.
“Apalagi yang denda cari dalam hidup ini. Para raden silih berganti datang tinggal dende
pilih dan ia-kan. Maka terjagalah keturunan, terjagalah kebangsawanan, terjaga semua harta
warisan.”
Tidak. Aku tidak pernah memilih hidup menjadi mulia dengan hanya menerima tanpa
bekerja. Aku memilih menjadi manusia yang bisa memilih sendiri jalan hidupku. Dan lihatlah
aku saat ini,semenjak pemuda jajar karang yang hendak mempersuntingku tidak pernah kembali
lagi sebab aji krama 12 ekor kerbau tidak pernah bisa ia penuhi. Aku telah memilih mengubur
diri di sini. Ya barangkali nasibku akan sama seperti daun jendela ini tidak menunggu waktu
lama lagi aku akan berguguran dihabisi rayap. Oya ..kelak kamar ini akan menjadi makam yang
kalian ziarahi juga sebagaimana makam-makam datu yang kalian ziarahi di masjid beleq. Tapi
tentu saja kalian akan mengingat aku sebagai sorang dende yang bodoh dan tidak pandai
bersukur.
Seperti melihat sesosok bayangan datang di dekat jendela. Ia bergegas begitu
sumringah.
“Kaukah itu pemuda Jajar karang. Kemarilah ceritakanlah padaku tentang ladang-ladang
gersang di kampung-kampung pesisir itu. kemarilah…aku sudah lama sekali menunggumu.
Kemarilah…duduk di dekatku dan mulailah bercerita.
Ia tiba-tiba menjadi lemah, menjadi kalah, menjadi pasrah dalam hasrat yang
berkarat.di tutupnya jendela.
Bawalah aku pergi sebagai permaisuri

1
Adaptasi dari penggalan sajak Imam Safwan “Balada Dende Bayan”

2
Kemudian kalungkanlah melati dan kembang goyang
Dan kita akan disambut dengan segala gamelan2
Beberapa saat ia kembali terjebak pada cermin di hadapannya. Ia tercekat menemukan
wajahnya tak lagi purnama.

2
Adaptasi dari penggalan sajak Imam Safwan “Balada Dende Bayan”

Anda mungkin juga menyukai