ALYA
ALYA
Disusun Oleh :
FAKULTAS HUKUM
TAHUN 2023
KATA PENGANTAR
i
DAFTAR ISI
ii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Tindak korupsi merupakan tindak pidana yang dilalukan dengan cara
penyalahgunaan kuasa untuk kepentingan pribadi. Tindak korupsi
merupakan kejahatan yang memiliki dampak negatif sangat luas, apalagi
apabila itu dilakukan oleh seorang pejabat pemerintahan, maka dampak dan
kerugiannya akan dirasakan oleh masyarakat luas.
Tak heran apabila tindak korupsi menjadi salah satu tindak kejahatan
yang sangat dibenci, namun juga sangat sering dilakukan oleh siapapun.
Dari waktu ke waktu penanganan dan penekanan tingkat korupsi di
Indonesia selalu menjadi perhatian pemerintah. Perhatian tersebut hadir
timbul karena dari dampak negatif korupsi yang sangat besar.
Korupsi dapat dilakukan dalam berbagai bidang, seperti bidang ekonomi,
pendidikan, pangan, dan lain lain. Sehingga kerugian yang timbul dari
tindak korupsi telah merenggut kemudahan akses dalam berbagai bidang
juga, seperti kemudahan akses pendidikan, ekonomi, hingga pangan bagi
masyarakat luas.
Korupsi juga menjadi salah satu alasan besar penghambat kemajuan
Bangsa, banyak hal hal yang dapat dicapai apabila Indonesia bebas korupsi.
Apabila Indonesia bebas korupsi mungkin akan banyak kemajuan yang
dapat dicapai, seperti kemajuan bidang teknologi, kesejahteraan pangan,
pembangunan yang merata, kualitas pendidikan yang baik, infrastruktur
yang memadai, hingga kemajuan bidang ekonomi.
Semua hal di atas dapat tercapai apabila dana yang seharusnya
dipergunakan tidak dipakai untuk hal hal yang tidak semestinya seperti
korupsi.
1|Page
Bahkan ICW (Indonesian Corruption watch) melaporkan data kerugian
negara karena tindak korupsi dalam berbagai bidang mencapai angka
triliunan rupiah pada 2022 lalu. Kerugian terbesar hadir dalam sektor
perdagangan, dengan jumlah 10 kasus, dengan nilai kerugian mencapai 20,9
Triliun rupiah.1 Di posisi kedua dipegang oleh sektor transportasi, dengan
jumlah kasus sebanyak 12 kasus pada tahun 2022, dengan jumlah kerugian
sebesar 8,82 Triliun rupiah. Posisi ketiga ditempati oleh sektor sumber daya
alam, dengan jumlah 35 kasus dan total kerugian yang ditaksir mencapai 7
Triliun rupiah pada tahun 2022. Urutan keempat ditempati oleh sektor
agraria, dengan jumlah 31 kasus yang terjadi pada tahun 2022, dengan
taksiran total kerugian mencapai angka 2,66 Triliun rupiah. Adapun data
lainnya yang berkaitan dengan masalah ini antara lain:
• Bidang keagamaan, jumlah 10 kasus. Taksiran total kerugian sebesar
kurang lebih 77 milyar rupiah
• Bidang kesehatan dengan jumlah 27 kasus, dengan taksiran total
kerugian sebesar kurang lebih 73 milyar rupiah
• Desa Dengan kasus sebanyak 155 kasus, dengan total kerugian kurang
lebih 381 milyar rupiah
• Bidang pemuda dan olahraga menyumbang sebanyak 13 kasus dengan
taksiran total kerugian sebesar 46 milyar rupiah.
• Bidang kesehatan dengan jumlah 27 kasus, dengan total kerugian kurang
lebih 73 milyar rupiah
• Sektor Kebencanaan dengan jumlah 12 kasus, dan jumlah kerugiannya
ditaksir mencapai 94 milyar rupiah
• Bidang kepemiluan menyumbang 10 kasus, kerugian yang timbul
diperkirakan mencapai 24 milyar rupiah.
• Pertahanan dan keamanan dengan jumlah 2 kasus, dan total kerugiannya
ditaksir 453 milyar rupiah
1
Wawan Heru Suyatmiko. Memaknai Turunnya Skor Indeks Persepsi Korupsi
Indonesia Tahun 2020. Vol 7. Jurnal antikorupsi. 2022. Hlm 161
2|Page
• Bidang pasar dan investasi, jumlah 4 kasus dengan total kerugian
memcapai 123 milyar rupiah.
• Bidang informasi dan komunikasi dengan jumlah 9 kasus, dengan
taksiran kerugian sebesar 20,5 milyar rupiah
• Bidang perbankan dengan jumlah 35 kasus, dan total kerugiannya
ditaksir mencapai 516 milyar rupiah.
• Bidang utilitas dengan jumlah 88 kasus, dan total kerugiannya ditaksir
menyentuh angka 982 milyar rupiah.
• Bidang sosial kemasyarakatan dengan 26 kasus, dan jumlah kerugian
mencapai 116 milyar rupiah.
• Bidang pariwisata dan kebudayaan dengan 2 kasus dan total kerugian
ditaksir mencapai 20 milyar rupiah.
• Bidang pemerintahan dengan jumlah kasus 54 kasus, dan total
kerugiannya adalah 239 milyar rupiah.
Itulah kumpulan data tentang jumlah kasus dan total kerugian yang
dialami Negara yang berhasil dikumpulkan oleh ICW pada tahun 2022.
Setelah melihat data data tersebut, kita dapat mengetahui bahwa kerugian
materil akibat tindak korupsi sangatlah besar dan merugikan. Menurut IC
dalam skala global sendiri Indonesia menempati urutan 110 dari 180 Negara
dalam kategori Negara bebas korupsi atau Negara dengan komitmen
pemberantasan korupsi di Dunia.
Indonesia juga mendapat nilai IPK (Indeks Presepsi Korupsi) sebesar 34
dari 100, nilai tersebut memburuk dari angka sebelumnya yang indonedia
dapat, yakni 38.
Apabila dibandingkan dengan negara negara di ASEAN, tingkat korupsi
Indosia menempati urutan ke 5.
Lebih lengkapnya di bawah ini merupakan data urutan skor IPK negara-
negara di ASEAN menurut ICW pada Tahun 2022:
1. Myanmar, dengan skor IPK 23
2. Kamboja, dengan skor IPK 24
3. Laos, dengan skor IPK 31
3|Page
4. Filipina, dengan skor IPK 33
5. Indonesia, dengan skor IPK 34
6. Thailand, dengan skor IPK 36
7. Timor Leste, dengan skor IPK 42
8. Vietnam, dengan skor IPK 42
9. Malaysia, dengan skor IPK 47
10.
Singapura dengan skor IPK 83.
Jika dilihat dari data di atas, dan kemudian dibandingkan dengan skor IPK
negara tetangga seperti Singapura, skor IPK Indonesia sangatlah rendah.
Kemudian timbul pertanyaan tentang bagaimana negara seperti singapura
berhasil menekan kasus tindak korupsi yang terjadi?.
Berkaca dari Singapura, ada sejumlah kasus sepele yang kalau di Indonesia
dianggap biasa, namun di sana masuk kategori suap atau korupsi dan bisa
dihukum. Kasus-kasus itu juga tak melibatkan unsur pejabat negara atau
penegak hukum. Salah satu contoh yang bisa dilihat dalam A Practical Anti-
Corruption Guide for Business in Singapore (PACT) yang diunggah di situs
CPIB adalah kasus penjual ikan dan tukang masak.
Dimana penjual ikan, bernama Tau Ee Tiong selaku pemilik Wealthy
Seafood Product and Enterprise secara pribadi mendekati setiap koki kepala
dan berjanji kepada mereka komisi sebagai imbalan karena bantuan untuk
Wealthy Seafood. Banyak dari koki ini berasal dari restoran dan hotel China
terkenal di Singapura. Koki-koki ini terkenal dan mapan, dan memiliki
wewenang untuk membuat keputusan tentang pilihan pemasok untuk
restoran masing-masing.
Dalam investigasi CPIB mulai Februari 2006 dan Agustus 2009, Tay
disebut telah memberikan suap kepada 19 koki mulai dari SGD 200 dan
SGD 24.000. Tay akan mendekati para koki ini dan menjanjikan komisi
kepada mereka berdasarkan persentase dari total nilai produk makanan laut
yang dibeli. Para koki akan menerima uang tunai dari Tay setiap dua hingga
4|Page
tiga bulan. Sebagai imbalannya, mereka akan terus menempatkan pesanan
makanan laut mereka dari perusahaan Tay.
Akhirnya, Tay Ee Tiong didakwa dengan 223 tuduhan korupsi dan dijatuhi
hukuman penjara 18 bulan pada September 2011 karena memberikan suap
hampir SGD 1 juta. Koki yang terlibat juga dihukum karena menerima suap
secara korup dari Tay dan menerima hukuman masing-masing. 2
Dalam pemaparan di atas menunjukkan bahwa Singapura memiliki
keseriusan yang besar terhadap pemberantasan korupsi. Sehingga Indonesia
harus berkaca dan mencontoh tindakan Singapura terhadap pemberantasan
korupsi.
Korupsi sendiri diatur dalam pasal UU NO 20 Tahun 2001. Kehadiran
UU NO 20 Tahun 2001 tentang Tindak pidana korupsi diharapkan dapat
berdampak pada penekanan jumlah kasus korupsi di Indonesia. Karena
sanksi tindak pidana korupsi yang tercantum di dalamnya adalah:
1. Setiap orang yang secara melawan hukum melakukan perbuatan
memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi yang dapat
merugikan keuangan negara atau perekonornian negara, dipidana dengan
pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 4 tahun dan
paling lama 20 (dua puluh) tahun dan denda paling sedikit Rp
200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp
1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).
2. Dalam hal tindak pidana korupsi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)
dilakukan dalam keadaan tertentu, pidana mati dapat dijatuhkan. 3
Sanksi/Hukuman yang tercantum dalam UU NO 20 Tahun 2001 di atas
menjadi salah satu penentu atau faktor penekanan jumlah kasus korupsi di
Indonesia, dan apabila ditinjau tentang sanksi sanksi tersebut, bukankah
sanksi atau hukuman bagi terpidana korupsi sudah berat?, namun mengapa
2
aras D Adining, Memberantas Korupsi Sektor Swasta: Berkaca dari Singapura,
https://news.detik.com/kolom/d-4602380/memberantas-korupsi-sektor-swasta-berkaca-dari-
singapuraDiakses pada tanggal 25-10-2023
3
Tari oktaviani, Hukuman Bagi Pelaku Korupsi Menurut Undang-undang,
https://amp.kompas.com/nasional/read/2023/07/14/00150071/hukuman-bagi-pelaku-korupsi-
menurut-undang-undang. Diakses pada 25-10-2023.
5|Page
IPK Indonesia malah turun dari tahun tahun sebelumnya. Maka dari itu
dapat dipertanyakan tentang efektifitas kehadiran UU NO 20 Tahun 2001
terhadap penekanan jumlah kasus korupsi di Indonesia.
6|Page
BAB II
PEMBAHASAN
4
Kementrian Keuangan Republik Indonesia. https://www.djkn.kemenkeu.go.id/kanwil-
sulseltrabar/baca-artikel/14565/Gratifikasi-Akar-dari-Korupsi-Kenali-Hindari-Waspadai.
7|Page
jabatan dengan penerima. Kemudian seperti gratifikasi yang ditujukan
kepada unit kerja dari pihak yang mempunyai benturan kepentingan. Selain
itu adapun kasus gratifikasi yang tidak wajib dilaporkan. Dalam gratifikasi
yang tidak wajib dilaporkan terdapat dua terkait yaitu terkait kedinasan dan
tidak terkait kedinasan. Contoh gratifikasi yang terkait kedinasan seperti
seminar kit, pelatihan, konferensi kedinasan yang berlaku umum kemudian
seperti kompensasi yang diterima dari pihak lain seperti honot/insentif,
penginapan, transportasi dsb. Selain itu adapaun gratifikasi yang tidak wajib
dilaporkan yang tidak terkait kedinasan, dan adapun kasusnya sebagai
berikut seperti hadiah langsung/undian, diskon, vocer kemudian seperti
prestasi akademis atau non akademis dengan biaya sendiri atau tidak terkait
dengan kedinasan dsb.
Selain itu adapun sanksi yang dikenakan dalam perlakukan gratifikasi
yang termuat dalam UU No 20 tahun 2001 pada pasal 12 yaitu “penerima
gratifikasi dapat dipidana dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana
penjara paling singkat 4 (empat) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun
dan pidana denda paling sedikit Rp 200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah)
dan paling banyak Rp 1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah)”. Jadi sanksi ini
bisa mengurangi sedikit tingkat gratifikasi, walaupun hal tersebut sedikit
sekali dalam pengaruh nya, karena terkadang adanya ketidaksuaian dalam
perlaku sanksi dengan realita.
8|Page
Apabila cara tersebut tidak efektif dalam memberantas korupsi di
Indonesia adapunn beberapa cara efektif untuk memberantas korupsi di
Indonesia, yaitu sebagai berikut
a) Memperkuat Dewan Perwakilan Rakyat
b) Memperkuat Mahkamah Agung dan jajaran peradilan di bawahnya
c) Membangun kode etik di sektor publik
d) Membangun kode kode etik di sektor parpo, Organisasi Profesi dan
Asosiasi Bisnis
e) Meneliti sebab-sebab perbuatan korupsi secara berkelanjutan5
Maka cara tersebut adalah plan b dari melakukan pemberantas korups
di Indonesia, maka apabila masih tidak bisa dilakukan maka bukan dari
caranya yang salah melainkan dari orang nya.
5
Feisal Tamin Mentri pendayagunaan aparaut negara dalam dokumen.
https://www.bpkp.go.id/public/upload/unit/investigasi/files/uppk_apbn_apbd(1).pdf
9|Page
yang lebih modern baik dari komunikasi atau hal apapun.6 Maka menurut
Menko Mahfud bila ketiga ini dijalankan korupsi itu bisa dihilangkan. Oleh
sebab itu, ketika presiden Joko Widodo memberikan arahan yakni
memperbaiki birokrasi untuk menghilangkan korupsi, yang antara lain
melalui tiga upaya tersebut Menko Mahfud sangat setuju dalam arahan yang
di berikan oleh Presiden Joko Widodo.
6
Menko Polhukam dalam Rapat Pimpinan Penyampaian Arah Kebijakan Lemhannas RI T.A.
2023 di Lemhannas RI pada Rabu (01/02/2023).
https://www.lemhannas.go.id/index.php/publikasi/press-release/1826-tiga-upaya-pemerintah-
dalam-penanganan-korupsi
10 | P a g e
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dapat disimpulkan bahwasannya UU No 20 Tahun 2001 aturan yang
termuat dalam gratifikasi atau menyuap (tindakan korupsi). Karena
bahwasannya disebutkan dalam Pasal 12B ayat (1) UU No 20 Tahun 2001
“setiap grtaifikasi kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara maka
dianggap menyuap”. Selain itu ada pun mengenai gratifikasi dalam
pasal Pasal 12C ayat (1) UU No.31/1999 jo UU No. 20/2001, berbunyi
"Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12B Ayat (1) tidak berlaku,
jika penerima melaporkan gratifikasi yang diterimanya kepada KPK". Jadi
dalam Pasal 12C ayat 1 menyatakan bahwa ketika penerima melaporkan
gratifikasi yang diterimanya kepada KPK maka pasal 12B ayat (1) tidak
berlaku, selain itu adapun pasal ayat 2 nya yang berbunyi " Penyampaian
laporan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) wajib dilakukan oleh
penerima gratifikasi paling lambat 30 (tiga puluh) hari kerja terhitung sejak
tanggal gratifikasi tersebut diterima". Dan itulah aturan yang termuat dalam
UU No 20 Tahun 2001
Kemudian aturan UU tersebut dapat disimpulkan bahwasannya aturan
UU tersebut bisa menjadi efektif dalam upaya pemberantas korupsi bisa
juga tidak, karena bahwasannya ketika seorang petugas atau KPK tegas
dalam memberantas korupsi aturan tersebut bisa kuat dalam upaya
pemberantas korupsi karena seperti yang disebutkan pada Pasal 12 UU No
20 Tahun 2001 yang menyebutkan bahwasannya penerima gratifikasi dapat
dipidana dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling
singkat 4 (empat) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan pidana
denda paling sedikit Rp 200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah) dan paling
banyak Rp 1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah). Dan sanksi tersebut cukup
efektif dalam memberantas korupsi.
11 | P a g e
Kemudian di pertegas kembali mennurut pemerintah penangan yang
dilakukan dalam memberantas korupsi ada tiga hal menurut Mentri
Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Republik Indonesai
yaitu Prof. Dr. Mohammad Mahfud MD, S.H., S.U., M.I.P. yaitu mewadahi
semua aturan yang tumpang tindih di Indonesia yang disatukan dalam satu
wadah yaitu Omnibus Law. Kemudian yang ke-2 yaitu pembinaan SDM,
yang bertujuan agar SDM di Indonesia lebih mengerti mengenai tindak
korupsi sehingga masyarakat indonesia mampu bekerja secara efisien dan
efektif, serta mampu menguasai teknologi. Dan yang terakhir yatu
Digitalisasi yang artinya menyesuaikan dengan teknologi yang ada, baik
dari teknologi tentang komunikasi atau hal apapun.
B. Saran
Demikian lah makalah ini kami buat dan kami susun. Tentunya masih
banyak kekurangan dan kesalahan dalam pembuatan makalah ini,
mengingat karena keterbatasan kami sebagai penulis dan manusia yang
selalu khilaf dan salah. Maka dari itu kami mohon saran dan ktirik nya atas
pembuatan makalah yang kami buat ini, agar menjadi bahan evaluasi kami
kedepannya.
12 | P a g e
DAFTAR PUSTAKA
Adining, R. D. (2019, Juni 27). Memberantas Korupsi Sektor Swasta: Berkaca dari
Singapura. Retrieved from detik: https://news.detik.com/kolom/d-
4602380/memberantas-korupsi-sektor-swasta-berkaca-dari-singapura
Oktaviani, T. (2023, Juli 14). Hukuman Bagi Pelaku Korupsi Menurut Undang-undang.
Retrieved from Kompas:
https://amp.kompas.com/nasional/read/2023/07/14/00150071/hukuman-bagi-
pelaku-korupsi-menurut-undang-undang
Permatasari, D. (2021, Desember 29). Gratifikasi Akar dari Korupsi: Kenali, Hindari,
Waspadai! Retrieved from kemenkeu: https://www.djkn.kemenkeu.go.id/kanwil-
sulseltrabar/baca-artikel/14565/Gratifikasi-Akar-dari-Korupsi-Kenali-Hindari-
Waspadai.html#:~:text=Peraturan%20terkait%20Gratifikasi&text=Pasal%2012B
%20ayat%20(1)%20UU%20No.31%2F1999,berlawanan%20dengan%20kewajib
an%2
Ri, L. (2023, Februari 1). Tiga Upaya Pemerintah dalam Penanganan Korupsi. Retrieved
from Lemhanas.go.id: https://www.lemhannas.go.id/index.php/publikasi/press-
release/1826-tiga-upaya-pemerintah-dalam-penanganan-korupsi
13 | P a g e