Anda di halaman 1dari 67

1

MAKALAH KUALIFIKASI

PENERAPAN METODE MIND MAP DAN PENGGUNAAN


MEDIA AUDIO VISUAL UNTUK PEMBELAJARAN
KETERAMPILAN MENYIMAK

Oleh
Ade Asih Susiari Tantri
S841008001

PROGRAM PASCA SARJANA


UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
2011
2

MAKALAH KUALIFIKASI

PENERAPAN METODE MIND MAP DAN PENGGUNAAN


MEDIA AUDIO VISUAL UNTUK PEMBELAJARAN
KETERAMPILAN MENYIMAK

OLEH
ADE ASIH SUSIARI TANTRI
NIM S841008001

Telah Disetujui oleh Tim Pembimbing


Pada tanggal.........................................

Pembimbing 1 Pembimbing 2

Prof. Dr. Sarwiji Suwandi, M.Pd. Prof. Dr. Retno Winarni, M.Pd.
NIP 196204071987031001 NIP 195601211982032003

Mengetahui,
Ketua Program Studi Pendidikan Bahasa Indonesia

Prof. Dr. Herman J. Waluyo, M.Pd.


NIP 194403151978041001
3

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadapan Tuhan Yang Maha Esa, berkat
rahmat-Nya, penulis memperoleh kekuatan dan kesabaran sehingga mampu
menyelesaikan makalah yang berjudul ”Penerapan Metode Mind Map dan
Penggunaan Media Audio Visual dalam Pembelajaran Keterampilan Menyimak”.
Makalah ini disusun sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister
Pendidikan program studi Bahasa Indonesia.
Dalam pembuatan makalah ini, tentunya banyak hambatan dan rintangan
yang penulis alami. Namun, hambatan dan rintangan itu dapat diatasi berkat
bimbingan dosen program study Bahasa Indonesia, UNS. Untuk itu, penulis ingin
mengucapkan terimakasih yang sebanyak-banyaknya kepada:
1. Prof. Dr. Sarwiji Suwandi, M.Pd., selaku dosen pembimbing I,
2. Prof. Dr. Retno Winarni, M.Pd., selaku dosen pembimbing II,
3. Rekan-rekan program pendidikan bahasa Indonesia angkatan 2010 yang tidak
bisa penulis sebutkan satu per satu.
Penulis menyadari makalah ini masih jauh dari sempurna, hal tersebut
dikarenakan keterbatasan pengetahuan yang penulis miliki. Maka dari itu, penulis
menerima saran dan kritik dari pembaca demi kesempurnaan makalah ini. Akhir
kata penulis ucapkan terima kasih.

Surakarta, Agustus 2011

Penulis
4

DAFTAR ISI

Halaman
JUDUL..................................................................................................................... i
PENGESAHAN.......................................................................................................ii
DAFTAR ISI...........................................................................................................iii
DAFTAR TABEL....................................................................................................v
DAFTAR GAMBAR..............................................................................................vi

BAB PENDAHULUAN........................................................................................ 1
A. Latar Belakang Masalah...............................................................................1
B. Rumusan Masalah........................................................................................6
C. Tujuan Penelitian.........................................................................................6
D. Metode Penelitian.........................................................................................6
E. Langkah-Langkah Penelitian.......................................................................7

BAB II HAKIKAT KETERAMPILAN MENYIMAK......................................8


A. Pengertian Menyimak....................................................................................8
B. Tujuan Menyimak.......................................................................................12
C. Tahap-Tahap Menyimak.............................................................................15
D. Jenis-Jenis Menyimak.................................................................................20
E. Pembelajaran Keterampilan Menyimak......................................................26

BAB III HAKIKAT METODE MIND MAP.....................................................37


A. Pengertian Metode Pembelajaran...............................................................37
B. Pengertian Metode Mind Map....................................................................38
C. Keunggulan dan Manfaat Metode Mind Map............................................39
D. Cara Membuat Mind Map..........................................................................41

BAB VI HAKIKAT MEDIA AUDIO VISUAL.................................................45


A. Pengertian Media Pembelajaran..................................................................45
B. Pengertian Media Audio Visual...................................................................50
C. Jenis-jenis Media Audio Visual...................................................................51
5

iv

D. Kegunaan Media Audio Visual....................................................................52

BAB V. PENERAPAN METODE MIND MAP DAN PENGGUNAAN


MEDIA AUDIO VISUAL DALAM PEMBELAJARAN
KETERAMPILAN MENYIMAK......................................................56

BAB VI KERANGKA BERPIKIR.....................................................................59

BAB VII SIMPULAN..........................................................................................63

DAFTAR PUSTAKA
6

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman
01. KBM Mendengarkan Memahami Secara Teknis dan Metodis.......................31
02. Penilaian Kinerja Pemahaman Menyimak Secara Lisan................................35
03. Penilaian Kinerja Pemahaman Menyimak Secara Tertulis.............................36
7

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman
01. Keterampilan Menyimak.................................................................................26
02. Bagan Kerangka Berpikir................................................................................62
8

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Pendidikan pada dasarnya diselenggarakan untuk menyiapkan individu-
individu menjadi anggota masyarakat yang mandiri. Artinya bahwa individu-
individu tersebut diharapkan mampu berpikir, menemukan dan menciptakan
sesuatu yang baru, melihat permasalahan serta menemukan cara pemecahan baru
yang bernalar dan lebih dapat dipertanggungjawabkan. Kemandirian sebagai hasil
pendidikan tersebut terbentuk melalui kemampuan berpikir nalar dan kemampuan
berpikir kreatif yang mewujudkan kreativitas. Hasil dari proses belajar tidak
hanya berupa pemahaman atas konsep-konsep, akan tetapi yang lebih penting
adalah aplikasinya dalam kehidupan sehari-hari.
Berkaitan dengan hal di atas, pembelajaran bahasa Indonesia dalam proses
pendidikan memiliki peran sentral untuk membentuk perkembangan intelektual,
sosial, dan emosional peserta didik sehingga peserta didik dapat menjadi individu
yang mandiri dan lebih bertanggungjawab. Pembelajaran bahasa Indonesia juga
merupakan penunjang keberhasilan dalam mempelajari semua bidang studi.
Tujuan diajarkannya bahasa Indonesia, selain agar siswa memiliki sikap yang
positif terhadap bahasa Indonesia, siswa juga diharapkan terampil menggunakan
bahasa Indonesia. Terampil menggunakan bahasa Indonesia artinya peserta didik
harus mampu berkomunikasi dengan bahasa Indonesia yang baik dan benar. Hal
ini dapat terwujud apabila peserta didik menguasai empat keterampilan berbahasa
yang ditetapkan dalam kurikulum dengan baik.
Pelajaran bahasa Indonesia yang terdiri atas empat keterampilan berbahasa
menjadi sebuah mata pelajaran yang aktif produktif. Artinya, siswa tidak hanya
berkutat pada teori bahasa saja, tetapi ditekankan pada sikap dan pemakaian
bahasa yang kontekstual. Henry Guntur Tarigan (2008: 2) menyatakan bahwa
keterampilan berbahasa yang terdapat di dalam kurikulum mencakup empat segi,
yaitu: keterampilan menyimak/mendengarkan (listening skill), keterampilan
berbicara (speaking skill), keterampilan membaca (reading skill), dan
9

keterampilan menulis (writing skill). Keempat keterampilan berbahasa tersebut


merupakan satu kesatuan sehingga dinamakan caturtunggal.
Keterampilan menyimak (listening skill) merupakan hal dasar dan hal yang
sangat penting untuk dikuasai dalam KBM (Kegiatan Belajar-Mengajar) di
sekolah. Nunan (dalam Sadighi dan Zare, 2006: 111) mengungkapkan bahwa
“ listening is the basic skill in language learning. Without listening skill, learners
will never learn to communicate effectively.” Maka dari itu, menyimak
merupakan salah satu aktivitas yang wajib dilakukan oleh seorang siswa. Kegiatan
menyimak dilakukan untuk memeroleh berbagai informasi sehingga bisa
menambah wawasan dan pengetahuan. Hal ini tidak dapat dipungkiri, kegiatan
menyimak selalu hadir dalam setiap proses pembelajaran, walaupun pendidikan
saat ini ditekankan pada student centered learning (pembelajaran yang berpusat
pada siswa). Menurut Wina Sanjaya (2009: 214) mengajar tidak ditentukan oleh
selera guru, akan tetapi sangat ditentukan oleh siswa itu sendiri. Siswa memiliki
kesempatan untuk belajar sesuai dengan gayanya sendiri. Peran guru kemudian
berubah dari peran sebagai sumber belajar menjadi peran sebagai fasilitator,
artinya guru lebih banyak berperan sebagai orang yang membantu siswa untuk
belajar. Pembelajaran yang berpusat pada siswa itu mustahil akan berhasil tanpa
penjelasan dan arahan dari guru. Penjelasan dan arahan itu tentunya harus disimak
dengan baik. Oleh karena itu, seorang siswa dituntut untuk terampil menyimak.
Tidak hanya ditujukan pada siswa, guru pun harus lebih memperhatikan
pembelajaran tersebut.
Keterampilan menyimak dalam Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan
(KTSP) menduduki posisi pertama dalam pembelajaran bahasa Indonesia yang
kemudian disusul keterampilan berbicara, membaca, dan menulis. Hal ini bukan
tanpa alasan. Menyimak merupakan keterampilan dasar yang sangat dibutuhkan
siswa bukan hanya dalam pelajaran bahasa Indonesia, tetapi pada semua mata
pelajaran yang dipelajari siswa.
Pentingnya keterampilan menyimak juga dibuktikan dari hasil penelitian
Paul T. Rankin dan Miriam E. Wilt (dalam Henry Guntur Tarigan, 2008: 12) yang
melaporkan bahwa 42% waktu penggunaan bahasa tertuju pada menyimak dan
10

jumlah waktu yang digunakan oleh siswa untuk menyimak di kelas-kelas sekolah
dasar kira-kira 1,5 sampai 2 jam sehari. Walaupun sekolah-sekolah telah lama
menuntut pada siswa menyimak secara intensif, pengajaran langsung tentang
bagaimana cara yang terbaik untuk menyimak tetap saja terlupakan dan terabaikan,
karena keterampilan menyimak diaanggap kemampuan yang “alamiah” belaka.
Disadari atau tidak, keterampilan menyimak kurang mendapat perhatian
dalam proses belajar-mengajar. Hal ini dipertegas oleh Iskandarwassid dan
Dadang Sunendar (2009: 229) yang mengungkapkan bahwa ada kecenderungan
bahwa keterampilan menyimak dalam bahasa Indonesia kurang mendapat
perhatian dalam keseluruhan proses belajar bahasa Indonesia di semua jenjang
pendidikan. Keterampilan menyimak hanya dipandang sebagai pelengkap
keterampilan berbahasa yang lain sehingga kemampuan siswa dalam menyimak
tidak optimal. Padahal, sebagian besar informasi disampaikan secara lisan, dan
diperlukan keterampilan menyimak yang memadai untuk dapat menerima
informasi tersebut. Selain itu, Iskandarwassid dan Dadang Sunendar (2009: 237)
menyimpulkan pendapat para ahli pengajaran menyimak, alasan-alasan yang
menyebabkan kurangnya perhatian terhadap pengajaran keterampilan menyimak,
yaitu: 1) menyimak dipandang sebagai suatu proses kematangan jiwa (a
naturation process) yang secara sangat alamiah akan menjadi lebih baik sewaktu
anak berkembang menjadi dewasa, 2) ada beberapa penuntun, petunjuk, manual,
atau program-program terstruktur lainnya untuk kegiatan menyimak secara
langsung, dan 3) perbaikan pengajaran menyimak dipandang sebagai kewajiban
setiap orang dan pada akhirnya tak seorang pun pernah mencobanya.
Pengajaran keterampilan menyimak sudah semestinya perlu mendapat
perhatian khusus di dalam pengajaran bahasa maupun pengajaran ilmu yang lain.
Selama ini, para siswa merasa kurang antusias mengikuti pembelajaran menyimak
karena cara guru mengajar masih bersifat konvensional. Guru kurang kreatif
dalam mengelola pembelajaran. Telah diketahui bahwa pembelajaran di dalam
kelas idealnya dilakukan dengan menyenangkan tanpa membuat peserta didik
merasa terpaksa. Hal itu tentu juga harus dilakukan dalam pembelajaran
menyimak yang merupakan kemampuan dasar/utama yang harus dikuasai peserta
11

didik, syarat tersebut juga mutlak harus terpenuhi. Berbagai metode bisa
digunakan agar pembelajaran dapat berlangsung tepat sesuai dengan tujuan yang
dikehendaki dan siswa merasa antusias dalam mengikuti pembelajaran. Guru
harus mampu menerapkan metode pembelajaran yang bervariasi dan inovatif
untuk menciptakan suasana menyenangkan tersebut. Ross (2006: 2) menyatakan
bahwa penggunaan metode yang bervariasi dalam pembelajaran menyimak
sangatlah penting dipertimbangakan oleh guru.
If a teacher always uses the same teaching methodology, they may
become predictable and, perhaps, less interesting for their students.
It is important to vary techniques in order to challenge students. A
variation on the "fill in the missing word listening activity" could be
to use the same listening materials, but to set a pair work activity
where student A and student B have the same worksheet where some
information items are missing.

Guru juga kurang memperhatikan atau memikirkan media yang tepat


digunakan dalam pembelajaran, khususnya dalam pembelajaran menyimak. Telah
diketahui bahwa penggunaan media dapat memperjelas materi yang diajarkan
sehingga dapat lebih dipahami oleh para siswa. Penggunaan media juga dapat
menarik perhatian siswa, sehingga jika siswa sudah merasa tertarik, maka
diharapakan tujuan pembelajaran dapat dicapai secara maksimal.
Menyimak membutuhkan konsentrasi pikiran, pemahaman, dan ingatan.
Mind map merupakan salah satu metode yang cocok untuk meningkatkan
konsentrasi dan daya ingat siswa, karena mind map adalah pemetaan pikiran yang
memuat kata kunci suatu topik. Maka dari itu, Penerapan metode mind map dalam
pembelajaran menyimak sangatlah tepat.
Buzan (2010: 4) berpendapat bahwa mind map merupakan cara paling
mudah untuk memasukkan informasi ke dalam otak, dan untuk mengambil
informasi dari otak. mind map dapat dibuat sesuai dengan kreativitas siswa
dengan perpaduan warna-warna yang menarik siswa. Siswa bebas
mengimajinasikan hasil simakan mereka dengan gambar-gambar atau garis-garis
berwarna yang mereka sukai, sehingga pembelajaran akan lebih menarik dan
mengasyikkan dengan mind map. Saat bersamaan siswa dapat melihat gambaran
12

keseluruhan permasalahan (overview) sekaligus detail permasalahan (inview) pada


mind map yang mereka buat. Gambar akan membuat siswa lebih tertarik, dan
membuat mereka lebih mudah untuk mengingat sesuatu. Selain hal itu, unsur-
unsur informasi yang berupa kunci (keyword) yang sifatnya bebas dan fleksibel
memungkinkan daya asosiasi siswa berkembang secara terus-menerus terhadap
apa yang disimak. Metode mind map dapat membantu daya ingat siswa mengenai
informasi yang telah disimakknya, berarti Metode mind map dapat membantu
penyerapan informasi lisan yang didengarkan oleh siswa dengan baik.
Keterampilan menyimak siswa diharapkan dapat meningkat karena informasi
yang diserapnya lebih banyak.
Metode mind map mempunyai beberapa keunggulan yang dapat membantu
memecahkan permasalahan yang dihadapi baik dalam bidang pemahaman,
kreativitas, maupun igatan. Metode mind map mempunyai banyak keunggulan
dua diantaranya, yaitu: (1) unik, sehingga mampu memperkuat daya ingat, dan (2)
mind map membuat siswa lebih mampu berkonsentrasi pada permasalahan yang
sering dihadapi.
Selain penggunaan metode pembelajaran yang tepat, penggunaan media
pembelajaran juga sangat penting diperhatikan oleh guru, khususnya dalam
pembelajaran keterampilan menyimak. Penggunaan media audio visual dalam
pengajaran menyimak dapat mengaktifkan dua indra siswa sekaligus, yaitu
mendengar dan melihat. Hal ini tentu mampu membuat kemampuan menyimak
siswa lebih bagus karena selain menyimak siswa juga melihat apa yang
diinformasikan. Informasi yang disimak oleh siswa pun menjadi lebih mudah
dipahami. Berdasarkan paparan di atas, maka dalam makalah kualifikasi ini diulas
mengenai keterampilan menyimak, metode mind map, dan media audio visual.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan paparan latar belakang di atas, dirumuskan masalah sebagai
berikut.
1. Apakah hakikat keterampilan menyimak?
2. Apakah hakikat metode mind map?
13

3. Apakah hakikat media audio visual?


4. Bagaimanakah penerapan metode mind map dan penggunaan media audio
visual dalam pembelajaran katerampilan menyimak?
5. Apakah penerapan metode mind map dan penggunaan media audio visual
dapat meningkatkan pembelajaran katerampilan menyimak?

C. Tujuan
Berdasarkan rumusan masalah di atas, tujuan yang ingin dicapai dalam
pembuatan makalah ini adalah sebagai berikut.
1. Untuk menjelaskan hakikat keterampilan menyimak.
2. Untuk menjelaskan hakikat metode mind map.
3. Untuk menjelaskan hakikat media audio visual.
4. Untuk menjelaskan penerapan metode mind map dan penggunaan media audio
visual dalam pembelajaran katerampilan menyimak.
5. Untuk menjelaskan dampak penerapan metode mind map dan penggunaan
media audio visual terhadap pembelajaran katerampilan menyimak.
14

BAB II
PEMBAHASAN

A. Hakikat Keterampilan Menyimak


1. Pengertian Menyimak
Kata ‘menyimak’ dalam bahasa Indonesia memiliki kemiripan makna
dengan ‘mendengar’ dan ‘mendengarkan’. Ketiga istilah ini memang memiliki
kemiripan arti dan sering menimbulkan kekacauan pemahaman apabila digunakan
secara bergantian. Moeliono (dalam St. Y Slamet, 2009: 4) membedakan
pengertian menyimak, mendengar, dan mendengarkan. Berikut penjelasannya.
Pertama, medengar diartikan sebagai menangkap bunyi (suara) dengan
telinga. Peristiwa mendengar ini terlaksana secara kebetulan dan tidak
direncanakan terlebih dahulu. Akibatnya, makna yang didengar tidak diperhatikan.
Ciri-ciri peristiwa mendengar menurut St. Y Slamet (2009: 4) dapat
dilukiskan seperti berikut. Suara datang atau terjadi secara mendadak, tidak
disengaja, bahkan tidak diharapkan. Suara itu sering diabaikan sama sekali, masuk
telinga kiri keluar telinga kanan. Kadang-kadang suara itu dimengerti maknanya
sehingga pendengarnya memberikan reaksi yang sesuai.
Kedua, mendengarkan berarti menangkap sesuatu (bunyi) dengan sungguh-
sungguh. Lain halnya dengan peristiwa mendengar, peristiwa mendengarkan
sudah mulai ada unsur kesengajaan. Mendengarkan lebih tinggi tarafnya dari
peristiwa mendengar. Faktor pemahaman mungkin ada mungkin juga tidak karena
hal itu belum menjadi tujuan.
Ketiga, menyimak berarti memperhatikan baik-baik apa yang diucapkan
atau dibaca orang. Faktor kesengajaan, pemahaman, dan penilaian tampak jelas
dalam kegiatan menyimak. Faktor-faktor inilah yang membuat menyimak lebih
tinggi tarafnya dari mendengar maupun mendengarkan.
Persamaan dan perbedaan antara mendengarkan dan menyimak dijelaskan
oleh St. Y. Slamet (2009: 7) sebagai berikut.
Mendengarkan dan menyimak memang memiliki kaitan makna, dan
sifatnya hierarkis. Kesamaan makna dari ketiganya terletak pada alat
yang digunakan sama, yaitu indera pendengaran, sedangkan

8
15

sasarannya dapat sama, yaitu bunyi bahasa. Perbedaannya, terletak


pada (1) ada tidaknya unsur kesengajaan, (2) ada tidaknya usaha untuk
memahami atau menikmati, dan (3) menyimak telah mengandung
unsur mendengar dan mendengarkan, dan bukan sebaliknya.

Aktivitas penyimak dalam suatu peristiwa menyimak dapat dijabarkan


sebagai berikut. (1) Penyimak mendengarkan bunyi bahasa. (2) Bunyi bahasa
yang didengar itu diidentifikasikan dan dikelompok-kelompokkan menjadi kata,
kalimat, paragraf, dan wacana. (3) Bunyi bahasa yang diterima diperjelas dan
dipertegas oleh bahasa tubuh lainnya. Bahkan lagu bicara, tekanan, dan intuisi pun
diperhatikan untuk menafsirkan bunyi bahasa yang sudah ditangkap oleh telinga.
(4) Penyimak mengambil keputusan apakah menerima atau menolak isi pesan
yang tersirat dalam media bahasa itu. (5) Berdasarkan hasil keputusan itu
kemudian penyimak memberi tanggapan terhadap hasil simakannya.
Bertolak dari uraian mengenai proses menyimak di atas, St. Y Slamet
(2009:3) kemudian menyusun pengertian menyimak sebagai suatu proses yang
mencakup kegiatan mendengarkan, mengidentifikasi, menginterpretasi bunyi
bahasa kemudian menilai hasil interpretasi makna dan menanggapi pesan yang
tersirat di dalam wahana bahasa. Menyimak dengan pengertian yang lain berarti
kemampuan memahami pesan yang disampaikan melalui bahasa lisan.
Henry Guntur Tarigan (2008: 31) juga menyatakan hal yang hampir sama
dengan pendapat di atas. Menyimak adalah suatu proses kegiatan mendengarkan
lambang-lambang lisan dengan penuh perhatian, pemahaman, apresiasi, serta
interpretasi untuk memeroleh informasi, menangkap isi atau pesan serta
memahami makna komunikasi yang telah disampaikan oleh sang pembicara
melalui ujaran atau bahasa lisan.
Hal senada juga diungkapkan oleh Underwood (dalam Jupriyanto, 2009: 1).
Underwood mendefinisikan menyimak sebagai kegiatan mendengarkan atau
memperhatikan baik-baik apa yang diucapkan orang, menangkap, dan memahami
makna dari apa yang didengar.
Berkaitan dengan pengertian menyimak yang diungkapkan para pakar di
atas, Subyakto (dalam St. Y Slamet, 2009: 5) menyatakan bahwa di dalam
16

listening comprehension seseorang tidak hanya berperan secara pasif dalam suatu
wacana, tetapi dia berperan aktif.
Burhan Nurgiyantoro (2010: 351) juga menyatakan hal yang senada dengan
Subyakto. Burhan Nurgiyantoro mengungkapkan bahwa kegiatan menyimak
merupakan kegiatan berbahasa yang aktif reseptif. Kegiatan yang bersifat aktif
reseptif pada hakikatnya merupakan kemampuan menerima, proses decoding,
kemampuan untuk memahami bahasa yang dituturkan oleh pihak lain yang
dituturkan melalui sarana bunyi.
Pendapat Subyakto dan Burhan Nurgiyantoro dipertegas oleh Littlewood
(dalam St. Y Slamet, 2009:5) yang berpendapat bahwa anggapan yang
mengatakan menyimak itu keterampilan pasif adalah keliru karena menyimak
memerlukan keterlibatan aktif dari pendengar. Dia menyusun ulang pesan yang
disampaikan oleh pembicara. Untuk menyusun ulang pesan itu dia harus secara
aktif memberikan kontribusi pengetahuannya, baik pengetahuan yang bersumber
dari kebahasaannya maupun dari sumber di luar pengetahuan kebahasaannya.
Listening atau menyimak merupakan proses yang aktif disampaikan juga
oleh Pala (2005: 23-24) sebagai berikut.
Listening can be defined as the interaction between sound unit(s)
accompanied by certain situational clues and a listener. The listener
takes and interprets these sound units that are tied to each other
according certain rules of syntax, morphology and intonation patterns
within thecontext of situational clues. Listening is an active process
that involves a complex web of cognitive procedures.

Sejalan dengan beberapa pendapat di atas, O'malley, et. al. (1989) juga
menyatakan bahwa menyimak merupakan proses yang aktif. Menurutnya
“listening comprehension is viewed theoretically as an active process in which
individuals focus on selected aspects of aural input, construct meaning from
passages, and relate what they hear to existing knowledge.”
Selain menyimak memerlukan keterlibatan aktif dari pendengar, menyimak
juga merupakan proses yang membutuhkan perhatian penyimak diungkapkan oleh
Rost (1994: 2) yaitu, listening is process triggered by our attention. In
psychological term, attention is an excitation of nerve pathways, the brain to
17

organize incoming stimuli in an efficient way. The purpose of attention is to help


us organize and use what we see and hear.
Pusat Bahasa dalam Buku Praktis Bahasa Indonesia 2 (2006: 144) juga
menyatakan hal senada dengan pendapat di atas. Pemusatan perhatian secara
sungguh-sungguh diperlukan dalam kegiatan menyimak. Hal ini bertujuan agar
pesan yang disampaikan dapat dicerna. Secara lebih rinci Pusat Bahasa
mengungkapkan bahwa menyimak merupakan proses mendengarkan lambang-
lambang lisan dengan penuh perhatian, pemahaman, dan penafsiran untuk
memperoleh informasi, menangkap isi, serta memahami makna komunikasi yang
tidak disampaikan oleh si pembicara.
Pendapat lain yang hampir sama dengan beberapa pendapat di atas, menyimak
adalah suatu proses yang mencakup kegiatan mendengarkan bunyi bahasa,
mengidentifikasi, menginterpretasi, menilai, dan mereaksi makna yang terkandung di
dalamnya. Menyimak melibatkan pendengaran, penglihatan, penghayatan, ingatan,
pengertian. Bahkan situasi yang menyertai bunyi bahasa yang disimakpun harus
diperhitungkan dalam menentukan maknanya (Budi Prasetya, 2007: 1).
Berbeda dengan pendapat di atas, Vandergrif (dalam Shang, 2008: 30)
menyatakan bahwa listening comprehension merupakan kegiatan yang kompleks
yang melibatkan kordinasi dari beberapa hal yang dijelaskan sebagai berikut. “ As
mentioned earlier, listening comprehension is a complex activity. Coordinating
sounds, vocabulary, grammatical structures, and background knowledge involves
a great deal of mental processes on the part of the listener.”
Pengertian menyimak dari beberapa pendapat di atas pada intinya memiliki
makna yang sama, namun hanya saja diungkapkan dengan kata yang berbeda-beda.
Berdasarkan paparan beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa menyimak
adalah kemampuan seseorang untuk menangkap dan memahami pesan lisan yang
disampaikan orang lain dengan saksama yang mencakup kegiatan mendengarkan,
mengidentifikasi, menginterpretasi, menilai, dan mereaksi makna bunyi bahasa
yang disimak. Dalam kegiatan menyimak diperlukan keterlibatan secara aktif dan
juga dibutuhkan perhatian dari penyimak.
18

2. Tujuan Menyimak
Seseorang menyimak memiliki tujuan tertentu. Pada dasarnya tujuan dari
menyimak menurut Brouwer (dalam Luo, 2008: 26) adalah “to get a reasonable
understanding of what the speaker said, not the “correct” understanding.”
Menurut Henry Guntur Tarigan, (2008: 60-61), menyimak memiliki
beberapa tujuan, sebagai berikut. (1) Ada orang yang menyimak dengan tujuan
utama agar dia dapat memeroleh pengetahuan dari bahan ujaran sang pembicara;
dengan perkataan lain, dia menyimak untuk belajar. (2) Ada orang yang
menyimak dengan penekanan pada penikmatan terhadap sesuatu dari materi yang
diujarkan atau yang diperdengarkan atau dipagelarkan (terutama sekali dalam
bidang seni); pendeknya dia menyimak untuk menikmati keindahan seni. (3) Ada
orang yang menyimak dengan maksud agar dia dapat menilai apa-apa yang dia
simak itu (baik-buruk, indah-jelek, tepat-ngawur, logis-tidak logis, dan lain-lain);
singkatnya dia menyimak untuk evaluasi. (4) Ada orang yang menyimak agar dia
dapat menikmati serta menghargai apa-apa yang disimaknya itu (misalnya:
pembacaan cerita, pembacaan puisi, musik dan lagu, dialog, diskusi panel,
perdebatan); pendek kata orang itu menyimak untuk mengapresiasi materi
simakan. (5) Ada orang yang menyimak dengan maksud agar dia dapat
mengkomunikasikan ide-ide, gagasan-gagasan, maupun perasaan-perasaannya
kepada orang lain dengan lancar dan tepat. Banyak contoh dan ide yang dapat
diperoleh dari sang pembicara dan semua ini merupakan bahan penting dan
menunjangnya mengomunikasikan ide-idenya sendiri. (6) Ada pula orang yang
menyimak dengan maksud dan tujuan agar dia dapat membedakan bunyi-bunyi
dengan tepat; mana bunyi yang membedakan arti (distingtif) dan mana yang tidak
membedakan arti; biasanya ini terlihat nyata pada orang yang sedang belajar
bahasa asing yang asik mendengarkan ujaran pembicara asli (native speaker). (7)
Ada lagi orang yang menyimak dengan maksud agar dia dapat memecahkan
masalah secara kreatif dan analisis, sebab dari sang pembicara dia mungkin
memeroleh banyak masukan berharga. (8) Selanjutnya ada lagi orang yang tekun
menyimak sang pembicara untuk meyakinkan dirinya terhadap suatu masalah atau
19

pendapat yang selama ini dia ragukan; dengan perkataan lain dia menyimak secara
persuasif.
Logan (dalam Jupriyanto, 2009: 2) membedakan tujuan menyimak menjadi
tujuan utama dan tujuan khusus. Tujuan utama menyimak adalah untuk
menangkap, memahami atau menghayati pesan gagasan yang tersirat pada bahan
simakan.
Tujuan yang bersifat umum tersebut dapat dipecah-pecah menjadi beberapa
bagian sesuai dengan aspek tertentu yang ditekankan. Adapun tujuan menyimak
menurut klasifikasinya adalah sebagai berikut. Pertama, mendapatkan fakta.
Mendapatkan fakta dapat dilakukan melaui penelitian, riset, eksperimen, dan
membaca. Cara lain yang dapat dilakukan adalah menyimak melalui radio, tv, dan
percakapan.
Kedua, menganalisis fakta. Fakta atau informasi yang telah terkumpul
dianalisis. Kaitannya harus jelas pada unsur-unsur yang ada, sebab akibat yang
terkandung di dalamnya. Apa yang disampaikan penyimak harus dikaitkan dengan
pengetahuan dan pengalaman penyimak dalam bidang yang sesuai.
Ketiga, mendapatkan inspirasi. Dapat dilakukan dalam pertemuan ilmiah
atau jamuan makan. Tujuannya adalah untuk mendapatkan ilham. Penyimak tidak
memerlukan fakta baru. Mereka yang datang diharapkan untuk dapat memberikan
masukan atau jalan keluar berkaitan dengan masalah yang dihadapi.
Keempat, menghibur diri. Para penyimak yang datang untuk menghadiri
pertunjukkan sandiwara, musik untuk menghibur diri. Mereka itu umumnya
adalah orang yang sudah jenuh atau lelah sehingga perlu menyegarkan fisik dan
mental agar kondisinya pulih kembali.
Senada dengan pendapat Logan, Djago Tarigan (dalam St. Y Slamet,
2009:11) menyebutkan tujuan menyimak sebagai berikut. (1) Untuk mendapatkan
fakta dengan cara mendengarkan radio, televisi, menyampaikan makalah,
percakapan, dan sebagainya. (2) Untuk menganalisis fakta yang berlangsung
secara konsisten dari saat ke saat selama proses menyimak berlangsung.
Bagaimana kaitan antar unsur, sebab dan akibat yang terkandung di dalamnya.
Bahan simakan harus dikaitkan dengan pengetahuan dan pengalaman penyimak.
20

(3) Untuk mengevaluasi fakta yang disampaikan oleh pembicara. Sejumlah


pertanyaan perlu disertakan dalam aktivitas ini; benarkah fakta yang diajukan,
relevankah fakta yang dikemukakan, serta akuratkah fakta yang disampaikan?. (4)
Untuk mendapatkan inspirasi dari pembicara orang lain. Hal ini berarti penyimak
ingin mendapatkan dorongan, suntikan, semangat, sugesti yang bermanfaat; 5)
untuk menghibur diri bagi orang-orang yang lelah, letih, dan jenuh. Mereka perlu
penyegaran fisik dan mental misalnya mendengarkan lawakan, banyolan, dan
sebagainya. (6) Untuk meningkatkan kemampuan berbicara. Hal ini dimaksudkan
agar penyimak memperhatikan cara mengorganisasikan bahan, cara penyampaian
bahan, cara menggunakan alat bantu, dan cara simulasi dan mengakhiri
pembicaraan.
Sebenarnya kegiatan menyimak itu bukan merupakan suatu proses yang
pasif, melainkan suatu proses yang aktif dalam mengkonstruksikan suatu pesan
dari suatu arus bunyi yang diketahui orang sebagai potensi-potensi fonologis,
semantik, dan sintaksis suatu bahasa. Sesuai dengan proses inilah, Iskandarwassid
dan Dadang Sunendar (2009: 230) membedakan tujuan menyimak menjadi dua
aspek, yaitu persepsi dan resepsi. Persepsi yakni ciri kognitif dari proses
mendengarkan yang didasarkan pada pemahaman pengetahuan tentang kaidah-
kaidah kebahasaan. Rersepsi yakni pemahaman pesan atau penafsiran pesan yang
dikehendaki oleh pembicara.
Berbeda dengan beberapa pendapat di atas, Gary T. Hunt (dalam St. Y
Slamet, 2009: 10) mengungkapkan tujuan menyimak sebagai berikut: 1) untuk
memperoleh informasi yang bersangkut paut dengan pekerjaan/profesi; 2) agar
menjadi lebih efektif dalam hubungan antarpribadi dalam kehidupan sehari-hari di
rumah, di tempat bekerja, dan di dalam kehidupan bermasyarakat; 3) untuk
mengumpulkan data agar dapat membuat kesimpulan-kesimpulan yang masuk
akal; dan 4) agar dapat memberikan respons yang tepat terhadap segala sesuatu
yang didengar.
Uraian dari beberapa pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa tujuan
menyimak adalah memeroleh informasi secara utuh dari pembicara, agar
21

penyimak dapat menganalisis dan memahami bahan/informasi yang disimak


dengan baik.

3. Tahap-Tahap Menyimak
Henry Guntur Tarigan (2008: 63) berpendapat bahwa menyimak adalah
suatu kegiatan yang merupakan suatu proses. Tahap-tahap dalam proses
menyimak, antara lain sebagai berikut. Pertama, mendengarkan. Segala sesuatu
yang dikemukakan oleh sang pembicara dalam ujaran atau pembicaraannya baru
didengar dalam tahap ini. Seorang penyimak berusaha menangkap pesan
pembicara yang sudah diterjemahkan dalam bentuk bunyi-bunyi. Tahapan
mendengarkan ini diperlukan telinga yang peka dan pemusatan perhatian.
Kedua, memahami. Keinginan yang muncul setelah penyimak mendengar,
yaitu keinginan untuk mengerti atau memahami dengan baik isi pembicaraan yang
disampaikan oleh pembicara.
Ketiga, menginterpretasi. Penyimak yang baik, cermat, dan teliti belum puas
jika hanya mendengar dan memahami isi ujaran sang pembicara, dia ingin
menafsirkan atau menginterpretasikan isi, butir-butir pendapat yang terdapat dan
tersirat dalam ujaran itu. Bunyi-bunyi yang ditangkap perlu diidentifikasi, dikenali
dan dikelompokkan menjadi suku kata, kata, kelompok kata, kalimat, dan paragraf
atau wacana.
Keempat, mengevaluasi. Kegiatan memahami serta kegiatan menafsirkan
atau menginterpretasi isi pembicaraan telah dilakukan, penyimak pun mulai
menilai atau mengevaluasi pendapat serta gagasan sang pembicara, keunggulan
dan kelemahannya, kebaikan dan kekurangan sang pembicara.
Kelima, menanggapi. Tahap ini merupakan tahap terakhir dalam kegiatan
menyimak. Penyimak menyambut, mencamkan, dan menyerap serta menerima ide
atau gagasan yang diungkapkan pembicara dalam pembicaraannya. Tanggapan
atau reaksi seorang penyimak terhadap pesan yang diterima dari lawan bicara
dapat berwujud dalam berbagai bentuk seperti mengangguk-angguk, tanda setuju,
dan menggeleng tanda tidak setuju.
22

Sejalan dengan pendapat Henry Guntur Tarigan, Loban, et. al. (1961: 186-
187) memaparkan proses mendengarkan dibagi menjadi empat tahap. Berikut
kutipannya.
For the purpose of isolating items that may need instruction, the
listening process in divided into four phases, no one discrete in itself:
comprehending the literal meaning; interpreting the literal as
communication; evaluating the communication; integrating the
commucation with experience. The component listener does not think
of these aspects as consecutive steps since they take place, in part,
concurrently and one influences others. Each succeeding phase does,
however, demand more from the listener.

Berbeda dengan pendapat Henry Guntur Tarigan, Brown (dalam


Iskandarwassid dan Dadang Sunendar, 2009: 227-228) memaparkan langkah
kegiatan keterampilan menyimak secara lengkap sebagai berikut. (1) Pendengar
memproses raw speech dan menyimpan image darinya dalam short term memory.
Image ini berisi frase, klausa, tanda-tanda baca, intonasi, dan pola-pola tekanan
kata dari suatu rangkaian pembicaraan yang ia dengar. (2) Pendengar menentukan
tipe dalam setiap peristiwa pembicaraan yang sedang diproses. Pendengar,
sebagai contoh, harus menentukan kembali apakah pembicaraan tadi berbentuk
suatu dialog, pidato, siaran radio, dan lain-lain dan kemudian ia
menginterpretasikan pesan yang ia terima. (3) Pendengar mencari maksud dan
tujuan pembicara dengan mempertimbangkan bentuk dan jenis pembicaraan,
konteks, dan isi. (4) Pendengar me-recall latar belakang informasi (melalui skema
yang dimiliki) sesuai konteks subjek masalah yang ada. Pengalaman dan
pengetahuan akan digunakan dalam membentuk hubungan-hubungan kognitif
untuk memberikan interpretasi yang tepat terhadap pesan yang disampaikan. (5)
Pendengar mencari arti literal dari pesan yang didengar. Proses ini melibatkan
kegiatan interpretasi semantik. (6) Pendengar menentukan arti yang dimaksud. (7)
Pendengar mempertimbangkan apakah informasi yang diterima harus disimpan di
dalam memorinya atau ditunda. (8) Pendengar menghapus bentuk pesan-pesan
yang telah diterima.
St. Y Slamet (2009: 14) menyimpulkan bahwa di dalam setiap tahapan
menyimak diperlukan kemampuan penunjang agar proses menyimak berlangsung
23

dengan baik. Berbagai kemampuan penunjang itu sebagai berikut. Pertama,


kemampuan memusatkan perhatian. Pada awal-awal menyimak perhatian
penyimak biasanya masih penuh. Makin lama perhatian menurun, dan pada menit-
menit akhir perhatian penyimak tinggal tipis saja, atau bahkan tidak dapat
memusatkan perhatiannya. Keadaan ini tergantung pada keterampilan pembicara
dalam mengupayakan menarik perhatian penyimak.
Kedua, kemampuan menangkap bunyi. Saat mendengarkan bunyi bahasa
diperlukan kemampuan menangkap bunyi bahasa. Kemampuan menangkap bunyi
harus didasari kemampuan memusatkan perhatian dan alat pendengar penyimak
tentulah harus peka.
Ketiga, kemampuan mengingat. Kemampuan mengingat mencakup
kemampuan menyimpan dan memeroduksi hal-hal sudah diketahui. Hal-hal yang
berkaitan dengan masalah yang akan dibicarakan (oleh pembicara) sewajarnya
diingat kembali, untuk menyambut isi bahan simakan. Pada saat proses menyimak
berlangsung, kemampuan digunakan untuk mengingat atau menyimpan bunyi
yang didengar yang berupa perangkat kebahasaan atau mengidentifikasi dan
menafsir makna bunyi bahasa.
Keempat, kemampuan linguistik. Kemampuan linguistik diperlukan dalam
proses menyimak untuk menangkap dan memahami serta menafsirkan bahan
simakan. Penyimak harus dapat menangkap bunyi-bunyi bahasa yang berupa
rangkaian fonem, kata, frasa, klausa, kalimat, paragraf, dan wacana. Semua itu
perlu didasari oleh kemampuan linguistik agar dapat memahami dan menafsirkan
makna yang tersurat dan tersirat di dalam bahan simakan.
Kelima, kemampuan nonlinguistik. Kemampuan non linguistik, seperti:
gerak-gerik tubuh, ekspresi wajah, cara pengucapan, nada dan intonasi pembicara
serta situasi yang menyertai pembicara perlu dicermati. Hal ini bertujuan agar
pemahaman dan penafsiran isi kandungan bahan simakan menjadi lebih tepat dan
lebih bermakna.
Keenam, kemampuan menilai. Pesan yang sudah ditangkap, dipahami, dan
ditafsirkan makna kandungannya. Pemahaman dan penafsiran ini perlu
penelaahan, pengkajian, dan pengujian kebenarannya. Tentu saja dalam hal ini
24

pengetahuan dan pengalaman yang luas dan mendalam dari penyimak sangat
membantu. Tahapan inilah diperlukan kemampuan menilai dari si penyimak.
Ketujuh, kemampuan menanggapi. Bahan simakan yang telah diidentifikasi
dan dinilai dari berbagai segi, dimanfaatkan sebagai landasan untuk
menyampaikan tanggapan, reaksi, dan respons. Tanggapan akan berupa penolakan,
cibiran, cemoohan, atau gelengan kepala manakala pesan yang disampaikan oleh
pembicara kurang menyakinkan, tidak relevan, atau tidak didukung oleh gagasan
yang memuaskan/kuat dan sebaliknya jika pesan yang disampaikan oleh
pembicara menyakinkan, logis, dan didukung oleh argumen yang kuat, maka
tanggapan yang diberikan berupa acungan jempol, anggukan kepala, atau
persetujuan si penyimak, bila pesan yang disampaikan oleh pembicara
menyakinkan, logis, dan didukung oleh argumen yang akurat.
Selain diperlukan kemampuan penunjang agar proses menyimak
berlangsung dengan baik, keefektifan menyimak juga dipengaruhi oleh beberapa
unsur. St. Y. Slamet (2009: 18-21) menyebutkan beberapa unsur yang
mempengaruhi keefektifan menyimak, yaitu sebagai berikut. Pertama, pembicara.
Pembicara adalah orang yang menyampaikan pembicaraan, ide, pesan, informasi
kepada penyimak melalui bahasa lisan. Ada sejumlah faktor yang dituntut dari
pembicara, antara lain: a) penguasaan materi, b) berbahasa baik dan benar, c)
percaya diri, d) berbicara sistematis, e) gaya berbicara menarik, f) kontak dengan
penyimak.
Kedua, pembicaraan. Pembicaraan adalah materi, isi, pesan atau informasi
yang disampaikan oleh pembicara kepada penyimak. Pembicaraan yang baik dan
menarik akan memenuhi hal-hal berikut: 1) aktual, 2) berguna, 3) dalam pusat
minat penyimak, 4) sistematis, dan 5) seimbang.
Ketiga, situasi menyimak. Situasi menyimak diartikan sesuatu yang
menyertai kegiatan menyimak di luar pembicara, pembicaraan, dan penyimak.
Beberapa hal yang patut diperhatikan, yaitu: 1) ruangan, 2) waktu, 3) suasana, dan
4) peralatan.
Keempat, penyimak. Penyimak adalah orang yang mendengarkan dan
memahami isi bahan simakan yang disampaikan oleh pembicara dalam suatu
25

peristiwa menyimak berlangsung. Beberapa hal yang terkait dengan penyimak,


yaitu: 1) kondisi, 2) konsentrasi, 3) bertujuan, 4) berminat, 5) berkemampuan
linguistik, dan 6) berpengetahuan dan berpengalaman yang luas.
Berkaitan dengan unsur keempat penunjang proses menyimak, yaitu
penyimak yang diungkapkan oleh St. Y. Slamet, Loban, et. al. (1961: 183)
memaparkan kebiasaan-kebiasaan umum menjadi pendengar yang baik, yaitu
sebagai berikut.
General habits of the good listener. (1) In every listening situation: he
knows why he is listening; he sits where he can avoid distractions; he
look at the speaker; he concentrates, adapting to the speaker’s rate;
and he is willing to share responsibility with the speaker. (2) In
regard to the communication he tries: to determine the speaker’s
purpose; to remember important points; to note reasons for
illustrations and examples; and to understand fully before he judges.
(3) In his evaluation he tries: to relate the speaker’s points to his own
experience and interests and to determine why he agrees or disagrees.

Iskandarwassid dan Dadang Sunendar (2009: 227) mengungkapkan bahwa


langkah pertama dari kegiatan keterampilan ialah proses psikomotorik untuk
menerima gelombang suara melalui telinga dan mengirimkan impuls-impuls
tersebut ke otak. Namun, proses tadi hanyalah suatu permulaan dari suatu proses
interaktif ketika otak bereaksi terhadap implus-implus tadi untuk mengirimkan
sejumlah mekanisme kognitif dan afektif yang berbeda. Iskandarwassid dan
Dadang Sunendar (2009: 235-236) secara lebih rinci kemudian memaparkan
tahapan kegiatan menyimak sebagai berikut: 1) mendengar, 2) mengenangkan, 3)
memperhatikan, 4) membentuk imajinasi, 5) memcari simpanan masa lalu dalam
gagasan, 6) membandingkan, 7) menguji isyarat-isyarat, 8) mengodekan kembali,
9) mendapatkan makna, 10) memasukkan ke dalam pikiran di saat-saat
mendengarkan atau menyimak, 11) mengintepretasikan sesuatu yang disimak, dan
12) menirukan dalam pikiran. Langkah atau tahapan nomor 1 dan nomor 2
diidentifikasikannya sebagai aktivitas psikologis; langkah nomor 3 sampai dengan
nomor 8 sebagai aktivitas memperhatikan dan berkonsentrasi; langkah nomor 9
dan 10 sebagai aktivitas intelektual yang sangat tinggi.
26

Jadi, dapat disimpulkan tahapan proses menyimak, yaitu: mendengarkan,


memperhatikan, membentuk imajinasi, menetukan tipe pembicaraan, menetukan
maksud dan tujuan pembicaraan, memahami maksud pembicaraan,
menginterpretasi isi pembicaraan, mengevaluasi, dan menanggapi. Tahapan ini
harus didukung oleh kemampuan penyimak, seperti: kemampuan memusatkan
perhatian, kemampuan menangkap bunyi, kemampuan mengingat, kemampuan
linguistik dan nonlinguistik, kemampuan menilai, dan kemampuan menanggapi.
Selain didukung oleh kemampuan penyimak, keefektifan menyimak juga
dipengaruhi oleh beberapa unsur, yaitu: pembicara, pembicaraan, suasana, dan
penyimak.

4. Jenis-Jenis Menyimak
Menyimak memiliki cara dan tujuan tertentu berdasarkan kebutuhan
penyimak. Maka dari itu, menyimak memiliki beberapa ragam sesuai dengan
kebutuhan penyimak. Henry Guntur Tarigan (2008: 37-53), mengungkapkan
bahwa menyimak dibagi menjadi dua ragam, yaitu menyimak ekstensif dan
menyimak intensif. Kedua ragam menyimak yang dimaksud adalah menyimak
ekstensif dan intensif.
Menyimak ekstensif (extensive listening) adalah kegiatan menyimak
mengenai hal-hal yang lebih umum dan lebih bebas terhadap suatu ujaran, tidak
perlu di bawah bimbingan langsung dari seorang guru. Pada umumnya menyimak
ekstensif dapat dipergunakan untuk dua tujuan yang berbeda.
Penggunaan yang paling dasar adalah untuk menangkap atau mengingat
kembali bahan yang telah dikenal atau diketahui dalam suatu lingkungan baru
dengan cara yang baru. Secara psikologis, menyimak ekstensif terhadap bahasa
nyata sebagai lawan dari bahasa tulis akan sangat memuaskan selama kegiatan
tersebut dapat memperagakan bahwa upaya-upaya para siswa di dalam kelas akan
dapat memberi keuntungan dalam kehidupan lingkungan bahasa yang hidup.
Salah satu dari kegagalan pengajaran bahasa yang paling besar dan paling umum
adalah bahwa apa-apa yang diajarkan kepada para siswa secara keseluruhan tidak
mencukupi untuk menggarap serta menangani arus atau tumpukan rangsangan
27

yang berhubungan dengan bahan simakan yang datang kepadanya dari segala arah
pada saat pertama kalinya dia menginjakkan kaki di negeri asing (misalnya di
Inggris bagi siswa yang belajar bahasa Inggris). Menyimak ekstensif tipe ini akan
dapat membantunya dengan baik. Bahan-bahan yang didengar dan disimaknya
tentu saja tidak perlu hanya merupakan suatu penyajian kembali hal-hal yang
telah diketahuinya.
Menyimak ekstensif dapat pula memberi kesempatan dan kebebasan bagi
para siswa untuk menyimak butir-butir kosa kata dan struktur-struktur yang masih
asing atau baru baginya yang terdapat dalam arus ujaran yang berada di dalam
jangkauan dan kapasitas untuk menanganinya. Mungkin saja terdapat sejumlah
kata teknis yang belum diketahui atau bentuk kata yang asing. Hal ini terdapat
suatu keakraban yang tidak disadari terhadap bentuk-bentuk yang dalam waktu
singkat akan menjadi bahan pelajaran dan bahan pengajaran dalam suatu pelajaran
bahasa. Kegiatan bercerita, terutama sekali yang menarik bagi usia muda
merupakan suatu contoh bagi bahan menyimak ekstensif, dan kerap kali pula
mencakup suatu wadah yang baik bagi kata-kata baru dan beberapa struktur belum
diajarkan sebelumnya. Pemahaman tidaklah dapat secara serius terhalang selama
minat paksaan terhadap cerita itu dapat menarik perhatian dan keakraban terhadap
kerangka bahasa itu cukup untuk menyediakan suatu alur yang bersifat
menjelaskan yang memuaskan bagi bahan yang belum diketahui.
Guru sendiri merupakan sumber modal dalam bercerita. Hal itu menjadi
lebih baik jika dilakukan dengan pertolongan pita-pita otentik yang merekam
pembicaraan dalam masyarakat karena salah satu tujuan menyimak ekstensif
adalah menyajikan kembali bahan lama dengan cara baru. Sesuatu yang jauh lebih
efektif serta meyakinkan adalah kutipan-kutipan dari ujaran yang nyata dan hidup.
Umumnya sumber yang paling baik bagi berbagai aspek menyimak ekstensif
adalah rekaman-rekaman yang dibuat oleh guru sendiri karena dapat disesuaikan
dengan kebutuhan dan tujuan yang hendak dicapai. Rekaman-rekaman tersebut
dapat memanfaatkan berbagai sumber, seperti dari siaran radio dan televisi.
Bagian-bagian dari menyimak ekstensif adalah sebagai berikut. (1)
Menyimak sosial biasanya berlangsung dalam situasi-situasi sosial tempat orang-
28

orang mengobrol atau bercengkrama mengenai hal-hal yang menarik perhatian


semua orang yang hadir. (2) Menyimak sekunder adalah sejenis kegiatan
menyimak secara kebetulan (causal listening) dan secara ekstensif (extensive
listening). (3) Menyimak estetik atau yang disebut menyimak apresiatif adalah
fase terakhir dan kegiatannya termasuk ke dalam menyimak secara kebetulan dan
menyimak secara ekstensif, mencakup: menyimak musik, puisi, cerita,
gemerincing irama dan lain-lain. (4) Menyimak pasif adalah penyerapan suatu
ujaran tanpa upaya sadar yang biasanya menandai upaya-upaya disaat belajar
dengan kurang teliti, tergesa-gesa, menghafal luar kepala, berlatih santai, serta
menguasai suatu bahasa.
Menyimak ekstensif lebih diarahkan pada kegiatan menyimak secara lebih
bebas dan lebih umum serta tidak perlu di bawah bimbingan langsung para guru,
maka menyimak intensif diarahkan pada suatu kegiatan yang jauh lebih diawasi,
dikontrol terhadap satu hal tertentu. Hal ini haruslah diadakan suatu pembagian
penting, yaitu menyimak intensif ini terutama sekali dapat diarahkan pada butir-
butir dari sebagian program pengajaran bahasa dan diarahkan pada pemahaman
serta pengertian umum. Jelas bahwa dalam butir kedua ini makna bahasa secara
umum sudah diketahui oleh para siswa.
Perlu diingat bahwa kosa kata percakapan kerap kali sangat berbeda dengan
kosa kata bahasa tulis yang mungkin saja lebih diakrabi para siswa. Oleh karena
itu, menyimak pada percakapan-percakapan sangat bermanfaat untuk
membiasakan pendengaran terhadap apa yang hendak didengar kalau
mengunjungi daerah asal bahasa asing tertentu (misalnya mengunjungi Inggris
bagi para siswa yang belajar bahasa Inggris, mengunjungi Indonesia bagi siswa
Australia yang belajar bahasa Indonesia).
Menyimak dapat pula ditujukan pada maksud-maksud gramatikal, di
samping ke arah leksikal. Bahan yang dipilih pun harus mengandung ciri
ketatabahasaan tertentu sesuai dengan tujuan. Sesudah itu diberikan pula latihan-
latihan yang sesuai dengan tujuan. Salah satu cara yang amat sederhana untuk
melatih tipe menyimak seperti ini ialah menyuruh para siswa menyimak tanpa
teks tertulis sekali atau dua kali, suatu bagian yang mengandung beberapa
29

penghubung kalimat, kemudian memberikan kepada mereka teks-teks tertulis


dengan mengosongkan tempat-tempat penghubung kalimat itu berada. Tugas
mereka adalah mengisinya tanpa menyimak pada rekaman lagi. Pada umumnya
praktik dan latihan menyimak itu sering kali dilalaikan oleh orang pada tingkat
wacana. Penekanannya dapat diletakkan pada fonologi, kosa kata, morfologi atau
sintaksis, tetapi mata rantai linguistik yang memadukan kalimat-kalimat menjadi
wacana logis biasanya terlupakan dan dengan demikian pemahaman menyimak
(aural comprehension) para siswa terhalang, terganggu, dan tidak dapat
berkembang dengan baik serta memuaskan.
Berbeda dengan pendapat Henry Guntur Tarigan yang membagi jenis
menyimak berdasarkan kebutuhan penyimak, Nunan (dalam Iskandarwassid dan
Dadang Sunendar, 2009: 228) membagi menyimak menjadi dua kategori
berdasarkan tujuan bahasa, yakni monolog dan dialog. Pada monolog, dilihat ada
sesuatu sifat yang direncanakan (planned) dan yang tidak direncanakan
(unplanned). Sedangkan pada dialog muncul sifat interpersonal dan transaksional
yang terdiri atas subkategori familiar dan nonfamiliar.
Lain halnya pula dengan St. Y. Slamet (2009: 15) yang menyatakan bahwa
tujuan menyimak secara khusus, tergantung aspek mana yang perlu mendapat
tekanan, yang menyebabkan aneka ragam kegiatan menyimak. Bertolak dari
tujuan khusus inilah kemudian St. Y. Slamet menklasifikasikan menyimak
menjadi lima, yaitu: 1) sumber suara, 2) cara menyimak, 3) taraf hasil simakan, 4)
keterlibatan penyimak dan kemampuan khusus, dan 5) tujuan menyimak.
Aktivitas menyimak tidak selalu menyimak pembicaraan orang lain.
Adakalanya seseorang menyimak apa yang dikatakan oleh dirinya sendiri. Atas
dasar asal suara yang disimak ini, dibedakan orang menyimak interpersonal
listening dan intrapersonal listening. Menyimak interpersonal listening terjadi
pada saat seseorang mendengar dan memperhatikan suara-suara yang berasal dari
dalam dirinya sendiri. Kenyataan ini terjadi pada saat mempertimbangkan sesuatu
tindakan mana yang perlu dilaksanakan mana yang tidak, merenung, menyesali
nasib, dan sebagainya. Menyimak intrapersonal listening terlaksana pada saat
30

seseorang mendengarkan dan memperhatikan apa yang dibicarakan oleh orang


lain, misalnya dalam percakapan, diskusi, seminar, dan sebagainya.
Cara atau taraf aktivitas menyimak akan memengaruhi kedalaman dan
keluasaan hasil simakan. Atas dasar cara peyimakan ini, penyimakan dibedakan
menjadi penyimakan bertaraf rendah (silent listening) dan penyimakan bertaraf
tinggi (active listening). Menyimak bertaraf rendah (silent listening), penyimak
baru sampai pada taraf memberikan dorongan, perhatian yang bersifat nonverbal,
misalnya mengangguk, tersenyum, ucapan-ucapan pendek “ya”, “setuju”, dan
sebagainya. Pada penyimak taraf tinggi (active listening), penyimak tidak hanya
sekedar memberikan dorongan, anggukan, dan sebagainya, tetapi penyimak
mampu mengungkapkan kembali isi bahan simakan.
Jenis menyimak berdasarkan taraf hasil simakan, St. Y. Slamet (2009: 16)
mengutip pendapat Green and Petty (1969). Green and Petty membedakan hasil
simakan menjadi sembilan jenis yaitu sebagai berikut. (1) Menyimak tanpa
mereaksi, yaitu penyimak mendengar suara tetapi yang bersangkutan tidak
memberi reaksi apapun. Suara masuk lewat telinga kanan keluar dari telinga kiri.
(2) Menyimak pasif, penyimak menyimak secara pasif, hampir sama dengan
menyimak tanpa mereaksi. Menyimak pasif ini sudah ada reaksi tetapi sedikit
sekali. (3) Menyimak terputus-putus, penyimak tidak kontinyu menyimak bahan
simakan, sebentar menyimak, sebentar tidak. Pikiran penyimak sering melayang
dan bercabang, tidak terpusat pada bahan simakan. (4) Menyimak dangkal,
penyimak hanya menangkap sebagian dari isi simakan. Bagian-bagian yang
penting tidak disimak, boleh jadi sudah diketahui, menyetujui, atau menerima. (5)
Menyimak terpusat, pikiran penyimak terpusat pada pembicaraan, misalnya aba-
aba, untuk mengetahui bila sesuatu untuk dikerjakan. (6) Menyimak untuk
membandingkan, penyimak menyimak pesan kemudian menbandingkan isinya
dengan pengetahuan dan pengalaman yang dimiliki oleh penyimak. (7) Menyimak
organisasi materi, penyimak berusaha mengetahui bagaimana organisasi materi
yang disampaikan oleh pembicara, ide pokok beserta detail-detail penunjangnya.
(8) Menyimak kritis, penyimak menganalisis secara kritis isi simakan yang
disampaikan oleh pembicara. Bila perlu minta data atau keterangan terhadap
31

pernyataan yang disampaikan oleh pembicara. (9) Menyimak kreatif dan aspiratif,
penyimak berusaha memberikan respon mental dan fisik yang asli terhadap
pembicaraan yang disampaikan oleh si pembicara.
Lain halnya dengan Logan (dalam St. Y. Slamet, 2009: 17), yang
membedakan jenis menyimak sebagai berikut. (1) Menyimak untuk belajar.
Penyimak mempelajari berbagai hal yang diperlukan. Seperti pelajaran atau
perkuliahan di kampus, pelajaran sesuatu lewat televisi, radio, video, dan
sebagainya. (2) Menyimak untuk menghibur. Penyimak bermaksud untuk
mendapatkan hiburan dari kepenatannya. Misalnya menyimak lawakan, cerita,
drama, dan sebagainya. (3) Menyimak untuk menilai. Penyimak memperhatikan
dan isi simakan, kemudian menelaah, mengkaji, menguji, membandingkan dengan
pengetahuan dan pengalamannya. (4) Menyimak apresiatif. Penyimak memahami,
menghayati, mengapresiasi simakan, misalnya puisi, cerita, sandiwara, dan
sebagainya. (5) Menyimak untuk mengkomunikasikan ide dan perasaan.
Penyimak memahami, merasakan ide, gagasan, perasaan, pembicara sehingga
terjadi sambung rasa pembicara-penyimak. (6) Menyimak deskriminatif.
Penyimak ingin membedakan bunyi suara, misalnya dalam belajar bahasa asing.
(7) Menyimak pemecahan masalah. Penyimak mengikuti uraian pemecahan
masalah yang disampaikan pembicara.
Berdasarkan paparan di atas, secara umum dapat disimpulkan bahwa
menyimak terdiri dari dua jenis, yaitu menyimak intensif dan menyimak ekstensif.
Secara lebih khusus menyimak dibedakan menjadi menyimak sosial, menyimak
sekunder, menyimak estetik, menyimak pasif, interpersonal listening,
intrapersonal listening, penyimakan bertaraf rendah (silent listening) dan
penyimakan bertaraf tinggi (active listening), menyimak terputus-putus,
menyimak dangkal, menyimak terpusat, menyimak untuk membandingkan,
menyimak organisasi materi, menyimak kritis, menyimak kreatif dan aspiratif,
menyimak untuk belajar, menyimak untuk menghibur, menyimak untuk menilai.,
menyimak apresiatif, menyimak untuk mengkomunikasikan ide dan perasaan,
menyimak deskriminatif, dan menyimak pemecahan masalah.
32

5. Pembelajaran Keterampilan Menyimak


Keterampilan menyimak adalah keterampilan yang bersifat reseptif. Artinya
bahwa pendengar hanya menerima informasi yang disimaknya. Namun,
keterampilan menyimak dalam kegiatannya bukan merupakan suatu proses yang
pasif, melainkan suatu proses yang aktif dalam mengkonstruksikan suatu pesan
dari suatu arus bunyi yang diketahui orang sebagai potensi-potensi fonologis,
semantik, dan sintaksis suatu bahasa.
Berkaitan dengan paparan di atas, keterampilan menyimak menurut Rost
(1991) digambarkan dalam bagan berikut ini.

KETERAMPILAN
MENYIMAK

Keterampilan Keterampilan Keterampilan


Mempersepsi: Menganalisis: Menyintesis:

- Membedakan bunyi - Mengidentifikasi - Menghubungkan


bahasa satuan gramatikal penanda bahasa
dengan penanda
lainnya
- Mengenali kata - Mengidentifikasi - Memanfaatkan latar
Satuan pragmatis belakang
pengetahuan

Gambar 01. Keterampilan Menyimak


(Diadaptasi dari Rost dalam Iskandarwassid dan Dadang Sunendar, 2009: 281)

a. Upaya Meningkatkan Keterampilan Menyimak


Beberapa upaya untuk meningkatkan keterampilan menyimak menurut
Iskandarwassid dan Dadang Sunendar (2009: 281) yang disarikan dari pendapat
Rost, yaitu sebagai berikut. (1) Berbicaralah dengan pembelajar dalam bahasa
Indonesia. Jadikanlah bahasa Indonesia sebagai bahasa yang penting untuk
33

berkomunikasi. Kenali mereka melalui percakapan dengan topik-topik menarik.


Kenali mereka melalui percakapan dengan topik-topik yang menarik (2)
Jadikanlah bahasa Indonesia sebagai bahasa pengantar dalam pelaksanaan proses
pembelajaran. beri kesempatan kepada pembelajar dengan saling bertukar pikiran
dengan menggunakan bahasa Indonesia. Tunjukkan kepada mereka bagaimana
caranya memperoleh rasa percaya diri dan bagaimana menjadi pemakai bahasa
Indonesia yang baik dan benar. (3) Kenalkan pembelajar pada beberapa penutur
bahasa Indonesia, secara pribadi atau melalui video atau kaset rekaman.
Perlihatkan kepada pembelajar perbedaan tipe-tipe pembicaraan dan situasi
pembicaraan. Berilah dorongan untuk memahami hal-hal penting bagi pembelajar
saat menyimak. (4) Berilah kesempatan kepada pembelajar agar mereka belajar
mandiri, mencari kesempatan menyimak di luar kelas atas inisiatif sendiri. Bantu
mereka mengidentifikasi cara menggunakan bahasa Indonesia dalam media
(televisi, radio, dan video). Bantu mereka mengembangkan program-program
studi dan tujuan-tujuan menyimak secara mandiri. (5) Rancang aktivitas
menyimak yang melibatkan para pembelajar secara pribadi. Rancang setiap
tujuan aktivitasnya. Beri umpan balik yang jelas. Siapkan review yang sistematis
terhadap rekaman dan aktivitas untuk membantu mengonsolidasi hasil ingatan dan
pembelajaran mereka. (6) Lebih berfokuslah pada pengajaran daripada evaluasi.
Selama kegaiatan menyimak berlangsung, lebih baik memberikan pujian kepada
para pembelajar yang mencoba mengajukan ide yang masuk akal daripada kepada
pembelajar yang hanya mampu “menjawab dengan benar”. (7) Carilah cara yang
efektif untuk memanfaatkan rekaman audio atau video yang sejalan dengan bahan
pembelajaran yang akan disajikan.
Daya simak perlu ditingkatkan, demi keefektifan kegiatan menyimak. St. Y.
Slamet (2009: 22) memaparkan cara agar daya simak siswa meningkat, sebagai
berikut. (1) Simak ulang ucap, caranya siswa disuruh mengulang apa yang
diucapkan oleh guru. Hal ini sering dilakukan pada siswa sekolah rendah, atau
siswa yang belajar bahasa asing pada tahap awal. (2) Identifikasi kata kunci, siswa
mendengarkan kalimat panjang yang diucapkan guru, kemudian siswa disuruh
menentukan beberapa kata kunci yang dapat mewakili pengertian kalimat. (3)
34

Parafrasa, guru mempersiapkan sebuah puisi dan dibacakan kepada siswa,


kemudian siswa disuruh menyatakan kembali isinya dengan kata-kata sendiri. (4)
Merangkum, guru memberikan materi kepada siswa dengan secara lisan,
kemudian siswa disuruh merangkum isi bahan simakan tersebut. (5) Menjawab
pertanyaan, guru menyajikan bahan simakan kepada para siswa, selanjutnya siswa
disuruh menjawab pertanyaan-pertanyaan yang telah disediakan.
Berdasarkan pendapat dua ahli di atas, dapat disimpulkan bahwa cara untuk
meningkatkan daya simak atau keterampilan menyimak, yaitu: 1) gunakanlah
bahasa Indonesia dan jadikan bahasa Indonesia sebagai bahasa pengantar dalam
proses pembelajaran serta kenalkan pembelajar pada beberapa penutur bahasa
Indonesia , 2) berilah kesempatan kepada pembelajar agar mereka belajar mandiri,
3) rancang aktivitas menyimak yang melibatkan para pembelajar secara pribadi, 4)
lebih berfokuslah pada pengajaran daripada evaluasi, 5) carilah cara yang efektif
yang dapat digunakan dalam pembelajaran menyimak, 6) simak ulang ucap, 7)
identifikasi kata kunci, 8) parafrasa, 9) merangkum, dan 10) menjawab pertanyaan.

b. Tujuan dan Bahan Pembelajaran Keterampilan Menyimak


Tujuan pembelajaran keterampilan menyimak bagi tingkat pemula, yaitu
dapat memahami tuturan (pernyataan) singkat (sederhana). Tujuan pembelajaran
keterampilan menyimak bagi tingkat menengah, yaitu memahami percakapan
sederhana dan memahami berbagai tuturan (pernyataan) sederhana yang
berbentuk narasi, deskripsi, eksposisi, argumentasi, dan persuasi. Tingkat lanjut,
tujuan pembelajaran keterampilan menyimak, yaitu memahami percakapan dan
memahami berbagai tuturan (pernyataan) yang berbentuk narasi, deskripsi,
eksposisi, argumentasi, dan persuasi
Materi bahan ajar berhubungan dengan keterampilan menyimak pada
tingkat pemula dapat disajikan dalam tema-tema, yaitu: benda-benda yang ada
dalam kelas, warna, binatang, angka 1-100, waktu (jam, hari, bulan, dan tahun),
istilah kekeluargaan, identifikasi diri, dan ungkapan salam. Tingkat menengah,
materi bahan ajar berhubungan dengan keterampilan menyimak dapat disajikan
dalam tema-tema, yaitu: informasi biografis, makanan, angka 100-1000 lebih,
35

hobi, transportasi, percakapan lewat telepon, kesehatan, ekonomi, dan situasi


sosial. Tingkat lanjut, materi yang dipilih berupa: pers (media massa), sosial,
politik, ekonomi, pendidikan, pariwisata, sejarah, budaya, dan kesehatan.

c. Model dan Strategi Pembelajaran Keterampilan Menyimak


Subana dan Sunarti (2006: 215-216) memaparkan bahwa dalam pengajaran
bahasa Indonesia khususnya dalam pengajaran menyimak terdapat beberapa
model pembelajaran menyimak yang dapat digunakan sebagai berikut. (1) Simak-
ucap ulang, guru membacakan materi di depn kelas, kemudian siswa
mengucapkan kembali secara berulang-ulang. (2) Simak-kerjakan, siswa disuruh
menutup buku, kemudian disuruh mengerjakan soal. (3) Simak-terka, guru
mendeskripsikan suatu benda tanpa menyebut nama bendanya tetapi
menyampaikan secara lisan dan siswa diminta untuk menerka. (4) Simak-tulis,
guru menyampaikan bahasa secara lisan, kemudian siswa menulis hasil
simakannya. (5) Memperluas kalimat, guru menyampaikan kelompok kata dan
siswa melengkapi kalimat tersebut. (6) Bisik berantai, guru menyampaikan suatu
pesan kepada seorang siswa, lalu siswa yang lain melanjutkan pesan tersebut,
kemudian guru memeriksa siswa yang paling akhir untuk menyebutkan kembali
kata yang didengarnya. (7) Identifikasi kata kunci, yaitu menghilangkan kata-kata
yang bukan merupakan inti dari kalimat panjang. (8) Identifikasi kalimat topik,
yaitu mengidentifikasi kalimat topik dari suatu paragraf. Contoh: guru
membacakan sebuah paragraf, kemudian siswa menuliskan kalimat topiknya. (9)
Menjawab pertanyaan, yaitu menjawab pertanyaan dari hasil simakannya.
Misalnya: guru membacakan wacana, kemudian memberikan pertanyaan kepada
siswanya. (10) Menyelesaikan cerita, guru mengawali dengan memberikan
sepenggal cerita dan siswa disuruh untuk menceritakan kembali bahan simakan
yang baru saja mereka simak. (11) Merangkum, yaitu menyimak isi simakan
cerita singkat. Siswa mencari intisari dari bahan yang dilisankan oleh guru. (12)
Para frase, yaitu menceritakan atau mengubah bentuk puisi ke dalam bentuk prosa.
Guru membacakan sebuah puisi yang dapat dipahami oleh siswa, kemudian siswa
menceritakan kembali isi puisi tersebut dengan kata-katanya sendiri.
36

Lebih mengkhusus, dalam KBM menyimak, pola KBM umum yang


dikemukakan oleh Kemp (dalam Iskandarwassid dan Dadang Sunendar, 2009:
230-231) dapat diberlakukan pada aktivitas menyimak. Berikut beberapa
tahapannya. (1) Identifikasi. Peserta didik mempersepsi bunyi-bunyi dan frasa-
frasa dengan mengidentifikasi unsur-unsur ini secara langsung dan holistik
terhadap artinya. (2) Identifikasi dan seleksi tanpa retensi. Peserta didik
mendengarkan untuk kesenangan memahami, menyarikan sekuen, tanpa dituntut
untuk mendemontrasikan pemahaman melalui penggunaan bahasa secara aktif. (3)
Identifikasi dan seleksi terarah dengan retensi pendek/terbatas. Peserta didik
diberi beberapa indikator terlebih dahulu tentang hal-hal yang didengar atau
disimak; mereka mendemonstrasikan pemahamannya secara langsung dalam
beberapa cara yang aktif. (4) Identifikasi dan seleksi dengan rentensi yang
memerlukan waktu yang panjang.
Keempat model aktivitas menyimak di atas dapat diterapkan pada tingkat
belajar permulaan, menengah, dan mahir atau lanjutan dengan metode dan teknik
yang disesuaikan dengan faktor-faktor yang berpengaruh terhadap pencapaian
tujuan pengajaran.
KBM menyimak untuk ketiga tingkat belajar (permulaan, menengah, dan
mahir) menurut Iskandarwassid dan Dadang Sunendar (2009: 231) dapat
dipergunakan metode dan teknik: 1) menyimak murni, 2) wicara, 3) visual, 4)
gerakan, dan 5) menulis. Masing-masing tingkat belajar dapat mengambil
keempat jenis aktivitas mendengarkan-memahami. Secara teknis dan metodis,
KBM mendengarkan memahami tersebut dapat dipelajari pada contoh tabel di
bawah ini.

Tabel 01. KBM Mendengarkan Memahami Secara Teknis dan Metodis


Tahap Identifikasi Identifikasi, Identifikasi, Identifikasi,
seleksi tanpa seleksi terarah, seleksi,
retensi retensi pendek retensi
panjang
Jenis Kegiatan
Aural Diskriminasi Mendengarkan Mendengarkan Mendengarkan
ciri gaya pengajar atau pengajar pembacaan
37

bicara, aksen
teman menuturkan naskah lakon
daerah, ragam
menuturkan informasi yang yang belum
bahasa lewat
peristiwa melatarbelakangi pernah
tape, lakon
menarik dalam suatu berita dipelajari
radio suatu sebelumnya
perjalanan
Wicara Mendengarkan Mendengarkan Memberikan Menjawab
dan suatu cerita saran, mengganti perntanyaan
mendiskusikan kemudian kata-kata yang dengan
laporan lisan memberikan tak tepat dari mendengarkan
dari intisarinya cerita yang telah suatu passage
mahasiswa dengan dibacakan yang panjang
lain kalimat-
kalimat efektif
secara lisan

Menuliskan Transkripsi Mendengarkan Menuliskan Menjawab


rekaman suatu bagian masalah pertanyaan
ucapan asli
dialog, kebudayaan setelah
yang belum kemudian yang baru saja mendengarkan
diedit mengarang didiskusikan cerita atau
dengan wawancara
memberikan dengan
konteks dan menuliskan
konklusi
Gerakan Mendengarkan Mendengarkan Mengikuti Mendengarkan
narasi instruksi untuk instruksi untuk suatu narasi,
sederhana lalu tugas melakukan kemudian
mengangkat menampilkan sesuatu melakukan
tangan ketika sesuatu gerakan
sesuatu unsur tertentu sesuai
disebut dengan yang
ditetapkan
Visual Memilih kata- Mendengarkan Menerima soal- Memilih baris-
kata pungutan sebuah cerita soal objektif, baris pikiran
dengan cepat yang dibaca kemudian yang paling
dari daftar orang lain memilih utama sambil
kacau sambil untuk jawaban sambil mendengarkan
mendengarkan memperbaiki mendengarkan suatu passage
pembacaan teknik
teks. membaca

Kemudian, Iskandarwassid dan Dadang Sunendar (2009: 233) strategi


pembelajaran menyimak pada prinsipnya berbentuk kurang lebih sebagai berikut.
38

Pertama, pemerian informasi tertentu kepada peserta didik mengenai apa dan
bagaimana menyimak menurut jenis dan tahap aktivitas, kemudian diikuti
demonstrasi. Peserta didik mendengarkan informasi, dan melihat demonstrasi
serta mencatat.
Kedua, iteraksi. Pengajar memberi contoh dan peserta didik menirukan,
diikuti pemantapan oleh pengajar dan peserta didik dengan cara menirukan lagi
atau mengulang secara lebih kreatif.
Ketiga, secara independen tiap individu peserta didik bekerja sendiri dengan
melakukan kegiatan tertentu, yaitu menyimak rekaman model dan
mengidentifikasi, mengklasifikasi dan melakukan retensi tertentu sesuai dengan
tingkat keterampilan yang dipilih dari model yang diprogramkan atau dari suatu
bentuk percakapan yang nyata.

d. Tes Keterampilan Menyimak


Sering kali pembelajaran dan tes menyimak dalam pelaksanaan
pembelajaran bahasa, khususnya bahasa Indonesia kurang mendapat perhatian
sebagaimana keterampilan berbahasa lainnya. Hal ini salah satunya disebabkan
karena adanya anggapan bahwa keterampilan menyimak merupakan keterampilan
yang dengan sendirinya dikuasai secara baik oleh siswa atau karena guru
menganggap bahwa untuk menyusun dan mempersiapkan tes menyimak tidak
semudah dan sesederhana tes keterampilan berbahasa lainnya. Jadi, pada intinya
baik pembelajaran dan tes keterampilan menyimak harus dipersiapkan secara
matang. Untuk tes keterampilan menyimak yang akan dilaksanakan tetap
mendasarkan pada berbagai pertimbangan, yaitu salah satunya pertimbangan
kepraktisan tes.
Bahan tes yang diujikan dalam tes keterampilan menyimak tentu saja
disampaikan secara lisan dan diterima oleh siswa melalui indra pendengaran.
Bahan kebahasaan yang paling sesuai digunakan untuk tes keterampilan
menyimak adalah wacana. Burhan Nurgiyantoro (2010: 355) menyatakan bahwa
pemilihan wacana sebagai bahan tes kemampuan menyimak haruslah menekankan
beberapa hal, yaitu sebagai berikut. (1) Tingkat kesulitan wacana. Tingkat
39

kesulitan wacana terutama ditinjau dari faktor kosakata dan struktur yang
dipergunakan. Selain itu, informasi yang dikandung juga dapat memengaruhi
tingkat kesulitan wacana. Misalnya, wacana yang mengandung informasi hal-hal
yang di luar jangkauan pengalaman peserta didik, seperti masalah sosial, ekonomi,
dan politik untuk anak sekolah dasar, maka wacana tersebut juga akan menjadi
sulit. (2) Isi dan cakupan wacana disesuaikan dengan minat dan kebutuhan
(kaitannya dengan perkembangan psikologis) peserta didik, atau sesuai dengan
bidang yang dipelajari, hal itu akan memermudah wacana bersangkutan.
Sebaliknya, jika isi wacana itu tidak sesuai dengan minat dan kebutuhan,
pengalaman dan jangkauan kognitif, atau tidak sesuai dengan bidang yang
dipelajari peserta didik, ia akan menambah tingkat kesulitan wacana yang
bersangkutan. Wacana yang diteskan juga hendaknya yang berisi hal-hal yang
bersifat netral sehingga sangat dimungkinkan adanya kesamaan pandangan
terhadap isi masalah itu. (3) Jenis wacana. Wacana yang akan diambil untuk tes
kemampuan menyimak dapat yang berbentuk dialog atau bukan dialog. Adapun
bentuk wacana yang sering dipergunakan dalam tes kemampuan menyimak
adalah sebagai berikut: 1) pertanyaan atau pernyataan singkat, 2) dialog, dan 3)
ceramah.
Berkaitan dengan tes keterampilan menyimak, Brown (dalam Burhan
Nurgiyantoro, 2010: 355) membedakan menyimak yang diselenggarakan menjadi
empat golongan yang sekaligus membedakan jenis menyimak yang
diselenggarakan, yaitu sebagai berikut. (1) Menyimak intensif: penekanan tes
pada persepsi komponen kebahasaan seperti fonem, kata, intonasi, dan lain-lain.
(2) Menyimak responsif: tes menyimak wacana singkat, misalnya salam,
pertanyaan, perintah, dan lain-lain yang membutuhkan tanggapan singkat pula. (3)
Menyimak selektif: penekanan tes menyimak pada hal-hal tertentu seperti
penamaan, bilangan, kategori gramatikal, petunjuk arah, fakta atau kejadian
tertentu, dan lain-lain. (4) Menyimak ekstensif: penekanan tes menyimak pada
pemahaman pesan secara menyeluruh dari wacana yang diperdengarkan yang
relatif panjang seperti pada perkuliahan dan konversasi, misalnya memahami
topik utama, argumentasi, dan membuat inferensi.
40

Sarana yang biasanya digunakan oleh guru sewaktu memberikan tes


keterampilan menyimak, yaitu menggunakan media rekaman, selain bahan atau
materi yang diteskan dibacakan secara langsung. Penggunaan media rekaman
untuk tes keterampilan atau kompetensi menyimak memiliki beberapa keuntungan
dan kelemahan. Menurut Burhan Nurgiyantoro (2010: 354) memaparkan beberapa
keuntungan dan kelemahan penggunaan media rekaman untuk tes kompetensi
menyimak. Beberapa keutungan yang dimaksud antara lain (1) menjamin
tingginya reliabilitas tes, (2) memungkinkan kita untuk membandingkan prestasi
antara kelas yang satu dengan yang lain walaupun selang waktu tes cukup lama,
(3) jika tes memiliki tingkat validitas dan reabilitas yang memadai, ia dapat
dipergunakan berkali-kali, (4) dalam pembelajaran bahasa asing dapat untuk
menggantikan kehadiran penutur asli, (5) dapat merekam situasi-situasi tertentu
pemakaian bahasa untuk dibawa ke kelas, dan karenanya bersifat pragmatik atau
otentik, (6) guru dapat mengontrol pelaksanaan tes dengan lebih baik, dan
sebagainya. Sedangkan kelemahannya terletak pada hal yang bersifat teknis,
misalnya kita harus menyediakan perangkat kerasnya di ruang ujian, dan jika di
sekolah itu misalnya belum ada listrik, ujian akan lebih repot dilaksanakan.
Tes kompetensi menyimak mencakup dua bentuk, yaitu bentuk tradisional
dan model otentik. Burhan Nurgiyantoro (2010: 360-367) menjelaskan dua bentuk
kompetensi menyimak tersebut sebagai berikut. Pertama, tes kompetensi
menyimak dengan memilih jawaban. Tes kompetensi menyimak ini mengukur
kemampuan menyimak peserta didik dengan cara memilih jawaban yang telah
disediakan. Kegiatan ujian yang tampak dan lazim adalah memilih opsi jawaban
tes objektif pilihan ganda terhadap pertanyaan yang diberikan. Jadi, dalam tes
jenis ini peserta uji hanya dituntut menyimak dengan baik wacana yang
diperdengarkan dan kemudian memilih atau merespon soal-soal yang diajukan
berkaitan dengan pesan yang terkandung dalam wacana. Soal yang dibuat dapat
bervariasi tingkat kesulitannya tergantung tingkat kesulitan wacana dan
kompleksitas soal yang bersangkutan.
Kedua, tes kompetensi menyimak dengan mengonstruksi jawaban. Tes
kompetensi dalam jenis ini tidak sekadar menuntut peserta ujian memilih jawaban
41

yang benar dari sejumlah opsi yang disediakan, melainkan mesti mengemukakan
jawaban dengan mengreasikan bahasa sendiri dengan informasi yang diperoleh
dari wacana yang diperdengarkan. Jadi, untuk mengerjakan tugas ini peserta uji
juga dituntut untuk memahami wacana lisan berdasarkan pemahamannya itu
kemudian mereka mengerjakan tugas yang dimaksud. Tugas dalam bentuk ini
sebenarnya merupakan tugas otentik. Tugas otentik menuntut peserta didik untuk
menunjukkan peserta didik untuk kinerjanya secara aktif produktif, maka tes
kompetensi menyimak yang bersifat reseptif diubah menjadi tugas reseptif dan
produktif sekaligus. Unjuk kerja berbahasa menanggapi dan mengonstruksi
jawaban dapat dilakukan secara lisan atau tertulis, misalnya berupa tugas
“menceritakan kembali isi informasi” yang terdapat dalam wacana itu secara lisan
atau tertulis atau lewat pertanyaan terbuka. Dilihat dari tugas yang dilakukan guru
untuk membuat soal ujian, tugas tes otentik ini lebih mudah dilakukan karena ia
tidak perlu membuat sekian jumlah soal sebagaimana halnya tes bentuk pilihan
ganda. Ditinjau dari sudut peserta didik yang diuji, tugas jenis ini menjadi lebih
sulit karena untuk dapat melakukannya, mereka harus benar-benar dapat
memahami wacana isi wacana dan tidak dapat bersifat untung-untungan seperti
dalam tes bentuk pilihan ganda. Namun, tes dengan kompetensi menyimak
dengan mengonstruksi jawaban, guru harus menyiapkan rubrik untuk menyekor
pekerjaan peserta uji. Berikut contohnya.

Tabel 02. Penilaian Kinerja Pemahaman Menyimak Secara Lisan


No Aspek yang Dinilai Tingkat Kefasihan
1 2 3 4 5
1 Pemahaman isi teks
2 Pemahaman detil isi teks
3 Kelancaran pengungkapan
4 Ketepatan diksi
5 Ketepatan struktur kalimat
6 Kebermaknaan penuturan
Jumlah Skor
Diadaptasi dari Burhan Nurgiyantoro (2010: 366)
42

Tabel 03. Penilaian Kinerja Pemahaman Menyimak Secara Tertulis


No Aspek yang Dinilai Tingkat Kefasihan
1 2 3 4 5
1 Pemahaman isi teks
2 Pemahaman detil isi teks
3 Ketepatan organisasi teks
4 Ketepatan diksi
5 Ketepatan struktur kalimat
6 Ejaan dan tata tulis
7 Kebermaknaan penuturan
Jumlah Skor
Diadaptasi dari Burhan Nurgiyantoro (2010: 367)

Berbeda dengan pendapat Burhan Nurgiyantoro, Iskandarwassid dan


Dadang Sunendar (2009: 229) berpendapat bahwa evaluasi kemampuan
menyimak masih terfokus pada dua jenis, yaitu tes melalui rekaman dan tes dalam
bentuk tanya jawab atau wawancara. Tes melalui rekaman terutama dilakukan
dalam pembelajaran bahasa kedua atau bahasa asing. Untuk pengajaran bahasa
Indonesia, tes kemampuan menyimak dilakukan melalui wawancara, tanya jawab,
menjawab isi dialog, menjawab pertanyaan yang berkenaan dengan drama yang
baru ditonton, dan bentuk tes lainnya.
Berdasarkan dua pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa bentuk tes
menyimak yang akan digunakan disesuaikan dengan tujuan dari kegiatan evaluasi
tes menyimak itu sendiri.

B. Hakikat Metode Mind Map


1. Pengertian Metode Pembelajaran
Perkembangan mental siswa di sekolah, antara lain, meliputi kemampuan
untuk bekerja secara abstraksi menuju konseptual. Implikasinya pada
pembelajaran, harus memberikan pengalaman yang bervariasi dengan metode
yang efektif dan bervariasi. Pembelajaran harus memperhatikan minat dan
kemampuan siswa.
Metode dalam bahasa Yunani “methodos” yang berarti jalan atau cara,
sedangkan dalam filsafat dan ilmu pengetahuan metode artinya cara memikirkan
dan memeriksa suatu hal menurut rencana tertentu. Dalam dunia pengajaran,
43

metode adalah rencana penyajian bahan yang menyeluruh dengan urutan yang
sistematis berdasarkan approach (pendekatan) tertentu (Subana dan Sunarti, 2009:
20).
Mulyasa (2009: 107) berpendapat bahwa penggunaan metode yang tepat
akan turut menentukan efektivitas dan efesiensi pembelajaran. penggunaan
metode yang bervariasi akan sangat membantu siswa dalam mencapai tujuan
pembelajaran. Metode pembelajaran harus dipilih dan dikembangkan untuk
meningkatkan aktivitas dan kreativitas siswa.
Metode pembelajaran menurut Abdul Azis Wahab (2009: 83) merupakan
proses atau prosedur yang hasilnya adalah belajar atau dapat pula merupakan alat
melalui makna belajar menjadi aktif.
Berbeda dengan pendapat di atas, Slameto (2003: 65) mentayakan bahwa
metode pembelajaran merupakan cara yang harus dilakukan dalam mengajar yang
digunakan untuk mengimplementasikan rencana yang sudah disusun dalam
bentuk kegiatan nyata dan praktis untuk mencapai tujuan pembelajaran.
Penelitian ini menggunakan istilah metode pembelajaran. Istilah ini
digunakan karena metode merupakan satu perangkat upaya yang dilakukan guru
dalam mengefektifkan seluruh komponen pembelajaran sehingga dapat berjalan
dengan baik untuk mendukung tujuan pembelajaran yang ditetapkan. Metode
pembelajaran yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode mind map.

2. Pengertian Metode Mind Map


Metode mind map adalah sebuah sistem berpikir yang bekerja sesuai
dengan cara kerja alami otak manusia dan mampu membuka dan memanfaatkan
seluruh potensi dan kapasitasnya. Sistem ini mampu memberdayakan seluruh
potensi, kapasitas, dan kemampuan otak manusia, sehingga menjamin tingkat
kreativitas dan kemampuan berpikir yang lebih tinggi bagi penggunanya (Sutanto
Widura, 2008: 3). Sutanto Widura (2009: 16) juga menyatakan bahwa mind map
adalah suatu teknis grafis yang memungkinkan dieksplorasinya seluruh
kemampuan otak untuk keperluan berpikir dan belajar.
44

Senada dengan pendapat di atas, mind map menurut Buzan (2010: 4)


merupakan cara paling mudah menempatkan informasi ke dalam otak dan
mengambil informasi ke luar dari otak. Mind map adalah cara mencatat yang
kreatif, efektif, dan secara harfiah akan “memetakan” pikiran-pikirannya. Mind
map juga merupakan peta perjalanan yang hebat bagi ingatan, dengan
memberikan kemudahan dalam mengatur segala fakta dan hasil pemikiran dengan
cara sedemikian rupa, sehingga cara kerja alami otak kita dilibatkan dari awal. Ini
berarti bahwa dalam kegiatan mengingat informasi akan lebih mudah dan lebih
bisa diandalkan daripada menggunakan metode pencatatan tradisional.
Tidak jauh berbeda dengan kedua pendapat di atas, Edward (2009: 64)
mengungkapkan bahwa mind map adalah cara efektif dan efesien untuk
memasukkan, menyimpan, dan mengeluarkan data dari/ke otak. Sistem ini bekerja
sesuai dengan cara kerja alami otak, sehingga dapat mengoptimalkan seluruh
potensi dan kapasitas otak manusia. DePoter (1992: 153) juga menyatakan hal
serupa dengan beberapa pendapat di atas. Menurut mereka “Mind mapping is a
whole-brain technique using visual images and other graphic devices to from
impressions”.
Dari pengertian-pengertian tersebut di atas, dapat disimpulkan bahwa
metode mind map merupakan salah satu cara untuk berpikir secara praktis dan
efisien, yang memanfaatkan kerja otak secara efektif, dengan cara membuat suatu
pemetaan (peta pikiran), sehingga otak lebih mudah mengingat dan menarik
kembali informasi yang diterima.

3. Keunggulan dan Manfaat Metode Mind Map


Sutanto Widura (2008: 5) menyatakan bahwa metode mind map mempunyai
kegunaan yang sangat luas, seperti halnya manfaat proses berpikir bagi seseorang
yang tidak akan ada batasnya. Di mana ada proses berpikir, di situlah metode
mind map mempunyai kegunaan besar. Dalam dunia pekerjaan dan pembelajaran,
metode mind map mempunyai beberapa keunggulan dan kebaikan, sebagai berikut:
1) ide permasalahan didefinisikan secara jelas, 2) membuat kita lebih mampu
berkonsentrasi pada permasalahan yang sering kita hadapi, 3) pada saat bersamaan
45

kita dapat melihat gambaran keseluruhan permasalahan (overview) sekaligus


detail permasalahan (inview), 4) ada hubungan antar informasi yang jelas,
sehingga setiap informasi terasosiasi satu dengan yang lainnya, 5) ada hierarki
antar informasi yang jelas, sehingga setiap informasi terasosiasi satu dengan yang
lainnya, 6) unsur-unsur informasinya berupa kunci (keyword) yang sifatnya bebas
dan fleksibel sehingga memungkinkan daya asosiasi kita berkembang secara
terus-menerus, dan 7) unik, sehingga mampu memperkuat daya ingat kita.
Sejalan dengan pendapat di atas, menurut Michael Michalko (dalam Buzan,
2010: 6) metode mind map akan: 1) mengaktifkan seluruh otak, 2) membereskan
akal dari kekusutan mental, 3) memungkinkan berfokus pada pokok bahasan, 4)
membantu menunjukkan hubungan antara bagian-bagian informasi yang saling
terpisah, 5) memberi gambaran yang jelas pada keseluruhan dan perincian, 6)
memungkinkan dikelompokkannya konsep, membantu membandingkannya, dan 7)
mensyaratkan untuk memusatkan perhatian pada pokok bahasan yang membantu
mengalihkan informasi tentangnya dari ingatan jangka pendek ke ingatan jangka
panjang.
Lain halnya dengan Edward (2009: 64-65) yang menyatakan bahwa sistem
metode mind map memiliki beberapa keunggulan sebagai berikut. (1) Proses
pembuatannya menyenangkan, karena tidak semata-mata hanya mengandalkan
otak kiri saja. Gambar dan warna yang digunakan dalam pembuatan Mind Map
merupakan ‘penyeimbang’ kerja otak manusia, sehingga anak tidak akan bosan.
(2) Sifatnya unik (tidak monoton seperti sistem pendidikan yang kebanyakan
digunakan dalam dunia pendidikan sekarang ini), sehingga mudah diingat serta
menarik perhatian mata dan otak. (3) Topik utama materi pelajaran ditentukan
secara jelas, begitu juga dengan hubungan antar informasi yang satu dengan
yang lainnya.
Sejalan dengan pendapat Edward di atas, DePoter (1992: 152) menyatakan
bahwa teknik pencatatan, yaitu mind mapping yang dikembangkan oleh Buzan
yang didasarkan pada riset tentang bagaimana cara kerja otak sebenarnya. Otak
manusia yang sering mengingat informasi dalam bentuk gambar, simbol, suara,
46

bentuk-bentuk, dan perasaan. Berkaitan dengan penjelasan ini, DePoter


menjelaskan kelebihan penggunaan mind mapping, yaitu sebagai berikut.
Mind map uses these visual and sensory reminders in a pattern of
connected ideas, like a road map to use for studying, organizing,
and planning. It can generate original ideas and easy recall. It’s
easier than traditional methods of note-taking because it activates
both sides of your brain. (thus the term “whole-brain approach”).
It’s also relaxing, fun, and creative. Your mind will never balk at
the thougth of reviewing your notes when they’re in the form of
Mind Maps!

Kemudian DePoter (1992: 172) menyatakan empat manfaat yang diperoleh


dari penggunaan Mind Mapping, yaitu sebagai berikut.
Benefits of mind mapping. (1) It’s flexible. It speaker sunddley
remembers to make a points about a previous thougth, you can
easily add it to the appropriate place on your Mind Map with-out
creating confusion. (2) It focuses attention. You’re not concerned
with catching every word that is said. Instead, you can concentrate
on ideas. (3) It increases understanding. When reading a text or
technical report, Mind Mapping increases understanding and
provides great review notes for later. (4) It’s fun. Your imagination
and creativity are limtless, and that makes taking and reviewing
notes more fun.

Lain halnya dengan DePoter, Hernowo (2003: 124) menyatakan bahwa


penggunaan pemetaan pikiran hampir tak terbatas. Manfaat teknik ini dapat
dilihat dalam proses yang membutuhkan informasi atau pengelolaan. Berikut ini
adalah beberapa apa manfaat metode mind mapping (peta pikiran): 1) untuk
menulis secara kreatif, 2) untuk mengelola “jaringan pekerjaan”, 3) untuk
menuangkan ide secara bebas (brainstorming), 4) untuk menjadikan rapat-rapat
lebih produktif, 5) untuk menyusun “daftar tugas” secara detail, 6) untuk
melakukan presentasi secara komprehensif, 7) untuk melakukan pencatatan
secara efektif, dan 8) untuk membantu proses pengembangan diri.
Berdasarkan paparan beberapa pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa
keunggulan metode mind map adalah mengaktifkan seluruh ide-ide yang ada di
otak atau pikiran, meningkatkan kosentrasi pada pokok bahasan tertentu,
memperkuat daya ingat, dan pembuatannya menyenangkan sehingga dapat
47

menghilangkan rasa jenuh siswa saat belajar. Sedangkan manfaat metode mind
map, yaitu fleksibel, dapat memusatkan perhatian, meningkatkan pemahaman,
menyenangkan, dan merangsang kerja otak kiri dan kanan.

4. Cara Membuat Mind Map


Buzan (2010: 15-16) menyatakan ada tujuh langkah membuat mind map,
yaitu sebagai berikut. Pertama, mulai dari bagian tengah permukaan secarik
kertas kosong yang diletakkan dalam posisi memanjang. Karena memulai dari
tengah-tengah permukaan kertas akan memberikan keleluasaan bagi cara kerja
otak untuk memencar keluar segala arah, dan mengekspresikan diri lebih bebas
dan alami.
Kedua, gunakan sebuah gambar untuk gagasan sentral. Suatu gambar
bernilai seribu kata dan membantu anda menggunakan imajinasi. Gambar yang
letaknya di tengah-tengah akan tampak lebih menarik, membuat anda terfokus,
membantu anda memusatkan pikiran dan membuat otak semakin aktif dan sibuk.
Ketiga, gunakan warna pada seluruh mind map. Bagi otak, warna-warna
tidak kalah menariknya dari gambar. Warna membuat mind map tampak lebih
cerah dan hidup, meningkatkan kekuatan dahsyat bagi cara berpikir kreatif, dan
ini juga adalah hal yang menyenangkan.
Keempat, hubungkan cabang-cabang utama ke gambar sentral, dan
hubungkan cabang-cabang tingkat kedua dan ketiga pada tingkat pertama dan
kedua, dan seterusnya. Karena seperti yang telah kita ketahui, otak bekerja dengan
menggunakan asosiasi. Jika kita menghubungkan cabang-cabang, kita akan jauh
lebih mudah dalam memahami dan mengingat.
Kelima, buatlah cabang-cabang mind map berbentuk melengkung bukannya
garis lurus. Karena, jika semuanya garis lurus, ini akan membosankan otak anda.
Cabang-cabang yang melengkung dan hidup seperti cabang-cabang sebuah pohon
jauh lebih menarik dan indah bagi mata.
Keenam, gunakan satu kata kunci per baris. Karena kata kunci tunggal akan
menjadikan mind map lebih kuat dan fleksibel. Setiap kata tunggal atau gambar
tunggal seperti pengganda, yang melahirkan sendiri rangkaian asosiasi dan
48

hubungan yang khusus. Bila menggunakan kata-kata tunggal, setiap kata lebih
bebas, dan oleh karena itu lebih mudah tercetus atau terpicu gagasan-gagasan dan
pikiran-pikiran baru. Ungkapan-ungkapan atau kalimat-kalimat cenderung akan
mengurangi efek pemicu tersebut. mind map yang mempunyai banyak kata-kata
kunci di dalamnya adalah seperti tangan yang memiliki jemari yang semuanya
bebas bergerak dengan lincah. mind map yang berisi ungkapan-ungkapan atau
kalimat-kalimat adalah seperti tangan yang jemarinya yang diikat.
Ketujuh, gunakan gambar di seluruh mind map. Karena setiap gambar,
seperti gambar sentral juga bernilai seribu kata. Jadi, apabila hanya dimiliki 10
gambar saja pada mind map, ini sudah sama dengan 10.000 kata yang terdapat
dalam suatu catatan.
DePorter (1992: 157) memberikan sebelas tips untuk membuat mind map,
yaitu sebagai berikut.
Tips to make a mind map: 1) in the middle of the paper, enclose the
main idea, 2) add a branch from the center for each key point-use
colors, 3) write a key word/phrase on each branch, building out to
add details, 4) add symbols and illustrations, 5) use legible
CAPITAL letters, 6) make important ideas larger, 7) personalize
your Mind Map, 8) uderline word and use bold letters, 9) be
creative and outrageous, 10) use random shapes to point out items
or ideas, and 11) construct Mind Maps horizontally.

Sejalan dengan kedua pendapat di atas, Edward (2009: 67-68) menuliskan


empat langkah pembuatan mind map, yaitu sebagai berikut. (1) Sediakan kertas
polio/A4 putih polos dan pensil warna (minimal 3, semakin bervariasi, semakin
bagus). Pilih posisi kertas mendatar (landscape), agar tata ruangnya lebih luas dan
panjang. (2) Mintalah anak untuk menentukan pusat pikiran (dan diletakkan di
tengah-tengah). Sebaiknya pusat pikiran berupa gambar agar lebih menarik. Pusat
pikiran biasanya diambil dari judul bab atau tema pokok dari bab tersebut. Pusat
pikiran ini adalah sebuah kata (bukan kalimat) yang mewakili isi dari semua
materi (gambaran umum). (3) Dari pusat pikiran tersebut, mintalah anak untuk
menentukan dan membuat cabang utama. Dalam membuat cabang, hendaknya
dipilih garis yang meliuk (tidak lurus), dengan pangkal tebal, lalu menipis di
49

bagian ujungnya. Bentuk cabang yang meliuk sangat disukai oleh otak. Panjang
cabang hendaknya disesuaikan dengan luas kertas yang disediakan.
Berdasarkan uraian-uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa langkah-
langkah dalam pembuatan mind map adalah sebagai berikut. (1) Siapkanlah
berbagai kertas putih polos dan pensil warna atau spidol. Warna yang dipilih
disesuaikan dengan keinginan, minimal 4 warna yang berbeda. (2) Buatlah
bentuk-bentuk seperti, lingkaran, kotak, persegi tiga (bentuk disesuaikan dengan
keinginan) di tengah-tengah kertas. (3) Buatlah topik utama dalam bentuk yang
telah dibuat di tengah-tengah tadi. (4) Buatlah garis-garis atau cabang-cabang,
yang berisi sub-subtopik. Berilah sedikit gambar-gambar unik atau gambar-
gambar yang disukai pada setiap sub-sub topik. Gambar yang dibuat boleh
berkaitan dengan sub-subtopik tersebut, tetapi boleh juga tidak berhubungan.

C. Hakikat Media Audio Visual


1. Pengertian Media Pembelajaran
Kata media merupakan bentuk jamak ”medium” berasal dari bahasa Latin
yang secara harfiah berarti ”perantara” atau ”pengantar”. Dengan demikian, media
merupakan wahana penyalur informasi belajar atau pesan (Roestiyah, 2008: 120).
Pengertian media dapat dibedakan secara sempit dan luas. Arti sempit,
media pembelajaran hanya meliputi media yang dapat digunakan secara efektif
dalam proses pengajaran yang terencana; sedangkan dalam arti luas, media tidak
hanya meliputi media komunikasi elektronik yang kompleks, akan tetapi juga
mencakup alat-alat sederhana, seperti slide, fotografi, diagram dan bagan buatan
guru, objek-objek nyata serta kunjungan ke luar sekolah.
Senada dengan hal di atas, Muhammad Fajri (2009: 1) menyatakan bahwa
media merupakan segala sesuatu yang dapat dipergunakan untuk meyalurkan
pesan dan dapat merangsang pikiran, dapat membangkitkan semangat, perhatian,
dan kemauan siswa sehingga mendorong terjadinya proses pembelajaran pada diri
siswa.
Hal serupa juga disampaikan oleh Gagne dan Bringgs (dalam Arief S.
Sadiman dkk, 2008: 6). Menurut Gagne dan Bringgs, media adalah berbagai jenis
50

komponen dalam lingkungan siswa yang dapat merangsangnya untuk belajar.


Sementara itu, Briggs berpendapat bahwa media adalah segala alat fisik yang
dapat menyajikan pesan serta merangsang siswa untuk belajar. Nana Syaodih
Sukmadinata (1999: 108) juga menyatakan hal yang sama. Media merupakan
segala bentuk perangsang dan alat yang disediakan oleh guru untuk mendorong
siswa belajar.
Munadi (dalam Main Sufanti, 2010: 62) juga menyatakan hal yang serupa.
Munadi berpendapat bahwa media pembelajaran adalah segala sesuatu yang dapat
menyampaikan dan menyalurkan pesan dari sumber secara terencana sehinga
tercipta lingkungan belajar yang kondusif di mana penerimaannya dapat
melakukan proses belajar secara efesien dan efektif.
Berbeda dengan pendapat di atas, Mcluhan (dalam Harjanto 2005: 246)
menyatakan bahwa media adalah suatu ekstensi manusia yang memungkinkannya
memengaruhi orang lain yang tidak mengadakan kontak langsung dengan dia.
Lain halnya dengan pendapat di atas, Gerlach dan Ely (dalam Azhar Arsyad, 2010:
3) yang menyatakan bahwa media apabila dipahami secara garis besar adalah
manusia, materi, atau kejadian yang membangun kondisi yang membuat siswa
mampu memeroleh pengetahuan, keterampilan, atau sikap.
Dihubungkan dengan pengajaran bahasa, Esti Ismawati (2011: 133)
mengungkapkan bahwa media pengajaran bahasa adalah suatu alat yang
merupakan saluran untuk mengkomunikasikan pesan (informasi) masalah
kebahasaan dalam ranah kognitif, afektif, dan psikomotor dari resource (guru)
kepada receiver (siswa).
Dick dan Carey (dalam Khusnul Wardan, 2010: 61) menyatakan bahwa di
samping kesesuaian dengan tujuan prilaku belajar, setidaknya masih ada empat
faktor lagi yang dipertimbangkan dalam pemilihan media. Pertama, ketersediaan
sumber setempat. Artinya bila media yang bersangkutan tidak terdapat pada
sumber-sumber yang ada harus dibeli atau dibuat sendiri. Kedua, adalah apakah
untuk membeli atau memproduksi media tersebut ada dana, tenaga, dan
fasilitasnya. Ketiga, adalah faktor yang menyangkut keluwesan, kepraktisan, dan
51

ketahanan media bersangkutan untuk waktu yang lama. Keempat, adalah


efektivitas biayanya dalam jangka waktu yang panjang.
Berbeda dengan pendapat Dick dan Carey, Nana Sudjana dan Ahmad Rivai
(dalam Khusnul Wardan, 2010: 61-62) mengemukakan rumusan tentang kriteria
dalam memilih media untuk pengajaran sebagai berikut. (1) Dukungan terhadap
isi bahan pelajaran; artinya bahan pelajaran yang sifatnya fakta, prinsip, konsep,
dan generalisasi sangat memerlukan bantuan media agar lebih mudah dipahami
siswa. (2) Kemudahan memperoleh media; artinya media yang digunakan mudah
diperoleh, setidak-tidaknya mudah dibuat oleh guru pada waktu mengajar. (3)
Keterampilan guru dalam menggunakan media tersebut. (4) Tersedia waktu untuk
menggunakannya sehingga media tersebut dapat bermanfaat bagi siswa selama
pengajaran berlangsung. (4) Sesuai dengan taraf berpikir siswa, sehingga makna
yang terkandung di dalamnya dapat dipahami oleh siswa.
Fungsi utama media pembelajaran adalah sebagai alat bantu mengajar yang
turut memengaruhi iklim, kondisi, dan lingkungan belajar yang ditata dan
diciptakan oleh guru (Azhar Arsyad, 2010: 15).
Sudjana (dalam Roestiyah, 2008: 134) merumuskan fungsi media
pembelajaran menjadi enam, yaitu sebagai berikut. (1) Penggunaan media dalam
proses belajar mengajar bukan merupakan fungsi tambahan, melainkan
mempunyai fungsi sendiri sebagai alat bantu untuk mewujudkan situasi belajar
mengajar yang efektif. (2) Penggunaan media pembelajaran merupakan bagian
yang integral dari keseluruhan situasi mengajar. Ini berarti bahwa media
pembelajaran merupakan salah satu unsur yang harus dikembangkan oleh guru. (3)
Penggunaan media dalam pengajaran, integral dengan tujuan isi pelajaran. Fungsi
ini mengandung pengertian bahwa penggunaan media harus melihat kepada
tujuan dan bahan pelajaran. (4) Penggunaan media dalam pengajaran bukan
semata-mata alat hiburan, dalam arti digunakan hanya sekadar melengkapi proses
belajar supaya lebih menarik perhatian siswa. (5) Penggunaan media dalam
pengajaran lebih diutamakan untuk mempercepat proses belajar mengajar dan
membantu siswa dalam menangkap pengertian yang diberikan guru. (6)
Penggunaan media dalam pengajaran diutamakan untuk mempertinggi mutu
52

belajar mengajar. Dengan perkataan lain, dengan menggunakan media, hasil


belajar yang dicapai siswa akan lama diingat siswa, sehingga mempunyai nilai
tinggi.
Hal serupa juga disampaikan oleh Hamalik (dalam Azhar Arsyad, 2010: 15-
16) yang mengemukakan bahwa pemakaian media pembelajaran dalam proses
belajar mengajar dapat membangkitkan motivasi dan rangsangan kegiatan belajar,
dan bahkan membawa pengaruh-pengaruh psikologis terhadap siswa. Penggunaan
media pembelajaran pada tahap orientasi pembelajaran akan sangat membantu
keefektifan proses pembelajaran dan penyampaian pesan dan isi pelajaran saat itu.
Selain membangkitkan motivasi dan minat siswa, media pembelajaran juga dapat
membantu siswa meningkatkan pemahaman, menyajikan data dengan menarik
dan terpercaya, memudahkan penafsiran data, dan memadatkan informasi.
Berbeda dengan beberapa pendapat di atas, Munadi (dalam Main Sufanti,
2010: 64) menyebutkan media pembelajaran memiliki lima fungsi. (1) Media
pembelajaran sebagai sumber belajar. Sumber belajar dapat dipahami sebagai
segala macam sumber yang berada di luar diri siswa dan memungkinkan atau
mempermudah siswa belajar. (2) Fungsi semantik. Fungsi ini dimaksudkan adalah
media berfungsi untuk menambah perbendaharaan kata (simbol verbal) sehingga
makna atau maksudnya benar-benar dipahami (tidak verbalistik). (3) Fungsi
manipulatif. Fungsi ini dimiliki media karena media memiliki karakteristik umum,
yaitu mengatasi batas ruang dan waktu serta mengatasi keterbatasan inderawi. (4)
Fungsi psikologis. Fungsi ini meliputi: fungsi atensi, fungsi afektif, fungsi
kognitif, fungsi imajinatif, dan fungsi motivasi. (5) Fungsi sosio-kultural. Fungsi
ini mengatasi hambatan sosio-kultural antara peserta komunikasi dalam
pembelajaran.
Berbeda dengan beberapa pendapat di atas, Derek Rowntree (dalam
Khusnul Wardan, 2010: 63) memaparkan fungsi media pengajaran sebagai berikut:
1) membangkitkan informasi dalam proses belajar-mengajar, 2) mengulang apa
yang telah dipelajari, 3) menyediakan stimulus belajar, 4) mengaktifkan respon
peserta didik, 5) memberikan balikan dengan segera, dan 6) menggalakkan latihan
yang serasi.
53

Selain memeliki beberapa fungsi, media pembelajaran juga memiliki


beberapa manfaat. Manfaat media pendidikan dalam proses belajar siswa menurut
Harjanto (2005: 243), antara lain, sebagai berikut. (1) Bahan pengajaran akan
lebih jelas maknanya sehingga dapat lebih dipahami oleh para siswa dan
memungkinkan siswa mencapai tujuan pembelajaran yang lebih baik. (2) Metode
mengajar akan lebih bervariasi, tidak semata-mata komunikasi verbal melalui
penuturan kata-kata oleh guru sehingga siswa tidak bosan dan guru tidak
kehabisan tenaga apalagi bila guru mengajar untuk setiap jam pelajaran. (3) Siswa
lebih banyak melakukan kegiatan belajar, sebab mereka tidak hanya
mendengarkan uraian guru, tetapi juga aktivitas lain seperti mengamati,
melakukan, dan mendemonstrasikan. (4) Pengajaran akan lebih menarik perhatian
siswa sehingga dapat menumbuhkan motivasi belajar.
Hal yang sama juga disampaikan oleh Sudjana (dalam Subana dan Sunarti,
2006: 291), manfaat media pendidiksan sebagai berikut: 1) menarik perhatian
siswa terhadap materi yang disajikan, 2) mengurangi bahkan menghilangkan
verbalisme, 3) membantu siswa untuk memeroleh pengalaman belajar, 4)
membatasi keterbatasan ruang, waktu, dan lingkungan, 5) terjadi kontak langsung
antara siswa dan guru, dan 6) membantu mengatasi perbedaan pengalaman belajar
berdasarkan latar belakang ekonomi siswa.
Hal yang sama juga disampaikan oleh Muhammad Fajri. Namun, manfaat
media dipilah secara umum dan khusus. Menurut Muhammad Fajri (2009: 3)
manfaat media secara umum adalah memperlancar interaksi antara guru dengan
siswa sehingga kegiatan pembelajaran lebih efektif dan efisien. Sedangkan secara
lebih khusus manfaat media pembelajaran adalah sebagai berikut. Pertama,
penyampaian materi pembelajaran dapat diseragamkan. Penafsiran yang berbeda
antara guru dapat dihindari dan dapat mengurangi terjadinya kesenjangan
informasi diantara siswa dengan bantuan media pembelajaran.
Kedua, proses pembelajaran menjadi lebih jelas dan menarik. Media dapat
menampilkan informasi melalui suara, gambar, gerakan dan warna, baik secara
alami maupun manipulasi, sehingga membantu guru untuk menciptakan suasana
belajar menjadi lebih hidup, tidak monoton dan tidak membosankan.
54

Ketiga, proses pembelajaran menjadi lebih interaktif. Penggunaan media


pembelajaran akan menciptakan komukasi dua arah secara aktif, sedangkan tanpa
media guru cenderung bicara satu arah.
Keempat, efisiensi dalam waktu dan tenaga. Tujuan belajar akan lebih
mudah tercapai secara maksimal dengan waktu dan tenaga seminimal mungkin.
Guru tidak harus menjelaskan materi secara berulang-ulang, sebab dengan sekali
sajian menggunakan media, siswa akan lebih mudah memahami pelajaran.
Kelima, meningkatkan kualitas hasil belajar siswa. Media pembelajaran
dapat membantu siswa menyerap materi belajar lebih mandalam dan utuh.
Keenam, Media memungkinkan proses belajar dapat dilakukan di mana saja
dan kapan saja. Media pembelajaran dapat dirangsang sedemikian rupa sehingga
siswa dapat melakukan kegiatan belajar dengan lebih leluasa di manapun dan
kapanpun tanpa tergantung seorang guru. Perlu kita sadari waktu belajar di
sekolah sangat terbatas dan waktu terbanyak justru di luar lingkungan sekolah.
Ketujuh, media dapat menumbuhkan sikap positif siswa terhadap materi dan
proses belajar. Proses pembelajaran menjadi lebih menarik sehingga mendorong
siswa untuk mencintai ilmu pengetahuan dan gemar mencari sendiri sumber-
sumber ilmu pengetahuan.
Kedelapan, mengubah peran guru ke arah yang lebih positif dan produktif .
Guru dapat berbagi peran dengan media sehingga banyak memiliki waktu untuk
memberi perhatian pada aspek-aspek edukatif lainnya, seperti membantu kesulitan
belajar siswa, pembentukan kepribadian, memotivasi belajar, dan lain-lain.
Tidak jauh berbeda dengan pendapat-pendapat di atas, Azhar Arsyad (2010:
26) menyimpulkan manfaat praktis dari penggunaan media pembelajaran di dalam
proses belajar mengajar sebagai berikut. (1) Media pembelajaran dapat
memperjelas penyajian pesan dan informasi sehingga dapat memperlancar dan
meningkatkan proses dan hasil belajar. (2) Media pembelajaran dapat
meningkatkan dan mengarahkan perhatian anak sehingga dapat menimbulkan
motivasi belajar, interaksi yang lebih langsung antara siswa dan lingkungannya,
dan kemungkinan siswa untuk belajar sendiri-sendiri sesuai dengan kemampuan
dan minatnya. (3) Media pembelajaran dapat mengatasi keterbatasan indera, ruang,
55

dan waktu. (4) Media pembelajaran dapat memberikan kesamaan pengalaman


kepada siswa tentang peristiwa-peristiwa di lingkungan mereka, serta
memungkinkan terjadinya interaksi lansung dengan guru, masyarakat, dan
lingkungannya misalnya melalui karyawisata, kunjungan-kunjungan ke museum
atau kebun binatang.
Berdasarkan definisi-definisi media di atas, dapatlah disimpulkan bahwa
media adalah segala sesuatu yang dapat digunakan untuk menyalurkan pesan dari
pengirim ke penerima sehingga dapat merangsang pikiran, perasaan, dan minat
siswa sedemikian rupa sehingga proses belajar terjadi. Media pembelajaran
berfungsi untuk membangkitkan motivasi belajar siswa, wujudkan situasi belajar
yang efektif, dan membantu siswa untuk lebih mudah memahami materi yang
disampaikan oleh guru sehingga tujuan pembelajaran dapat tercapai sedangkan
manfaat media adalah untuk menarik perhatian siswa terhadap materi yang
disampaikan oleh guru sehingga dapat mempertinggi proses belajar siswa.

2. Pengertian Media Audio Visual


Media audio visual mempunyai fungsi ganda, yaitu dapat mengaktifkan dua
indra pendengaran dan penglihatan siswa sekaligus. Dengan perkataan lain,
melalui media ini, siswa tidak hanya dapat melihat atau mengamati sesuatu,
melainkan sekaligus dapat mendengarkan sesuatu yang divisualkan. Sesuatu atau
peristiwa yang dapat didengar dan dilihat lebih lama diingat oleh siswa daripada
hanya dilihat atau didengar.
Roestiyah (2008: 124) mengungkapkan bahwa media audio visual adalah
media yang mempunyai unsur suara dan unsur gambar. Jenis media ini
mempunyai kemampuan yang lebih baik, karena meliputi kedua jenis media yang
pertama dan kedua.
Dengan perkataan yang berbeda, Main Sufanti (2010: 88) menyatakan
bahwa media audio visual adalah media pembelajaran yang pemanfaatannya
untuk dilihat sekaligus didengar. Siswa dapat memahami materi pembelajaran
dengan indra pendengaran dan indera penglihatan sekaligus. Oleh karena itu,
56

dengan media ini guru dapat menyuguhkan pengalaman-pengalaman yang


kongkrit kepada siswa yang sangat sulit jika materi tersebut diceritakan.
Media audio visual juga dikenal dengan istilah audio visual aids (AVA).
Menurut H. Sukarman (dalam Subana dan Sunarti, 2009: 291), audio visual aids
merupakan alat-alat yang audible artinya dapat didengar dan alat-alat yang visible
artinya dapat dilihat.
Lain halnya dengan beberapa pendapat di atas, menurut Azhar Arsyad (2010:
30) teknologi audio visual, yaitu cara menghasilkan atau menyampaikan materi
dengan menggunakan mesin-mesin mekanis dan elektronik untuk menyajikan
pesan-pesan audio dan visual.
Lebih lanjut, Azhar Arsyad (2010: 30) menyebutkan ciri-ciri utama
teknologi media audio visual adalah sebagai berikut: 1) mereka biasanya bersifat
linear, 2) mereka biasanya menyajikan visual yang dinamis 3) mereka digunakan
dengan cara yang telah ditetapkan sebelumnya oleh perancang/pembuatnya, 4)
mereka merupakan representasi fisik dari gagasan real atau gagasan abstrak, 5)
mereka dikembangkan menurut prinsip psikologis berhaviorisme dan kognitif,
dan 6) umumnya mereka berorientasi kepada guru dengan tingkat pelibat
interaktif murid yang rendah. Pengajaran melalui audio visual jelas bercirikan
pemakaian perangkat keras selama proses belajar, seperti mesin proyektor film,
tape recorder, dan proyektor visual yang lebar.
Jadi, pengajaran melalui media audio visual adalah penggunaan media atau
materi yang penyerapannya melalui pandangan dan pendengaran serta tidak
seluruhnya tergantung kepada pemahaman kata atau simbol-simbol yang serupa.

3. Jenis-Jenis Media Audio Visual


Media audio visual memiliki banyak jenis. Menurut Sri Anitah (2010: 52-
53), membedakan media audio visual menjadi dua, yaitu: film bersuara atau slide
suara dan televisi. Film bersuara atau slide suara merupakan jenis media visual
yang menampilkan sejumlah slide, dipadukan dalam suatu cerita atau suatu jenis
pengetahuan yang diproyeksikan pada layar dengan iringan suara. Televisi terdiri
dari kata tele yang berarti jauh dan visi yang berarti penglihatan. Dengan
57

demikian, program televisi berarti suatu program yang memperlihatkan sesuatu


dari jauh.
Selajan dengan pendapat Sri Anitah, Munadi (dalam Main Sufanti, 2010: 90)
menambahkan video sebagai salah satu jenis media audio visual, selain film
besuara atau slide bersuara dan televisi. Menurut Munadi, video sebenarnya
memiliki kemiripan dengan film. Perangkat lunak yang berupa rekaman satu
proses atau peristiwa diputar dengan media video. Berbeda dengan televisi yang
dikendalikan dari stasiun televisi, sehingga ketika pembelajaran tidak bisa diulang,
pemanfaatan video memudahkan perulangan.
Berbeda dengan pendapat di atas, Roestiyah (2008: 124-125) membagi
media ini menjadi dua, sebagai berikut. Pertama, audio visual diam, yaitu media
yang menampilkan suara dan gambar diam seperti film bingkai suara (sound
slides), film rangkai suara, dan cetak suara. Kedua, audio visual gerak, yaitu
media yang dapat menampilkan unsur suara dan gambar yang bergerak seperti
film suara dan video-cassett.
Pembagian lain dari media audio visual menurut Roestiyah (2008: 125),
yaitu: audio visual murni dan audio visual tidak murni. Audio visual murni, yaitu
baik unsur suara maupun unsur gambar berasal dari satu sumber seperti film
video-cassett. Audio visual tidak murni, yaitu unsur suara dan unsur gambarnya
berasal dari sumber yang berbeda, misalnya film bingkai suara yang unsur
gambarnya bersumber dari slides proyektor dan unsur suaranya bersumber dari
tape recorder.
Berbeda dengan beberapa pendapat di atas, Kemp (1980: 39) membagi jenis
media audio visual atau audiovisual materials menjadi delapan jenis sebagai
berikut.
Consider the specific contributions and special requirement of these
eight audiovisual materials: photographic print series, slide series,
filmstrips, tape recordings, transparencies, motion pictures, videotape
recordings, and multi-image/multimedia.

Berdasarkan paparan di atas dapat disimpulkan bahwa jenis media audio


visual dibedakan menjadi empat: (1) Audio visual diam, meliputi film bingkai
suara (sound slides), film rangkai suara, dan cetak suara. (2) Audio visual gerak
58

meliputi film suara dan video-cassett. (3) Audio visual murni, seperti film video-
cassett. (4) Audio visual tidak murni, misalnya film bingkai suara yang unsur
gambarnya bersumber dari slides proyektor dan unsur suaranya bersumber dari
tape recorder.

4. Kegunaan Media Audio Visual


Penggunaan media audio visual dalam pembelajaran memiliki banyak
manfaat atau kegunaan. Peranan guru dalam penggunaan media audio visual ini
sangatlah penting. Hal ini dipertegas oleh Dale (dalam Azhar Arsyad, 2010: 23)
yang mengemukakan bahwa bahan-bahan audio visual dapat memberikan banyak
manfaat asalkan guru berperan aktif dalam proses pembelajaran.
Menurut Howard (1968: 144-145) nilai-nilai tertentu yang diharapkan oleh
guru dari penggunaan audio visual dalam pembelajaran, yaitu sebagai berikut.
What specific values may the teacher expect from the use of
audiovisual? (1) By relating abstrasctions to the concrete, concepts
are clarified; words, pharases, and verbal symbols become more than
something said or read, they become real and have meaning. (2)
Teacher are frequently dismayed when they discover that an idea they
thought clearly explained and well undestood by the class turns out to
have almost as many interpretations as there are class members. A
picture, a models, or the exact object focuses the attention and interest
of all student upon the item and provides a measure of common
understanding. (3) Motivation and rentetion of learning are more
readily achieved. (4) Certainly one of the most important aspect of
audiovisual is their ability to provide students with experiences and
learnings which they would probably not receive otherwise. (5) Audio-
visuals can be used to pull together scattered learnings into a new
generalized concept or idea; to present learning in an orderly and
logical fashion. (5) Audi-visual materials increase the flexibility of
teaching and can be used with all ages and ablity groups.

Berkaitan dengan kegunaan media audio visual, bahan-bahan audio visual


menurut Kemp (1980: 6) memberikan banyak kontribusi untuk pembelajaran.
Berikut kutipannya.
There are recognized contributions that audiovisual materials can
make as they are moved from a peripheral to an integral element
within the newer formats of the instructional process. Anyone
engaging in the planning, production, and use of audiovisual
59

materials should not only recognize the following broad contributions


to learning, but actively employ them for the benefits they can offer a
program: 1) make education more productive through increasing the
rate of learning by providing worthwhile experiences for learners that
teacher need not, or cannot, furnish, 2) make education more
individual through providing many alternative paths with a variety of
resources so that learning can take place according to the learner's
study preference, 3) make learning more immediate through bridging
the gap between the worlds inside and outside the classroom by means
of the experiences these resources can provide, 4) make access to
education more equal for learners wherever they are, through the
portability of various materials (audio and video cassettes, filmstrips,
films, self-study packages) and through the use of effective delivery
systems (air transmission, cables, satelites) for transmitting
information, and 5) give instruction a more scientific base through
providing a framework for systematic instructional planning.

Berbeda dengan pendapat Kemp, Green (1966: 187-188) menyatakan


terdapat empat kontribusi yang diberikan oleh penggunaan media audio visual
dalam pendidikan. Beirkut kutipannya.
Audiovisual instruction makes its greatest educational contributions
in: 1) broadening and enriching the educational experiences of pupils,
2) motivating the interest of pupils in many areas of learning, 3)
improving the utilization of teaching staff, and 4) improving the use
facilities.

Kegunaan media audio visual menurut Sri Utari Subyakto dan Nababan
(1993: 207) antara lain: 1) memberi kesempatan kepada pelajar untuk berlatih
secara mandiri di dalam maupun di luar kelas, 2)
meringankan/membantu/melengkapi peran guru, 3) memberi model yang tetap
(tidak berubah) kapada pelajar, khususnya kalau rekaman berisi ulangan-ulangan
yang banyak dan intonasi-intonasi yang tertentu, 4) mendengarkan suara beberapa
orang penutur asli di kelas sehingga pelajar dapat membedakan suara orang
wanita, pria, anak, pemuda dengan segala ragamnya, dan 5) merekam suara
pelajar agar dapat digunakan oleh guru dalam mengevaluasi penguasaan BT dan
oleh pelajar untuk mengevaluasi hasil produksi diri sendiri.
Berbeda dengan pendapat di atas, A.H. Sulaeman (dalam Subana dan
Sunarti, 2009: 294) menjelaskan kegunaan audio visual aids, yaitu sebagai berikut.
60

(1) Mempermudah penyampaian dan penerimaan pelajaran atau informasi serta


dapat menghindari salah pengertian. (2) Mendorong keinginan siswa untuk
mengetahui lebih banyak. AVA memberikan dorongan dan motivasi serta bisa
membangkitkan keinginan untuk menyelidiki informasi dengan baik. (3)
Mengekalkan pengertian yang didapat. AVA (audio visual aids) tidak saja
menghasilkan cara belajar yang efektif dalam waktu yang lebih singkat,
melainkan juga apa yang diterima melalui AVA itu lebih lama dan lebih
mengendap dalam ingatan.
Jadi, dapat disimpulkan bahwa kegunaan media audio visual dalam
pembelajaran, yaitu: 1) memberikan kesempatan kepada siswa untuk belajar atau
berlatih sendiri, 2) mempermudah penyampaian dan penerimaan materi pelajaran
atau informasi yang disampaikan guru, 3) mendorong motivasi belajar siswa, 4)
penyampaian materi menjadi lebih efektif dan dapat mempersingkat penggunaan
waktu, dan 5) materi pelajaran atau informasi yang disampaikan guru, lebih lama
diingat oleh siswa.

D. Penerapan Metode Mind Map dan Penggunaan Media Audio Visual dalam
Pembelajaran Keterampilan Menyimak
Menyimak adalah salah satu keterampilan berbahasa dan merupakan sebuah
proses. Untuk itu, dalam pelaksanaan pembelajaran di sekolah, materi menyimak
harus dipraktikkan. Keterampilan tidak akan dikuasai dengan baik hanya dengan
cara berteori, tetapi perlu dipraktikkan secara langsung untuk melatih organ-organ
tubuh yang berhubungan dengan keterampilan menyimak agar berfungsi dengan
baik.
Kegiatan menyimak berperan penting dalam pengembangan kemampuan
berbahasa seseorang, terutama bagi para siswa. Pembelajaran menyimak bukan
semata-mata penyajian materi dengan mendengarkan segala informasi, melainkan
ada proses pemahaman yang harus dikembangkan di sana. Dalam pembelajaran,
siswa diharapkan mampu menyimak dengan baik informasi yang disampikan oleh
guru maupun media elektronik, agar informasi yang disampaikan tersebut dapat
61

diterima dengan baik. Semakin baik keterampilan menyimak siswa, maka


semakin banyak pula informasi yang mampu diserap.
Setiap pembelajaran membutuhkan keterampilan menyimak. Dalam proses
belajar mengajar, penyerapan informasi dilakukan melalui menyimak. Zaman
sekarang mendengarkan (menyimak) lebih banyak dilakukan oleh orang untuk
mendapatkan informasi. Tetapi, ada hal yang perlu kita sadari, bahwa
pembelajaran menyimak tidak selalu menyenangkan. Ada kalanya siswa bosan
karena monotunnya metode atau teknik pembelajaran yang dipergunakan oleh
guru dalam mengajar, dan pecahnya konsentrasi siswa pada saat menyimak. Maka
dari itu, penerapan metode dan penggunaan media yang iovatif dan menarik dapat
menciptakan situasi pembelajaran yang kondusif sehingga diharapkan dapat
meningkatkan hasil pembelajaran keterampilan menyimak siswa.
Metode dan media pembelajaran yang dapat digunakan untuk meningkatkan
hasil pembelajaran keterampilan menyimak siswa, yaitu metode mind map dan
media audio visual. Penerapan metode mind map dan penggunaan media audio
visual dalam pembelajaran menyimak tidaklah bergitu sulit. Misalnya: siswa
diharapkan mampu menyimak film cerita rakyat yang diputarkan. Berikut ini
dipaparan langkah-langkah penerapan metode mind map dan penggunaan media
audio visual dalam pembelajaran menyimak.
1. Siswa mendengarkan apersepsi yang disampaikan oleh guru terkait materi yang
akan dijelaskan.
2. Siswa menyimak dengan saksama materi pembelajaran yang disampaikan oleh
guru, dan guru menyampaikan materi pembelajaran dan contoh model
pembelajaran yang akan diterapkan, yaitu metode mind map.
3. Guru Membagikan kertas kosong untuk membuat mind map.
4. Guru menayangkan sebuah film cerita rakyat (judul disesuaikan) di depan kelas
dengan bantuan LCD dan speaker, dan siswa berkonsentrasi menyimak film
yang diputarkan.
5. Siswa berkonsentrasi memahami isi cerita yang disimak, kemudian
menggambarkan isi cerita rakyat yang telah disimaknya tersebut dalam mind
map.
62

6. Siswa membuat mind map mulai dari bagian tengah permukaan secarik kertas
kosong yang diletakkan dalam posisi memanjang.
7. Siswa menambahkan sebuah gambar (sesuai kreativitas siswa, tetapi masih
berhubungan dengan cerita rakyat yang disimaknya) pada gagasan sentral pada
mind map.
8. Siswa menggunakan warna pada mind map yang mereka buat agar terlihat
lebih menarik.
9. Siswa membuat cabang mind map dalam bentuk garis lengkung; dan mulai
menghubungkan cabang-cabang utama ke gambar sentral, kemudian
menghubungkan cabang kedua dan ketiga pada cabang pertama dan kedua.
10. Siswa menambahkan kata kunci pada setiap cabang, kemudian menambahkan
gambar serta warna.
11. Setelah selesai membuat mind map, siswa mengisi nama pembuat mind map.
12. Siswa mengumpulkan mind map yang telah dibuat oleh untuk dinilai oleh
guru.
13. Guru memberikan lembaran tes yang berisi beberapa buah pertanyaan yang
berkaitan dengan cerita rakyat yang telah disimak siswa.
14. Guru dan siswa bersama-sama menyimpulkan pembelajaran, dan melakukan
refleksi. Yang direfleksi adalah mengenai kekurangan dan kelebihan dalam
pelaksanaan pembelajaran.
15. Guru menutup pembelajaran.
63

BAB IV
SIMPULAN DAN SARAN
A. Simpulan
Berdasarkan pembahasan di atas dapat disimpulkan beberapa hal sebagai
berikut.
1. Menyimak adalah kemampuan seseorang untuk menangkap dan memahami pesan
lisan yang disampaikan orang lain dengan saksama yang mencakup kegiatan
mendengarkan, mengidentifikasi, menginterpretasi, menilai, dan mereaksi
makna bunyi bahasa yang disimak. Dalam kegiatan menyimak diperlukan
keterlibatan secara aktif dan juga dibutuhkan perhatian dari penyimak. Tujuan
menyimak adalah memeroleh informasi secara utuh dari pembicara, agar
penyimak dapat menganalisis dan memahami bahan/informasi yang disimak
dengan baik.
2. Metode mind map merupakan salah satu cara untuk berpikir secara praktis dan
efisien, yang memanfaatkan kerja otak secara efektif, dengan cara membuat
suatu pemetaan (peta pikiran), sehingga otak lebih mudah mengingat dan
menarik kembali informasi yang diterima. Keunggulan metode mind map
adalah mengaktifkan seluruh ide-ide yang ada di otak atau pikiran,
meningkatkan kosentrasi pada pokok bahasan tertentu, memperkuat daya ingat,
dan pembuatannya menyenangkan sehingga dapat menghilangkan rasa jenuh
siswa saat belajar. Sedangkan manfaat metode mind map, yaitu fleksibel,
dapat memusatkan perhatian, meningkatkan pemahaman, menyenangkan, dan
merangsang kerja otak kiri dan kanan.
3. Pengajaran melalui media audio visual adalah penggunaan media atau materi
yang penyerapannya melalui pandangan dan pendengaran serta tidak
seluruhnya tergantung kepada pemahaman kata atau simbol-simbol yang
serupa. Kegunaan media audio visual dalam pembelajaran, yaitu: 1)
memberikan kesempatan kepada siswa untuk belajar atau berlatih sendiri, 2)
mempermudah penyampaian dan penerimaan materi pelajaran atau informasi
yang disampaikan guru, 3) mendorong motivasi belajar siswa, 4) penyampaian
64

materi menjadi lebih efektif dan dapat mempersingkat penggunaan waktu, dan
5) materi pelajaran atau informasi yang disampaikan guru, lebih lama diingat
oleh siswa.
4. Adapun langkah-langkah pembelajaran yang ditempuh dalam penerapan
metode mind map dan penggunaan media audio visual untuk meningkatkan
pembelajaran keterampilan menyimak. (1) Siswa diberikan materi tentang
materi yang akan diajarkan. (2) Guru memberikan materi tentang mind map,
mulai dari pengertian, cara membuat, dan contoh mind map, serta latihan
membuat mind map. (3) Siswa menguasai materi tersebut, siswa disuruh
menyimak cerita rakyat, misalnya yang ditampilkan pada LCD. (4) Siswa
ditugaskan untuk membuat mind map pada kertas sesuai dengan langkah-
langkah pembuatan mind map yang telah dijelaskan. (5) Setelah mind map
hampir sempurna tidak lupa guru mengingatkan agar siswa menambahkan
gambar dan warna agar mind mapping yang dibuat oleh siswa menjadi lebih
menarik. (6) Usai membuat mind map, siswa diberikan tes yang berisikan
beberapa butir soal yang berkaitan dengan cerita rakyat yang mereka simak.
5. Penerapan metode mind map dan penggunaan media audio visual dapat
meningkatkan pembelajaran keterampilan menyimak.

B. Saran
Pembaca dan penulis lainnya disaranku untuk menulis metode dan media
yang cocok digunakan dalam keterampilan menyimak. Keterampilan meyimak
adalah salah satu keterampilan berbahasa yang tidak boleh diabakan. Tidak semua
peserta didik dapat menyimak dengan baik sehingga keterampilan ini perlu
diperhatikan dan ditingkatkan bagi peserta didik.
65

DAFTAR PUSTAKA

Arief S. Sadiman, dkk. 2008. Media Pendidikan Pengertian, Pengembangan, dan


Pemanfaatannya. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.

Abdul Azis Wahab. 2009. Metode dan Model-Model Mengajar. Bandung:


Alfabeta.

Azhar Arsyad. 2010. Media Pembelajaran. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.

Budi Prasetya. 2007. Metode Pengajaran Menyimak. Diunduh pada 2 November


2010 dari http://budicrue. multiply. com/journal/item/59.

Burhan Nurgiyantoro. 2010. Penilaian Pembelajaran Bahasa Berbasis


Kompetensi. Yogyakarta: BPFE-Yogyakarta.

Buzan, Tony. 2010. Buku Pintar Mind Map. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.

DePorter, Bobbi. 1992. Quantum Teaching. New York: Bantam Doubleday Dell
Publishing Group, Inc.

Edward, Caroline. 2009. Mind Mapping untuk Anak Sehat dan Cerdas.
Yogyakarta:Wangun Printika.

Esti Ismawati. 2011. Perencanaan Pengajaran Bahasa. Surakarta: Yuma Pustaka.

Green, A. John. 1966. Fields of Teaching and Educational Services. New York:
Harper and Row, Publishers.

Harjanto. 2005. Perencanaan Pengajaran. Jakarta: Rineka Cipta.

Hasan Alwi, dkk. 2003. Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai
Pustaka.

Henry Guntur Tarigan. 2008. Menyimak Sebagai Suatu Keterampilan Berbahasa.


Bandung: Angkasa.

Hernowo. 2003. Quantum Reading: Cara Cepat Nan Bermanfaat Untuk


Merangsang Munculnya Potensi Membaca. Bandung: MLC.

Iskandarwassid dan Dadang Sunendar. 2009. Strategi Pembelajaran Bahasa.


Bandung: Remaja Rosdakarya.
66

Jupriyanto. 2009. Pembelajaran Menyimak Bahasa Indonesia SMP. Diunduh


pada 2 November 2010 dari http://jupriyantojbu.blogspot.com/.

Kemp, E. Jerrold. 1980. Planning and Producing Audiovisual Materials. America:


American Book-Stratford Press, Inc.

Khusnul Wardan. 2010. “Multi Media dalam Pengajaran”. Jurnal Manahij. Vol.
III, No. 2, Hal 59-81.

Loban, Walter, dkk. 1961. Teaching Language and Literature. New York:
Harcourt, Brace & World, Inc.

Luo, Chunpin. 2008. “An Action Research Plan for Developing and Implementing
The Students’ Listening Comprehension Skills”. Journal English
Language Teaching. Vol. 1, No. 1, Hal. 25-28.

Main Sufanti. 2010. Strategi Pengajaran Bahasa dan Sastra Indonesia. Surakarta:
Yuma Pustaka.

Muhammad Fajri. 2009. Seberapa Pentingkah Penggunaan Media Pembelajaran


di Sekolah Dasar. Diunduh pada 2 November 2010 dari
http://vhajrie27.wordpress.com.

Mulyasa. 2009. Menjadi Guru Profesional (Menciptakan Pembelajaran Kreatif


dan Menyenangkan). Bandung: Remaja Rosdakarya.

Nana Syaodih Sukmadinata. 1999. Pengembangan Kurikulum (Teori dan Praktek).


Bandung:PT Remaja Rosdakarya.

O'malley, J. Michael, dkk. 1989. “Listening Comprehension Strategies in Second


Language Acquisition”. Journal Applied Linguistics. Vol 10, Issue. 4, Pp.
418-437.

Pala, Ozgur. 2005. Teaching Listening and Reading Comprehension in Turkish


Using Web-Based Materials. University 0f Oregon:Department Of
Linguistics, College Of Arts And Sciences.

Pusat Bahasa. 2006. Buku Praktis Bahasa Indonesia 2. Jakarta:Pusat Bahasa


Departemen Pendidikan Nasional.

Roestiyah. 2008. Strategi Belajar Mengajar. Jakarta: Rineka Cipta.

Rost, Michael. 1994. Intorducing Listening. England: Penguin Group.


67

Sadighi, F and S. Zare. 2006. ‘Is Listening Comprehension Influenced by the


Background Knowledge of the Learners? A Case Study of Iranian EFL
learners’. Linguistics Journal. Vol 1, No 3, pp.110-126.

Shang, Hui-Fang. 2008. “Listening Strategy Use and Linguistic Patterns in


Listening Comprehension by EFL Learners”. Journal of Listening. 22(1),
pp. 29–45.

Slamet, St. Y. 2009. Dasar-dasar Keterampilan Berbahasa Indonesia. Surakarta:


UNS Press.

Slameto. 2003. Belajar dan Faktor-faktor yang Mempengaruhinya. Jakarta:


Rineka Cipta.

Sri Anitah. 2010. Media Pembelajaran. Surakarta: Yuma Pustaka.

Sri Utari Subyakto dan Nababan. 1993. Metodelogi Pengajaran Bahasa. Jakarta:
PT Gramedia Pustaka.

Subana dan Sunarti. 2006. Strategi Belajar Mengajar Bahasa Indonesia. Bandung:
Pustaka Setia Bandung.

Sutanto Widura. 2008. Mind Map For Business Effectiveness. Jakarta: PT Elex
Media Komputindo.

. 2009. Mind Map Langkah Demi langkah. Jakarta: PT Elex Media


Komputindo.

Howard, W. Alvin. 1968. Teaching in Middle School. Amerika: The Haddon


Craftsmen, Inc.

Wina Sanjaya. 2009. Kurikulum dan Pembelajaran. Jakarta: Kencana Prenada


Media Group

Anda mungkin juga menyukai