MAKALAH KUALIFIKASI
Oleh
Ade Asih Susiari Tantri
S841008001
MAKALAH KUALIFIKASI
OLEH
ADE ASIH SUSIARI TANTRI
NIM S841008001
Pembimbing 1 Pembimbing 2
Prof. Dr. Sarwiji Suwandi, M.Pd. Prof. Dr. Retno Winarni, M.Pd.
NIP 196204071987031001 NIP 195601211982032003
Mengetahui,
Ketua Program Studi Pendidikan Bahasa Indonesia
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadapan Tuhan Yang Maha Esa, berkat
rahmat-Nya, penulis memperoleh kekuatan dan kesabaran sehingga mampu
menyelesaikan makalah yang berjudul ”Penerapan Metode Mind Map dan
Penggunaan Media Audio Visual dalam Pembelajaran Keterampilan Menyimak”.
Makalah ini disusun sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister
Pendidikan program studi Bahasa Indonesia.
Dalam pembuatan makalah ini, tentunya banyak hambatan dan rintangan
yang penulis alami. Namun, hambatan dan rintangan itu dapat diatasi berkat
bimbingan dosen program study Bahasa Indonesia, UNS. Untuk itu, penulis ingin
mengucapkan terimakasih yang sebanyak-banyaknya kepada:
1. Prof. Dr. Sarwiji Suwandi, M.Pd., selaku dosen pembimbing I,
2. Prof. Dr. Retno Winarni, M.Pd., selaku dosen pembimbing II,
3. Rekan-rekan program pendidikan bahasa Indonesia angkatan 2010 yang tidak
bisa penulis sebutkan satu per satu.
Penulis menyadari makalah ini masih jauh dari sempurna, hal tersebut
dikarenakan keterbatasan pengetahuan yang penulis miliki. Maka dari itu, penulis
menerima saran dan kritik dari pembaca demi kesempurnaan makalah ini. Akhir
kata penulis ucapkan terima kasih.
Penulis
4
DAFTAR ISI
Halaman
JUDUL..................................................................................................................... i
PENGESAHAN.......................................................................................................ii
DAFTAR ISI...........................................................................................................iii
DAFTAR TABEL....................................................................................................v
DAFTAR GAMBAR..............................................................................................vi
BAB PENDAHULUAN........................................................................................ 1
A. Latar Belakang Masalah...............................................................................1
B. Rumusan Masalah........................................................................................6
C. Tujuan Penelitian.........................................................................................6
D. Metode Penelitian.........................................................................................6
E. Langkah-Langkah Penelitian.......................................................................7
iv
DAFTAR PUSTAKA
6
DAFTAR TABEL
Tabel Halaman
01. KBM Mendengarkan Memahami Secara Teknis dan Metodis.......................31
02. Penilaian Kinerja Pemahaman Menyimak Secara Lisan................................35
03. Penilaian Kinerja Pemahaman Menyimak Secara Tertulis.............................36
7
DAFTAR GAMBAR
Gambar Halaman
01. Keterampilan Menyimak.................................................................................26
02. Bagan Kerangka Berpikir................................................................................62
8
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pendidikan pada dasarnya diselenggarakan untuk menyiapkan individu-
individu menjadi anggota masyarakat yang mandiri. Artinya bahwa individu-
individu tersebut diharapkan mampu berpikir, menemukan dan menciptakan
sesuatu yang baru, melihat permasalahan serta menemukan cara pemecahan baru
yang bernalar dan lebih dapat dipertanggungjawabkan. Kemandirian sebagai hasil
pendidikan tersebut terbentuk melalui kemampuan berpikir nalar dan kemampuan
berpikir kreatif yang mewujudkan kreativitas. Hasil dari proses belajar tidak
hanya berupa pemahaman atas konsep-konsep, akan tetapi yang lebih penting
adalah aplikasinya dalam kehidupan sehari-hari.
Berkaitan dengan hal di atas, pembelajaran bahasa Indonesia dalam proses
pendidikan memiliki peran sentral untuk membentuk perkembangan intelektual,
sosial, dan emosional peserta didik sehingga peserta didik dapat menjadi individu
yang mandiri dan lebih bertanggungjawab. Pembelajaran bahasa Indonesia juga
merupakan penunjang keberhasilan dalam mempelajari semua bidang studi.
Tujuan diajarkannya bahasa Indonesia, selain agar siswa memiliki sikap yang
positif terhadap bahasa Indonesia, siswa juga diharapkan terampil menggunakan
bahasa Indonesia. Terampil menggunakan bahasa Indonesia artinya peserta didik
harus mampu berkomunikasi dengan bahasa Indonesia yang baik dan benar. Hal
ini dapat terwujud apabila peserta didik menguasai empat keterampilan berbahasa
yang ditetapkan dalam kurikulum dengan baik.
Pelajaran bahasa Indonesia yang terdiri atas empat keterampilan berbahasa
menjadi sebuah mata pelajaran yang aktif produktif. Artinya, siswa tidak hanya
berkutat pada teori bahasa saja, tetapi ditekankan pada sikap dan pemakaian
bahasa yang kontekstual. Henry Guntur Tarigan (2008: 2) menyatakan bahwa
keterampilan berbahasa yang terdapat di dalam kurikulum mencakup empat segi,
yaitu: keterampilan menyimak/mendengarkan (listening skill), keterampilan
berbicara (speaking skill), keterampilan membaca (reading skill), dan
9
jumlah waktu yang digunakan oleh siswa untuk menyimak di kelas-kelas sekolah
dasar kira-kira 1,5 sampai 2 jam sehari. Walaupun sekolah-sekolah telah lama
menuntut pada siswa menyimak secara intensif, pengajaran langsung tentang
bagaimana cara yang terbaik untuk menyimak tetap saja terlupakan dan terabaikan,
karena keterampilan menyimak diaanggap kemampuan yang “alamiah” belaka.
Disadari atau tidak, keterampilan menyimak kurang mendapat perhatian
dalam proses belajar-mengajar. Hal ini dipertegas oleh Iskandarwassid dan
Dadang Sunendar (2009: 229) yang mengungkapkan bahwa ada kecenderungan
bahwa keterampilan menyimak dalam bahasa Indonesia kurang mendapat
perhatian dalam keseluruhan proses belajar bahasa Indonesia di semua jenjang
pendidikan. Keterampilan menyimak hanya dipandang sebagai pelengkap
keterampilan berbahasa yang lain sehingga kemampuan siswa dalam menyimak
tidak optimal. Padahal, sebagian besar informasi disampaikan secara lisan, dan
diperlukan keterampilan menyimak yang memadai untuk dapat menerima
informasi tersebut. Selain itu, Iskandarwassid dan Dadang Sunendar (2009: 237)
menyimpulkan pendapat para ahli pengajaran menyimak, alasan-alasan yang
menyebabkan kurangnya perhatian terhadap pengajaran keterampilan menyimak,
yaitu: 1) menyimak dipandang sebagai suatu proses kematangan jiwa (a
naturation process) yang secara sangat alamiah akan menjadi lebih baik sewaktu
anak berkembang menjadi dewasa, 2) ada beberapa penuntun, petunjuk, manual,
atau program-program terstruktur lainnya untuk kegiatan menyimak secara
langsung, dan 3) perbaikan pengajaran menyimak dipandang sebagai kewajiban
setiap orang dan pada akhirnya tak seorang pun pernah mencobanya.
Pengajaran keterampilan menyimak sudah semestinya perlu mendapat
perhatian khusus di dalam pengajaran bahasa maupun pengajaran ilmu yang lain.
Selama ini, para siswa merasa kurang antusias mengikuti pembelajaran menyimak
karena cara guru mengajar masih bersifat konvensional. Guru kurang kreatif
dalam mengelola pembelajaran. Telah diketahui bahwa pembelajaran di dalam
kelas idealnya dilakukan dengan menyenangkan tanpa membuat peserta didik
merasa terpaksa. Hal itu tentu juga harus dilakukan dalam pembelajaran
menyimak yang merupakan kemampuan dasar/utama yang harus dikuasai peserta
11
didik, syarat tersebut juga mutlak harus terpenuhi. Berbagai metode bisa
digunakan agar pembelajaran dapat berlangsung tepat sesuai dengan tujuan yang
dikehendaki dan siswa merasa antusias dalam mengikuti pembelajaran. Guru
harus mampu menerapkan metode pembelajaran yang bervariasi dan inovatif
untuk menciptakan suasana menyenangkan tersebut. Ross (2006: 2) menyatakan
bahwa penggunaan metode yang bervariasi dalam pembelajaran menyimak
sangatlah penting dipertimbangakan oleh guru.
If a teacher always uses the same teaching methodology, they may
become predictable and, perhaps, less interesting for their students.
It is important to vary techniques in order to challenge students. A
variation on the "fill in the missing word listening activity" could be
to use the same listening materials, but to set a pair work activity
where student A and student B have the same worksheet where some
information items are missing.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan paparan latar belakang di atas, dirumuskan masalah sebagai
berikut.
1. Apakah hakikat keterampilan menyimak?
2. Apakah hakikat metode mind map?
13
C. Tujuan
Berdasarkan rumusan masalah di atas, tujuan yang ingin dicapai dalam
pembuatan makalah ini adalah sebagai berikut.
1. Untuk menjelaskan hakikat keterampilan menyimak.
2. Untuk menjelaskan hakikat metode mind map.
3. Untuk menjelaskan hakikat media audio visual.
4. Untuk menjelaskan penerapan metode mind map dan penggunaan media audio
visual dalam pembelajaran katerampilan menyimak.
5. Untuk menjelaskan dampak penerapan metode mind map dan penggunaan
media audio visual terhadap pembelajaran katerampilan menyimak.
14
BAB II
PEMBAHASAN
8
15
listening comprehension seseorang tidak hanya berperan secara pasif dalam suatu
wacana, tetapi dia berperan aktif.
Burhan Nurgiyantoro (2010: 351) juga menyatakan hal yang senada dengan
Subyakto. Burhan Nurgiyantoro mengungkapkan bahwa kegiatan menyimak
merupakan kegiatan berbahasa yang aktif reseptif. Kegiatan yang bersifat aktif
reseptif pada hakikatnya merupakan kemampuan menerima, proses decoding,
kemampuan untuk memahami bahasa yang dituturkan oleh pihak lain yang
dituturkan melalui sarana bunyi.
Pendapat Subyakto dan Burhan Nurgiyantoro dipertegas oleh Littlewood
(dalam St. Y Slamet, 2009:5) yang berpendapat bahwa anggapan yang
mengatakan menyimak itu keterampilan pasif adalah keliru karena menyimak
memerlukan keterlibatan aktif dari pendengar. Dia menyusun ulang pesan yang
disampaikan oleh pembicara. Untuk menyusun ulang pesan itu dia harus secara
aktif memberikan kontribusi pengetahuannya, baik pengetahuan yang bersumber
dari kebahasaannya maupun dari sumber di luar pengetahuan kebahasaannya.
Listening atau menyimak merupakan proses yang aktif disampaikan juga
oleh Pala (2005: 23-24) sebagai berikut.
Listening can be defined as the interaction between sound unit(s)
accompanied by certain situational clues and a listener. The listener
takes and interprets these sound units that are tied to each other
according certain rules of syntax, morphology and intonation patterns
within thecontext of situational clues. Listening is an active process
that involves a complex web of cognitive procedures.
Sejalan dengan beberapa pendapat di atas, O'malley, et. al. (1989) juga
menyatakan bahwa menyimak merupakan proses yang aktif. Menurutnya
“listening comprehension is viewed theoretically as an active process in which
individuals focus on selected aspects of aural input, construct meaning from
passages, and relate what they hear to existing knowledge.”
Selain menyimak memerlukan keterlibatan aktif dari pendengar, menyimak
juga merupakan proses yang membutuhkan perhatian penyimak diungkapkan oleh
Rost (1994: 2) yaitu, listening is process triggered by our attention. In
psychological term, attention is an excitation of nerve pathways, the brain to
17
2. Tujuan Menyimak
Seseorang menyimak memiliki tujuan tertentu. Pada dasarnya tujuan dari
menyimak menurut Brouwer (dalam Luo, 2008: 26) adalah “to get a reasonable
understanding of what the speaker said, not the “correct” understanding.”
Menurut Henry Guntur Tarigan, (2008: 60-61), menyimak memiliki
beberapa tujuan, sebagai berikut. (1) Ada orang yang menyimak dengan tujuan
utama agar dia dapat memeroleh pengetahuan dari bahan ujaran sang pembicara;
dengan perkataan lain, dia menyimak untuk belajar. (2) Ada orang yang
menyimak dengan penekanan pada penikmatan terhadap sesuatu dari materi yang
diujarkan atau yang diperdengarkan atau dipagelarkan (terutama sekali dalam
bidang seni); pendeknya dia menyimak untuk menikmati keindahan seni. (3) Ada
orang yang menyimak dengan maksud agar dia dapat menilai apa-apa yang dia
simak itu (baik-buruk, indah-jelek, tepat-ngawur, logis-tidak logis, dan lain-lain);
singkatnya dia menyimak untuk evaluasi. (4) Ada orang yang menyimak agar dia
dapat menikmati serta menghargai apa-apa yang disimaknya itu (misalnya:
pembacaan cerita, pembacaan puisi, musik dan lagu, dialog, diskusi panel,
perdebatan); pendek kata orang itu menyimak untuk mengapresiasi materi
simakan. (5) Ada orang yang menyimak dengan maksud agar dia dapat
mengkomunikasikan ide-ide, gagasan-gagasan, maupun perasaan-perasaannya
kepada orang lain dengan lancar dan tepat. Banyak contoh dan ide yang dapat
diperoleh dari sang pembicara dan semua ini merupakan bahan penting dan
menunjangnya mengomunikasikan ide-idenya sendiri. (6) Ada pula orang yang
menyimak dengan maksud dan tujuan agar dia dapat membedakan bunyi-bunyi
dengan tepat; mana bunyi yang membedakan arti (distingtif) dan mana yang tidak
membedakan arti; biasanya ini terlihat nyata pada orang yang sedang belajar
bahasa asing yang asik mendengarkan ujaran pembicara asli (native speaker). (7)
Ada lagi orang yang menyimak dengan maksud agar dia dapat memecahkan
masalah secara kreatif dan analisis, sebab dari sang pembicara dia mungkin
memeroleh banyak masukan berharga. (8) Selanjutnya ada lagi orang yang tekun
menyimak sang pembicara untuk meyakinkan dirinya terhadap suatu masalah atau
19
pendapat yang selama ini dia ragukan; dengan perkataan lain dia menyimak secara
persuasif.
Logan (dalam Jupriyanto, 2009: 2) membedakan tujuan menyimak menjadi
tujuan utama dan tujuan khusus. Tujuan utama menyimak adalah untuk
menangkap, memahami atau menghayati pesan gagasan yang tersirat pada bahan
simakan.
Tujuan yang bersifat umum tersebut dapat dipecah-pecah menjadi beberapa
bagian sesuai dengan aspek tertentu yang ditekankan. Adapun tujuan menyimak
menurut klasifikasinya adalah sebagai berikut. Pertama, mendapatkan fakta.
Mendapatkan fakta dapat dilakukan melaui penelitian, riset, eksperimen, dan
membaca. Cara lain yang dapat dilakukan adalah menyimak melalui radio, tv, dan
percakapan.
Kedua, menganalisis fakta. Fakta atau informasi yang telah terkumpul
dianalisis. Kaitannya harus jelas pada unsur-unsur yang ada, sebab akibat yang
terkandung di dalamnya. Apa yang disampaikan penyimak harus dikaitkan dengan
pengetahuan dan pengalaman penyimak dalam bidang yang sesuai.
Ketiga, mendapatkan inspirasi. Dapat dilakukan dalam pertemuan ilmiah
atau jamuan makan. Tujuannya adalah untuk mendapatkan ilham. Penyimak tidak
memerlukan fakta baru. Mereka yang datang diharapkan untuk dapat memberikan
masukan atau jalan keluar berkaitan dengan masalah yang dihadapi.
Keempat, menghibur diri. Para penyimak yang datang untuk menghadiri
pertunjukkan sandiwara, musik untuk menghibur diri. Mereka itu umumnya
adalah orang yang sudah jenuh atau lelah sehingga perlu menyegarkan fisik dan
mental agar kondisinya pulih kembali.
Senada dengan pendapat Logan, Djago Tarigan (dalam St. Y Slamet,
2009:11) menyebutkan tujuan menyimak sebagai berikut. (1) Untuk mendapatkan
fakta dengan cara mendengarkan radio, televisi, menyampaikan makalah,
percakapan, dan sebagainya. (2) Untuk menganalisis fakta yang berlangsung
secara konsisten dari saat ke saat selama proses menyimak berlangsung.
Bagaimana kaitan antar unsur, sebab dan akibat yang terkandung di dalamnya.
Bahan simakan harus dikaitkan dengan pengetahuan dan pengalaman penyimak.
20
3. Tahap-Tahap Menyimak
Henry Guntur Tarigan (2008: 63) berpendapat bahwa menyimak adalah
suatu kegiatan yang merupakan suatu proses. Tahap-tahap dalam proses
menyimak, antara lain sebagai berikut. Pertama, mendengarkan. Segala sesuatu
yang dikemukakan oleh sang pembicara dalam ujaran atau pembicaraannya baru
didengar dalam tahap ini. Seorang penyimak berusaha menangkap pesan
pembicara yang sudah diterjemahkan dalam bentuk bunyi-bunyi. Tahapan
mendengarkan ini diperlukan telinga yang peka dan pemusatan perhatian.
Kedua, memahami. Keinginan yang muncul setelah penyimak mendengar,
yaitu keinginan untuk mengerti atau memahami dengan baik isi pembicaraan yang
disampaikan oleh pembicara.
Ketiga, menginterpretasi. Penyimak yang baik, cermat, dan teliti belum puas
jika hanya mendengar dan memahami isi ujaran sang pembicara, dia ingin
menafsirkan atau menginterpretasikan isi, butir-butir pendapat yang terdapat dan
tersirat dalam ujaran itu. Bunyi-bunyi yang ditangkap perlu diidentifikasi, dikenali
dan dikelompokkan menjadi suku kata, kata, kelompok kata, kalimat, dan paragraf
atau wacana.
Keempat, mengevaluasi. Kegiatan memahami serta kegiatan menafsirkan
atau menginterpretasi isi pembicaraan telah dilakukan, penyimak pun mulai
menilai atau mengevaluasi pendapat serta gagasan sang pembicara, keunggulan
dan kelemahannya, kebaikan dan kekurangan sang pembicara.
Kelima, menanggapi. Tahap ini merupakan tahap terakhir dalam kegiatan
menyimak. Penyimak menyambut, mencamkan, dan menyerap serta menerima ide
atau gagasan yang diungkapkan pembicara dalam pembicaraannya. Tanggapan
atau reaksi seorang penyimak terhadap pesan yang diterima dari lawan bicara
dapat berwujud dalam berbagai bentuk seperti mengangguk-angguk, tanda setuju,
dan menggeleng tanda tidak setuju.
22
Sejalan dengan pendapat Henry Guntur Tarigan, Loban, et. al. (1961: 186-
187) memaparkan proses mendengarkan dibagi menjadi empat tahap. Berikut
kutipannya.
For the purpose of isolating items that may need instruction, the
listening process in divided into four phases, no one discrete in itself:
comprehending the literal meaning; interpreting the literal as
communication; evaluating the communication; integrating the
commucation with experience. The component listener does not think
of these aspects as consecutive steps since they take place, in part,
concurrently and one influences others. Each succeeding phase does,
however, demand more from the listener.
pengetahuan dan pengalaman yang luas dan mendalam dari penyimak sangat
membantu. Tahapan inilah diperlukan kemampuan menilai dari si penyimak.
Ketujuh, kemampuan menanggapi. Bahan simakan yang telah diidentifikasi
dan dinilai dari berbagai segi, dimanfaatkan sebagai landasan untuk
menyampaikan tanggapan, reaksi, dan respons. Tanggapan akan berupa penolakan,
cibiran, cemoohan, atau gelengan kepala manakala pesan yang disampaikan oleh
pembicara kurang menyakinkan, tidak relevan, atau tidak didukung oleh gagasan
yang memuaskan/kuat dan sebaliknya jika pesan yang disampaikan oleh
pembicara menyakinkan, logis, dan didukung oleh argumen yang kuat, maka
tanggapan yang diberikan berupa acungan jempol, anggukan kepala, atau
persetujuan si penyimak, bila pesan yang disampaikan oleh pembicara
menyakinkan, logis, dan didukung oleh argumen yang akurat.
Selain diperlukan kemampuan penunjang agar proses menyimak
berlangsung dengan baik, keefektifan menyimak juga dipengaruhi oleh beberapa
unsur. St. Y. Slamet (2009: 18-21) menyebutkan beberapa unsur yang
mempengaruhi keefektifan menyimak, yaitu sebagai berikut. Pertama, pembicara.
Pembicara adalah orang yang menyampaikan pembicaraan, ide, pesan, informasi
kepada penyimak melalui bahasa lisan. Ada sejumlah faktor yang dituntut dari
pembicara, antara lain: a) penguasaan materi, b) berbahasa baik dan benar, c)
percaya diri, d) berbicara sistematis, e) gaya berbicara menarik, f) kontak dengan
penyimak.
Kedua, pembicaraan. Pembicaraan adalah materi, isi, pesan atau informasi
yang disampaikan oleh pembicara kepada penyimak. Pembicaraan yang baik dan
menarik akan memenuhi hal-hal berikut: 1) aktual, 2) berguna, 3) dalam pusat
minat penyimak, 4) sistematis, dan 5) seimbang.
Ketiga, situasi menyimak. Situasi menyimak diartikan sesuatu yang
menyertai kegiatan menyimak di luar pembicara, pembicaraan, dan penyimak.
Beberapa hal yang patut diperhatikan, yaitu: 1) ruangan, 2) waktu, 3) suasana, dan
4) peralatan.
Keempat, penyimak. Penyimak adalah orang yang mendengarkan dan
memahami isi bahan simakan yang disampaikan oleh pembicara dalam suatu
25
4. Jenis-Jenis Menyimak
Menyimak memiliki cara dan tujuan tertentu berdasarkan kebutuhan
penyimak. Maka dari itu, menyimak memiliki beberapa ragam sesuai dengan
kebutuhan penyimak. Henry Guntur Tarigan (2008: 37-53), mengungkapkan
bahwa menyimak dibagi menjadi dua ragam, yaitu menyimak ekstensif dan
menyimak intensif. Kedua ragam menyimak yang dimaksud adalah menyimak
ekstensif dan intensif.
Menyimak ekstensif (extensive listening) adalah kegiatan menyimak
mengenai hal-hal yang lebih umum dan lebih bebas terhadap suatu ujaran, tidak
perlu di bawah bimbingan langsung dari seorang guru. Pada umumnya menyimak
ekstensif dapat dipergunakan untuk dua tujuan yang berbeda.
Penggunaan yang paling dasar adalah untuk menangkap atau mengingat
kembali bahan yang telah dikenal atau diketahui dalam suatu lingkungan baru
dengan cara yang baru. Secara psikologis, menyimak ekstensif terhadap bahasa
nyata sebagai lawan dari bahasa tulis akan sangat memuaskan selama kegiatan
tersebut dapat memperagakan bahwa upaya-upaya para siswa di dalam kelas akan
dapat memberi keuntungan dalam kehidupan lingkungan bahasa yang hidup.
Salah satu dari kegagalan pengajaran bahasa yang paling besar dan paling umum
adalah bahwa apa-apa yang diajarkan kepada para siswa secara keseluruhan tidak
mencukupi untuk menggarap serta menangani arus atau tumpukan rangsangan
27
yang berhubungan dengan bahan simakan yang datang kepadanya dari segala arah
pada saat pertama kalinya dia menginjakkan kaki di negeri asing (misalnya di
Inggris bagi siswa yang belajar bahasa Inggris). Menyimak ekstensif tipe ini akan
dapat membantunya dengan baik. Bahan-bahan yang didengar dan disimaknya
tentu saja tidak perlu hanya merupakan suatu penyajian kembali hal-hal yang
telah diketahuinya.
Menyimak ekstensif dapat pula memberi kesempatan dan kebebasan bagi
para siswa untuk menyimak butir-butir kosa kata dan struktur-struktur yang masih
asing atau baru baginya yang terdapat dalam arus ujaran yang berada di dalam
jangkauan dan kapasitas untuk menanganinya. Mungkin saja terdapat sejumlah
kata teknis yang belum diketahui atau bentuk kata yang asing. Hal ini terdapat
suatu keakraban yang tidak disadari terhadap bentuk-bentuk yang dalam waktu
singkat akan menjadi bahan pelajaran dan bahan pengajaran dalam suatu pelajaran
bahasa. Kegiatan bercerita, terutama sekali yang menarik bagi usia muda
merupakan suatu contoh bagi bahan menyimak ekstensif, dan kerap kali pula
mencakup suatu wadah yang baik bagi kata-kata baru dan beberapa struktur belum
diajarkan sebelumnya. Pemahaman tidaklah dapat secara serius terhalang selama
minat paksaan terhadap cerita itu dapat menarik perhatian dan keakraban terhadap
kerangka bahasa itu cukup untuk menyediakan suatu alur yang bersifat
menjelaskan yang memuaskan bagi bahan yang belum diketahui.
Guru sendiri merupakan sumber modal dalam bercerita. Hal itu menjadi
lebih baik jika dilakukan dengan pertolongan pita-pita otentik yang merekam
pembicaraan dalam masyarakat karena salah satu tujuan menyimak ekstensif
adalah menyajikan kembali bahan lama dengan cara baru. Sesuatu yang jauh lebih
efektif serta meyakinkan adalah kutipan-kutipan dari ujaran yang nyata dan hidup.
Umumnya sumber yang paling baik bagi berbagai aspek menyimak ekstensif
adalah rekaman-rekaman yang dibuat oleh guru sendiri karena dapat disesuaikan
dengan kebutuhan dan tujuan yang hendak dicapai. Rekaman-rekaman tersebut
dapat memanfaatkan berbagai sumber, seperti dari siaran radio dan televisi.
Bagian-bagian dari menyimak ekstensif adalah sebagai berikut. (1)
Menyimak sosial biasanya berlangsung dalam situasi-situasi sosial tempat orang-
28
pernyataan yang disampaikan oleh pembicara. (9) Menyimak kreatif dan aspiratif,
penyimak berusaha memberikan respon mental dan fisik yang asli terhadap
pembicaraan yang disampaikan oleh si pembicara.
Lain halnya dengan Logan (dalam St. Y. Slamet, 2009: 17), yang
membedakan jenis menyimak sebagai berikut. (1) Menyimak untuk belajar.
Penyimak mempelajari berbagai hal yang diperlukan. Seperti pelajaran atau
perkuliahan di kampus, pelajaran sesuatu lewat televisi, radio, video, dan
sebagainya. (2) Menyimak untuk menghibur. Penyimak bermaksud untuk
mendapatkan hiburan dari kepenatannya. Misalnya menyimak lawakan, cerita,
drama, dan sebagainya. (3) Menyimak untuk menilai. Penyimak memperhatikan
dan isi simakan, kemudian menelaah, mengkaji, menguji, membandingkan dengan
pengetahuan dan pengalamannya. (4) Menyimak apresiatif. Penyimak memahami,
menghayati, mengapresiasi simakan, misalnya puisi, cerita, sandiwara, dan
sebagainya. (5) Menyimak untuk mengkomunikasikan ide dan perasaan.
Penyimak memahami, merasakan ide, gagasan, perasaan, pembicara sehingga
terjadi sambung rasa pembicara-penyimak. (6) Menyimak deskriminatif.
Penyimak ingin membedakan bunyi suara, misalnya dalam belajar bahasa asing.
(7) Menyimak pemecahan masalah. Penyimak mengikuti uraian pemecahan
masalah yang disampaikan pembicara.
Berdasarkan paparan di atas, secara umum dapat disimpulkan bahwa
menyimak terdiri dari dua jenis, yaitu menyimak intensif dan menyimak ekstensif.
Secara lebih khusus menyimak dibedakan menjadi menyimak sosial, menyimak
sekunder, menyimak estetik, menyimak pasif, interpersonal listening,
intrapersonal listening, penyimakan bertaraf rendah (silent listening) dan
penyimakan bertaraf tinggi (active listening), menyimak terputus-putus,
menyimak dangkal, menyimak terpusat, menyimak untuk membandingkan,
menyimak organisasi materi, menyimak kritis, menyimak kreatif dan aspiratif,
menyimak untuk belajar, menyimak untuk menghibur, menyimak untuk menilai.,
menyimak apresiatif, menyimak untuk mengkomunikasikan ide dan perasaan,
menyimak deskriminatif, dan menyimak pemecahan masalah.
32
KETERAMPILAN
MENYIMAK
bicara, aksen
teman menuturkan naskah lakon
daerah, ragam
menuturkan informasi yang yang belum
bahasa lewat
peristiwa melatarbelakangi pernah
tape, lakon
menarik dalam suatu berita dipelajari
radio suatu sebelumnya
perjalanan
Wicara Mendengarkan Mendengarkan Memberikan Menjawab
dan suatu cerita saran, mengganti perntanyaan
mendiskusikan kemudian kata-kata yang dengan
laporan lisan memberikan tak tepat dari mendengarkan
dari intisarinya cerita yang telah suatu passage
mahasiswa dengan dibacakan yang panjang
lain kalimat-
kalimat efektif
secara lisan
Pertama, pemerian informasi tertentu kepada peserta didik mengenai apa dan
bagaimana menyimak menurut jenis dan tahap aktivitas, kemudian diikuti
demonstrasi. Peserta didik mendengarkan informasi, dan melihat demonstrasi
serta mencatat.
Kedua, iteraksi. Pengajar memberi contoh dan peserta didik menirukan,
diikuti pemantapan oleh pengajar dan peserta didik dengan cara menirukan lagi
atau mengulang secara lebih kreatif.
Ketiga, secara independen tiap individu peserta didik bekerja sendiri dengan
melakukan kegiatan tertentu, yaitu menyimak rekaman model dan
mengidentifikasi, mengklasifikasi dan melakukan retensi tertentu sesuai dengan
tingkat keterampilan yang dipilih dari model yang diprogramkan atau dari suatu
bentuk percakapan yang nyata.
kesulitan wacana terutama ditinjau dari faktor kosakata dan struktur yang
dipergunakan. Selain itu, informasi yang dikandung juga dapat memengaruhi
tingkat kesulitan wacana. Misalnya, wacana yang mengandung informasi hal-hal
yang di luar jangkauan pengalaman peserta didik, seperti masalah sosial, ekonomi,
dan politik untuk anak sekolah dasar, maka wacana tersebut juga akan menjadi
sulit. (2) Isi dan cakupan wacana disesuaikan dengan minat dan kebutuhan
(kaitannya dengan perkembangan psikologis) peserta didik, atau sesuai dengan
bidang yang dipelajari, hal itu akan memermudah wacana bersangkutan.
Sebaliknya, jika isi wacana itu tidak sesuai dengan minat dan kebutuhan,
pengalaman dan jangkauan kognitif, atau tidak sesuai dengan bidang yang
dipelajari peserta didik, ia akan menambah tingkat kesulitan wacana yang
bersangkutan. Wacana yang diteskan juga hendaknya yang berisi hal-hal yang
bersifat netral sehingga sangat dimungkinkan adanya kesamaan pandangan
terhadap isi masalah itu. (3) Jenis wacana. Wacana yang akan diambil untuk tes
kemampuan menyimak dapat yang berbentuk dialog atau bukan dialog. Adapun
bentuk wacana yang sering dipergunakan dalam tes kemampuan menyimak
adalah sebagai berikut: 1) pertanyaan atau pernyataan singkat, 2) dialog, dan 3)
ceramah.
Berkaitan dengan tes keterampilan menyimak, Brown (dalam Burhan
Nurgiyantoro, 2010: 355) membedakan menyimak yang diselenggarakan menjadi
empat golongan yang sekaligus membedakan jenis menyimak yang
diselenggarakan, yaitu sebagai berikut. (1) Menyimak intensif: penekanan tes
pada persepsi komponen kebahasaan seperti fonem, kata, intonasi, dan lain-lain.
(2) Menyimak responsif: tes menyimak wacana singkat, misalnya salam,
pertanyaan, perintah, dan lain-lain yang membutuhkan tanggapan singkat pula. (3)
Menyimak selektif: penekanan tes menyimak pada hal-hal tertentu seperti
penamaan, bilangan, kategori gramatikal, petunjuk arah, fakta atau kejadian
tertentu, dan lain-lain. (4) Menyimak ekstensif: penekanan tes menyimak pada
pemahaman pesan secara menyeluruh dari wacana yang diperdengarkan yang
relatif panjang seperti pada perkuliahan dan konversasi, misalnya memahami
topik utama, argumentasi, dan membuat inferensi.
40
yang benar dari sejumlah opsi yang disediakan, melainkan mesti mengemukakan
jawaban dengan mengreasikan bahasa sendiri dengan informasi yang diperoleh
dari wacana yang diperdengarkan. Jadi, untuk mengerjakan tugas ini peserta uji
juga dituntut untuk memahami wacana lisan berdasarkan pemahamannya itu
kemudian mereka mengerjakan tugas yang dimaksud. Tugas dalam bentuk ini
sebenarnya merupakan tugas otentik. Tugas otentik menuntut peserta didik untuk
menunjukkan peserta didik untuk kinerjanya secara aktif produktif, maka tes
kompetensi menyimak yang bersifat reseptif diubah menjadi tugas reseptif dan
produktif sekaligus. Unjuk kerja berbahasa menanggapi dan mengonstruksi
jawaban dapat dilakukan secara lisan atau tertulis, misalnya berupa tugas
“menceritakan kembali isi informasi” yang terdapat dalam wacana itu secara lisan
atau tertulis atau lewat pertanyaan terbuka. Dilihat dari tugas yang dilakukan guru
untuk membuat soal ujian, tugas tes otentik ini lebih mudah dilakukan karena ia
tidak perlu membuat sekian jumlah soal sebagaimana halnya tes bentuk pilihan
ganda. Ditinjau dari sudut peserta didik yang diuji, tugas jenis ini menjadi lebih
sulit karena untuk dapat melakukannya, mereka harus benar-benar dapat
memahami wacana isi wacana dan tidak dapat bersifat untung-untungan seperti
dalam tes bentuk pilihan ganda. Namun, tes dengan kompetensi menyimak
dengan mengonstruksi jawaban, guru harus menyiapkan rubrik untuk menyekor
pekerjaan peserta uji. Berikut contohnya.
metode adalah rencana penyajian bahan yang menyeluruh dengan urutan yang
sistematis berdasarkan approach (pendekatan) tertentu (Subana dan Sunarti, 2009:
20).
Mulyasa (2009: 107) berpendapat bahwa penggunaan metode yang tepat
akan turut menentukan efektivitas dan efesiensi pembelajaran. penggunaan
metode yang bervariasi akan sangat membantu siswa dalam mencapai tujuan
pembelajaran. Metode pembelajaran harus dipilih dan dikembangkan untuk
meningkatkan aktivitas dan kreativitas siswa.
Metode pembelajaran menurut Abdul Azis Wahab (2009: 83) merupakan
proses atau prosedur yang hasilnya adalah belajar atau dapat pula merupakan alat
melalui makna belajar menjadi aktif.
Berbeda dengan pendapat di atas, Slameto (2003: 65) mentayakan bahwa
metode pembelajaran merupakan cara yang harus dilakukan dalam mengajar yang
digunakan untuk mengimplementasikan rencana yang sudah disusun dalam
bentuk kegiatan nyata dan praktis untuk mencapai tujuan pembelajaran.
Penelitian ini menggunakan istilah metode pembelajaran. Istilah ini
digunakan karena metode merupakan satu perangkat upaya yang dilakukan guru
dalam mengefektifkan seluruh komponen pembelajaran sehingga dapat berjalan
dengan baik untuk mendukung tujuan pembelajaran yang ditetapkan. Metode
pembelajaran yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode mind map.
menghilangkan rasa jenuh siswa saat belajar. Sedangkan manfaat metode mind
map, yaitu fleksibel, dapat memusatkan perhatian, meningkatkan pemahaman,
menyenangkan, dan merangsang kerja otak kiri dan kanan.
hubungan yang khusus. Bila menggunakan kata-kata tunggal, setiap kata lebih
bebas, dan oleh karena itu lebih mudah tercetus atau terpicu gagasan-gagasan dan
pikiran-pikiran baru. Ungkapan-ungkapan atau kalimat-kalimat cenderung akan
mengurangi efek pemicu tersebut. mind map yang mempunyai banyak kata-kata
kunci di dalamnya adalah seperti tangan yang memiliki jemari yang semuanya
bebas bergerak dengan lincah. mind map yang berisi ungkapan-ungkapan atau
kalimat-kalimat adalah seperti tangan yang jemarinya yang diikat.
Ketujuh, gunakan gambar di seluruh mind map. Karena setiap gambar,
seperti gambar sentral juga bernilai seribu kata. Jadi, apabila hanya dimiliki 10
gambar saja pada mind map, ini sudah sama dengan 10.000 kata yang terdapat
dalam suatu catatan.
DePorter (1992: 157) memberikan sebelas tips untuk membuat mind map,
yaitu sebagai berikut.
Tips to make a mind map: 1) in the middle of the paper, enclose the
main idea, 2) add a branch from the center for each key point-use
colors, 3) write a key word/phrase on each branch, building out to
add details, 4) add symbols and illustrations, 5) use legible
CAPITAL letters, 6) make important ideas larger, 7) personalize
your Mind Map, 8) uderline word and use bold letters, 9) be
creative and outrageous, 10) use random shapes to point out items
or ideas, and 11) construct Mind Maps horizontally.
bagian ujungnya. Bentuk cabang yang meliuk sangat disukai oleh otak. Panjang
cabang hendaknya disesuaikan dengan luas kertas yang disediakan.
Berdasarkan uraian-uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa langkah-
langkah dalam pembuatan mind map adalah sebagai berikut. (1) Siapkanlah
berbagai kertas putih polos dan pensil warna atau spidol. Warna yang dipilih
disesuaikan dengan keinginan, minimal 4 warna yang berbeda. (2) Buatlah
bentuk-bentuk seperti, lingkaran, kotak, persegi tiga (bentuk disesuaikan dengan
keinginan) di tengah-tengah kertas. (3) Buatlah topik utama dalam bentuk yang
telah dibuat di tengah-tengah tadi. (4) Buatlah garis-garis atau cabang-cabang,
yang berisi sub-subtopik. Berilah sedikit gambar-gambar unik atau gambar-
gambar yang disukai pada setiap sub-sub topik. Gambar yang dibuat boleh
berkaitan dengan sub-subtopik tersebut, tetapi boleh juga tidak berhubungan.
meliputi film suara dan video-cassett. (3) Audio visual murni, seperti film video-
cassett. (4) Audio visual tidak murni, misalnya film bingkai suara yang unsur
gambarnya bersumber dari slides proyektor dan unsur suaranya bersumber dari
tape recorder.
Kegunaan media audio visual menurut Sri Utari Subyakto dan Nababan
(1993: 207) antara lain: 1) memberi kesempatan kepada pelajar untuk berlatih
secara mandiri di dalam maupun di luar kelas, 2)
meringankan/membantu/melengkapi peran guru, 3) memberi model yang tetap
(tidak berubah) kapada pelajar, khususnya kalau rekaman berisi ulangan-ulangan
yang banyak dan intonasi-intonasi yang tertentu, 4) mendengarkan suara beberapa
orang penutur asli di kelas sehingga pelajar dapat membedakan suara orang
wanita, pria, anak, pemuda dengan segala ragamnya, dan 5) merekam suara
pelajar agar dapat digunakan oleh guru dalam mengevaluasi penguasaan BT dan
oleh pelajar untuk mengevaluasi hasil produksi diri sendiri.
Berbeda dengan pendapat di atas, A.H. Sulaeman (dalam Subana dan
Sunarti, 2009: 294) menjelaskan kegunaan audio visual aids, yaitu sebagai berikut.
60
D. Penerapan Metode Mind Map dan Penggunaan Media Audio Visual dalam
Pembelajaran Keterampilan Menyimak
Menyimak adalah salah satu keterampilan berbahasa dan merupakan sebuah
proses. Untuk itu, dalam pelaksanaan pembelajaran di sekolah, materi menyimak
harus dipraktikkan. Keterampilan tidak akan dikuasai dengan baik hanya dengan
cara berteori, tetapi perlu dipraktikkan secara langsung untuk melatih organ-organ
tubuh yang berhubungan dengan keterampilan menyimak agar berfungsi dengan
baik.
Kegiatan menyimak berperan penting dalam pengembangan kemampuan
berbahasa seseorang, terutama bagi para siswa. Pembelajaran menyimak bukan
semata-mata penyajian materi dengan mendengarkan segala informasi, melainkan
ada proses pemahaman yang harus dikembangkan di sana. Dalam pembelajaran,
siswa diharapkan mampu menyimak dengan baik informasi yang disampikan oleh
guru maupun media elektronik, agar informasi yang disampaikan tersebut dapat
61
6. Siswa membuat mind map mulai dari bagian tengah permukaan secarik kertas
kosong yang diletakkan dalam posisi memanjang.
7. Siswa menambahkan sebuah gambar (sesuai kreativitas siswa, tetapi masih
berhubungan dengan cerita rakyat yang disimaknya) pada gagasan sentral pada
mind map.
8. Siswa menggunakan warna pada mind map yang mereka buat agar terlihat
lebih menarik.
9. Siswa membuat cabang mind map dalam bentuk garis lengkung; dan mulai
menghubungkan cabang-cabang utama ke gambar sentral, kemudian
menghubungkan cabang kedua dan ketiga pada cabang pertama dan kedua.
10. Siswa menambahkan kata kunci pada setiap cabang, kemudian menambahkan
gambar serta warna.
11. Setelah selesai membuat mind map, siswa mengisi nama pembuat mind map.
12. Siswa mengumpulkan mind map yang telah dibuat oleh untuk dinilai oleh
guru.
13. Guru memberikan lembaran tes yang berisi beberapa buah pertanyaan yang
berkaitan dengan cerita rakyat yang telah disimak siswa.
14. Guru dan siswa bersama-sama menyimpulkan pembelajaran, dan melakukan
refleksi. Yang direfleksi adalah mengenai kekurangan dan kelebihan dalam
pelaksanaan pembelajaran.
15. Guru menutup pembelajaran.
63
BAB IV
SIMPULAN DAN SARAN
A. Simpulan
Berdasarkan pembahasan di atas dapat disimpulkan beberapa hal sebagai
berikut.
1. Menyimak adalah kemampuan seseorang untuk menangkap dan memahami pesan
lisan yang disampaikan orang lain dengan saksama yang mencakup kegiatan
mendengarkan, mengidentifikasi, menginterpretasi, menilai, dan mereaksi
makna bunyi bahasa yang disimak. Dalam kegiatan menyimak diperlukan
keterlibatan secara aktif dan juga dibutuhkan perhatian dari penyimak. Tujuan
menyimak adalah memeroleh informasi secara utuh dari pembicara, agar
penyimak dapat menganalisis dan memahami bahan/informasi yang disimak
dengan baik.
2. Metode mind map merupakan salah satu cara untuk berpikir secara praktis dan
efisien, yang memanfaatkan kerja otak secara efektif, dengan cara membuat
suatu pemetaan (peta pikiran), sehingga otak lebih mudah mengingat dan
menarik kembali informasi yang diterima. Keunggulan metode mind map
adalah mengaktifkan seluruh ide-ide yang ada di otak atau pikiran,
meningkatkan kosentrasi pada pokok bahasan tertentu, memperkuat daya ingat,
dan pembuatannya menyenangkan sehingga dapat menghilangkan rasa jenuh
siswa saat belajar. Sedangkan manfaat metode mind map, yaitu fleksibel,
dapat memusatkan perhatian, meningkatkan pemahaman, menyenangkan, dan
merangsang kerja otak kiri dan kanan.
3. Pengajaran melalui media audio visual adalah penggunaan media atau materi
yang penyerapannya melalui pandangan dan pendengaran serta tidak
seluruhnya tergantung kepada pemahaman kata atau simbol-simbol yang
serupa. Kegunaan media audio visual dalam pembelajaran, yaitu: 1)
memberikan kesempatan kepada siswa untuk belajar atau berlatih sendiri, 2)
mempermudah penyampaian dan penerimaan materi pelajaran atau informasi
yang disampaikan guru, 3) mendorong motivasi belajar siswa, 4) penyampaian
64
materi menjadi lebih efektif dan dapat mempersingkat penggunaan waktu, dan
5) materi pelajaran atau informasi yang disampaikan guru, lebih lama diingat
oleh siswa.
4. Adapun langkah-langkah pembelajaran yang ditempuh dalam penerapan
metode mind map dan penggunaan media audio visual untuk meningkatkan
pembelajaran keterampilan menyimak. (1) Siswa diberikan materi tentang
materi yang akan diajarkan. (2) Guru memberikan materi tentang mind map,
mulai dari pengertian, cara membuat, dan contoh mind map, serta latihan
membuat mind map. (3) Siswa menguasai materi tersebut, siswa disuruh
menyimak cerita rakyat, misalnya yang ditampilkan pada LCD. (4) Siswa
ditugaskan untuk membuat mind map pada kertas sesuai dengan langkah-
langkah pembuatan mind map yang telah dijelaskan. (5) Setelah mind map
hampir sempurna tidak lupa guru mengingatkan agar siswa menambahkan
gambar dan warna agar mind mapping yang dibuat oleh siswa menjadi lebih
menarik. (6) Usai membuat mind map, siswa diberikan tes yang berisikan
beberapa butir soal yang berkaitan dengan cerita rakyat yang mereka simak.
5. Penerapan metode mind map dan penggunaan media audio visual dapat
meningkatkan pembelajaran keterampilan menyimak.
B. Saran
Pembaca dan penulis lainnya disaranku untuk menulis metode dan media
yang cocok digunakan dalam keterampilan menyimak. Keterampilan meyimak
adalah salah satu keterampilan berbahasa yang tidak boleh diabakan. Tidak semua
peserta didik dapat menyimak dengan baik sehingga keterampilan ini perlu
diperhatikan dan ditingkatkan bagi peserta didik.
65
DAFTAR PUSTAKA
Buzan, Tony. 2010. Buku Pintar Mind Map. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.
DePorter, Bobbi. 1992. Quantum Teaching. New York: Bantam Doubleday Dell
Publishing Group, Inc.
Edward, Caroline. 2009. Mind Mapping untuk Anak Sehat dan Cerdas.
Yogyakarta:Wangun Printika.
Green, A. John. 1966. Fields of Teaching and Educational Services. New York:
Harper and Row, Publishers.
Hasan Alwi, dkk. 2003. Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai
Pustaka.
Khusnul Wardan. 2010. “Multi Media dalam Pengajaran”. Jurnal Manahij. Vol.
III, No. 2, Hal 59-81.
Loban, Walter, dkk. 1961. Teaching Language and Literature. New York:
Harcourt, Brace & World, Inc.
Luo, Chunpin. 2008. “An Action Research Plan for Developing and Implementing
The Students’ Listening Comprehension Skills”. Journal English
Language Teaching. Vol. 1, No. 1, Hal. 25-28.
Main Sufanti. 2010. Strategi Pengajaran Bahasa dan Sastra Indonesia. Surakarta:
Yuma Pustaka.
Sri Utari Subyakto dan Nababan. 1993. Metodelogi Pengajaran Bahasa. Jakarta:
PT Gramedia Pustaka.
Subana dan Sunarti. 2006. Strategi Belajar Mengajar Bahasa Indonesia. Bandung:
Pustaka Setia Bandung.
Sutanto Widura. 2008. Mind Map For Business Effectiveness. Jakarta: PT Elex
Media Komputindo.