Anda di halaman 1dari 66

PENGARUH MOTIVASI INTRINSIK TERHADAP PERILAKU KERJA

INOVATIF DENGAN BERBAGI PENGETAHUAN SEBAGAI VARIABEL


MEDIASI PADA KARYAWAN PT. KERETA API INDONESIA
(PERSERO) DIVRE II SUMATERA BARAT

SKRIPSI

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Ekonomi
(SE) Pada Fakultas Ekonomi Dan Bisnis Universitas Negeri Padang

OLEH

SELFI ATMA WIJAYA


2020 / 20059097

DEPARTEMEN MANAJEMEN
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS NEGERI PADANG
2023
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis ucapkan kepada Allah SWT atas segala rahmat dan karunia-

Nya, yang telah melimpahkan berkah serta petunjuk-Nya sehingga penulis dapat

menyelesaikan proposal penelitian ini dengan baik yang berjudul : “Pengaruh Motivasi

Intrinsik terhadap Perilaku Kerja Inovatif dengan Berbagi Pengetahuan sebagai

Variabel Mediasi pada Karyawan PT. Kereta Api Indonesia (Persero) Divre II

Sumatera Barat". Dan tidak lupa pula iringan salam dan shalawat kepada Rasulullah

SAW sebagai figur yang senantiasa memberikan inspirasi tentang berbagai hal dalam

menyikapi kehidupan menuju ridha-Nya.

Penulis mengucapkan terimakasih kepada pihak-pihak yang sudah membantu

untuk menyelesaikan proposal penelitian ini. Dalam penyusunan proposal ini, penulis

menyadari sepenuhnya bahwa proposal ini masih jauh dari kesempurnaan karena

pengalaman dan pengetahuan penulis yang terbatas. Oleh karena itu, kritik dan saran

dari semua pihak sangat diharapkan demi terciptanya proposal yang lebih baik lagi

untuk masa mendatang. Penulis sangat berharap proposal penelitian ini dapat

memberikan manfaat bagi pembaca.

Padang, November 2023

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ................................................................................................. i

DAFTAR ISI ............................................................................................................... ii

BAB I PENDAHULUAN ........................................................................................... 1

A. Latar Belakang ................................................................................................. 1

B. Identifikasi Masalah ....................................................................................... 12

C. Batasan Masalah ............................................................................................. 13

D. Rumusan Masalah .......................................................................................... 13

E. Tujuan Penelitian ........................................................................................... 14

F. Manfaat Penelitian ......................................................................................... 15

BAB II KAJIAN TEORI ......................................................................................... 17

A. Kajian Teori ................................................................................................... 17

1. Teori Determinasi Diri ....................................................................... 17

2. Perilaku Kerja Inovatif ...................................................................... 21

3. Motivasi Intrinsik ............................................................................... 27

4. Berbagi Pengetahuan .......................................................................... 31

B. Penelitian Relevan .......................................................................................... 33

C. Kerangka Konseptual ..................................................................................... 37

D. Hipotesis Penelitian ........................................................................................ 38

BAB III METODE PENELITIAN ........................................................................ 44

A. Desain Penelitian ............................................................................................ 44

ii
B. Tempat dan Waktu Penelitian ........................................................................ 44

C. Populasi dan Sampel ...................................................................................... 45

1. Populasi .............................................................................................. 45

2. Sampel ................................................................................................ 46

D. Variabel Penelitian dan Definisi Operasional ................................................ 46

1. Variabel Penelitian ............................................................................. 46

2. Definisi Operasional ........................................................................... 47

E. Instrumen dan Teknik Pengumpulan Data ..................................................... 49

1. Instrumen Penelitian ........................................................................... 49

2. Jenis dan Sumber Penelitian ............................................................... 51

3. Teknik Pengumpulan Data ................................................................. 51

F. Teknik Analisis Data ...................................................................................... 52

1. Analisis Deskriptif ............................................................................. 53

2. Analisis Statistik Inferensial .............................................................. 55

DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................... 59

iii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Di era globalisasi ini, keberadaan karyawan yang memiliki kemampuan

inovatif menjadi suatu keharusan bagi organisasi yang ingin berhasil dalam

dinamika lingkungan yang cepat berubah. Inovasi bukan hanya sekedar nilai

tambah, tetapi juga kunci untuk meningkatkan produktivitas dalam berbagai

sektor. Penelitian perilaku kerja inovatif menjadi semakin relevan karena

memberikan wawasan mendalam tentang bagaimana individu dan tim

berkolaborasi untuk menciptakan solusi kreatif dan berinovasi. Dengan memahami

faktor-faktor yang mendorong perilaku inovatif, perusahaan dapat merancang

strategi yang mendukung perkembangan kreativitas karyawan. De Jong dan Den

Hartog (2010) mencatat bahwa perilaku kerja inovatif pada tingkat individu telah

membawa perubahan signifikan bagi organisasi, terutama dalam hal mencapai

keunggulan kompetitif yang berkelanjutan.

Sementara itu, perhatian para peneliti dan industri terfokus pada inovasi

disebabkan karena kontribusinya dalam menciptakan keunggulan bersaing di

dunia bisnis yang selalu berubah saat ini (Smith, 2018). Dalam hal ini, inovasi

telah menjadi salah satu kunci keberhasilan bagi organisasi. Inovasi bukan hanya

tentang menciptakan sesuatu yang benar-benar baru, tetapi juga tentang

1
2

menciptakan sesuatu yang lebih baik atau berbeda dari cara sebelumnya.

Kemampuan untuk terus berinovasi dan beradaptasi dengan perubahan pasar

adalah kunci untuk menciptakan dan mempertahankan keunggulaan bersaing

dalam bisnis modern. Inovasi tidak lagi hanya menjadi tugas departemen riset dan

pengembangan, tetapi sekarang menjadi tanggung jawab bersama seluruh

karyawan dalam organisasi.

Keberhasilan dalam mengembangkan organisasi dipengaruhi oleh

beberapa faktor, salah satunya adalah sumber daya manusia, karena merupakan

pelaku dari keseluruhan tingkat perencanaan sampai dengan evaluasi yang mampu

memanfaatkan sumber daya lain yang dimiliki oleh organisasi atau perusahaan.

Selain itu agar aktivitas manajemen berjalan dengan baik, perusahaan harus

memiliki karyawan yang berpengetahuan, memiliki motivasi kerja dan

berketerampilan tinggi serta usaha berperilaku inovatif untuk mengelola

perusahaan sebaik mungkin sehingga kinerja karyawan meningkat.

Oleh karena itu, perilaku kerja inovatif karyawan menjadi hal yang sangat

penting bagi efektivitas dan kelangsungan hidup organisasi. Karena karyawan

yang mampu berinovasi memainkan peran penting dalam menciptakan nilai

tambah, meningkatkan efisiensi operasional, dan menjawab tantangan pasar yang

dinamis. Dimana karyawan dituntut untuk memikirkan dan menerapkan ide-ide

yang inovatif dalam merespon perubahan dalam lingkungan kerja.

Menurut Niesen et al., (2018), salah satu cara dalam membuat organisasi

lebih inovatif adalah berhenti dengan hanya mengandalkan divisi penelitian dan
3

pengembangan untuk inovasi dan alih-alih meningkatkan kemampuan inovatif

pada semua karyawan. Purc dan Laguna (2019) juga menekankan pada pentingnya

peran karyawan dalam inovasi dengan cara menyatakan bahwa karyawan adalah

individu yang menciptakan dan menerapkan solusi inovatif dalam suatu

organisasi.

Disamping itu Afsar et al., (2018) mengemukakan pandangan yang

menarik. Mereka menyatakan bahwa karyawan yang aktif terlibat dalam perilaku

kerja inovatif memiliki kemampuan untuk dengan cepat dan tepat mengenali

situasi kerja yang baru. Lebih dari itu, mereka juga mampu memberikan ide-ide

orisinal yang dapat secara signifikan meningkatkan kualitas layanan dan produk

yang ditawarkan oleh perusahaan. Dengan demikian, partisipasi karyawan dalam

perilaku inovatif tidak hanya memberikan kontribusi pada tingkat individual,

tetapi juga memberikan dampak positif pada kemampuan perusahaan untuk

beradaptasi dengan perubahan dan memperkaya portofolio produk atau

layanannya. Sejalan dengan konsep ini, De Jong & Den Hartog (2010),

mengungkapkan empat indikator perilaku kerja inovatif yaitu melihat peluang,

menemukan ide, memperjuangkan ide, dan mengimplementasikan ide. Disamping

itu inovasi tidak berhenti setelah satu ide atau proyek saja, tetapi penting juga bagi

individu untuk mengadopsi sikap pembelajaran yang berkelanjutan, selalu mencari

kesempatan untuk mengembangkan diri, mengeksplorasi pengetahuan baru, dan

terus meningkatkan keterampilan serta pemahaman mereka.

Dalam upaya mengadaptasi karyawan agar dapat berpikir kreatif dan


4

inovatif, diperlukan pemahaman terhadap berbagai elemen, baik internal maupun

eksternal. Salah satu elemen kunci dalam proses ini adalah motivasi intrinsik.

Motivasi intrinsik merupakan dorongan internal yang memotivasi seseorang untuk

melakukan aktivitas atau tugas karena keinginan memenuhi kebutuhan psikologis

dasar, seperti kebutuhan akan kompetensi, otonomi, dan keterkaitan sosial.

Kebutuhan akan kompetensi berperan sebagai pendorong utama yang mendorong

individu untuk mencapai pencapaian tinggi dan mengembangkan keterampilan

mereka. Dorongan ini muncul dari keinginan batiniah untuk merasa mampu dan

efektif dalam menjalankan tugas atau aktivitas tertentu. Individu yang merasa

mereka dapat mencapai tingkat kompetensi yang tinggi cenderung memiliki

motivasi yang kuat untuk terus belajar, berinovasi, dan meningkatkan diri. Selain

itu, kebutuhan akan kompetensi juga dapat membentuk pola perilaku yang

proaktif, di mana individu tidak hanya berfokus pada pemenuhan tugas rutin, tetapi

juga berusaha untuk mengatasi tantangan yang lebih kompleks dan menantang.

Melalui upaya ini, mereka dapat mencapai tingkat keahlian yang lebih tinggi dan

membentuk fondasi untuk kontribusi yang lebih berarti dalam lingkungan kerja.

Oleh karena itu, pengakuan dan pemenuhan kebutuhan akan kompetensi menjadi

kunci dalam memotivasi individu untuk mencapai prestasi tinggi dan

meningkatkan kualitas pekerjaan mereka secara keseluruhan.

Disamping itu, otonomi sebagai elemen lain dari motivasi intrinsik

memberikan ruang bagi individu untuk memiliki kendali atas pekerjaan mereka

sendiri. Dengan adanya otonomi, karyawan merasa lebih emansipatif dalam


5

mengeksplorasi ide-ide inovatif tanpa adanya pembatasan yang berlebihan. Ini

dapat menciptakan lingkungan yang mendukung eksperimen dan risiko yang

diperlukan untuk inovasi.

Selanjutnya, kebutuhan akan keterkaitan sosial dalam motivasi intrinsik

menggarisbawahi pentingnya interaksi positif dengan rekan kerja. Kolaborasi dan

pertukaran ide yang konstruktif antar individu menjadi faktor penting dalam

mendorong perilaku kerja inovatif. Kesinambungan antara motivasi intrinsik dan

perilaku kerja inovatif menciptakan dinamika kerja yang memacu kreativitas,

memajukan ide, dan membantu organisasi beradaptasi dengan perubahan secara

lebih efektif. Oleh karena itu, pengakuan terhadap pentingnya motivasi intrinsik

menjadi langkah strategis dalam membangun tim yang kreatif dan inovatif di

dalam organisasi.

Teori determinasi diri yang dijelaskan oleh Gagne & Deci (2005)

mengungkapkan bahwa organisasi yang memberikan ruang otonom terbukti

merangsang tingkat kreativitas. Dengan demikian, dalam suatu lingkungan kerja

yang mendukung, individu yang termotivasi secara intrinsik cenderung menjadi

lebih ingin tahu, menghasilkan ide-ide kreatif, dan secara aktif menerapkannya

dalam praktik sehari-hari. Sesuai dengan penelitian Grant & Berry (2011) yang

menegaskan bahwa individu yang memiliki motivasi intrinsik yang tinggi

cenderung lebih kreatif. Selain itu Amabile (1997) juga berpendapat bahwa

pegawai akan lebih kreatif bila mempunyai motivasi intrinsik yang tinggi, yang

mana pada akhirnya pegawai dapat menghasilkan ide-ide baru yang berguna bagi
6

organisasi dan mempunyai cukup keberanian untuk mengemukakan pendapat dan

gagasannya kepada orang lain.

Menurut Grant dan Berry (2011), ketika karyawan termotivasi secara

intrinsik, mereka akan merasakan rangsangan kreativitas positif yang mendorong

mereka untuk mengakses lebih banyak informasi dan pada gilirannya mendorong

mereka untuk mengidentifikasi ide-ide yang mereka miliki dengan cara yang

fleksibel. Teori determinasi diri juga menunjukkan bahwa motivasi intrinsik

mendorong kreativitas karyawan melalui peningkatan ketekunan, karena

karyawan dengan motivasi intrinsik akan selalu rajin dan siap melakukan tugas-

tugas yang menantang, kompleks, dan tidak biasa (Gagne & Deci, 2005).

Teori determinasi diri menekankan bahwa motivasi intrinsik dapat

mendorong individu untuk mempertahankan tingkat rasa ingin tahu yang tinggi.

Individu tersebut lebih cenderung terbuka untuk bekerja, belajar, dan menjelajahi

ide-ide baru. Mereka aktif mencari cara dan metode baru melalui komunikasi dan

pembelajaran, dengan tujuan memuaskan minat dan keingintahuan pribadi, yang

pada akhirnya mendorong perilaku berbagi pengetahuan. Karyawan yang secara

intrinsik termotivasi untuk berbagi pengetahuan menemukan bahwa aktivitas

tersebut sangat menarik dan memenuhi kepentingan diri sendiri dan organisasi

(Foss et al., 2007). Dengan adanya motivasi intrinsik, karyawan mendapati diri

mereka didorong secara internal untuk berbagi pengetahuan. Motivasi ini muncul

dari keinginan yang tumbuh dari dalam diri mereka sendiri, bukan semata-mata

karena penghargaan eksternal. Dorongan intrinsik ini menjadi kekuatan penggerak


7

yang memotivasi karyawan untuk melampaui batas-batas tugas rutin dan dengan

sukarela berkontribusi dengan berbagi pengetahuan mereka. Inisiatif untuk berbagi

ilmu menjadi lebih bermakna karena berasal dari keinginan batin yang kuat untuk

memberikan kontribusi positif terhadap tim dan organisasi secara keseluruhan.

Dalam konteks motivasi intrinsik, berbagi ilmu bukan hanya menjadi tugas

rutin, melainkan sebuah ekspresi sukarela dari rasa tanggung jawab dan

kebanggaan terhadap pertumbuhan bersama. Seiring karyawan merasakan dampak

positif dari kontribusi mereka, motivasi intrinsik menjadi pendorong semangat

berbagi pengetahuan untuk terus memperkaya lingkungan kerja dengan pertukaran

pengetahuan yang bermanfaat.

Berbagi pengetahuan memungkinkan transfer ide-ide dan pengalaman

yang berguna antar individu di dalam organisasi. Dengan berbagi pengetahuan,

karyawan dapat saling belajar dan memperkaya ide-ide inovatif, yang pada

gilirannya dapat meningkatkan kinerja inovatif organisasi secara keseluruhan.

Berbagi pengetahuan dianggap sebagai alat mendasar untuk menumbuhkan

perilaku inovatif pada karyawan dan memfasilitasi aktivitas inovatif (Wang et al.,

2017). Disi lain Zu dan Mu (2016) menunjukkan bahwa ketika pengetahuan

dibagikan di antara karyawan, mereka cenderung menguraikan, mengintegrasikan,

dan menerjemahkan informasi dibandingkan hanya meneruskannya kepada

penerima. Latihan ini merangsang keterlibatan dalam perilaku kerja yang inovatif

termasuk mencari peluang perubahan dan penerapannya pada praktik kerja yang

ada.
8

Secara umum, penelitian sebelumnya memverifikasi bahwa perilaku kerja

inovatif dipengaruhi secara positif oleh berbagi pengetahuan (Thanuja

Ariyasinghe Asurakkody & Sang Hee Kim, 2020; Dhyah Harjanti & Angelina

Desiana Halim,2022; Ziqin Xu & Sid Suntrayuth, 2022). Mendorong berbagi

pengetahuan karyawan menjadi faktor yang berpengaruh dalam memfasilitasi dan

menstimulasi karyawan agar memiliki perilaku kerja yang inovatif. Karena

semakin sering karyawan mau berbagi pengetahuan maka pengetahuan karyawan

itu akan semakin bertambah. Jika pengetahuan bertambah maka karyawan tersebut

akan mengeluarkan ide-ide serta mengimplementasikan ide tersebut.

Dalam beberapa tahun terakhir, beberapa penelitian telah mengungkapkan

lebih rinci bahwa motivasi intrinsik berdampak positif pada perilaku kerja inovatif.

Namun penting untuk dicatat bahwa pada saat ini penelitian mengenai hubungan

antara motivasi intrinsik dan perilaku kerja inovatif belum sepenuhnya

mempertimbangkan peran mediasi yang dimainkan oleh berbagi pengetahuan.

Oleh karena itu, fokus penelitian ini adalah untuk menyelidiki lebih lanjut

pengaruh motivasi intrinsik terhadap perilaku kerja inovatif dengan menguji peran

berbagi pengetahuan sebagai variabel mediasi.

Dengan memahami peran berbagi pengetahuan sebagai mekanisme yang

menghubungkan motivasi intrinsik dengan perilaku kerja inovatif, organisasi

mampu merancang strategi yang lebih efektif untuk mendorong perilaku kerja

inovatif karyawan. Oleh karena itu, dalam penelitian ini mengambil objek pada

karyawan PT. Kereta Api Indonesia (Persero) Divre II Sumatera Barat.


9

PT. Kereta Api Indonesia (Persero) Divre II Sumatera Barat adalah sebuah

perusahaan milik negara yang bertanggung jawab atas pengelolaan dan

operasional sistem perkeretaapian di wilayah Sumatera Barat, Indonesia. Sebagai

Divisi Regional II, PT. Kereta Api Indonesia (Persero) Divre II Sumatera Barat

memiliki peran penting dalam mengatur dan mengoperasikan layanan kereta api

di wilayah Sumatera Barat.

Dengan komitmen untuk memberikan layanan kereta api yang berkualitas

dan berkontribusi pada pembangunan daerah, PT. Kereta Api Indonesia (Persero)

Divre II Sumatera Barat terus berupaya meningkatkan kualitas operasionalnya dan

menjadi mitra yang dapat diandalkan bagi masyarakat Sumatera Barat dalam hal

transportasi kereta api. Oleh sebab itu, perilaku kerja yang inovatif dari karyawan

sangat diperlukan, karena dapat meningkatkan efisiensi dan efektivitas dalam

meningkatkan kualitas operasional serta menjadi mitra yang dapat diandalkan bagi

masyarakat. PT. KAI harus terus berinovasi agar dapat bersaing dalam lingkungan

transportasi yang semakin beragam, termasuk persaingan dari kendaraan pribadi

seperti mobil dan motor. PT KAI dapat berinovasi dalam hal pelayanan pelanggan

dengan memperkenalkan teknologi seperti aplikasi seluler untuk pembelian tiket,

pelacakan jadwal dan layanan pelanggan. Kemudian aksesibilitas dan kenyamanan

adalah faktor penting yang dapat menjadikan PT KAI sebagai pilihan yang

menarik bagi pelanggan.

Berdasarkan data pada PT. Kereta Api Indonesia (Persero) Divre II

Sumatera Barat, pada tahun 2012 PT. Kereta Api Indonesia (PERSERO)
10

mendapat penghargaan pada Anugerah BUMN 2012 sebagai BUMN Inovatif

Terbaik (Best of The Best). Namun pada tahun selanjutnya PT. Kereta Api

Indonesia (PERSERO) tidak lagi mendapatkan penghargaan tersebut. Dalam

Anugerah BUMN, inovasi menjadi faktor penting dalam memenangkan

persaingan dan menjadi syarat bagi keberhasilan BUMN dalam menjalankan

proses transformasi menuju perusahaan yang sehat dan unggul.

Disamping itu, PT. Kereta Api Indonesia (Persero) Divre II Sumatera Barat

merupakan salah satu BUMN yang juga berkomitmen untuk menerapkan Core

Values AKHLAK. Dengan adanya AKHLAK ini akan menjadi role model atau

pedoman bagi karyawan dalam berperilaku. Dalam AKHLAK dijelaskan bahwa

karyawan harus adaptif yaitu karyawan dituntut untuk terus berinovasi dalam

menggerakkan ataupun menghadapi perubahan. Namun berdasarkan pengalaman

penulis ketika melaksanakan magang selama 40 hari, penulis mengamati bahwa

nilai-nilai adaptif yang terkait dengan inovasi tersebut belum sepenuhnya

terimplementasikan oleh sebagian besar karyawan. Penulis melihat sebagian

karyawan tampaknya masih cenderung menjalani rutinitas kerja mereka tanpa

berusaha untuk mencari solusi baru atau menciptakan perubahan yang positif

dalam pekerjaan mereka. Mereka mungkin terlalu terpaku pada metode lama atau

takut untuk mencoba hal baru. Hal ini dapat menjadi kendala serius dalam

mengembangkan budaya inovasi yang sehat di perusahaan.

Selain itu penulis melihat bahwa kurangnya motivasi intrinsik pada

sebagian karyawan PT. KAI (Persero) Divre II Sumbar. Terlihat bahwa sebagian
11

karyawan tidak menunjukkan minat untuk terlibat dalam proyek tambahan atau

tanggung jawab yang tidak diharapkan. Mereka tidak tampak mencari peluang

untuk meningkatkan keterampilan atau pengetahuan mereka. Di samping itu,

beberapa karyawan juga terlihat menghadapi kesulitan dalam menyelesaikan

pekerjaan mereka dengan efisien, menunjukkan kemungkinan kurangnya

dorongan intrinsik untuk menyelesaikan tugas dengan optimal.

Sebagai perusahaan yang beroperasi dalam industri transportasi yang terus

berubah, inovasi menjadi kunci untuk menghadapi tantangan dan memenuhi

kebutuhan pelanggan yang berkembang. Nilai-nilai adaptif, seperti fleksibilitas

dan kreativitas sangat penting dalam memungkinkan inovasi. Namun, tanpa

adanya pertukaran pengetahuan yang cukup di antara karyawan, sulit bagi ide-ide

inovatif untuk muncul dan berkembang. Karyawan perlu berbagi pengalaman dan

pengetahuan mereka agar dapat saling menginspirasi dan memperkaya gagasan

inovatif.

Penting untuk memahami bahwa inovasi di dalam suatu organisasi

melibatkan lebih dari sekadar dorongan intrinsik individu. Meskipun penelitian

telah banyak memfokuskan pada motivasi intrinsik sebagai faktor yang

memengaruhi perilaku kerja inovatif, perlu diakui juga motivasi intrinsik hanya

merupakan satu elemen dalam persamaan yang lebih luas. Dalam konteks ini,

pentingnya karyawan aktif berbagi pengetahuan menjadi kunci untuk membangun

fondasi inovasi yang kuat di dalam organisasi. Konsep berbagi pengetahuan, yang

dapat didefinisikan sebagai keinginan karyawan untuk saling berbagi informasi


12

dengan rekan kerja mereka (Lin, 2007), menjadi landasan untuk pengembangan

ide-ide baru yang dapat mengarah pada inovasi. Aktivitas berbagi pengetahuan

menciptakan lingkungan di mana ide-ide dapat bersirkulasi dan diterapkan secara

kolaboratif. Inisiatif ini tidak hanya memotivasi penerima pengetahuan untuk

mengembangkan dan menerapkan ide-ide baru, tetapi juga menciptakan sinergi

antara individu-individu di dalam organisasi. Sejalan dengan pendapat Mura et al.,

(2013) bahwa berbagi pengetahuan mendorong penerima pengetahuan untuk

mengembangkan dan menerapkan ide-ide baru.

Dengan mengacu pada fenomena yang telah dijelaskan sebelumnya, dapat

dilihat keterkaitan dan pentingnya untuk meningkatkan perilaku kerja inovatif.

Dalam penelitian ini, motivasi intrinsik dan berbagi pengetahuan merupakan

faktor yang dapat mempengaruhi perilaku kerja inovatif. Oleh karena itu, peneliti

tertarik untuk meneliti lebih dalam tentang “Pengaruh Motivasi Intrinsik

Terhadap Perilaku Kerja Inovatif Dengan Berbagi Pengetahuan Sebagai

Variabel Mediasi Pada Karyawan PT. Kereta Api Indonesia (Persero) Divre

II Sumatera Barat”.

B. Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang penelitian di atas, maka dapat diketahui

permasalahan yang ada adalah sebagai berikut :

1. Belum optimalnya perilaku kerja inovatif pada karyawan PT. Kereta Api

Indonesia (Persero) Divre II Sumatera Barat.

2. Sebagian besar karyawan tampaknya masih cenderung menjalani rutinitas


13

kerja mereka tanpa berusaha untuk menciptakan perubahan yang positif

dalam pekerjaan mereka.

3. Masih rendahnya motivasi intrinsik pada karyawan PT. Kereta Api

Indonesia (Persero) Divre II Sumatera Barat.

C. Batasan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah dan identifikasi masalah yang telah

diuraikan sebelumnya, maka pembahasan Perilaku Kerja Inovatif pada Karyawan

PT Kereta Api Indonesia (Persero) Divre II Sumbar. Dalam penelitian ini dibatasi

pada variabel yang tampaknya berkaitan erat dengan Motivasi Intrinsik dan

Berbagi Pengetahuan.

D. Rumusan Masalah

Berdasarkan konteks dan pemahaman terhadap masalah yang telah

diidentifikasi, rumusan masalah yang dapat diajukan dalam penelitian ini adalah

sebagai berikut:

1. Apakah Motivasi Intrinsik berpengaruh positif terhadap Berbagi

Pengetahuan pada karyawan PT. Kereta Api Indonesia (Persero) Divre II

Sumatera Barat?

2. Apakah Berbagi Pengetahuan berpengaruh positif terhadap Perilaku Kerja

Inovatif pada karyawan PT. Kereta Api Indonesia (Persero) Divre II

Sumatera Barat?
14

3. Apakah Motivasi Intrinsik berpengaruh positif terhadap Perilaku Kerja

Inovatif pada karyawan PT. Kereta Api Indonesia (Persero) Divre II

Sumatera Barat?

4. Apakah Motivasi Intrinsik berpengaruh positif terhadap Perilaku Kerja

Inovatif melalui Berbagi Pengetahuan pada karyawan PT. Kereta Api

Indonesia (Persero) Divre II Sumatera Barat ?

E. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah diatas, maka tujuan yang ingin dicapai

dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Menguji adanya pengaruh positif Motivasi Intrinsik terhadap Berbagi

Pengetahuan pada karyawan PT. Kereta Api Indonesia (Persero) Divre II

Sumatera Barat.

2. Menguji adanya pengaruh positif Berbagi Pengetahuan terhadap Perilaku

Kerja Inovatif pada karyawan PT. Kereta Api Indonesia (Persero) Divre II

Sumatera Barat.

3. Menguji adanya pengaruh positif Motivasi Intrinsik terhadap Perilaku Kerja

Inovatif pada karyawan PT. Kereta Api Indonesia (Persero) Divre II

Sumatera Barat.

4. Menguji adanya pengaruh positif Motivasi Intrinsik terhadap Perilaku Kerja

Inovatif melalui Berbagi Pengetahuan pada karyawan PT. Kereta Api


15

Indonesia (Persero) Divre II Sumatera Barat.

F. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat baik dari segi teoritis

maupun praktis :

1. Manfaat Teoritis

a) Kontribusi terhadap pengetahuan

Penelitian ini dapat memberikan sumbangan baru terhadap teori

dan pengetahuan dalam bidang perilaku organisasi, khususnya tentang

hubungan antara motivasi instrinsik, perilaku kerja inovatif, dan berbagi

pengetahuan. Hasil penelitian ini dapat melengkapi dan memperkaya

literatur yang ada serta memberikan landasan teoritis yang kuat untuk

penelitian masa depan di bidang ini.

b) Pemahaman tentang hubungan kausal

Penelitian ini dapat membantu dalam memahami hubungan

kausal antara motivasi instrinsik, perilaku kerja inovatif, dan berbagi

pengetahuan. Dengan memperoleh pemahaman yang lebih mendalam

tentang faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku kerja inovatif dan

mekanisme yang menghubungkannya, penelitian ini dapat menguatkan

teori dan memperluas pemahaman kita tentang bagaimana organisasi

dapat mendorong perilaku inovatif karyawan.


16

2. Manfaat Praktis

a) Bagi Peneliti, memperluas wawasan dan pengetahuan tentang faktor

dominan apa saja yang dapat meningkatkan perilaku kerja inovatif dan

sebagai sarana untuk mengembangkan dan menerapkan ilmu yang sudah

diperoleh untuk mempersiapkan diri dalam memasuki dunia kerja.

b) Bagi institusi, penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi

yang bermanfaat untuk mengambil kebijakan dalam meningkatkan

perilaku kerja inovatif.

c) Bagi karyawan pada PT Kereta Api Indonesia (Persero) Divre II Sumbar

diharapkan dengan adanya penelitian ini, bisa menjadi masukan bagi

karyawan untuk mengetahui pengaruh motivasi intrinsik terhadap

perilaku kerja inovatif melalui berbagi pengetahuan.


BAB II

KAJIAN TEORI

A. Kajian Teori

Kajian teori digunakan untuk membantu mempelajari dan meninjau literatur

yang terkait dengan masalah variabel penelitian sehingga dapat menghasilkan dan

mengembangkan hipotesis.

1. Teori Determinasi Diri (Self-Determination Theory)

Penelitian ini menggunakan Teori Determinasi Diri sebagai grand theory.

Teori determinasi diri merupakan salah satu teori motivasi kontemporer

yang dikemukakan oleh Edward L. Deci dan Richard Ryan. Teori determinasi

diri adalah sebuah teori motivasi yang mengajukan terdapat tiga kebutuhan

organismik dasar (kompetensi, otonomi, dan keterkaitan sosial) yang

mencirikan motivasi intrinsik. Berikut tiga kebutuhan psikologis dasar yang

ditekankan dalam SDT:

1. Kebutuhan akan kompetensi (Competence): Kebutuhan ini berkaitan

dengan dorongan individu untuk merasa kompeten dan efektif dalam

tugas-tugas yang mereka lakukan. Ketika individu merasa bahwa

mereka mampu dan berkembang dalam keterampilan mereka, mereka

lebih cenderung termotivasi untuk terus berusaha dan meningkatkan

kinerja mereka.

17
18

2. Kebutuhan akan otonomi (Autonomy): Ini merujuk pada keinginan

individu untuk merasa memiliki kendali dan otonomi atas tindakan

serta keputusan mereka sendiri. Dengan adanya otonomi, karyawan

merasa lebih emansipatif dalam mengeksplorasi ide-ide inovatif tanpa

adanya pembatasan yang berlebihan. Nah ini dapat menciptakan

lingkungan yang mendukung untuk karyawan berinovasi.

3. Kebutuhan akan keterkaitan sosial (Relatedness): Ini mengacu pada

keinginan manusia untuk merasa terhubung dengan orang lain,

memiliki hubungan yang positif, dan merasa diakui dan diterima oleh

kelompok sosial mereka. Kebutuhan ini berkaitan dengan rasa identitas

sosial dan dukungan emosional dalam lingkungan sosial. Dalam

konteks ini, berbagi pengetahuan menjadi salah satu bentuk ekspresi

dari keterkaitan sosial tersebut. Melalui berbagi pengetahuan,

seseorang tidak hanya memperoleh kesempatan untuk menyampaikan

informasi dan pengalaman pribadi, tetapi juga memperkaya koneksi

interpersonal.

Teori determinasi diri adalah keinginan bawaan untuk berkembang

yang tertanam dalam diri kita masing-masing. Teori ini menjelaskan tentang

perasaan diperlengkapi untuk membuat pilihan sendiri sehingga kita

merasakan kendali atas hidup kita sendiri. Kesejahteraan kita sangat terkait

dengan rasa penentuan nasib sendiri. Orang-orang menaruh banyak perhatian

pada motivasi yaitu bagaimana memotivasi diri mereka sendiri atau orang lain
19

untuk mengambil tindakan. Menurut teori determinasi diri, tugas yang

memotivasi secara intrinsik adalah tugas yang menarik, menyenangkan, dan

dilakukan secara spontan oleh individu. Motivasi seperti itu dialami sebagai

sesuatu yang otonom dan ditentukan sendiri ( Deci dan Ryan, 2000).

Menurut Coun, Peters & Blomme (2018) teori determinasi diri

memberikan lensa teoritis untuk menjelaskan mekanisme dasar yang dapat

mendorong karyawan untuk terlibat dalam perilaku berbagi pengetahuan

dengan rekan kerja. Pencapaian praktik berbagi pengetahuan yang efektif

sangat bergantung pada kemauan individu untuk melakukan upaya signifikan

dalam proses sosial mereka ( Chang & Chuang. 2011).

Menurut teori determinasi diri, individu yang memiliki tingkat

motivasi intrinsik yang tinggi cenderung lebih kreatif dan inovatif dalam

pekerjaan mereka. Ketika seseorang merasa bahwa pekerjaan mereka

memenuhi kebutuhan psikologis dasar seperti otonomi dan kompetensi,

mereka cenderung mencari cara baru untuk melaksanakan tugas mereka,

mengembangkan ide-ide baru, dan berkontribusi pada inovasi dalam

organisasi. Motivasi intrinsik yang tinggi juga memberikan dorongan internal

untuk berpikir kreatif dan mencoba hal-hal baru. Aspek kebutuhan keterkaitan

sosial dalam teori determinasi diri juga dapat berperan dalam perilaku kerja

inovatif. Ketika individu merasa terhubung dengan rekan kerja dan lingkungan

kerja yang mendukung, mereka lebih mungkin untuk berkolaborasi, berbagi

ide, dan merasa nyaman untuk mengemukakan solusi kreatif. Keterkaitan


20

sosial yang positif dapat meningkatkan kolaborasi tim, yang seringkali penting

dalam menciptakan inovasi.

Dalam konteks berbagi pengetahuan, motivasi intrinsik dapat

mendorong individu untuk dengan sukarela berbagi pengetahuan, pengalaman,

dan informasi dengan rekan kerja atau anggota tim. Sesuai dengan pendapat

Coun, Peters & Blomme (2018) bahwa teori determinasi diri memberikan

lensa teoritis untuk menjelaskan mekanisme dasar yang dapat mendorong

karyawan untuk terlibat dalam perilaku berbagi pengetahuan dengan rekan

kerja. Pencapaian praktik berbagi pengetahuan yang efektif sangat bergantung

pada kemauan individu untuk melakukan upaya signifikan dalam proses sosial

mereka ( Chang & Chuang, 2011).

Ketika seseorang merasa bahwa berbagi pengetahuan adalah tindakan

yang memenuhi kebutuhan otonomi dan kompetensi mereka, mereka lebih

cenderung untuk aktif dalam memfasilitasi aliran informasi dalam organisasi.

Keterkaitan sosial juga dapat memengaruhi perilaku berbagi pengetahuan.

Dimana individu yang merasa terhubung dengan rekan kerja mereka dan

merasa dihargai atas kontribusi mereka dalam berbagi pengetahuan lebih

cenderung untuk melanjutkan tindakan tersebut. Lingkungan kerja yang

mendukung berbagi pengetahuan dan kolaborasi dapat meningkatkan praktik

berbagi pengetahuan dalam organisasi.

Dengan demikian secara keseluruhan teori determinasi diri dapat

membantu dalam memahami bahwa motivasi intrinsik dapat mempengaruhi


21

perilaku kerja inovatif dan berbagi pengetahuan dalam konteks organisasi.

Dengan memahami pentingnya memenuhi kebutuhan dasar individu,

organisasi dapat menciptakan lingkungan yang mendukung motivasi intrinsik,

kolaborasi, dan inovasi yang lebih baik.

2. Perilaku Kerja Inovatif

a) Pengertian Perilaku Kerja Inovatif

Menurut Yuan & Woodman (2010), perilaku kerja inovatif merujuk

pada tindakan individu dalam menunjukkan, mempromosikan dan

menerapkan ide-ide baru di dalam lingkup pekerjaan, kelompok atau

organisasi tempat mereka bekerja. Sementara itu Bos-Nehles et al., (2017)

mendefinisikan perilaku kerja inovatif sebagai tindakan yang disengaja

oleh individu untuk menghasilkan dan menerapkan ide-ide baru dan

bermanfaat yang secara eksplisit bertujuan untuk memberikan manfaat

bagi individu, kelompok, atau organisasi.

Perilaku kerja inovatif dapat dijelaskan sebagai tindakan yang

melibatkan eksplorasi peluang dan generasi ide-ide baru terkait dengan

kreativitas, serta perilaku yang bertujuan untuk menerapkan perubahan,

menerapkan pengetahuan baru, atau meningkatkan proses yang

memberikan manfaat bagi peningkatan kinerja individu atau organisasi (De

Jong & Hartog, 2008).

Menurut Akram et al., (2018) perilaku kerja inovatif dapat

didefinisikan sebagai temuan karyawan, saran dan implementasi ide-ide


22

yang terkait perkerjaan tugas yang menguntungkan kinerja organisasi. Hal

ini dapat diartikan bahwa perilaku kerja inovatif dan kontribusi karyawan

dalam perubahan organisasi adalah perhatian utama dari sumber daya

manusia sekarang ini. Karena perilaku kerja inovatif karyawan merupakan

kunci untuk kesuksesan organisasi.

Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa perilaku kerja inovatif

merupakan sikap atau tindakan karyawan dalam melihat peluang,

menemukan ide, memperjuangkan ide dan mengimplementasikan ide-ide

baru ataupun solusi kreatif untuk mengatasi masalah dan meningkatkan

proses kerja.

b) Faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku kerja inovatif

Menurut Hammond et al., (2011) ada beberapa faktor yang

mempengaruhi inovasi tingkat individu di tempat kerja yaitu :

1. Perbedaan individu

Perbedaan individu ini terbagi menjadi dua hal yaitu dimensi

kepribadian dan demografis. Dimensi kepribadian yang dapat

mempengaruhi perilaku kerja inovatif adalah keterbukaan.

Keterbukaan atau opennes to experience berasal dari lima faktor besar

kepribadian. Individu dengan keterbukaan yang tinggi memiliki

keingintahuan yang tinggi, imajinasi, dan kemandirian, serta

kepekaan. Individu dengan keterbukaan juga cenderung untuk terlibat

dalam pemikiran yang berbeda dan mungkin untuk menjadi pendahulu


23

munculnya kreativitas dan inovasi.

Sementara itu demografis sendiri mencakup pendidikan dan

lamanya masa kerja yang berkaitan dengan rasa kepemilikan di tempat

kerja. Individu dengan pengetahuan dan pengalaman lebih akan lebih

banyak menghasilkan ide-ide dan fakta yang lebih besar dan

terintegrasi.

2. Motivasi

Motivasi menjadi komponen yang ada di hampir semua teori

tentang kreativitas dan inovasi. Motivasi terbagi menjadi dua yakni

motivasi intrinsik dan ekstrinsik. Motivasi dari keterlibatan individu

dalam tugas disebut dengan motivasi intrinsik, sedangkan faktor dari

luar tugas seperti penghargaan dan kompensasi disebut motivasi

ekstrinsik.

3. Karakteristik pekerjaan

Karakteristik pekerjaan yang paling sering dipelajari sebagai

prediktor inovasi meliputi kompleksitas pekerjaan, otonomi, tekanan

waktu dan peran. Pekerjaan yang lebih kompleks akan mendorong

terjadinya pembentukan ide-ide.

Otonomi berhubungan secara positif dengan generasi ide.

Bekerja dengan sedikit kebijakan tentang bagaimana, kapan dan

dimana pekerjaan dilakukan dapat menghambat kemampuan anggota

dalam berinovasi. Oleh karena itu dengan memberikan kebebasan dan


24

kemandirian kepada anggota untuk memutuskan langkah mana yang

akan digunakan untuk melakukan tugas mereka akan membuat mereka

cenderung lebih menggunakan inovasi dalam bekerja.

Persepsi akan peran kewajiban juga berkaitan dengan perilaku

kerja inovatif pada individu. Jika individu percaya bahwa mereka

diharapkan untuk terlibat dalam suatu pekerjaan, maka mereka dapat

bekerja dengan menghasilkan berbagai ide.

4. Pengaruh kontekstual

Pengaruh kontekstual ini terdiri atas beberapa hal, yakni

dukungan untuk kreativitas dan inovasi, psychological capital,

ketersediaan sumber daya, dukungan pengawasan, pertukaran

pemimpin-anggota, dan kepemimpinan transformasional.

Ketersediaan sumber daya seperti informasi, dukungan teknis dan

dukungan instrumental mampu memfasilitasi inovasi pada anggota.

Kemudian faktor pemimpin atau atasan juga dapat meningkatkan

kreativitas dengan meningkatkan minat anggota di tempat kerja.

Adanya dukungan dari atasan juga dapat meningkatkan motivasi

intrinsik anggota yang telah diketahui dapat meningkatkan perilaku

kerja inovatif anggota. Dalam pertukaran pemimpin-anggota bawahan

harus memiliki otonomi dan berani dalam mengambil keputusan

sehingga hal tersebut berhubungan positif dengan kreativitas dan

inovasi.
25

Namun, dalam penelitian ini penulis memfokuskan pada 2 faktor

saja yaitu motivasi intrinsik dan berbagi pengetahuan.

1. Motivasi intrinsik

Karyawan yang termotivasi secara intrinsik cenderung merasa

lebih bersemangat untuk menjalankan tugas-tugas mereka. Mereka

juga lebih cenderung menganggap pekerjaan sebagai sarana untuk

mengejar minat dan mencapai tujuan pribadi. Hal ini dapat mendorong

mereka untuk berpikir kreatif dan menciptakan solusi inovatif dalam

pekerjaan mereka. Amabile (1997) mengemukakan bahwa pegawai

akan lebih kreatif bila mempunyai motivasi intrinsik yang tinggi

sehingga pegawai dapat menghasilkan ide-ide baru yang berguna bagi

organisasi dan mempunyai cukup keberanian untuk mengemukakan

pendapat dan gagasannya kepada orang lain. Selain itu, Xiaohua Yu &

Xiulan Meng (2020) menyatakan bahwa motivasi intrinsik

berpengaruh positif terhadap perilaku kerja inovatif.

2. Berbagi pengetahuan

Akram et al., (2017) menyatakan bahwa berbagi pengetahuan

memberikan kontribusi positif terhadap perilaku kerja inovatif pada

karyawan. Semakin sering karyawan mau berbagi maka pengetahuan

karyawan akan semakin bertambah. Jika pengetahuannya bertambah

maka karyawan akan mengeluarkan ide-ide kemudian melakukan ide

tersebut hingga mengaplikasikannya. Karyawan yang berbagi


26

pengetahuan akan cenderung menerima umpan balik dan dukungan

dari orang lain sebagai balasannya dan ini akan memberi mereka lebih

banyak kesempatan untuk terlibat dalam perilaku inovasi dan aktivitas

kerja yang inovatif (Aldabbas et al., 2020).

c) Indikator Perilaku Kerja Inovatif

Menurut De Jong & Den Hartog (2010), terdapat empat indikator

yang dapat digunakan untuk mengukur perilaku kerja inovatif yaitu :

1. Melihat peluang

Melihat peluang adalah langkah awal dalam perilaku kerja

inovatif, dimana individu mengidentifikasi masalah atau peluang baru

yang berpotensi menghasilkan ide-ide berharga. Hal ini melibatkan

pengembangan produk, jasa atau proses, serta mencari alternative

dalam memecahkan masalah yang ada.

2. Menemukan ide

Menemukan ide merupakan tahap kedua pada perilaku kerja

inovatif. Pada tahap ini karyawan dianggap mampu menerapkan ide

dengan mengembangkan suatu ide baru yang kemungkinan besar akan

dicoba dan digunakan dalam tim atau organisasi.

3. Memperjuangkan ide

Memperjuangkan ide merupakan tahap ketiga pada perilaku

kerja inovatif. Pada tahap ini proses yang terjadi ketika seseorang telah

menciptakan ide dan terlibat dalam kegiatan sosial untuk mendapatkan


27

pendukung seseorang seputar suatu ide tersebut. Upaya ini dilakukan

dengan cara membujuk, mempengaruhi, menekan serta

menegosiasikan dengan orang lain untuk sama-sama menjalankan ide

tersebut.

4. Mengimplementasikan ide

Implementasi ide merupakan tahap terakhir dalam perilaku kerja

inovatif, dimana karyawan menerapkan ide-ide baru tersebut dalam

aktivitas kerja di dalam organisasi. Tahap ini melibatkan

pengembangan dan uji coba ide-ide baru terkait produk, proses, atau

jasa yang akan diimplementasikan oleh individu dalam upaya

mengembangkan gagasan dan menerapkannya di dalam organisasi.

3. Motivasi Intrinsik

a) Pengertian Motivasi Intrinsik

Motivasi intrinsik adalah pendorong kerja yang bersumber dari

dalam diri karyawan sebagai individu berupa kesadaran mengenai

pentingnya dan manfaat dari pekerjaan yang dilaksanakannya (Nawawi,

2001). Motivasi intrinsik mengacu pada sejauh mana karyawan termotivasi

dan tertarik pada tugas mereka dan sejauh mana mereka berpatisipasi aktif

dalam tugas mereka. Motivasi intrinsik cenderung membuat karyawan

memiliki rasa ingin tahu yang lebih, fleksibel dan mau mengambil risiko.

Menurut Grant & Berry (2011), ketika karyawan termotivasi secara

intrinsik, mereka akan merasakan rangsangan kreativitas positif yang


28

mendorong mereka untuk mengakses lebih banyak informasi dan pada

gilirannya mendorong mereka untuk mengidentifikasi ide-ide yang mereka

miliki dengan cara yang fleksibel.

Karyawan yang termotivasi pada dasarnya memiliki rasa ingin tahu

dan tertarik untuk belajar meningkatkan fleksibilitas dalam cara berpikir

seseorang dan pada akhirnya mendorong perilaku kerja inovatif yang

tinggi. Teori determinasi diri menunjukkan bahwa motivasi intrinsik

merangsang kreativitas karyawan berkat peningkatan ketekunan yang

dihasilkan dari karyawan yang termotivasi secara intrinsik akan selalu

tekun dan siap menyelesaikan tugas tugas yang menantang , kompleks dan

tidak biasa (Gagne & Deci, 2005).

Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa motivasi intrinsik

adalah dorongan atau motivasi yang berasal dari dalam diri seseorang. Jadi

dengan motivasi intrinsik dapat membuat karyawan sadar akan tanggung

jawab dan pekerjaannya yang lebih baik serta tergolong untuk semangat

menyelesaikan pekerjaannya dengan baik.

b) Faktor yang Mempengaruhi Motivasi Intrinsik

Faktor-faktor yang memengaruhi motivasi intrinsik (Hamzah, 2017)

yaitu:

1. Adanya hasrat dan keinginan berhasil

Hasrat yang kuat untuk mencapai tujuan atau berhasil dalam

suatu aktivitas dapat menjadi sumber motivasi intrinsik yang kuat.


29

Orang yang sangat menginginkan kesuksesan dalam suatu hal

cenderung lebih termotivasi untuk berusaha keras dan terus belajar.

2. Adanya dorongan dan kebutuhan dalam belajar

Dorongan ini mencakup keinginan batiniah dan rasa ingin tahu

yang mendorong seseorang untuk belajar dan mencari pemahaman lebih

dalam terhadap suatu materi. Misalnya, ketika seseorang merasa tertarik

atau terinspirasi oleh suatu topik, motivasi intrinsiknya cenderung

meningkat.

Kebutuhan juga menjadi faktor penting dalam membentuk

motivasi intrinsik. Individu memiliki kebutuhan psikologis yang harus

dipenuhi, seperti kebutuhan untuk merasa kompeten, otonomi, dan

terhubung dengan orang lain. Ketika kebutuhan-kebutuhan ini dipenuhi

melalui pembelajaran, motivasi intrinsik dapat ditingkatkan.

3. Adanya harapan dan cita-cita masa depan

Harapan dan cita-cita tentang masa depan yang lebih baik dapat

menjadi faktor yang memotivasi intrinsik. Orang mungkin merasa

termotivasi untuk berusaha lebih keras jika mereka percaya bahwa

usaha mereka akan mengarah pada masa depan yang lebih baik.

4. Adanya penghargaan dalam belajar

Penghargaan dalam bentuk apresiasi, pujian atau pengakuan atas

pencapaian dan usaha dalam belajar dapat meningkatkan motivasi

intrinsik. Rasa dihargai dan diperhatikan dapat memicu dorongan


30

intrinsik untuk terus belajar dan berprestasi.

c) Indikator Motivasi Intrinsik

Menurut Deci dan Ryan (2005) teori determinasi diri

mengungkapkan bahwa terdapat tiga kebutuhan dasar psikologis yang

harus di penuhi agar dapat meningkatkan motivasi intrinsik tumbuh subur

dan berkembang. Tiga kebutuhan dasar psikologis yaitu competence,

autonomy, dan relatedness.

1. Competence (Kebutuhan akan kompetensi)

Kebutuhan akan rasa kompetensi mencakup dorongan untuk

merasa efektif dan kompeten dalam menjalankan tugas atau aktivitas

tertentu. Ketika seseorang merasa bahwa ia mampu berhasil dalam

suatu hal, motivasi intrinsiknya cenderung meningkat.

2. Autonomy (Kebutuhan akan otonomi)

Kebutuhan akan otonomi berkaitan dengan keinginan untuk

memiliki kendali dan kebebasan dalam mengambil keputusan. Ketika

seseorang dapat merasa bebas untuk memilih dan bertindak sesuai

dengan nilai-nilai dan minat pribadi mereka, motivasi intrinsik

(motivasi yang berasal dari dalam diri individu) cenderung muncul.

3. Relatedness (Kebutuhan akan keterkaitan sosial)

Kebutuhan ini melibatkan dorongan untuk merasa terhubung

dengan orang lain, baik melalui interaksi sosial, dukungan, atau

kerjasama. Lingkungan yang mendukung hubungan positif dan


31

keterlibatan sosial dapat berkontribusi pada meningkatnya motivasi

intrinsik.

4. Berbagi Pengetahuan

a) Pengertian Berbagi Pengetahuan

Menurut Phung et al., (2017) berbagi pengetahuan berkontribusi

dalam mengembangkan daya saing keuntungan bagi organisasi

dilingkungan yang kompleks, seperti peningkatan intelektual modal,

dengan mendorong pertukaran dan penciptaan pengetahuan dalam suatu

organisasi. Ini dikarenakan pengetahuan adalah faktor kunci untuk

mencapai inovasi berkelanjutan baik pada individu ataupun organisasi.

Menurut Hameed et al., (2019) berbagi pengetahuan merupakan

proses yang disengaja yang tidak hanya meningkatkan pemahaman

individu tetapi juga membantu membuat arsip pengetahuan yang dapat

diakses untuk orang lain. Sedangkan menurut David et al. (2018), berbagi

pengetahuan dapat didefinisikan sebagai tindakan menyediakan informasi

dan pengetahuan terkait tugas kepada orang lain, serta bekerja sama dengan

mereka untuk memecahkan masalah, mengembangkan ide baru, atau

menerapkan kebijakan dan prosedur. Hal ini menunjukkan bahwa berbagi

pengetahuan berperan penting dalam meningkatkan dan menjaga

hubungan antara individu yang memberikan pengetahuan dengan mereka

yang menerima pengetahuan.

Sehingga dapat disimpulkan bahwa berbagi pengetahuan


32

merupakan suatu tindakan atau proses menyampaikan informasi,

pengalaman ataupun keahlian kepada orang lain secara sukarela dengan

tujuan untuk memberikan manfaat dan meningkatkan pemahaman

bersama.

b) Faktor yang Mempengaruhi Berbagi Pengetahuan

Berdasarkan penelitian Shabrina & Silvianita (2015), ditemukan

bahwa motivasi memainkan peran penting dalam mempengaruhi perilaku

berbagi pengetahuan karyawan. Dalam hal ini, penting bagi atasan untuk

menciptakan kesempatan yang dapat memotivasi karyawan dan

mendorong mereka untuk berbagi pengetahuan. Semakin tinggi motivasi

atasan untuk meningkatkan pengetahuan melalui berbagi pengetahuan,

semakin besar pula pengaruhnya terhadap peningkatan aktivitas berbagi

pengetahuan.

Menurut Aldabbas et al., (2020) berbagi pengetahuan dalam

organisasi didorong antara karyawan dan bagaimana karyawan

memandang permberdayaan psikologis yang dapat mempengaruhi

pertukaran informasi antara karyawan. Selain itu berbagi pengetahuan

dapat memperkuat hubungan sosial di tempat kerja. Motivasi intrinsik

untuk menjalin hubungan positif dengan rekan kerja dapat mendorong

seseorang untuk berbagi pengetahuannya sebagai cara untuk memperdalam

relasi sosial.
33

c) Indikator Berbagi Pengetahuan

Menurut De Vries et al., (2006) ada dua indikator berbagi

pengetahuan yang digunakan sebagai karakteristik yang dapat

mengevaluasi dan memungkingkannya dilakukan pengukuran variabel

berbagi pengetahuan yaitu :

1. Knowledge Donating

Knowledge Donating merupakan suatu keadaan

berkonsultasi dan mendorong orang lain untuk berbagi modal

intelektual mereka., hal ini mengacu pada komunikasi yang

didasarkan pada keinginan sukarela seseorang untuk mentransfer

intelektual modalnya.

2. Knowledge Collecting

Knowledge Collecting merupakan suatu upaya untuk membujuk

orang lain agar membagikan modal intelektualnya atau dapat diartikan

dengan menanggapi seruan yang sama dari orang lain untuk berbagi

modal intelektual seseorang.

B. Penelitian Relevan

Penelitian relevan sangat penting sebagai dasar dalam penyusunan

penelitian ini. Dimana kegunaannya adalah untuk mengetahui hasil yang telah

dilaksanakan oleh peneliti terdahulu terkait mengenai analisis pengaruh motivasi

intrinsik, perilaku kerja inovatif dan berbagi pengetahuan sebagai variabel


34

mediasi.

Tabel 1. Penelitian Relevan

NO. Peneliti Judul Variabel Variabel Variabel Hasil Penelitian


dan Penelitian Eksogen Endogen Mediasi
Tahun (X) (Y) (Z)
1. Faiza A Mediating Role Intrinsik Innovation Meaningful Motivasi
Bawuro et of Meaningful Motivation Behavior Work in the Intrinsik
al., (2019) Work in the Relationshi berpengaruh
Relationship p positif terhadap
between Perilaku Kerja
Intrinsic Inovatif
Motivation and
Innovation
Behavior
2. Sri Intrinsic Intrinsic Knowledge Motivasi Intrinsik
Suwanti Motivation, Motivation Sharing berpengaruh
(2019) Knowledge signifikan
Sharing, And terhadap berbagi
Employee pengetahuan
Creativity : A
Self –
Determination
Perspective
3. Marcello Individual Intrinsic Knowledge Motivasi Intrinsik
Chedid et factors Motivation Sharing berpengaruh
al., (2020) affecting signifikan
attitude toward terhadap berbagi
knowledge pengetahuan
sharing: an
empirical study
on a higher
education
institution
4. Rawan Empowerment, Knowledge Innovative Berbagi
Mazen Knowledge Sharing Behaviours pengetahuan
Abukhati Sharing and mempunyai
et al., Innovative dampak yang kuat
(2018) Behaviours : dan signifikan
Exploring terhadap perilaku
Gender inovatif karyawan
35

Differences
5. Udin Knowledge Knowledge Innovative Berbagi
(2022) Sharing and Sharing Work pengetahuan
Innovative Behaviours berpengaruh
Work Behavior positif terhadap
: Testing the perilaku inovatif
role Of karyawan
Entrepreneuria
l Passion in
Distribution
Channel
6. Dhyah The Role of Knowledge Innovative Berbagi
Harjanti & Social Capital Sharing Work pengetahuan
Angelina in Building Behaviour berpengaruh
Desiana Knowledge positif dan
Halim Sharing and signifikan
(2022) Innovative terhadap perilaku
Work Behavior kerja inovatif
In Holding karyawan
Company
7. Ziqing Xu Innovative Knowledge Innovative Berbagi
& Sid Work Behavior Sharing Work pengetahuan
Suntrayut in High-Tech Behaviour berpengaruh
h (2022) Enterprises : positif dan
Chain signifikan
Intermediary terhadap perilaku
Effect of kerja inovatif
Psychological karyawan
Safety and
Knowledge
Sharing
8. Hanaa The Knowledge Innovative Berbagi
Mohamed Consequence Sharing Work pengetahuan
Abd of Knowledge- Behaviour berpengaruh
Rabou Sharing positif dan
(2019) Training signifikan
Program on terhadap perilaku
Innovative kerja inovatif
Work
Behaviors of
Staff Nurses
36

9. Thi Knowledge Knowledge Innovative Berbagi


Phuong Sharing and Sharing Work Pengetahuan
Linh Innovative Behaviour berpengaruh
Nguyen, Work Behavior positif terhadap
et al., : The Case Of Perilaku Kerja
(2019) Vietnam Inovatif.

10. Salmun The Influence Work Innovative Motivasi kerja


Rahman et of Motivation Work memiliki
al., Transformatio Behavior pengaruh positif
(2023) nal Leadership dan signifikan
and terhadap perilaku
Organizational kerja inovatif.
Climate on
Work
Motivation and
Innovative
Work Behavior
at The
Department of
Population and
Civil
Registration of
East Lombok
Regency
11. Rafiq The Impact of Work Innovative Motivasi intrinsik
Khan Transformatio Motivation Work berpengaruh
Junbish et nal Leadership Behavior positif terhadap
al., (2023) on Innovative perilaku kerja
Work inovatif
Behavior:
Mediating Role
of Intrinsic
Motivation
12. Xiaohua Intrinsic Intrinsik Innovation Knowledge 1. Motivasi
Yu & Motivation, Motivation Behavior Sharing Intrinsik
Xiulan Knowledge berpengaruh
Meng Sharing and positif terhadap
(2020) Innovation Berbagi
Behavior of Pengetahuan
Knowledge- 2. Berbagi
Based Pengetahuan
37

Employees in berpengaruh
the Industrial positif terhadap
New Perilaku Kerja
Generation Inovatif
3. Motivasi
intrinsik
berpengaruh
positif terhadap
perilaku kerja
inovatif
4. Berbagi
pengetahuan
memainkan
peran mediasi
antara motivasi
intrinsik dan
perilaku inovasi
individu

C. Kerangka Konseptual

Kerangka konseptual adalah suatu konsep yang digunakan untuk menjelaskan,

menggambarkan, dan mengilustrasikan hubungan antara variabel yang sedang

diteliti. Kerangka konseptual berfungsi sebagai panduan dalam menjelaskan

keterkaitan antara variabel-variabel yang akan diteliti. Variabel-variabel dalam

penelitian ini mencakup pengaruh motivasi intrinsik terhadap perilaku kerja

inovatif dengan berbagi pengetahuan sebagai variabel mediasi.


38

Berbagi
H1 Pengetahuan
(Z) H2

H4
Motivasi Perilaku Kerja
Intrinsik Inovatif (Y)
(X) H3
Gambar 1. Kerangka Konseptual

D. Hipotesis Penelitian

Hipotesis digunakan untuk memberikan jawaban sementara dari rumusan

masalah yang telah ada. Berdasarkan latar belakang, kajian teori, rumusan masalah

dan kerangka konseptual yang telah disajikan, hipotesis dalam penelitian ini dapat

dirumuskan sebagai berikut :

1. Pengaruh motivasi intrinsik terhadap berbagi pengetahuan

Menurut Deci & Ryan (2005) Self Determination Theory

mengungkapkan bahwa terdapat tiga kebutuhan dasar psikologis yang harus

di penuhi agar dapat meningkatkan motivasi intrinsik tumbuh subur dan

berkembang. Tiga kebutuhan dasar psikologis yaitu kebutuhan akan

kompetensi, otonomi, dan keterkaitan sosial.

Seseorang yang merasa kompeten dalam suatu bidang pengetahuan

cenderung lebih termotivasi untuk berbagi pengetahuannya. Karena dengan

rasa kompetensi yang dimiliki bisa meningkatkan kepercayaan diri seseorang

dalam memberikan informasi yang dapat memberikan nilai tambah kepada


39

orang lain. Disamping itu, ketika seseorang dapat merasa bebas dalam

memilih cara dan waktu berbagi pengetahuan maka dia dapat meningkatkan

motivasi intrinsik untuk berbagi. Terlebih lagi otonomi memberikan rasa

kontrol atas tindakan mereka, yang dapat memotivasi mereka untuk

berkontribusi lebih aktif. Selain itu, seseorang yang merasa terhubung dengan

orang lain atau mempunyai keinginan untuk memenuhi kebutuhan keterkaitan

sosialnya maka dia lebih mungkin berbagi pengetahuannya karena hal itu

memperkuat rasa identitas sosial dan kepedulian terhadap kelompok.

Pada penelitian Xiaohua Yu & Xiulan Meng (2020) menyatakan

bahwa motivasi intrinsik memiliki pengaruh positif terhadap berbagi

pengetahuan. Disisi lain pendapat ini juga didukung oleh penelitian Sri

Suwanti (2019), Marcello Chedid et al., (2020).

Berdasarkan tinjauan literatur tersebut maka penulis membuat

hipotesis sebagai berikut :

H1 : Motivasi intrinsik berpengaruh positif terhadap berbagi pengetahuan

2. Pengaruh berbagi pengetahuan terhadap perilaku kerja inovatif

Pada penelitian Dhyah Harjanti & Angelina Desiana Halim (2022)

menyatakan bahwa berbagi pengetahuan memiliki pengaruh positif terhadap

perilaku kerja inovatif. Karena dalam berbagi pengetahuan ada yang namanya

donasi pengetahuan dan pengumpulan pengetahuan. Ketika seorang individu

menerima pengetahuan baru dari orang lain, maka individu tersebut akan

mempunyai kesempatan yang lebih baik untuk mengasimilasi dan


40

mentransformasikan pengetahuan tersebut menjadi ide-ide inovatif, termasuk

dalam perilakunya di tempat kerja. Selain itu dengan adanya kolaborasi dalam

pertukaran pengetahuan di lingkungan kerja dapat mendorong tim atau

individu untuk menghasilkan perilaku inovatif. Karena semakin sering

karyawan mau berbagi pengetahuan maka pengetahuan karyawan akan

semakin bertambah dan berkembang. Jika pengetahuan bertambah maka

karyawan tersebut akan mengeluarkan ide-ide serta mengimplementasikan ide

tersebut. Maka dari itu dengan berbagi pengetahuan para pekerja dapat saling

memperkaya pemahaman mereka, menggali ide-ide baru, dan meningkatkan

kemampuan untuk menciptakan solusi kreatif terhadap tantangan yang

dihadapi.

Temuan ini menggarisbawahi pentingnya kolaborasi dan saling

berbagi informasi dalam konteks organisasi untuk mendorong terciptanya

budaya inovasi yang produktif. Melalui praktik berbagi pengetahuan,

organisasi dapat merangsang potensi kreatif individu dan meningkatkan

adaptasi terhadap perubahan, yang pada gilirannya, dapat meningkatkan

kinerja inovatif secara keseluruhan. Disamping itu banyak penelitian yang

mendukung gagasan bahwa berbagi pengetahuan berdampak positif terhadap

perilaku kerja inovatif (Mazen Abukhati et al., 2018; Udin., 2022; Xiaohua

Yu & Xiulan Meng, 2020; Ziqing Xu & Sid Suntrayuth., 2022; Thi Phuong

Linh Nguyen et al., 2019).

Berdasarkan tinjauan literatur tersebut maka penulis membuat


41

hipotesis sebagai berikut :

H2 : Berbagi pengetahuan berpengaruh positif terhadap perilaku kerja

inovatif.

3. Pengaruh motivasi intrinsik terhadap perilaku kerja inovatif

Pada penelitian Rafiq Khan Junbish et al., (2023) menyatakan bahwa

motivasi intrinsik berpengaruh positif terhadap perilaku kerja inovatif.

Temuan ini menyoroti pentingnya motivasi yang berasal dari dalam diri

individu untuk mendorong perilaku inovatif dalam konteks pekerjaan.

Motivasi intrinsik mencakup dorongan dan kepuasan internal, seperti minat,

keingintahuan, atau kepuasan pribadi, yang menjadi pendorong utama

individu untuk terlibat dalam tindakan kreatif dan inovatif. Hasil penelitian ini

menyiratkan bahwa ketika seseorang merasa bahwa pekerjaan mereka

memenuhi kebutuhan psikologis dasar seperti otonomi dan kompetensi,

mereka cenderung mencari cara baru untuk melaksanakan tugas mereka,

mengembangkan ide-ide baru, dan berkontribusi pada inovasi dalam

organisasi.

Adanya motivasi intrinsik juga dapat memicu semangat eksplorasi dan

keberanian untuk mencoba pendekatan baru atau ide-ide yang berpotensi

membawa perubahan positif. Dengan demikian, pemahaman dan

pemberdayaan motivasi intrinsik dapat menjadi elemen kunci dalam

menciptakan lingkungan kerja yang mendukung perkembangan perilaku kerja

inovatif di berbagai sektor dan organisasi. Terlebih lagi pendapat ini juga
42

didukung oleh penelitian Salmun Rahman et al., (2023), Xiaohua Yu &

Xiulan Meng (2020).

Berdasarkan tinjauan literatur tersebut maka penulis membuat hipotesis

sebagai berikut :

H3 : Motivasi intrinsik berpengaruh positif terhadap perilaku kerja

inovatif.

4. Pengaruh berbagi pengetahuan memediasi hubungan antara motivasi intrinsik

dan perilaku kerja inovatif

Pengetahuan bukan hanya merupakan pondasi bagi inovasi, tetapi juga

kunci utama dalam merangsang perilaku inovatif karyawan. Dalam konteks

berbagi pengetahuan, proses interaksi dan komunikasi dengan sesama

karyawan menjadi langkah penting dalam meningkatkan tingkat inovasi di

tempat kerja. Melalui aktifitas berbagi dan berkomunikasi, karyawan tidak

hanya memperoleh pengetahuan baru, tetapi juga mampu

mengintegrasikannya dengan pengetahuan yang mereka miliki. Ini

membentuk dasar yang kuat untuk mendorong inovasi individu, karena

karyawan dapat secara efektif mengatasi keterbatasan pengetahuan mereka

melalui pencernaan dan penyerapan informasi dari berbagi pengetahuan.

Pentingnya berbagi pengetahuan menjadi semakin jelas, karena

melalui kolaborasi, karyawan memiliki peluang untuk memberikan kontribusi

lebih besar pada praktik-praktik kreatif. Bagi karyawan, apakah mereka

memilih untuk berbagi pengetahuan atau tidak erat kaitannya dengan faktor
43

pribadi mereka. Contohnya, karyawan yang memiliki dorongan untuk

mencapai prestasi dan rasa ingin tahu yang kuat, lebih cenderung untuk secara

aktif terlibat dalam berbagi pengetahuan. Sebaliknya, individu yang lebih

cenderung fokus pada pemenuhan tugas rutin tanpa adanya dorongan kuat

untuk prestasi atau rasa ingin tahu yang tinggi mungkin memiliki

kecenderungan yang lebih rendah untuk berbagi pengetahuan. Oleh karena itu,

penting untuk memahami bahwa kecenderungan untuk berbagi pengetahuan

dapat dipengaruhi oleh motivasi intrinsik dan karakteristik individu, dan

pemahaman ini dapat menjadi kunci untuk menciptakan budaya inovatif di

lingkungan kerja. Sesuai dengan pendapat Chang & Chuang, (2011), bahwa

pencapaian praktik berbagi pengetahuan yang efektif sangat bergantung pada

kemauan individu untuk melakukan upaya signifikan dalam proses sosial

mereka.

Berdasarkan tinjauan literatur tersebut maka penulis membuat

hipotesis sebagai berikut :

H4 : Berbagi pengetahuan memediasi hubungan antara motivasi intrinsik

dan perilaku kerja inovatif


BAB III

METODE PENELITIAN

A. Desain Penelitian

Desain penelitian yang digunakan penulis adalah desain penelitian

deskriptif kausatif. Metode ini digunakan untuk menggambarkan hubungan

sebab-akibat antara variabel eksogen dan variabel endogen. Tujuan dari

penelitian ini menggunakan pendekatan deskriptif kausatif adalah untuk

mengukur sejauh mana variabel eksogen mempengaruhi variabel endogen.

Dengan menggunakan metode ini, peneliti ingin menyelidiki dan memahami

secara lebih mendalam sejauh mana pengaruh motivasi intrinsik terhadap

perilaku kerja inovatif dengan berbagi pengetahuan sebagai variabel mediasi.

Dalam penelitian ini data dan informasi diperoleh dari responden yang

merupakan karyawan di PT. Kereta Api Indonesia (Persero) Divre II Sumatera

Barat dengan menggunakan kuesioner.

B. Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di PT. Kereta Api Indonesia (Persero) Divre II

Sumatera Barat yang berada di Jalan Stasiun No.1 Jati Padang Timur, Sawahan

Timur, Kecamatan Padang Timur, Kota Padang, Provinsi Sumatera Barat.

Sedangkan waktu penelitian akan dilaksanakan pada tahun 2023.

44
45

C. Populasi dan Sampel

1. Populasi

Sugiyono (2018) mengemukakan bahwa populasi sebagai wilayah

secara umum yang terdiri atas obyek atau subyek yang memiliki kualitas dan

karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk diteliti lalu dibuat

kesimpulannya. Populasi pada penelitian ini adalah seluruh karyawan PT

Kereta Api Indonesia (Persero) Divre II Sumbar yang berjumlah 105 orang.

Tabel 2. Populasi Penelitian

No. Unit Jumlah (Orang)


1. Angkutan Barang 2
2. Hukum 1
3. Hubungan Masyarakat Daerah 2
4. Keuangan & Sumber Daya Manusia 24
5. Operasional 4
6. Pelayanan & Angkutan Penumpang 7
7. Pengamanan 1
8. Pengadaan Barang & Jasa 4
9. Penjagaan Aset & Komersialisasi Non 9
Angkutan
10. Prasarana 9
11 Sarana 5
12. Sistem Informasi 3
13. Balai Yasa PDG 34
Total 105
Sumber : Bidang SDM PT. Kereta Api Indonesia (Persero) Divre II Sumbar
46

2. Sampel

Sampel merupakan bagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki

oleh populasi tersebut (Sugiyono, 2018). Pengambilan sampel pada penelitian

ini menggunakan teknik total sampling. Teknik total sampling adalah teknik

pengambilan sampel dimana jumlah sampel sama dengan populasi (Sugiyono,

2007). Dengan menggunakan teknik total sampling, maka peneliti dapat

memastikan bahwa seluruh populasi terwakili dalam sampel yang diambil

sehingga meminimalkan kesalahan pengambilan sampel dan meningkatkan

validitas hasil penelitian. Jadi, sampel dalam penelitian ini adalah seluruh

karyawan PT. Kereta Api Indonesia (Persero) Divre II Sumbar yang

berjumlah 105 orang

D. Variabel Penelitian dan Definisi Operasional

Untuk menyamakan persepsi antara penulis dan pembaca, maka penulis

mengemukakan variabel penelitan dan definisi operasional masing - masing

variabel yang digunakan yaitu :

1. Variabel Penelitian

Pada penelitian penulis menggunakan tiga variabel yang akan diteliti.

Variabel sendiri merupakan semua hal yang dapat dijadikan bahan untuk

diteliti dan dipelajari oleh penulis. Berikut variabel yang digunakan pada

penelitian ini :

a) Variabel Endogen (Y) yaitu Perilaku Kerja Inovatif

Variabel endogen adalah variabel yang dipengaruhi oleh variabel


47

eksogen dalam penelitian ini.

b) Variabel Eksogen (X) yaitu Motivasi Intrinsik

Variabel eksogen adalah variabel yang mempengaruhi atau yang

menjadi sebab perubahan dan timbulnya variabel endogen.

c) Variabel Mediasi (Z) yaitu Berbagi Pengetahuan

Variabel mediasi adalah variabel yang dapat membantu untuk

membuat konsep dan menjelaskan pengaruh Variabel Eksogen terhadap

Variabel Endogen dalam penelitian ini.

2. Definisi Operasional

Definisi operasional dari variabel penelitian dimaksudkan untuk

memberikan kesimpulan yang dapat memperjelas pengertian dan ruang

lingkup penelitian yang digunakan sebagai acuan dalam penelitian ini, yaitu :

a. Perilaku Kerja Inovatif

Perilaku kerja inovatif (Y), merupakan sikap atau tindakan

karyawan dalam melihat peluang, menemukan ide, memperjuangkan ide

dan mengimplementasikan ide-ide baru ataupun solusi kreatif untuk

mengatasi masalah dan meningkatkan proses kerja. Hal yang paling

penting mengenai perilaku kerja inovatif PT Kereta Api Indonesia

(Persero) Divre II Sumbar adalah bagaimana karyawan dapat mencari

ide-ide yang kreatif, kemudian mencari dukungan dan diakhiri dengan

penerapannya pada praktek kerja.

Menurut De Jong dan Den Hartog (2010) variabel perilaku kerja


48

inovatif dapat diukur dengan menggunakan empat indikator :

1) Melihat peluang

2) Menemukan ide

3) Memperjuangkan ide

4) Mengimplementasikan ide

b. Motivasi Intrinsik

Motivasi intrinsik adalah dorongan atau motivasi yang berasal

dari dalam diri seseorang. Jadi dengan motivasi intrinsik dapat membuat

karyawan PT. Kereta Api Indonesia (Persero) Divre II Sumbar sadar

akan tanggung jawab pekerjaannya dan bersemangat dalam

menyelesaikan pekerjaan agar lebih baik.

Menurut Deci dan Ryan (2005) teori determinasi diri

mengungkapkan bahwa terdapat tiga kebutuhan dasar psikologis yang

harus di penuhi agar dapat meningkatkan motivasi intrinsik tumbuh

subur dan berkembang. Tiga kebutuhan dasar psikologis yaitu

competence, autonomy, dan relatedness. Dengan demikian variabel

motivasi intrinsik dapat diukur dengan menggunakan beberapa

indikator (Deci dan Ryan (2005) yaitu :

1) Competence (Kebutuhan akan kompetensi)

2) Autonomy (Kebutuhan akan autonomi)

3) Relatedness (Kebutuhan akan keterkaitan sosial)


49

c. Berbagi Pengetahuan

Berbagi pengetahuan merupakan suatu tindakan atau proses

karyawan PT Kereta Api Indonesia (Persero) Divre II Sumbar dalam

menyampaikan informasi, pengalaman ataupun keahlian kepada orang

lain secara sukarela dengan tujuan untuk memberikan manfaat dan

meningkatkan pemahaman bersama.

Menurut de Vries et al., (2006) variabel berbagi pengetahuan ini

dapat diukur dengan menggunakan dua indikator berikut :

1) Knowledge Donating

2) Knowledge Collecting

E. Instrumen dan Teknik Pengumpulan Data

1. Instrumen Penelitian

Pada penelitian ini, data dikumpulkan melalui metode kuesioner.

Dimana metode ini berupa penyebaran kuesioner kepada responden yang

nantinya kuesioner tersebut akan dicentang (v) oleh responden yang dipilih.

Pada saat mengisi kuesioner responden hanya diperbolehkan mencentang satu

jawaban saja.

Pengukuran data yang digunakan dalam penelitian ini adalah model

skala likert lima poin dengan pilihan jawaban sangat tidak setuju sampai

sangat setuju. Pada penelitian ini jawaban sangat tidak setuju diberi nilai 1

(satu) sampai dengan sangat setuju diberi nilai 5 (lima).


50

Tabel 3. Daftar Skor Nilai Jawaban Setiap Pertanyaan

Alternatif Jawaban Sifat Pertanyaan


Sangat Setuju (SS) 5
Setuju (S) 4
Netral (N) 3
Tidak Setuju (TS) 2
Sangat Tidak Setuju (STS) 1

Untuk mempermudah pengumpulan data, maka perlu menyusun kisi-

kisi instrument penelitian. Penulis menyusun kisi-kisi instrument penelitian

didasarkan pada tiap-tiap indikator variabel yang akan diteliti. Tabel dibawah

menggambarkan variabel beserta indikator yang akan diukur dalam penelitian

ini.

Tabel 4. Variabel Indikator, Skala Pengukuran dan Sumber

No. Variabel Indikator Skala Pengukuran Sumber

1. Perilaku 1. Melihat peluang Sangat Setuju De


Kerja 2. Menemukan ide Setuju Jong
Inovatif (Y) 3. Memperjuangkan ide Netral and
4. Mengimplementasikan Tidak Setuju Den
ide Sangat Tidak Setuju Hartog
(2010)
2. Motivasi 1. Competence Sangat Setuju Deci
Intrinsik (X) (Kebutuhan akan Setuju dan
kompetensi) Netral Ryan
2. Autonomy (Kebutuhan Tidak Setuju (2005)
akan autonomi) Sangat Tidak Setuju
3. Relatedness
(Kebutuhan akan
keterkaitan sosial)
51

3. Berbagi 1. Knowledge Donating Sangat Setuju De


Pengetahuan 2. Knowledge collecting Setuju Vries
(Z) Netral et. al
Tidak Setuju (2019)
Sangat Tidak Setuju

2. Jenis dan Sumber Penelitian

Jenis data yang digunakan dalam penelitian yaitu :

a. Data Primer

Data primer merupakan data yang dikumpulkan langsung oleh

peneliti. Data tersebut terkait dengan variabel yang diteliti oleh penulis

yaitu tentang motivasi intrinsik, perilaku kerja inovatif, dan berbagi

pengetahuan yang kemudian dibuatkan melalui kuesioner dan

disebarkan serta diisi oleh sampel penelitian yaitu karyawan pada PT.

Kereta Api Indonesia (Persero) Divre II Sumbar. Setelah data tersebut

terkumpul selanjutnya penulis akan mengolahnya.

b. Data Sekunder

Data yang dikumpulkan secara tidak langsung yang diolah lebih

lanjut dan berkaitan dengan arsip dan dokumen perusahaan. Berupa

data mengenai gambaran perusahaan seperti sejarah singkat

perusahaan dan jumlah karyawan pada PT. Kereta Api Indonesia

(Persero) Divre II Sumbar.

3. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data merupakan cara-cara mengumpulkan data


52

untuk digunakan pada saat penelitian. Teknik pengumpulan data yang

digunakan dalam penelitian ini bersumber dari Kuesioner (Angket). Peneliti

mengajukan daftar pertanyaan yang sudah disusun rapi dan terstruktur,

tertulis, kepada responden untuk diisi menurut pendapat pribadi sehubungan

dengan masalah yang diteliti dan kemudian untuk tiap jawaban diberikan nilai.

F. Teknik Analisis Data

Setelah data-data yang penulis butuhkan terkumpul, lalu data tersebut akan

penulis tabulasikan dan kemudian data tersebut akan penulis analisis. Pada

penelitian ini, penulis menggunakan metode analisis data dengan SEM PLS

(Partial Least Square). PLS (Partial Least Square) merupakan analisis persamaan

struktural (SEM), berbasis varian yang secara simultan dapat melakukan pengujian

model pengukuran sekaligus pengujian uji validitas dan reabilitas, sedangkan

untuk pengukuran model structural digunakan untuk menguji kausalitas

(pengujian hipotesis dengan menggunakan model prediksi).

Alasan dalam penggunaan PLS dalam penelitian ini terdapat beberapa

penyebab yaitu Pertama, karena berdasarkan kerangka konseptual terdapat

pengaruh langsung dan tidak langsung terhadap variabel penelitian. Kedua, PLS

(Partial Least Square) dapat digunakan dalam menganalisis teori yang masih

dikatakan lemah, karena PLS (Partial Least Square) dapat digunakan untuk

prediksi. Ketiga, PLS (Partial Least Square) merupakan alat yang handal untuk

memprediksi kausalitas yang digunakan untuk pengembangan teori. Metode

analisis dalam penelitian ini terbagi dua yaitu :


53

1. Analisis Deskriptif

Analisis deskriptif dimaksudkan untuk memberikan gambaran empiris

atas data yang telah dikumpulkan dalam penelitian ini. Data tersebut berasal

dari jawaban – jawaban responden terhadap item-item yang ada pada

kuesioner dan nantinya akan diolah dengan cara pengelompokkan dan

ditabulasikan, kemudian diberikan penjelasan. Untuk melihat bagaimana

persepsi responden terhadap item–item pertanyaan yang diajukan,

digunakan rumus sebagai berikut.

a. Persentase

𝑓
P = 𝑛 x 100%

Dimana :

P : Persentase hasil yang diperoleh


F : Frekuensi hasil yang diperoleh
N : Jumlah karyawan yang menjadi sampel
100 % : Angka tetap untuk persentase
b. Mean (rerata)

Mean (rerata) digunakan untuk mengukur total persepsi, maka

digunakan rumus :

(A x 5)+(B x 4)+(C x 3)+(D x 2)+(E x 1)


Rs = n

Dimana :

Rs : Rerata
54

n : Jumlah karyawan yang menjadi sampel


A : Jumlah /Sangat Setuju/Setuju
B : Jumlah /Setuju/Sering
C : Jumlah /Tidak Tahu/Kadang-Kadang
D : Jumlah/Tidak Setuju/ Jarang
E : Jumlah/Sangat Tidak Setuju/Tidak Pernah
c. TCR (Total Capaian Responden)

Untuk mengetahui masing-masing kategori jawaban dari

deskriptif variabel, maka dihitung dengan menggunakan rumus :


𝑅𝑠
TCR = x 100%
𝑛

Dimana :

Rs : Skor rata-rata jawaban responden


n : Nilai skor jawaban
Untuk menginterpretasikan hasil analisis deskriptif maka

digunakan kriteria jawaban responden (TCR) menurut Ridwan

(2012) adalah sebagai berikut :

Tabel 5. Rentang Skala TCR

No. Interval Jawaban Responden Keterangan


1. Jika TCR berkisar 0% - 20% Sangat Rendah
2. Jika TCR berkisar 21% - 40% Rendah
3. Jika TCR berkisar 41% - 60% Agak Rendah
4. Jika TCR berkisar 61% - 80% Cukup
5. Jika TCR berkisar 81% - 100% Tinggi

Total Capaian Responden (TCR) digunakan untuk melihat


55

tingkat jawaban yang diberikan responden sehingga peneliti bisa

menyimpulkan permasalahan yang terjadi pada perusahaan itu. Jika

interval jawaban responden semakin tinggi maka artinya permasalahan

yang terkait dengan penelitian peneliti tidak mendapatkan masalah,

namun jika sebaliknya interval jawaban responden itu semakin rendah

itu artinya masalah yang terkait dengan penelitian ini perlu diperbaiki

atau ditingkatkan.

2. Analisis Statistik Inferensial

Statistik inferensial merupakan teknik statistik yang digunakan untuk

menganalisis data sampel dan hasilnya diberlakukan untuk populasi. Sesuai

dengan hipotesis yang telah dirumuskan, maka dalam penelitian ini analisis

data statistik inferensial diukur dengan menggunakan software SEM (Partial

Least Square) mulai dari pengukuran model (outer model), struktur model

(inner model) dan pengujian hipotesis. Partial Least Square ini merupakan

metode analisis yang powerfull, karena tidak didasarkan pada banyak

asumsi.

a. Model Pengukuran (Outer Model)

Model Pengukuran (Outer Model) digunakan untuk menilai

validitas dan reabilitas indikator yang digunakan. Outer model sering

juga disebut (outer relation atau measurement model) yang

mendefinisikan bagaimana setiap indikator berhubungan dengan

variabel latennya. Outer model ini nantinya akan digunakan untuk


56

menilai validitas dan reabilitas.

1) Uji Validitas

Uji validitas dilakukan untuk mengetahui kemampuan

instrument penelitian mengukur apa yang seharusnya diukur. Uji

validitas yang dilakukan pada outer model ini dibagi menjadi dua

yaitu convergernt validity dan discriminant validity.

a) Convergent validity

Convergent validity merupakan salah satu kriteria

dalam menggunakan teknik pengukuran model dengan

SmartPLS. Convergent validity pada tingkat indikator

disebut outer loading. Penelitian ini menggunakan koefisien

kerelasi sebesar 0,5. Indikator dianggap valid jika koefisien

korelasi lebih dari 0,5. Sedangkan jika koefisien kurang dari

0,5 maka indikator dikatakan tidak valid (Fornell dan

Larcker dalam Sofyan, 2011).

b) Descriminant Validity

Nilai descriminant validity pada tahapan ini berguna

untuk mengetahui apakah konstruk memiliki diskriminan

yang memadai. Jika nilai cross loading di atas 0,5 maka

indikator tersebut dikatakan valid, namun sebaliknya jika

nilai cross loading di bawah 0,5 maka indikator tersebut

dikatakan tidak valid.


57

2) Uji Reliabilitas

Uji reliabilitas digunakan untuk mengukur konsistensi alat

ukur dalam mengukur suatu konsep atau dapat juga digunakan

untuk mengukur konsistensi responden dalam menjawab item

pernyataan dalam kuesioner atau instrument penelitian. Kuesioner

dikatakan reliable jika jawaban seseorang terhadap kuesioner

stabil dari waktu ke waktu.

Uji reliabilitas dapat dilihat dari nilai composite realibity

(CR). Composite reliability adalah tahapan yang digunakan untuk

menguji reliabilitas indikator suatu variabel. Suatu indikator dapat

memenuhi syarat reliabel apabila memiliki nilai composite

reliability nya di atas 0.70. Jika nilai konstruk yang dihasilkan di

bawah 0.70 maka konstruk tersebut dinyatakan tidak reliabel.

Composite reliability adalah tahapan yang digunakan untuk

menguji reliabilitas indikator suatu variabel. Suatu indikator dapat

memenuhi syarat reliabel apabila memiliki nilai loading> 0.5.

b. Model Struktural (Inner Model)

Model struktural dievaluasi dengan menggunakan R-square

untuk melihat berapa persentase pengaruh langsung variabel eksogen

terhadap variabel endogen. Dalam menilai model dengan PLS dimulai

dengan melihat R-square untuk setiap variabel laten endogen.

Perubahan nilai R-square dapat digunakan untuk dinilai pengaruh


58

variabel laten eksogen, apakah mempunyai pengaruh yang

substantive.

c. Pengujian Hipotesis

Pengujian dilakukan untuk menguji bagaimana keterkaitan

antar hubungan setiap hipotesis yang sebelumnya telah dibuat.

1) Hipotesis Satu, Dua dan Tiga

Proses akhir dari pengujian ini adalah untuk melihat

terjawab tidaknya hipotesis yang ditemukan, dimana untuk

mengetahui diterima atau ditolaknya hipotesis digunakan CR

(critical ratio) dengan membandingkan t-tabel dengan t-hitung.

Jika t-hitung besar dari t-tabel (1,96) maka hipotesis diterima

sebaliknya t-hitung kecil dari t-tabel maka hipotesis ditolak.

2) Hipotesis Empat

Hipotesis empat penelitian ini yaitu untuk variabel

mediasi. Pada pengujian efek mediasi, output parameter uji

signifikan dilihat pada tabel total effect, tidak pada tabel koefisien

karena pada efek mediasi tidak hanya dilakukan pengujian efek

lansung variabel indenpenden tetapi juga hubungan tidak lansung

antar variabel independen ke variabel dependen indirect effect

melalui variabel mediasi.


DAFTAR PUSTAKA

Asurakkody, T. A., & Kim, S. H. (2020). Effects of knowledge sharing behavior on


innovative work behavior among nursing Students: Mediating role of Self-
leadership. International Journal of Africa Nursing Sciences, 12(January),
100190. https://doi.org/10.1016/j.ijans.2020.100190

Akram, T., Lei, S., Haidar, M., Hussain, S., & Puig, L. (2017). The effect of
organizational justice on knowledge sharing: An empirical evidence from the
Chinese telecommunication sector, Journal of Innovation & Knowledge, 2,
134-145.
Akram. T., Lei. S., Haider, M. J., & Hussain, S. T. (2018). Exploring the Impact of
Knowledge Sharing on the Innovative Work Behavior of Employees : A Study
in China International Business Research, 186.
https://doi.org/10.5539/ibr.v11n3p186.
Aldabbas, H., Pinnington, A., & Lahrech, A. (2020). The mediating role of
psychological empowerment in the relationship between knowledge sharing
and innovative work behaviour. International Journal of Innovation
Management, 25(2), 1–31. doi:10.1142/S1363919621500146.
Amabile, T. M. (1997). Motivating creativity in organization: On doing what you love
and loving what you do. California Management Review, 40: 39-58.
Bos-Nehles, A., Renkema, M., & Janssen, M. (2017). HRM and innovative work
behavior: a systematic literatureee view. In Personnel Review
Chang H. H., Chuang S. S. (2011). Social capital and individual motivations on
knowledge sharing: participant involvement as a moderator. Inform.
Manage. 48 9–18. 10.1016/j.im.2010.11.001
Coun, M. (MJH), Peters, P. (CP), & Blomme, R. (RJ). (2018). ‘Let’s share!’ The
mediating role of employees’ self-determination in the relationship between

59
60

transformational and shared leadership and perceived knowledge sharing


among peers. European Management Journal
Deci. E. L & Ryan R.M. 2000. The What and Why of Goal Pursuit: Human Needs and
the Self -Determination of Behavior. U.S: Lawrence Erlbaum Associates,
Inc
De Jong, J.P.J. & Den Hartog, D. 2008. “Innovative Work Behavior Measurement and
Validation”. EIM Research Report. Zoetermeer.
De Jong, J., Hartog, D.D., 2010. Measuring innovative work behaviour. Creativ.
Innovat. Manag. 19 (1), 23–36.

De Vries, R. E., Van Den Hooff, B., & De Ridder, J. A. (2006). Explaining knowledge
sharing: The role of team communication styles, job satisfaction, and
performance beliefs. Communication
https://doi.org/10.1177/0093650205285366 Research, 33(2). 115-135.
Foss, Nicolai J., Minbaeva, Dana B., Pedersen, Torben., Reinholt, Mia. (2009),
Encouraging Knowledge Sharing Among Employees : How Job Design
Matters, Journal Human Resource Management, Vol. 48, No. 6, Pp. 871 –
893
Gagne, M., Deci, E. L. (2005). “Self Determination Theory and Work Motivation”.
Journal of Organizational Behavior. Vol. 26, p. 331-362
Grant and Berry (2011). The Necessity of others is the mother of invention: intrinsic
and prosocial motivations, perspective taking, and creativity. Academy of
Management Journal. Vol. 54, No. 1,73-96
Hameed, Z., Khan, I. U., Sheikh, Z., Islam, T., Rasheed, M. L, & Nacem, R. M. (2019).
Organizational justice and knowledge sharing behavior: The role of
psychological ownership and perceived organizational support. Personnel
Review, 48(3), 748-773. https://doi.org/10.1108/PR-07-2017-0217
Hamzah B. Uno, (2017) TEORI MOTIVASI DAN PENGUKURANNYA (Analisis di
bidang pendidikan). Jakarta: Bumi Aksara
61

Junbish, R. K. Nayel, A. N. Zadran, H. G. (2023), The impact of transformational


leadership on innovative work behavior: Mediating role of intrinsic
motivation, Kardan Journal of Economics and Management Sciences, 6 (1),
56-73. DOI: 10.31841/KJEMS.2023.135
Lin, Hsiu Fen. (2007), Effects Of Extrinsic And Intrinsic Motivation On Employee
Knowledge Sharing Intentions, Journal of information science, Hal 33 (2). Pp.
135 – 149
Nawawi, H. Hadari. (2001). Manajemen Sumber Daya Manusia. Jakarta: Gadjah Mada
University Press.
Niesen, W., Van Hootegen, A., Elst, T.V. Battistelli,A., De White,H.(2018). Job
insecurity and innovative work behaviour : a psychological contract
perspective. Psychol. Belg. 57 (4), 174-189

Phung, V. D., Hawryszkiewycz, L, Chandran, D., & Ha, B. M. (2017). Knowledge


sharing and innovative work behaviour: A case study from vietnam.
Proceedings of the 28th Australasian Conference on Information Systems,
ACIS.
Purc, E., Laguna, M., 2019. Personal values and innovative behaviour of employees.
Front. Psychol. 10, 1–16
Ridwan. 2012. Pengantar Statiska. Bandung:Alfabeta
Shabrina, V., & Silvianita, A. (2015). Factors Analysis on Knowledge Sharing at
Telkom Economic and Business School (TEBS) Telkom University Bandung.
Procedia-Social and Behavioral Sciences, 169, 198-206.
Samuel, T., & Septina, F. (2020). Pengaruh Motivasi Ekstrinsik dan Motivasi Intrinsik
terhadap Kinerja. JEMMA ( Jurnal of Economic ,Management , and
Accounting ), 3(September), 103–112.
Smith, M. B., & Webster, B. D. (2018). Personality and Individual Differences
Narcissus the Innovator ? The Relationship between Grandiose Narcissism ,
Innovation , and Adaptability. Personality and Individual Differences, 121,
62

67–73.
Sugiyono. (2018). Statistik untuk Penelitian. Cetakan Sembilan Belas. Alfabeta:
Bandung.
Suwanti, S. (2019). Intrinsic motivation, knowledge sharing, and employee creativity:
A self-determination perspective. International Journal of Scientific and
Technology Research, 8(7), 623–628.
Usmanova, N., Yang, J., Sumarliah, E., Khan, S. U., & Khan, S. Z. (2020). Impact of
knowledge sharing on job satisfaction and innovative work behavior: the
moderating role of motivating language. VINE Journal of Information and
Knowledge Management Systems, 51(3), 515–532.
https://doi.org/10.1108/VJIKMS-11-2019-0177
Wang, Z., & Wang, N. 2012. Knowledge Sharing, Innovation and Firm Performance.,
Expert Systems with Applications, Vol. 39, pp. 8899-8908.
Xiulan Meng, X. Y. (2021). Intrinsic Motivation, Knowledge Sharing and Innovation
Behavior of Knowledge-Based Employees in the Industrial New Generation.
Converter, 2021(3), 75–87. https://doi.org/10.17762/converter.38
Yuan, F. & Woodman, R.W. 2010. “Innovative Behavior in the Workplace: The Role
of Performance and Image Outcome Expectations”. Academy of Management
Journal. Vol. 53 (2): 323-342

Anda mungkin juga menyukai