Anda di halaman 1dari 3

Seri Mengenal Pengadaan Jasa Konstruksi

Pengadaan Pekerjaan Rancang dan Bangun (Design and Build)


Bagian 02 – Kapan Memilih Menggunakan Pekerjaan Rancang dan Bangun (Design
and Build)
Oleh : Fani Dhuha, ST, M.Sc,
Pembina Jasa Konstruksi Ahli Muda
Direktorat Pengembangan Jasa Konstruksi

Pada edisi lalu telah dibahas mengenai apa itu pengadaan jasa konstruksi yang dilaksanakan melalui
metode Design Build. Menyambung dengan tulisan sebelumnya, maka pada bagian ini akan dibahas
mengenai pada kondisi seperti apa sehingga pengguna jasa dapat memilih menggunakan metode
Design Build, sehingga mendapatkan value for money yang lebih baik. Apakah setiap pekerjaan
konstruksi, dari yang sederhana sampai dengan yang multi-kompleks dapat dilaksanakan dengan
metode Design Build?

Kapan menggunakan metode Design Build?

Meskipun sudah jamak diterapkan dan bahkan menjadi tren di negara-negara lain karena beberapa
keunggulannya dibandingkan metode konvensional, aturan pengadaan pekerjaan konstruksi Design
Build di dunia pengadaan barang/jasa pemerintah masih tergolong baru. Masih diperlukan waktu
sebelum metode ini menjadi lebih familiar bagi para pihak yang terkait dengan pengadaan barang/jasa
pemerintah. Untuk itu diperlukan kehati-hatian dalam memutuskan apakah menggunakan metode
konvensional atau metode Design Build.

Kehati-hatian tersebut sudah harus ada sejak akan memutuskan apakah menggunakan metode Design
Build. Dalam tulisan sebelumnya telah dipahami bahwa pekerjaan konstruksi Design Build hanya boleh
digunakan kalau pekerjaan yang nantinya akan dilaksanakan penyedia jasa adalah berupa pembuatan
desain/rancangan dan pembangunan konstruksinya. Sehingga pintu pertama yang harus ditanyakan
untuk menentukan apakah menggunakan metode Design Build adalah, “apakah pekerjaan konstruksi
yang akan dibangun ini sudah ada desain/DED-nya atau belum?”

Apabila jawabannya adalah ‘ya’, maka tentu tidak tepat bila dipaksakan menggunakan metode Design
Build, karena bila dipaksakan artinya pekerjaan dan biaya yang sudah dikeluarkan untuk menyiapkan
desain/DED sebelumnya menjadi dipertanyakan hasil dan akuntabilitasnya. Apabila jawabannya
adalah ‘tidak’, maka pertanyaan selanjutnya yang perlu dijawab adalah “apakah masih terdapat cukup
waktu untuk menyiapkan desain/DED-nya terlebih dahulu?”
Pertanyaan kedua ini sebenarnya lebih dikarenakan kondisi kebaruan metode pengadaan pekerjaan
konstruksi Design Build dalam pengadaan barang/jasa pemerintah. Ketika metode ini sudah semakin
dikenal dan dipahami oleh semua pihak, maka pertanyaan ini menjadi tidak lagi relevan sebagai tools
untuk pengambilan keputusan.

Kembali ke pertanyaan kedua tadi, apabila jawabannya adalah masih terdapat cukup waktu untuk
menyiapkan desain/DED-nya terlebih dahulu maka pilihan yang lebih baik untuk saat ini adalah
menggunakan metode konvensional. Hal ini karena dengan metode konvensional, akan diperoleh
perhitungan awal item pekerjaan dan volumenya, sebagai dasar pembanding untuk pengendalian
akuntabilitas hasil pelaksanaan pekerjaan nantinya. Sebaliknya apabila jawabannya adalah ‘tidak’
maka opsi penggunaan metode Design Build dapat menjadi alternatif, dengan melihat apakah
pekerjaan tersebut memenuhi kriteria pekerjaan konstruksi Design Build.

Apa kriteria pekerjaan konstruksi Design Build?

Pada praktiknya di dunia konstruksi, setiap pekerjaan konstruksi apapun dapat dilaksanakan dengan
metode Design Build. Mulai dari bangunan sederhana seperti rumah tinggal hingga bangunan dengan
kompleksitas tinggi dapat dilaksanakan dengan metode Design Build. Akan tetapi, dalam aturan
perundang-undangan saat ini, penerapan metode Design Build pada pengadaan barang/jasa
pemerintah masih dibatasi pada pekerjaan konstruksi dengan kriteria tertentu. Hal ini diatur pada
Peraturan Pemerintah Nomor 14 Tahun 2021 Pasal 59 ayat (3) yang menjelaskan bahwa kriteria
pekerjaan yang dapat dilakukan dengan jasa pekerjaan konstruksi terintegrasi meliputi pekerjaan yang:
a. bersifat kompleks; atau
b. mendesak untuk segera dimanfaatkan, yang apabila tidak dilaksanakan secara terintegrasi
berakibat pemenuhan nilai manfaat yang sebesar-besarnya (value for money) tidak tercapai.

Berdasarkan ketentuan dalam PP Nomor 14/2021 tersebut, metode Design Build dapat digunakan
untuk pekerjaan yang bersifat kompleks atau dapat pula untuk pekerjaan yang bersifat mendesak.
Bagaimana penjelasan lebih lanjut mengenai kriteria setiap sifat pekerjaan tersebut dapat kita pahami
dalam Peraturan Menteri PUPR Nomor 01 Tahun 2020 beserta perubahannya. Pada Pasal 5 ayat (2)
dijelaskan bahwa pekerjaan kompleks berupa pekerjaan yang memenuhi kriteria:
a. mempunyai risiko tinggi;
b. memerlukan teknologi tinggi;
c. menggunakan peralatan yang didesain khusus;
d. memiliki kesulitan untuk didefinisikan secara teknis terkait cara memenuhi kebutuhan dan tujuan
pengadaan; dan/atau
e. memiliki kondisi ketidakpastian (unforeseen condition) yang tinggi.

Sedangkan untuk pekerjaan mendesak, dijelaskan pada Pasal 5 ayat (3) bahwa pekerjaan mendesak
adalah berupa pekerjaan yang memenuhi kriteria:
a. secara ekonomi dan/atau sosial memberikan nilai manfaat lebih kepada masyarakat;
b. segera dimanfaatkan; dan
c. pekerjaan perancangan dan pekerjaan konstruksi tidak cukup waktu untuk dilaksanakan secara
terpisah.

Perhatikan bahwa untuk kriteria pekerjaan kompleks, suatu pekerjaan dinyatakan sebagai pekerjaan
kompleks apabila cukup memenuhi salah satu saja dari 5 kriterianya, entah itu pekerjaan yang risikonya
tinggi, atau pekerjaan yang memerlukan teknologi tinggi, atau pekerjaan menggunakan peralatan yang
didesain khusus, atau memiliki kesulitan untuk didefinisikan secara teknis terkait cara memenuhi
kebutuhan dan tujuan pengadaan, atau pekerjaan yang memiliki kondisi ketidakpastian (unforeseen
condition) yang tinggi.

Hal ini berbeda dengan kriteria pekerjaan mendesak, dimana suatu pekerjaan dinyatakan sebagai
pekerjaan mendesak hanya apabila memenuhi keseluruhan ketiga kriterianya, yaitu pekerjaan yang
secara ekonomi dan/atau sosial memberikan nilai manfaat lebih kepada masyarakat, harus segera
dimanfaatkan, dan pekerjaan perancangan dan pekerjaan konstruksi tidak cukup waktu untuk
dilaksanakan secara terpisah.

Kemudian karena pertimbangan kehati-hatian dalam penggunaan metode Design Build, penetapan
pekerjaan konstruksi Design Build berdasarkan kriteria tadi harus mendapatkan persetujuan:
a. Menteri/Kepala pada Kementerian/Lembaga berdasarkan usulan dari Pejabat Pimpinan Tinggi
Madya jika dana bersumber dari anggaran pendapatan dan belanja negara; atau
b. Gubernur atau Bupati/Walikota jika dana bersumber dari anggaran pendapatan dan belanja
daerah.

Itu tadi kira-kira sebagai gambaran umum mengenai kapan kita sebagai pengguna jasa menetapkan
akan menggunakan metode Design Build. Selanjutnya apa saja yang perlu diperhatikan dan
dipersiapkan pada masa persiapan pengadaannya, semisal bagaimana HPS dalam pekerjaan Design
Build? Apa saja dokumen perencanaan yang perlu disiapkan? akan coba kita bahas lebih lanjut pada
kesempatan berikutnya.

Anda mungkin juga menyukai