Anda di halaman 1dari 12

Nama :Roby Febrian Pratama

Nim :B1D021287
Kelas :5C2

1. STUDI BURUNG-BURUNG YANG DIPERDAGANGKAN DI PASAR BURUNG


SPLENDID, KOTA MALANG

Daerah Asal Burung yang Diperdagangkan.


Burung yang diperdagangkan di Pasar Burung Splendid pada umumnya adalah burung
yang berasal dari kawasan Sumatera, Jawa, Bali, dan Kalimantan. Burung dari kawasan Sunda
Besar mendominasi dari hasil data yang diperoleh, dengan prosentase sebesar 92%. Burung-
burung yang berasal dari kawasan Sunda Besar tersebut lebih mudah beradaptasi di lingkungan
yang baru dan yang mempunyai kondisi cuaca sama. Hasil dari data yang diperoleh, hanya 7%
burung dari kawasan Wallacea dan hanya 1% saja burung yang berasal dari kawasan Papua.
Burung dari kawasan Wallacea dan Papua jarang ada pembeli yang berminat, burung dari
kawasan tersebut sangat asing bagi orang awam, sehingga mereka tidak mau membeli burung
dari kawasan tersebut. Biaya pengiriman yang terlalu mahal dan risiko kematian burung yang
tinggi pada saat perjalanan, adalah alasan utama pedagang. Burung dari kawasan Wallacea dan
Papua yang umum diperdagangkan di Pasar Burung Splendid adalah jenis nuri dan kakatua,
jenis burung paruh bengkok. Pembeli, membeli jenis burung paruh bengkok karena jenis
burung paruh bengkok biasanya mempunyai corak dan warna bulu yang sangat indah, sehingga
sangat cocok dipelihara dan dijadikan hiasan di depan rumah mereka.
Ordo yang paling diminati oleh Pembeli
Prosentase hasil yang diperoleh dari lapangan adalah sebesar 67% burung yang
diperdagangkan adalah dari ordo Passeriformes, atau yang lebih dikenal oleh masyarakat awam
sebagai jenis burung pengoceh. Jenis burung- burung dari ordo Passeriformes sangat diminati
karena memiliki suara yang sangat merdu dan tentunya memiliki harga jual yang cukup tinggi.
Whitten (1999) dalam bukunya yang berjudul Ekologi Jawa dan Bali menyebutkan, kebanyakan
orang membeli burung karena suaranya, baik kicauannya : misalnya burung Jalak suren
(Sturnus contra), Kepudang kuduk- hitam (Oriolus chinensis), dan Kucica hutan ( Copsychus
malabaricus), dan karena burung- burung ini suka meniru-niru, misalnya burung Beo atau
Tiong emas (Gracula religiosa), atau mendengkur seperti Perkutut Jawa (Geopelia striata) dan
Tekukur biasa (Streptopelia chinensis). Gambar 2. Ordo yang Paling Diminati Pembeli Jenis
burung seperti Bentet kelabu (Lanius schach), Kucica kampung (Copsychus saularis), Kucica
hutan (Copsychus malabaricus), Cica-daun besar (Chloropsis sonnerati), Anis merah (Zoothera
citrina), Cucak rawa (Pycnonotus zeylanicus), Jalak Bali (Leucopsar rothschildi), adalah yang
paling dicari oleh masyarakat. Hal ini dipengaruhi oleh adanya perlombaan burung kicauan dan
jenis tersebut adalah jenis yang termasuk dalam lomba burung kicauan. Para peminat lebih
memilih burung hasil tangkapan liar, burung hasil tangkapan liar lebih dipilih oleh para peminat
kicauan karena memiliki harga yang lebih murah jika dibandingkan dengan harga burung hasil
dari penangkaran. Menurut Widodo (2007) 72,13% masyarakat lebih munyukai burung-burung
berkicau yang dapat dikonteskan dan bila menang akan memperoleh hadiah uang yang cukup
besar dan hanya 22,95% masyarakat berminat pada jenis burung paruh bengkok hanya atas
dasar keindahan bulu-bulu tubuhnya belaka.
Status Konservasi Burung yang Dipergadangkan
Berdasarkan dari IUCN, burung-burung di Pasar Burung Splendid memiliki status Least
Concern, prosentasenya adalah 90% atau 134 spesies, untuk status Near Threatened
prosentasenya sebesar 6% atau 8 spesies burung, sedangkan Critically Endangered hanya 1%
atau hanya 2 spesies burung saja dan seharusnya spesies satwa yang sudah dilindungi tidak
dapat diperjualbelikan secara komersial (Anonim, 1991). Meskipun sebesar 90% burung di
Pasar Burung Splendid memiliki status Least Concern, tetapi status itu kapanpun bisa saja
berubah kalau kondisi penangkapan liar dengan menggunakan jerat jaring terus dilakukan.
Burung di Pasar Burung Splendid mayoritas adalah hasil dari tangkapan liar di alam, para
pedagang mendapatkan burung hasil tangkapan liar dari penangkap burung langsung.

2. Analisis keanekaragaman jenis tumbuhan berbuah di hutan lindung Surokonto,


Kendal, Jawa Tengah dan potensinya sebagai kawasan konservasi burung

Kondisi lingkungan hutan lindung Surokonto Hutan lindung Surokonto merupakan hutan
hujan tropis dengan posisi geografis terletak di antara 109˚43’-110˚24' Bujur Timur dan 6˚51’-
7˚7’ Lintang Selatan dan secara administratif berada di Desa Surokonto, Kecamatan
Pageruyung, Kabupaten Kendal, Provinsi Jawa Tengah. Vegetasi hutan lindung Surokonto
merupakan vegetasi khas hutan hujan tropis. Kondisi kanopi dalam hutan relatif rapat dan
berstratifikasi. Hutan lindung Surokonto mempunyai luas wilayah 76,6 hektar, berada pada
ketinggian 1.200-1.400 m. dpl dengan suhu udara rata-rata 27-28°C, kelembapan udara rata-rata
78-90% dan permukaan lantai hutannya bergelombang, curam serta berbatu. Kondisi
lingkungan hutan lindung Surokonto seperti tersebut di atas merupakan kondisi lingkungan
yang umum dijumpai pada hutan-hutan tropis di Indonesia. Kondisi lingkungan ini sangat
sesuai bagi hidup dan berkembangnya berbagai jenis satwa liar termasuk berbagai jenis burung
liar. Hal ini disebabkan karena sebagian besar burung mempunyai daya adaptasi yang tinggi
terhadap berbagai kondisi hutan. Wisnubudi (2009) menyatakan bahwa berbagai jenis burung
liar di kawasan wisata taman nasional Gunung Halimun-Salak dapat menyebar secara vertikal
menyesuaikan dengan kebutuhan dan keberadaan pakan.
Dari hasil observasi di kawasan hutan lindung Surokonto Kecamatan Pageruyung
Kabupaten Kendal diperoleh 17 jenis tumbuhan berbuah yang terdapat dalam jalur transek
dan13 jenis di antaranya diketahui buahnya menjadi makanan bagi berbagai jenis burung.
Tingkat keanekaragaman jenis tumbuhan berbuah tersebut tergolong dalam kategori sedang.
Tumbuhan berbuah tersebut di atas berdasarkan jumlah ovary (bakal buah) termasuk
dalam jenis buah sederhana, berdasarkan umur atau daur hidupnya termasuk dalam tumbuhan
berumur panjang atau tahunan (parennial). Kerapatan Relatif, Indeks Keanekaragaman jenis
dan Indeks Kemerataan Jenis tumbuhan berbuah secara lengkap disajikan pada Tabel 3. Tabel 3
menunjukkan bahwa kerapatan tumbuhan berbuah sebagai sumber pakan burung di hutan
lindung Surokonto Kecamatan Pageruyung Kabupaten Kendal yang paling banyak adalah
Kresen (Muntinga calabura) dan mangga (Mangifera indica) dibandingkan dengan spesies
lainnya. Sedangkan pohon beringin (Ficus benjamina) merupakan tumbuhan yang paling
sedikit.
Potensi hutan lindung Surokonto sebagai kawasan konservasi burung Burung merupakan
plasma nutfah yang memiliki keunikan dengan nilai ekologis, ilmu pengetahuan, wisata dan
budaya yang tinggi. Spesies-spesies burung akan dapat saling berinteraksi dan terdistribusi pada
komunitasnya (Desmawati 2010). Namun demikian keberadaan burung liar di alam bebas dari
waktu ke waktu semakin tertekan akibat berbagai gangguan dari manusia. Gangguan terhadap
burung dapat dibedakan menjadi dua bentuk. Pertama gangguan langsung pada burung, yaitu
gangguan pada individu burung atau populasi burung. Kedua gangguan tidak langsung, yaitu
gangguan atau tekanan pada habitat burung. Gangguan langsung terhadap burung, yaitu dengan
membunuh burung untuk bahan makanan, bulu, minyak, olahraga berburu, dan sebagainya.
Sedangkan gangguan tidak langsung adalah perubahan atau modifikasi lingkungan alami oleh
manusia menjadi lahan pertanian, kebun, perkotaan, jalan raya, dan industri. Partasasmita
(2003) melaporkan bahwa aktivitas penebangan dan konversi hutan telah mengakibatkan jenis
burung yang sensitif kepadatannya semakin menurun. Dalam rangka mendukung konservasi
burung diperlukan satu kesatuan kawasan yang dapat menjamin segala keperluan hidupnya baik
makanan, air, udara bersih, garam mineral, tempat berlindung, berkembang biak dan tempat
untuk bermain serta mengasuh anak. Untuk keperluan tersebut, kawasan hutan lindung
Surokonto mempunyai potensi yang tinggi untuk memenuhi beragam kebutuhan konservasi
burung. Hutan lindung Surokonto merupakan sebuah hutan dengan luas wilayah 76,7 hektar
dan di dalamnya terdapat beragam jenis tumbuhan berbuah dengan tingkat keanekaragaman
sedang serta kondisi lingkungan yang masih alami. Keanekaragaman jenis burung berbeda pada
setiap habitat, tergantung dari kondisi lingkungan dan faktorfaktor yang mempengaruhinya.
Burung merupakan pengguna ruang yang cukup baik. Dilihat dari keberadaan dan
penyebarannya dapat secara horizontal maupun vertikal. Secara horizontal dapat dilihat dari
tipe habitat yang dihuni oleh burung, sedangkan secara vertikal dari stratifikasi profil hutan
yang dimanfaatkan.

3. KEANEKARAGAMAN JENIS BURUNG DI HUTAN PINUS DAN HUTAN


CAMPURAN MUARASIPONGI KABUPATEN MANDAILING NATAL
SUMATERA UTARA
Keanekaragaman jenis burung
Tiga puluh delapan jenis burung yang berasal dari 20 famili ditemukan di hutan pinus dan
hutan campuran Muarasipongi pada bulan Agustus 2013 (Tabel 1). Di hutan pinus terdapat 19
jenis burung dan di hutan campuran terdapat 24 jenis, dengan 5 jenis burung yang ditemukan
pada kedua tipe hutan. Jumlah burung yang ditemukan di hutan campuran (N=24) lebih banyak
dibandingkan dengan hutan pinus (N=19) dan (N=5) jenis burung yang ditemukan dikedua
hutan. Hal ini menunjukkan bahwa hutan campuran Muarasipongi menjadi habitat serta
memberikan peranan yang baik bagi keberadaan burung, seperti jumlah vegetasi yang
beranekaragam, adanya ketersediaan pakan, penebangan pohon serta penembakan burung
cenderung sedikit. Berbeda dengan hutan pinus yang umumnya didominasi oleh tumbuhan
bawah serta faktor lain seperti penebangan pohon, pengubahan lahan menjadi lahan pertanian
menyebabkan jumlah burung semakin sedikit ditemukan.
Indeks keanekaragaman jenis burung
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan di hutan pinus dan hutan campuran,
diketahui bahwa total jenis burung yang ditemukan dikedua tipe habitat tersebut sebanyak 38
jenis, total individu sebanyak 345 ekor dan total famili sebanyak 20 famili. Lima jenis burung
yang sama ditemukan dikedua lokasi yakni di hutan pinus dan hutan campuran. Total jenis
burung yang ditemukan di hutan pinus sebanyak 19 jenis dengan jumlah total individu sebanyak
161 ekor dan total famili sebanyak 9 famili, sedangkan di hutan campuran sebanyak 24 jenis
dengan total individu sebanyak 184 ekor yang berasal dari 16 famili. Nilai indeks
keanekaragaman jenis burung di hutan pinus sebesar 2.731 dan hutan campuran 2.881, yang
berarti keanekaragaman jenis burung didua tipe hutan tinggi (H’> 3). Hal ini menunjukkan
bahwa hutan pinus dan campuran di Muarasipongi menjadi habitat serta memberikan peranan
yang baik bagi keberadaan burung untuk melakukan aktivitas membuat sarang, bermain,
berlindung dari hewan pemangsa dan membesarkan anak. Indeks kesamarataan Nilai
kesamarataan di hutan pinus dan campuran Muarasipongi yang bernilai 0,923, sesuai dengan
kriteria indeks kesamarataan Daget (1976) yang menyatakan bahwa jika nilai indeks
kesamarataan antara 0.75 sampai dengan 1 atau 0.75 < J ≤ 1, maka komunitas dimasukkan ke
dalam kategori stabil.

4. KEANEKARAGAMAN SPESIES BURUNG DI REPONG DAMAR PEKON


PAHMUNGAN KECAMATAN PESISIR TENGAH KRUI KABUPATEN
LAMPUNG BARAT
Berdasarkan hasil penelitian, di Repong Damar Pekon Pahmungan ditemukan 16 spesies
burung (N=468 ekor) yang berasal dari 10 famili (Tabel 1). Dari ke 16 spesies tersebut satu
spesies burung hanya diketahui nama daerahnya yaitu patak damar. Burung ini ditemui di lokasi
penelitian sebanyak 8 ekor. Secara morfologi burung ini terlihat seperti spesies cucak kutilang.
Bentuknya sama seperti kutilang, hanya saja berbeda pada pola warnanya yang keabu-abuan.
Ciri-ciri yang mencolok pada burung ini adalah pada bagian kepalanya berwarna hitam, bagian
perutnya berwarna putih, sayap berwarna hitam terdapat bercak-bercak putih, memiliki ekor
yang pendek.
terdapat banyak spesies serangga kecil yang menjadi sumber makanan. Menurut
MacKinnon dkk (1998) burung ini memiliki kebiasaan terbang melayang dan melingkar di
udara atau terbang rendah diatas tanah atau air untuk menangkap serangga kecil. Hinggap pada
cabang pohon yang mati, tiang, atau kawat telepon. Mencari makan sendiri-sendiri tetapi dalam
jumlah besar di satu tempat. Kadang-kadang bergabung dalam kelompok besar, bahkan ketika
berada di dalam kota. Spesies burung yang termasuk dalam satu famili dengan layang-layang
api adalah burung layang-layang rumah (n=23) yang hanya ditemukan pada lokasi dekat
permukiman. Berukuran kecil (13 cm), gemuk, berwarna hitam dan putih, tungging putih dan
ekor membelah ringan khas. Tubuh bagian atas biru seperti baja, tunggir putih dan dada putih
keabu-abuan. Iris mata berwarna coklat, paruh hitam, kaki kemerahjambuan. Biasanya burung
ini hidup sendirian, berbaur dengan layang-layang lain atau dengan walet. Lebih banyak di
udara dibandingkan layang-layang lain. Umumnya terlihat sewaktu terbang melayang
(MacKinnon et al., 1998). Famili yang mempunyai spesies terbanyak ditemukan adalah famili
Ploceidae (Tabel 1) yaitu burung Bondol Jawa, Bondol Peking, bondol haji dan Gereja Erasia.
Keempat spesies ini secara umum memiliki kecil, ekor pendek, paruh tebal-pendek. Senang
berkelompok dan membentuk gerombolan yang besar. Kebiasaan dan kesenangannya memakan
biji-bijian. Keempat spesies burung ini dapat dibedakan dengan mudah yaitu dari corak
warnanya. Bondol Jawa berwarna hitam, coklat dan putih, bertubuh bulat. Tubuh bagian atas
coklat tanpa coretan, muka dan dada atas hitam; sisi perut dan sisi tubuh putih, ekor bawah
coklat tua. Bondol Peking berwarna coklat, untuk tubuh bagian atas coklat, bercoretan dengan
tangkai bulu putih, tenggorokan coklat kemerahan. Tubuh bagian bawah putih bersisik coklat
pada dada dan sisi tubuh. Bondol haji sangat mudah dibedakan dengan ciri khas berwarna
coklat berkepala putih. Gereja Erasia memiliki ciri mahkota warna coklat berangan. Dagu,
tenggorokan, bercak pipi dan setrip mata warna hitam. Tubuh bagian bawah kuning tua keabu-
abuan, sedangkan tubuh bagian atas berbintik coklat dengan tanda hitam dan putih. Cucak
kuning dan cucak kutilang merupakan burung yang termasuk dalam famili picnonotidae. Kedua
spesies burung ini merupakan burung cucak-cucakan yang memakan buah-buahan walaupun
juga memakan serangga. Spesies burung yang penuh percaya diri dengan kicauan yang ramai
cenderung hidup di pohon. Kedua spesies burung ini memiliki perbedaan dari warnanya.
Burung cucak kuning khas memiliki warna kekuningan dengan kepala dan jambul hitam,
tenggorokan berwarna merah terang. Sedangkan burung cucak kutilang kepalanya bertopi hitam
dengan tunggir keputih-putihan dan tungging jingga kuning, dagu dan kepala atas hitam. Kerah,
tunggir, dada, dan perut putih. Selain dari warna dapat dibedakan dari suara ketika burung
berbunyi.

5. KEANEKARAGAMAN BURUNG DI BEBERAPA TIPE HABITAT DI


BENTANG ALAM MBELILING BAGIAN BARAT, FLORES
Gambaran Umum Bentang Alam Mbeliling Bagian Barat
Desa Golomori merupakan salah satu kawasan dataran rendah yang terdapat di bentang
alam Mbeliling bagian barat. Berdasarkan laporan [2] mengenai status tata guna lahan kawasan
Mbeliling, Desa Golomori tidak termasuk kawasan konservasi. Kampung Soknar, Lenteng dan
Nggoer berbatasan langsung dengan Laut Sawu dan terdapat barisan hutan mangrove yang
terputus-putus di sepanjang pantai, sedangkan yang lainnya terpusat di antara bukit savana dan
dekat dengan Gunung Golomori. Berdasarkan tipe habitat yang ditunjukkan pada gambar 2,
pada penelitian ini dibedakan atas savana, mangrove, hutan hujan dan kebun campuran.
Keanekaragaman Burung pada Empat Tipe Habitat di Bentang Alam Mbeliling Bagian Barat
Secara keseluruhan, bentang alam Mbeliling bagian barat dapat dikatakan sebagai
kawasan yang memiliki tipe habitat yang beragam. Empat tipe habitat yang dikelompokkan
berdasarkan penelitian ini mampu menunjukkan bahwa heterogenitas habitat mempunyai
hubungan positif dengan keanekaragaman jenis [8]. Hasil dari penelitian keanekaragaman
burung di Bentang alam Mbeliling bagian barat diperoleh 75 jenis burung (37 famili). Tabel
dibawah ini menunjukkan jumlah jenis dan famili yang ditemukan dari empat tipe habitat di
bentang alam Mbeliling bagian barat.
umlah jenis paling sedikit ditemukan di savana, yaitu 41 jenis (26 famili). Struktur
vegetasi penyusun habitat di savana Desa Golomori terdiri atas hamparan padang rumput yang
berbukit dengan sedikit pohon yang menyebar. Penelitian yang dilakukan pada musim kemarau,
menunjukkan bahwa rumput berwarna kuning dan kering. Kondisi habitat berupa vegetasi
rumput kering ini diduga berkaitan dengan sumber daya makanan bagi burung menjadi sangat
terbatas. Oleh karena itu, burung yang ditemukan di habitat ini relatif lebih sedikit
dibandingkan dengan habitat yang lain.
Berdasarkan kecenderungan tipe habitat yang digunakan oleh burung, gambar diatas
merupakan ilustrasi peta persebaran burung pada empat tipe habitat di bentang alam Mbeliling
bagian barat. Pada habitat savana, jenis burung yang ditemukan merupakan jenis burung yang
mempunyai kebiasaan terbang, seperti raptor dan jenis burung pemakan serangga. Selain itu,
jenis-jenis burung semak yang berukuran kecil seperti Decu Belang (Saxicola caprata) dan Cici
Padi (Cisticola juncidis) merupakan jenis penetap yang lebih sering dijumpai pada habitat ini.
Jenis-jenis burung migran (pengunjung) paling banyak ditemukan di mangrove. Habitat ini
merupakan salah satu lahan basah yang bernilai penting yang menjadi habitat bagi jenis-jenis
burung air dan beberapa jenis burung daratan. Jenis-jenis burung air yang bergantung dengan
ketersediaan pakan di lahan basah dan mangrove yaitu Trinil Pantai (Actitis hypoleucos) dan
Gajahan Pengala (Numenius phaeopus). Sedangkan Kuntul Cina (Egretta eulophotes)
merupakan jenis burung migran yang memiliki status rentan terhadap kepunahan (Vulnarable)
menurut IUCN juga hanya ditemukan di mangrove.

6. KAJIAN JENIS -JENIS BURUNG DI DESA NGADAS SEBAGAI DASAR


PERENCANAAN JALUR PENGAMATAN BURUNG (Birdwatching)

Famili Burung yang Ada di Desa Ngadas

Desa Ngadas memiliki keanekaragaman jenis burung yang bisa lebih dioptimalkan
dalam kegiatan Birdwatching. Jenis-jenis burung tersebut ditemukan pada 3karakter lahan
yang ada di desa Ngadas yakni wilayah pemukiman, ladang serta hutan sekunder. Jenis
vegetasi yang banyak terdapat pada masing-masing karakter lahan tersebut juga
berbeda.Keberadaan jenis-jenis vegetasi tersebut beserta faktor-faktor lainnya baik biotik
maupun abiotik pada masing-masing karakter lahan di Desa Ngadas secara fungsional
akan memberikan dukungan bagi keberadaan burung berupa ketersediaan pakan, air,
tempat berlindung dari panas dan pemangsa serta tempat untuk bersarang,
beristirahat dan memelihara anaknya. erdasarkan pengamatan yang telah dilakukan
diperoleh beberapa famili yang diketahui berada di wilayah Desa Ngadas antara lain
Turnicidae, Motacilidae, Apopidae, Piccidae, Passeridae, Pycnononidae, Nectaridae,
Zosteropidae, Accipitridae, Sylviidae, Phasianidae, dan Columbidae. Sementara nama
family, nama spesies serta nama lokal dari burung-burung yang ada di Desa Ngadas bisa
dilihat pada tabel 1. Keberadaan burung di Desa Ngadas dipengaruhi oleh beberapa
faktor, terutama akibat aktivitas manusia. Fragmentasi habitat, degradasi serta rusaknya
habitat menyebabkan semakin berkurangnya keberadaan burung-burung di habitat
aslinya[3].Keberhasilan burung untuk hidup di suatu habitat sangat ditentukan oleh
keberhasilannya dalam memilih dan menciptakan habitat yang sesuai baginyaistribusi Temporal
Burung di Desa Ngadas Dari 13 famili burung yang ditemukan, sebanyak 12 famili
ditemukan aktif di pagi hari. Umumnya burung lebihbanyak melakukan kegiatan di
pagi hari. Hal ini disebabkan oleh beberapa faktor diantaranya pada pagi hari kondisi
angin relatif lebih lemah. Perencanaan Jalur Pengamatan Burung dan Wilayah
KonservasiPerencanaan yang matang mengenai jalur pengamatan, waktu dan lokasi yang
digunakan dalam kegiatan birdwatchingakan sangat membantu terlaksananya kegiatan
ini. Dengan memperhatikan hal-hal tersebut dengan seksama kegiatan birswatching yang
dilakukan bisa membawa keuntungan bagi pelaksana, pengamat maupun bagi masyarakat
sekitar. Gambar 4. Peta Distribusi Burung di Desa Ngadas.

7. HISTOLOGI LIVER BURUNG PUYUH DENGAN PEMBERIAN MINYAK


ATSIRI BAWANG PUTIH
Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemberian minyak atsiri berpengaruh nyata
(PBeberapa penelitian terdahulu terkait penggunaan bahan-bahan ekstrak alamiah telah
dilaporkan dan menunjukkan dampak yang positif terhadap histologi ginjal (Ansar dkk., 2014;
Eyng et al., 2015), yaitu menurunnya kerusakan sel-sel dan jaringan ginjal dan mampu
mencegah/menurunkan kematian sel sebagai dampak radikal bebas sehingga menurunkan
nekrosis dan apoptosis (kematian sel), serta meningkatkan fungsi immunitas. Efek garlic yang
sama juga telah dilaporkan Mushawwir dkk. (2017), peningkatan absorbsi dan pemanfaatan zat-
zat nutrisi dan menurunnya kadar SGOT dan GPT serta menunjukkan peningkatan fungsi sel-
sel hati. Kuantifikasi dan uji kualiKuantifikasi dan uji kualitatif terhadap pengaruh minyak
atrsiri seperti yang ditampilkan pada Tabel 1 dan Gambar 1, tampak bahwa penanggulangan
kerusakan sel dan jaringan sebagai efek pemberian minyak atsiri, semakin efektif seiring
dengan bertambahnya level pemberian minyak atsiri. Perbaikan atau recovery sel-sel dipacu
karena antara lain kehadiran protein glutamil cystein dalam minyak atsiri, yang berperan
meningkatkan anabolisme protein. Kim et al. (2009); Peinado et al. (2012) dan Damaziak et al.
(2017) telah melaporkan bahwa secara alamiah, minyak atsiri garlic mengandung γ-glutamyl
cysteine. Enzym ini mampu menghidrolisis dan mengoksidasi komponen allin menjadi
senyawa-senyawa allin. Allin dan alicin selanjutnya meningkatkan sintesis protein sehingga
memacu pertumbuhan sel-sel (Robert et al., 2011), dan mencegah mutasi DNA (Yarrus et al.,
2009; Sirovina et al., 2013).

8. KEANEKARAGAMAN JENIS BURUNG PADA AREAL DONGI-DONGI DI


KAWASAN TAMAN NASIONAL LORE LINDU
Famili Muscicapidae merupakan famili dengan anggota terbanyak (5 jenis; 17%), diikuti
famili Psittacidae, Cuculidae (4 jenis; 14%), famili Dicaedidae, Accipitridae, Corvidae,
Sturnidae, Zosteropidae, Pachycephalidae, Apodidae (2 jenis; 7%), famili Falconidae,
estrildidae, Nectarinidae, Halcyonidae, Pcynonotidae, Monarchidae, Hirundinidae, Timalidae,
Pardalotidae, Hemiprocnidae, Rallidae, Picidae, Columbidae, Sylvidae, Artamidae,
Campephapidae dan Anatidae (1 jenis; 3%).Pada areal pemukiman terdapat tujuh komposisi
berdasarkan kategori guild. Berdasarkan jumlah jenis burung yang ditemukan pada areal
pemukiman, kategori pemakan serangga sambil melayang mempunyai jenis yang lebih banyak
dibandingkan kategori guild lainnya (12 jenis), dominasi berikutnya ditunjukan oleh pemakan
serangga dan buah-buahan (7 jenis). Sedangkan kategori pemakan invertebrata dan vertebrata,
pemakan biji rumput, pemakan serangga di daerah semak, merupakan kategori yang
mempunyai jumlah paling sedikit, hanya ditemukan satu jenis Dari hasil analisis data yang
dilakukan pada lokasi penelitian, diketahui indeks kemerataan jenis yang ada pada lokasi
penelitian pada areal pemukiman yaitu 0,93 sedang pada habitat hutan yaitu 0,89. Berikut ini
adalah tabel hasil analisis data indeks kemerataan jenis yang terdapat pada areal pemukiman
dan habitat hutan sebagai berikut. yang dalam suatu habitat. Jenis burung yang dijumpai di
habitat hutan dijumpai juga pada areal pemukiman. Dari 45 jenis burung, terdapat 21 jenis
burung atau 47% yang dapat dijumpai pada dua tempat pengamatan yang dilakukan. Selain itu
terdapat 22 jenis burung atau 49% diantaranya merupakan jenis burung endemik Sulawesi.
Berdasarkan hasil pengamatan terdapat delapan jenis burung yang dijumpai memiliki tingkat
kehadiran 100% pada semua titik pengamatan yaitu: burung madu sriganti (Nectarinia
jugularis), cabai panggul kelabu (Dicaeum celebicum), cekakak sungai (Halcyon chloris), cucak
kutilang (Pycnonotus aurigaster), kacamata gunung (Zosterops montanus), layanglayang batu
(Hirundo tahitica), walet polos (Collocalia vanikorensis), walet sapi (Collocalia esculenta).
Jenis-jenis burung yang lain memiliki tingkat kehadiran 75% meliputi 2 jenis burung, jenis
burung yang memiliki tingkat kehadiran 50% meliputi 5 jenis burung, jenis burung yang
memiliki tingkat kehadiran 25% meliputi 16 jenis burung. Jenis burung yang memiliki tingkat
kehadiran 100% dan yang memiliki tingkat kehadiran 75% pada kedua habitat, mempunyai arti
bahwa habitat tersebut disukai oleh jenis burung yang ada, jenis burung yang memiliki tingkat
kehadiran 50% pada kedua habitat, mempunyai arti bahwa habitat tersebut kadang digunakan
oleh jenis burung yang ada, sedangkan yang memiliki tingkat kehadiran 25% pada kedua
habitat, mempunyai arti bahwa habitat tersebut jarang digunakan oleh burung yang ada.
Perbedaan kehadiran jenis burung disebabkan oleh perbedaan jenis tumbuhan, tingkat
kenyamanan dan habitat pendukung yang berdekatan (Jarulis, 2005).

9. AKTIVITAS HARIAN BURUNG KUNTUL KECIL (Egretta garzetta) DI PULAU


SERANGAN, BALI
Dari hasil pengamatan pada ketiga tipe habitat, persentase aktivitas bergerak paling tinggi
dilakukan pada pagi hari dan sore hari. Hal tersebut disebabkan oleh karena pada pagi hari
merupakan waktu aktif bagi burung kuntul kecil untuk mencari makan, dan pada sore hari
burung akan melakukan pergerakan kembali untuk mensuplai makanan yang digunakan untuk
menyimpan energi (Ardley, 1985). Pada siang hari, aktivitas bergerak sedikit menurun akibat
suhu lingkungan yang mulai tinggi dan burung lebih banyak beristirahat atau berjemur. Waktu
hujan, burung akan mengurangi aktivitas bergerak dan foraging, burung akan lebih banyak
melakukan aktivitas bertengger dan preening untuk meningkatkan suhu tubuh (Vithrayanti,
2005). Persentase aktivitas foraging paling tinggi dilakukan pada waktu pagi hari. Ini sesuai
dengan pernyataan Ford (1989) yaitu umumnya pada pagi hari sampai tengah hari merupakan
saat yang paling optimum untuk mencari makan. Pada pagi hari pakan burung seperti serangga
dan ikan juga aktif. Pada siang hari, persentase aktivitas foraging di ketiga habitat menurun
karena pada siang hari burung lebih banyak istirahat seperti bertengger atau hanya berdiam diri
sambil berjemur. Menurut Ardley (1985) tingginya temperatur lingkungan pada siang hari juga
berpengaruh terhadap aktivitas burung, semakin rendah suhu lingkungan, aktivitas yang
dilakukan semakin tinggi sedangkan semakin tinggi suhu lingkungan aktivitas yang dilakukan
semakin rendah. Namun jika suhu terlalu rendah atau mencapai minus, burung akan berpindah
tempat mencari makan ke tempat lain dengan suhu yang lebih hangat. Pada sore hari, persentase
aktivitas foraging kembali meningkat. Burung kembali melakukan aktivitas foraging setelah
istirahat pada siang hari untuk mensuplai kebutuhan makannya yang berguna untuk menyimpan
energi sepanjang malam (Ardley, 1985). Pada habitat mangrove, persentase aktivitas foraging
paling tinggi dibandingkan tipe habitat lainnya, karena makanan yang terdapat di daerah
mangrove lebih melimpah dan beragam, diantaranya dari kelompok crustacea, molusca, dan
ikan. Mangrove juga merupakan tempat bertelur, memijah dan tempat berlindung bagi larva
ikan dan udang (Feller dan Sitnik, 1996). Hal ini juga terkait dengan ukuran kaki dari kuntul
kecil yang memiliki kaki pendek serta dapat mencari makan di substrat yang lebih padat serta
perairan yang dangkal. Dalam aktivitas mencari makan, kuntul kecil biasanya bersama dengan
jenis burung lain yang dekat dengan tempat kuntul kecil mencari makan diantaranya pecuk padi
hitam (Phalacrocorax sulcirostris), pecuk padi belang (Microcarbo melanoleucos), kuntul besar
(Egretta alba), kuntul kerbau (Bubulcus ibis), kuntul perak (Egretta intermedia), blekok sawah
(Ardeola speciosa), gajahan (Numenius sp.), trinil pantai (Actitis hypoleucos), cerek kalung
kecil (Charadrius dubius), cerek pasir besar (Charadrius leschenaultii), cerek jawa (Charadrius
javanicus) dan cangak abu (Ardea purpurea). Bentuk interaksi interspesies yang terjadi antara
kuntul kecil dengan pecuk padi hitam atau pecuk padi belang adalah interaksi kooperasi yaitu
bersifat saling membantu antara keduanya, dimana pecuk mencari makan dengan cara
menyelamkan tubuhnya yang akan membuat ikan naik ke permukaan, sedangkan interaksi
dengan jenis burung lain bersifat tidak menguntungkan dan juga tidak merugikan. Aktivitas
bertengger hanya dilakukan pada habitat mangrove sedangkan di tipe habitat laguna dan pantai
lumpur tidak menunjukkan adanya aktivitas bertengger, karena kondisi lingkungan tempat
pengamatan berlangsung, dimana di daerah mangrove lebih banyak terdapat pepohonan
mangrove yang memiliki dahan sebagai tempat bertengger dibandingkan di daerah laguna dan
pantai lumpur yang lebih sedikit terdapat pepohonan. Aktivitas bertengger sering dilakukan
pada siang hari atau saat suhu lingkungan mulai tinggi. Burung akan bertengger pada kayu atau
dahan pohon yang berdaun cukup rimbun dengan mata tidak tertutup untuk mengamati keadaan
sekitar sehingga tetap waspada terhadap predator (Takandjanji dan Mite, 2008).
10. Keragaman Jenis Burung pada Beberapa Penggunaan Lahan di Sekitar Kawasan
Gunung Argopuro, Probolinggo
Terdapat 44 jenis burung dan 25 famili burung pada beberapa tipe penggunaan lahan di
sekitar kawasan Gunung Argopuro. Penggunaan lahan yang ada di sekitar Gunung Argopuro
memiliki keragaman jenis burung tergolong sedang hingga rendah (Gambar 4). Nilai indeks
keragaman Shannon dapat diklasifikasi beberapa kategori yaitu bila niali H’ 0-2 tergolong
rendah, nilai H’ 2-3 tergolong sedang dan nilai H’ > 3 tergolong tinggi [10, 11]. Keragaman
jenis tersebut diperoleh dari perjumpaan jumlah jenis dan jumlah individu tiap jenis burung di
beberapa tipe penggunaan lahan (Gambar 3). Nilai keragaman jenis (H’) yang masuk klasifikasi
sedang yaitu hutan produksi (2,6) dan hutan lindung (2,46) Indeks keanekaragaman jenis
burung dihutan produksi paling besar angkanya daripada lahan lain dengan keberadaan jenis
vegetasi dihutan produksi lebih sedikit daripada hutan lindung atau hutan hujan pegunungan
yang ada di sekitar Gunung Argpuro. Kondisi vegetasi hutan produksi dapat ditemukan tegakan
balsa (Ochroma grandiflorum Rowlee) dan damar (Agathis dammara). Kawasan hutan lindung
dapat ditemukan tegakan jamuju (Podocarpus imbricatus Blume 1827), manteng (P. Neriifolius
D. Don), sapen (Aplaia palembanica), beringi.
Nilai keragaman jenis (H’) yang masuk klasifikasi rendah yaitu hutan hujan pegunungan
(1,96), savana (0,68) dan hutan cemara (1,64). Kawasan hutan hujan pegunungan yang masuk
di kawasan sekitar Danau Taman Hidup Suaka Margasatwa Dataran Tinggi Yang dapat
dijumpai vegetasi pohon jamuju (Podocarpus imbricatus Blume 1827), manteng (P. Neriifolius
D. Don), puspa (Schima wallichii), beringin (Ficus sp.), rasamala (Altingia excelsa Noronha),
sapen (Aplaia palembanica) dan tutup (Macaranga rhizinoides). Jenis burung dan jumlah
individu yang dapat dijumpai pada savana tergolong lebih sedikit daripada penggunaan lahan
yang lain yaitu hanya merak hijau (Pavo muticus) dan ayam hutan (Gallus gallus). Makin kecil
jumlah spesies dan variasi jumlah individu tiap spesies maka keragaman akan berkurang [14].
Jenis vegetasi yang dapat dijumpai di savana adalah jenis tumbuhan bawah antara lain seperti
rumput ekor kucing (Pennesitum alopecuroides) dan alang-alang (Imperata cylindrica).
Kecilnya keragaman jenis burung yang dijumpai di savana dapat dikarenakan lebih banyak
satwa memanfaatkan tegakan yang memiliki penutupan tajuk tingkatan pohon untuk memenuhi
kebutuhan hidupnya daripada lahan yang didominasi tumbuhan bawah.

Anda mungkin juga menyukai