SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi persyaratan Memperoleh
Gelar Sarjana Hukum (S.H.)
Oleh:
Kata Kunci : Hak kekayaan Intelektual, Hak Cipta, Seni Lukis Logo
v
KATA PENGANTAR
يم
ِ الر ِح
َّ من
ِ ْالرح
َّ ِس ِم هللا
ْ ِب
Segala puji dan syukur hanya untuk Allah SWT. Atas berkat rahmat,
hidayat dan juga anugerah-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan
judul “Penghapusan Persamaan Logo Asics Tiger Jepang Dalam Persepktif
Hak Cipta (Analisis Putusan Nomor 189 K/Pdt.Sus-HKI (H.C)/2013)”.
Sholawat serta salam tidak lupa tercurah oleh penulis kepada junjungan Nabi
Muhammad SAW, yang telah membawa umat manusia dari zaman jahiliah,
kepada zaman islamiyah pada saat ini.
1. Dr. Asep Saepudin Jahar, M.M, Dekan Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta.
2. Dr. Asep Syarifuddin Hidayat, S.H., M.H. Ketua Program Studi Ilmu Hukum
dan Drs. Abu Tamrin, S.H., M.Hum. Sekertaris Program Studi Ilmu Hukum
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
3. Dr. Nahrowi, S.H., M.H. pembimbing skripsi peneliti, saya ucapkan terima
kasih atas kesempatan waktu, arahan dan kritik serta saran yang diberikan demi
penelitian yang saya lakukan. Semoga ilmu yang diajarkan dapat bermanfaat
dan mendapatkan balasan dari ALLAH SWT.
4. Kepada Staff Perpustakaan Utama dan Perpustakaan Syari’ah dan Hukum UIN
Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah memberikan fasilitas untuk mengadakan
vi
studi kepustakaan, sehingga saya dapat memperoleh bahan referensi untuk
melengkapi hasil penelitian saya.
5. Kedua orang tua tercinta Ayahanda Mohamad Zaenudin Hanafie dan Ibunda
Siti Alimah, yang selalu mengirimkan doa dan mencurahkan kasih sayangnya,
serta Kakakku Putik Nutfie dan Wisik Mayang sari yang memberikan semangat
untuk menyelesaikan skripsi ini.
6. Dhea Reka Putri, terima kasih atas semangat, dukungan dan waktu kepada
peneliti yang tiada hentinya sehingga peneliti dapat menyelesaikan skripsi ini.
7. Keluarga besar Kitlec Indonesia yang telah memberikan semangat dan
dukungan untuk menyelesaikan skripsi ini.
8. Kawan-kawan dibawah pohon rindang ilmu hukum Khaerul Rizal, Iqbal
Hardian, Muhzen, Farhan Febriaji. Serta teman-teman seperjungan Ilmu
Hukum 2014.
9. Semua pihak yang telah membantu peneliti dalam menyelesaikan skripsi ini,
yang tidak dapat peneliti sebutkan namanya satu persatu. Semoga Allah SWT
memberikan berkah dan karunia-Nya serta membalas kebaaikan mereka
(Aamiin)
Sebagai akhir kata semoga Allah Subhanahu Wata’ala memberikan balasan
atas bantuan yang telah diberikan kepada peneliti sehingga dapat menyelesaikan
skripsi ini, dan juga menjadi berkah dan amal kebajikan serta bermanfaat bagi
kita semua. Amin.
vii
DAFTAR ISI
PERSETUJUAN PEMBIMBING………………………………………...…….ii
LEMBAR PERNYATAAN……………………………………………………..iv
ABSTRAK………………………………………………………………………..v
KATA PENGANTAR…………………………………………………………..vi
DAFTAR ISI…………………………………………………………………...viii
DAFTAR LAMPIRAN…………………………………………………………..x
A. Kerangka Konseptual……………………………………...………...14
1. Sejarah Hak Cipta di Indonesia………………………..……........14
2. Pengertian Hak Cipta………………….…………………….........15
3. Hak- Hak Yang Terkait Dengan Hak Cipta ……………………..18
4. Sejarah Hak Merek …………………………………………........21
5. Pengetian Hak Merek ………………………………………........22
6. Pembatalan Pendaftaran Hak Cipta ………………….……..........24
viii
7. Penghapusan Pencatatan Hak Cipta ……………….……….........27
8. Profil ASICS TIGER .……………………………………….......28
B. Kerangka Teori……………….....……………………………...........30
1. Teori Keadilan………………………………………………........30
2. Teori Kepastian Hukum……………………………………..........32
C. Tinjauan (Review) Kajian Terdahulu…………………………..........33
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan …………………………………………………..……...61
B. Rekomendasi …………..…………………………………………...62
DAFTAR PUSTAKA…………….……………………………………………..64
ix
DAFTAR LAMPIRAN
x
BAB I
PENDAHULUAN
1
Eddy Damian, Hukum Hak Cipta,(Bandung: Alumni, 2009), h. 1.
2
Syarifuddin, Perjanjian Lisensi dan Pedaftaran Hak Cipta, (Bandung: Alumni, 2013), h.
1.
1
2
3
https://www.hukumonline.com/klinik/detail/cl3290/dasar-hukum-perubahan-istilah-
HKI-menjadi-hki diakses pada tanggal 23 September 2018.
4
Adrian Sutedi, Hak Atas Kekayaan Intelektual, (Jakarta : Sinar Grafika, 2013), h. 5.
2
3
a. Konvensi Berne tentang perlindungan karya seni dan karya satra (Berne
Convention for the Protection of Literary and Artictic Works 1886).
b. Konvensi Hak Cipta Universal (Universal Copyright Convention
1995).
c. Konvensi Roma tentang Perlindungan Pelaku, Produser Rekaman:
(International Convention for the Protection of Performers, Producers
of Phonogram and Broadcating Organization Rome Convention 1961).
d. Konvensi Jenewa tentang Perlindungan Produser Rekaman Suara dan
perbanyak Tidak sah Rekaman Suara: (Geneva Convention for the
Protection of Producers of Phonogram Againts Unnauthorized
Duplication of Their Phonograms (Geneva Convention) 1971).
e. Persetujuan tentang Aspek Perlindungan Hak atas Kekayaan
Intelektual: (Agreement on Trade Related Aspects of Intellectual
Property Rights (TRIPs), 1994).5
Hak Cipta terdiri dari hak ekonomi (economic rights) dan Hak Moral
(moral rights). Hak Ekonomi adalah hak untuk mendapatkan manfaat ekonomi
atas ciptaan serta produk hak terkait. Hak Moral adalah hak yang melekat pada
diri Pencipta atau Pelaku yang tidak dapat dihilangkan atau dihapus tanpa
alasan apa pun, walaupun Hak Cipta atau hak terkait telah dialihkan.
Perlindungan Hak Cipta tidak diberikan kepada ide atau gagasan karena karya
cipta harus memiliki bentuk yang has, bersifat pribadi dan menunjukkan
5
Suyud Margono, Hukum Hak Cipta Indonesia, (Bogor : Ghalia Indonesia, 2010), h. 30.
3
4
Hukum Hak Cipta melindungi karya intelektual dan seni dalam bentuk
ekspresi. Ekspresi yang di maksud adalah dalam bentuk tulisan seperti lirik
lagu, puisi, artikel, dan buku, dalam bentuk gambar seperti foto, gambar
arsitektur, dan peta, serta dalam bentuk suara atau video seperti rekaman lagu,
pidato, video pertunjukan, dan video koreografi.
1. Yang dilindungi Hak Cipta adalah ide yang berwujud dan asli;
2. Hak Cipta timbul dengan sendirinya (otomatis);
3. Suatu ciptaan tidak perlu diumumkan untuk memperoleh Hak Cipta;
4. Hak Cipta suatu ciptaan merupakan suatu hak yang diakui hukum (legal
right) yang harus dipisahkan dan harus dibedakan dari penguasaan fisik
suatu ciptaan;
6
https://id.wikipedia.org/wiki/Sumber_terbuka diakses pada tanggal 24 september 2018.
7
Adrian Sutedi, Hak Atas Kekayaan Intelektual, … , h. 116.
4
5
8
Budi Agus Riswandi dan Syamsudin, Hak Kekayaaan Intelektual dan Budaya Hukum,
(Jakarta: RajaGrafindo Persada, 2004).
9
Ranti Fauza Mayana, Perlindungan Desai Industri Di Indonesia Dalam Era Perdagangan
Bebas,( Jakarta: PT Gramedia Widiasarana Indonesia, 2004), h. 7.
10
Farida Hasyim, Hukum Dagang, (Jakarta: Sinar Grafika, 2009), h. 193.
5
6
Hal ini terjadi dalam banyak kasus, seperti yang diputus dalam Putusan
Nomor 189 K/Pdt.Sus-HKI (H.C)/2013 bahwa Asics Corporation sebagai
pemilik Hak Cipta logo STRIP dan Asics Tiger di Jepang yang sudah terdaftar
sebagai Hak Cipta diberbagai negara eropa. Logo Asics dibuat oleh desainer
grafis asal Amerika Serikat, F Lubalin pada 1977. Lubalin bekerja untuk
Jepang Design Centre dan kantor desain PAOS, Tokyo. Desain itu berupa
penciptaan seni lukis logo setrip, logo a dan kata Asics/Asics Tiger berserta
variasinya. Indonesia telah meratifikasi Bern Convention melalui Keputusan
presiden Nomor 18 Tahun 1997 yang mengatakan perlindungan Hak Cipta atas
ciptaan yang telah dipublikasikan di negara anggota Bern Convention, maka
secara simultan harus diakui oleh negara anggota Bern Convention.12
11
Direktorat Hak Kekayaan Intelektual, http://www.dgip.go.id diakses pada tanggal 6 April
2018.
12
https://news.detik.com/berita/d-3521502 diakses pada tanggal 6 April 2018.
6
7
1. Identifikasi Masalah
Sesuai dengan latar belakang yang sudah diuraikan , terdapat
persoalan yang berkaitan dengan putusan Nomor 189 K/Pdt.Sus-HKI
(H.C)/2013 tentang Penghapusan Persamaan Logo Asics Tiger Jepang
Dalam Perspektif Hak Cipta muncul berbagai permaslahan.
13
https://news.detik.com/berita/3520158 diakses pada tanggal 6 April 2018
7
8
2. Pembatasan Masalah
Pembatasan masalah berguna untuk memberikan suatu gambaran
yang jelas masalah-masalah yang menjadi pusat perhatian dalam
penelitian hukum ini dan untuk menghindari adanya perluasan masalah
yang dikaji serta agar penelitian ini bisa lebih terarah dari apa yang telah
menjadi dasar permasalahan dan tujuan yang akan dicapai, maka ruang
lingkup permasalahan dalam penelitian ini penelitian ini difokuskan pada
masalah penghapusan persamaan logo Asics Tiger.
3. Perumusan Masalah
Adapun rumusan masalah dalan penelitian ini yaitu kurangnya
perlindungan terhadap Hak Cipta logo yang sudah terdaftar,. Dalam pasal
1 angka 4 Undang-Undang Nomor 28 tahun 2014 tentang Hak Cipta
dijelaskan bahwa Pemegang Hak Cipta adalah pencipta sebagai pemilik
Hak Cipta, pihak yang menerima hak tersebut secara sah dari pencipta,
atau pihak lain menerima lebih lanjut hak dari pihak yang menerima hak
tersebut secara sah. Maka dari itu peneliti membuat beberapa pertanyaan
penelitian sebagai berikut :
a. Bagaimana pertimbangan hakim dalam sengketa logo Asics Tiger
yang telah dijiplak?
b. Bagaimana perlindungan hukum terhadap pemegang Hak Cipta
yang telah terdaftar?
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian
8
9
1. Tujuan Penelitian
2. Manfaat penelitian
a) Secara Teoritis, penelitian ini dapat dijadikan sebagai pembelajaran
peneliti, dan pengaplikasian teori-teori ilmu hukum yang telah dipelajari
selama ini. Dan sebagai acuan untuk pembelajaran dan pembuatan karya
ilmiah khususnya yang berkaitan dengan Hak Kekayaan Intelektual
terutama tentang Hak Cipta.
b) Secara Praktis, penelitian ini dapat menambah wawasan penulis tentang
Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2002 Tentang Hak Cipta dan lebih
spesifiknya dalam penulisan skripsi ini adalah Undang-Undang Nomor
28 Tahun 2014 Tentang Hak Cipta dan dapat dijadikan bahan masukan
terhadap pemerintah agar lebih teliti dalam menjalankan undang-undang
tersebut serta lebih mengedepankan sikap keadilan agar dalam
masyarakat tidak timbul kekhawatiran terhadap peraturan tersebut. Serta
menjadi bahan masukan terhadap aparatur penegak hukum (polisi, jaksa,
hakim, advokat, dan lembaga Direktorat Jendral Kekayaan Intelektual
(DJKI), sehingga aparat penegak hukum dan para pihak terlibat dalam
HKI mendapatkan literatur atau bahan sehingga terbentuk suatu persepsi
yang sama.
D. Metode Penelitian
9
10
1. Tipe Penelitian
1. Sumber Data
14
Soerjono Soekanto dan Sri Mahmudji, Penelitian Hukum Normatif Suatu Tinjauan
Singkat, (Jakarta: PT.Raja Grafindo Persada, 2011, Cet. Ketigabelas), h. 24.
10
11
15
Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum. (Jakarta: Kencana, cet-IV 2010), h. 35.
11
12
F. Sistematika Penulisan
12
13
BAB III : Bab ini memuat tentang Putusan Mahkamah Agung Nomor 189
K/Pdt.Sus-HKI (H.C)/2013 dimana terdapat kekeliruan tentang Hak
Cipta logo yang sudah terdaftar.
BAB IV : Bab ini berisi hasil Putusan Nomor 189 K/Pdt.Sus-HKI (H.C)/2013
yang dimana pada bab ini membahas tentang perlindungan hukum
bagi Hak Cipta logo garis , dan analisis peneliti.
BAB V : Bab ini merupakan bab terakhir dalam penelitian di skripsi ini yang
berisi kesimpulan dan rekomendasi.
13
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
A. Kerangka Konseptual
1. Sejarah Hak Cipta Di Indonesia
14
15
Kebijakan itu dianggap tidak sejalan dengan nilai-nilai dan semangat gotong
royong yang telah menjadi budaya yang mengakar dalam kehidupam masyarakat
Indonesia. Pengembangan konsepsi dan pengaturan Hak Cipta secara pragmatis
dianggap tidak kondusif dan bahkan bersebrangan dengan upaya mencerdaskan
kehidupan bangsa. Pandangan-pandangan yang sering muncul dalam seminar-
seminar Hak Cipta ini mendalilkan perlunya “kebebasan” untuk memanfaatkan
ciptaan secara cuma-cuma guna membantu endidikan anak-anak bangsa agar
pandai, cerdas dan berbudaya. Setelah direvisi kedua kalinya tahun 1997,
Undang-Undang Hak Cipta diganti dengan Undang-Undang Nomor 19 Tahun
20022, dan pada akhirnya Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 yang kini
berlaku.
1
Suyud Margono, Hukum Hak Cipta Indonesia, (Bogor : Ghalia Indonesia, 2010), h. 53.
2
Henry Soelistyo, Hak Cipta Tanpa Hak Moral, (Jakarta: Rajawali Pers, 2011), h. 45.
16
Dalam hal ini ada beberapa pendapat menurut para sarjana mengenai
pengertian Hak Cipta, antara lain sebagai berikut:3
1) J.S.T. Simorangkir yang berpendapat bahwa Hak Cipta adalah hak tunggal
dari pencipta, atauu hak dari pada yang mendapat hak tersebut aras hasil
ciptaannya dalam lapangan kesusasteraan, pengetahuan, dan kesenian.
Untuk mengumumkan dan memperbanyak, dengan mengigat pembatasan-
pembatasan yang ditentukan oleh undang-undang.
2) WIPO (World Intelectual Property Organization) menjelaskan bahwa
“Copy Right is legal from describing right given to creator for their literary
and artistic works” yang artinya Hak Cipta adalah terminology hukum yang
3
Suyud Margono, Aspek Hukum Komersialisasi Asset Intelektual, (Bandung: Nuansa Aulia
, 2010), h. 15.
17
4
Yustisia,, “Konsep Perlindungan Hak Cipta Intelektual Dalam Ranah Hukum Hak
Kekayaan Intelektual (Studi Kritis Pembajakan Karya Cipta Musik Dalam Bentuk VCD dan DVD.
Vol. 4, 3, (2015): 747-748.
18
Hak Cipta adalah hak khusus bagi pencipta maupun penerima hak untuk
mengumumkan atau memperbanyak ciptaannya maupun untuk memberi izin
untuk itu dengan tidak mengurangi pembatasan-pembatasan menurut Peraturan
Perundang-Undangan yang berlaku dan hak khusus dari pencipta dimaksudkan
tidak kecuali dengan izin penciptanya. Hak Cipta adalah suatu hak yang
memenuhi unsur sebagai berikut:
a. Adanya hak yang dapat dipindahkan atau dialihkan kepada pihak lain;
b. Adanya hak moral yang dalam keadaan bagaiman pun ada dengan jalan
apapun tidak dapat lepas daripadanya.
Hak Cipta di dalam ilmu hukum dikenal sebagai hak kebendaan yang
dikelompokkan dalam Hak Kekayaan Intelektual, hak ini dapat memberikan
kekuasaan langsung atas suatu benda untuk dipertahankan kepada siapapun, dan
hak kebendaan tersebut merupakan hak mutlak yang berarti absolut, yang
dipertentangkan atau dihadapkan dengan relative yang hanya dapat
dipertahankan kepada orang tertentu saja.6
5
Syarifuddin, Perjanjian Lisensi Dan Pendaftaran Hak Cipta, (Jakarta: P.T. Alumni,
cetakan ke-1, 2013), h. 34.
6
Syarifuddin, Perjanjian Lisensi Dan Pendaftaran Hak Cipta,… , h. 44.
19
Dalam hal ini peneliti membagi hak-hak yang terdapat didalam undang-
undang Hak Cipta menjadi 3 (tiga) hak, karena 3 (tiga) hak ini sangat mendasar
didalam Hak Cipta, yaitu sebagai berikut:
7
Henry Soelistyo, Hak Cipta Tanpa Hak Moral,… , h. 47.
8
Gatot Supramono, Hak Cipta dan Aspek-Aspek Hukumnya, (Jakarta: Rineka Cipta, 2010),
h. 44.
20
9
Muhamad Djumhana dan Djubaedillah, Hak Milik Intelektual: Sejarah Teori dan
Praktiknya di Indonesia, (Bandung: Citra Aditya Bakti, 1997), h.55.
21
10
Syarifuddin, Perjanjian Lisensi Dan Pendaftaran Hak Cipta,…, h .48-56.
11
Rahmi Jened, Hak Kekayaan Intelektual Penyalahgunaan Hak Eksklusif, (Surabaya:
Airlangga University Press, 2007), h. 159.
22
12
Rahmi Jened, Hukum Merek (dalam Era Globalisasi dan Integrasi Ekonomi), (Jakarta:
Kencana, 2015), h. 1-16.
23
jaminan akan kualitas barang dan atau jasa yang dihasilkan dan mencegah
tindakan persaingan yang tidak jujur dari pengusaha lain yang beritikad buruk
bermaksud memboceng reputasinya.13 Menurut ketentuan Pasal 1 Angka 1
Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001 tentang merek menyatakan bahwa:
“Merek adalah tanda berupa gambar, nama, kata, huruf- huruf, angka-
angka, susunan warna, atau kombinasi dari unsur-unsur tersebut yang memiliki
daya pembeda dan di gunakan dalam kegiatan perdagangan barang atau jasa”.
Merek merupakan suatu yang ditempelkan pada suatu produk tapi bukan
produk itu sendiri dan yang dapat dinikmati oleh konsumen adalah produk bukan
Merek. Merek hanya dapat mmenimbulkan kepuasan bagi konsumennya.
Menurut Pasal 1 Angka 1 Undang- Undang Nomor 20 Tahun 2016 tentang
Merek dan Indikasi Geografis, Merek memiliki pengertian sebagai tanda yang
dapat ditampilkan secara grafis berupa gambar, logo, nama, kata, huruf, angka,
susunan warna, dalam bentuk 2(dua) dimensi dan atau 3 (tiga) dimensi, suara,
hologram, atau kombinasi dari 2 (dua) atau lebih unsur tersebut untuk
membedakan barang dan atau jasa yang diproduksi oleh orang atau badan hukum
dalam kegiatan perdagangan barang dan atau jasa.
13
Rahmi Jened, Hukum Merek (dalam Era Globalisasi dan Integrasi Ekonomi),… , h. 3.
24
Menurut Kotler dan Keller Merek adalah produk atau jasa yang dimensinya
mendiferensiasikan merek tersebut dengan beberapa cara dari produk atau jasa
lainnya yang dirancang untuk memuaskan kebutuhan yang sama. Menurut
Tjiptono menyatakan bahwa Merek adalah janji penjual untuk menyampaikan
kumpulan sifat, manfaat dan jasa spesifik secara konsisten kepada pembeli.
Merek dapat , menyampaikan denak tingkat arti yaitu atribut, manfaat, nilai,
budaya, kepribadian, dan pemakaian. Sehingga menurut para ahli yang telah
dijelaskan bahwa Merek adalah tanda, nama, atau istilah yang digunakan
pemasar pada barang dan jasanya agar dapat menjadikan pembeda dengan
pesaing untuk menjadi identifikasi dari produk tersebut dan dirancang untuk
memuaskan kebutuhan konsumen seperti menyampaikan sifat, manfaat dan jasa
spesifik secara konsisten terhadap konsumen.15
14
Tommy Hendra Purwaka, Perlindungan Merek,(Jakarta: Yayasan Pusaka Obor
Indonesia, 2017), h. 101-102.
15
Philip Kotler dan Keller, Manajemen Pemasaran. Terjemahan Bob Sabran . (Jakarta:
Erlangga, Edisi ke 13 Jilid 1. 2009), h. 45.
25
pemegang Hak Cipta, dicatat dalam daftar umum ciptaan dan diutamakan dalam
berita resmi ciptaan.
Dari segi hukum, pendaftaran ciptaan tidak memberi dasar bagi lahirnya
Hak Cipta. Hak Cipta lahir secara otomatis sejak saat diciptaan selesai
diwujudkan. Pendaftaran juga tidak memberi arti pengesahanseseorang sebagai
pencipta. Dalam hal terbukti bahwa orang lain yang Namanya tidak tercatat
dalam daftar umum ciptaan merupakan pencipta sesungguhnya, maka
pendaftaran tersebut harus dibatalkan. Yang menjadi persoalan, pembatalan
serupa itu harus dilakukan dengan mengajukan gugatan pembatalan melalui
Pengadilan Niaga. Ketentuan yang diatur dalam Pasal 42 Undang-Undang
Nomor 19 Tahun 2002 Tentang Hak Cipta.16
16
Henry Soelistyo, Hak Cipta Tanpa Hak Moral, … , h. 83-85.
27
a. Yang dilindungi Hak Cipta adalah ide yang telah berwujud dan asli. Dari
prinsip ini diturunkan beberapa prinsip yakni :
1) Suatu ciptaan harus mempunyai keaslian (orisinil) untuk dapat
menikmati hak-hak yang diberikan undang-undang.
2) Suatu ciptaan mempunyai Hak Cipta jika ciptaan yang bersangkutan
diwujudkan dalam bentuk tulisan atau bentuk material yang lain.
3) Karena Hak Cipta adalah hak khusus maka tidak ada orang lain yang
boleh melakukan itu kecuali dengan izin pencipta.
b. Hak Cipta timbul dengan sendirinya (otomatis).
c. Suatu ciptaan tidak selalu diumumkan untuk memperoleh Hak Cipta.17
17
Eddy Damian, Hukum Hak Cipta, (Bandung : Alumni, 2002), h. 99.
28
Pada 12 juli 2010, Asics membeli merek Haglöfs dengan biaya 1.000.000.000
krona Swedia ( $128.7 juta).18
Debut awal Onitsuka kurang berhasil di pasaran dikarenakan desain sepatu
yang menyerupai sandal jerami yang tidak begitu disukai oleh banyak pihak.
Kegagalan pada debut pertamanya membuat dirinya tidak menyerah, Kihachiro
Onitsuka yang pernah menjabat sebagai perwira militer ini tidak menyerah dan
terus mengembangkan produknya agar sesuai dengan kebutuhan para pemain
basket professional.
Tidak memiliki bakat dalam membuat sepatu bukan masalah baginya, riset
terus menerus yang ia lakukan akhirnya mendapatkan hal yang positif. Pada
percobaan berikutnya ia kembali melepas sepatu basket dan kali ini mereka
memperbaharui desain pada bagian sol sepatu yang membentuk seperti cangkir
dengan beberapa ruang untuk membuat sepatu lebih efektif dan nyaman saat di
gunakan.
Sejak saat itu perusahaan sepatu tertua di Jepang ini terus memperluas
koleksinya dan di tahun 1951 mereka merilis sepatu voli pertamanya yang
disambut dengan kesuksesan Onitsuka Co.Ltd secara internasional dan bahkan
menjadi pilihan paling popular dikalangan atlet Olimpiade. Produk sepatu lari
yang digunakan di Olimpiade merupakan salah satu yang terbaik di dunia.
18
https://id.wikipedia.org/wiki/ASICS diakses pada tanggal 19 Oktober 2018.
19
https://roysetiawan007.wordpress.com/2015/03/27/sejarah-sepatu-asics diakses pada
tanggal 19 Oktober 2018
30
B. Kerangka Teori
1. Teori Keadilan
20
Dardji Darmohardjo, Shidarta., Pokok-pokok filsafat hukum: apa dan bagaimana filsafat
hukum Indonesia,( Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2006), h.155.
21
Faiz Pan Mohamad, Teori Keadilan John Rawls, dalam jurnal konstitusi, volume 6 nomor
1, April 2009, h. 139-140.
31
22
Hans Kelsen, General Theory of Law and State, diterjemahkan oleh Rasisul Muttaqien,
(Bandung: Nusa Media, 2011) , h. 7.
32
23
Sudikno Mertokusumo, Mengenal Hukum : Suatu Pengantar, (Yogyakarta:Liberti,
1988), h. 167.
24
Lihat Syafruddin Kalo, “Penegakan Hukum yang Menjamin Kepastian Hukum dan Rasa
keadilan Masyarakat” dikutip dari http://www.academia.edu.com diakses 8 Desember 2016, h. 4.
33
25
Sudikno Mertukusumo, Penemuan Hukum, (Yogyakarta: Liberty 2009), h. 21.
34
26
Ishak Bima Widyanto, Jurnal Perlindungan Hukum dan Penyelesaian Sengketa bagi
Pemegang Hak Cipta Logo, 2016. Diakses pada tanggal 8 juni 2018.
27
Ridwan Khairandy, Jurnal Perlindungan Hukum Merek Terkenal di Indonesia No 12 Vol
6, 1999. Diakses pada tanggal 2 September 2018.
BAB III
A. Posisi Kasus
Pada tahun 2012, terjadi sebuah kasus antara Asics Corporation dengan
Theng Tjhing Djie dan Liong Hian Fa yang diajukan oleh Asics Corporation
terhadap Theng Tjhing Djie dikarenakan adanya kegiatan usaha yang
mempergunakan karya cipta seni lukis logo strip Asics Tiger yang terdapat pada
sepatu tanpa meminta izin terhadap pemegang Hak Cipta logo Asics Tiger. Logo
strip tersebut telah dipublikasikan pertama kali oleh pemegang Hak Cipta atas seni
lukis logo strip dan variasinya sebagaimana telah diatur dalam Undang-Undang
Nomor 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta yang menyatakan bahwa “ jika suatu
badan hukum mengumumkan bahwa ciptaan berasal daripadanya dengan tidak
menyebut seseorang sebagai penciptanya, badan hukum tersebut dianggap sebagai
penciptanya kecuali jika terbukti sebaliknya”.
Asics Corporation dalam gugatannya menyatakan bahwa Liong Hian Fa
telah menjiplak , meniru dan memodifikasi bentuk dan karakteristik Hak Cipta
penggugat atas seni lukis logo maupun variasi-variasinya dan setelah itu
memperbanyak dan mengumumkannya dengan cara mendaftarkannya pada
kantor turut tergugat. Pendaftaran Hak Cipta oleh tergugat II telah dillandasi oleh
itikad buruk karena ciptaan tersebut telah mendompleng ketenaran dan reputasi
Hak Cipta penggugat atas seni lukis logo maupun variasi-variasinya yang telah
didaftarakan sebagai merek dan desain oleh penggugat maupun perusahaan lama
penggugat.
Adanya pendaftaran Hak Cipta atas nama pencipta tergugat II dan
pemegang Hak Cipta tergugat I yang dilandasi itikad buruk yang akan
membingungkan khalayak ramai tentang asal usul dan sumber dari Hak Cipta atas
seni lukis logo maupun variasi-variasinya. Sehingga mengganggu ketertiban
36
37
umum pada akhirnya merugikan penggugat sebagai pencipta dan atau pemegang
Hak Cipta yang sebenarnya.
Penggugat dalam permohonan kepada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat
untuk mengabulkan gugatan penggugat untuk selurunya. Pihak Asics Corporation
meminta kepada Theng Tjhing Djie dan Liong Hian Fa untuk membatalkan dan
mencoret dari daftar umum ciptaan dan mengumumkan pencoretan tersebut dalam
berita resmi Hak Cipta yang terdaftar atas sebagai pemegang Hak Cipta dan
sebagai pencipta.
Penggugat mengajukan pembatalan pendaftaran Hak Cipta seni lukis logo
ASICS TIGER terdaftar dengan nomor 012405 yang diajukan pada tanggal
9 Agustus 1994, seni lukis logo Asics Tiger dengan nomor
012406 diajukan pada tanggal 9 Agustus 1994, selanjutnya seni lukis logo Asics
Tiger dengan nomor 015299 yang diajukan pada tanggal 14
Juni 1995, dan yang terakhir seni lukis logo ASICS TIGER TIGER
dengan nomor 018085 yang diajukan pada tanggal 14 Oktober 1996.
Perseturan yang terjadi antara Asics Corporation dengan Theng Tjhing Djie
semakin memanas karena Putusan Pengadilan Niaga Jakarta Pusat tidak
bertentangan dengan hukum atau Undang-Undang sehingga permohonan kasasi
yang diajukan pemohon kasasi harus ditolak. Putusan tersebut dikuatkan oleh
Putusan Mahkamah Agung Nomor 189 K/ Pdt/.Sus-HKI (H.C)/2013.
daftar nomor 012405, 012406, 015299, 018085 yang terdaftar dalam daftar umum
ciptaan di kantor turut tergugat sebagai pemegang Hak Cipta.
Dalam dalil-dalil gugatan yang diajukan, pada pokoknya mengajukan dalil-
dalil gugatan sebagai berikut:
Pertama, menyatakan Penggugat sebagai pencipta dan/atau pemegang Hak
Cipta yang sebenarnya atas ciptaan-ciptaan seni lukis logo strip, logo a, logo strip
dan kata Asics/ Asics Tiger gabungan serta berbagai macam bentuk variasinya.
Kedua, menyatakan bahwa Hak Cipta dengan daftar nomor 012405,
012406, 015299, dan 018085 atas nama Tergugat I sebagai pemegang Hak Cipta
dan Tergugat II sebagai pencipta, tidak orisinil dan menjiplak, meniru Hak Cipta
Penggugat atas seni lukis logo strip, logo a, logo strip dan kata Asics/ Asics Tiger
berikut dengan berbagai macam variasinya.
Ketiga, Hak Cipta dengan daftar nomor 012405, 012406, 015299, dan
018085 atas nama Tergugat I sebagai pemegang Hak Cipta dan Tergugat II
sebagai pencipta telah diajukan pendaftarannya dengan dilandasi itikad yang tidak
baik yang sebenarnya tidak berhak atas Hak Cipta tersebut.
Keempat, membatalkan setidak-tidaknya menyatakan batal Hak Cipta
dengan daftar nomor 012405, 012406, 015299, dan 018085 atas nama Tergugat I
sebagai pemegang Hak Cipta dan Tergugat II sebagai pencipta dengan segala
akibat hukumnya.
Kelima, memerintahkan kepada turut Tergugat untuk membatalkan dan
mencoret dari daftar umum ciptaan, dan menumumkan pencoretan tersebut dalam
berita resmi Hak Cipta, Hak Cipta dengan daftar nomor 012405, 012406, 015299,
dan 018085 atas nama Tergugat I sebagai pemegang Hak Cipta dan Tergugat II
sebagai pencipta.
Keenam, memerintahkan turut Tergugat untuk tidak menerima dan/atau
menolak permohonan pendaftaran Hak Cipta yang secara substansial sangat mirip
dengan Hak Cipta Penggugat baik yang diajukan oleh Tergugat I atau Tergugat II
atau pihak-pihak yang lain.
Maka, berdasarkan uraian di atas, apa yang telah dilakukan Tergugat dalam
melakukan kegiatan bisnisnya yang menggunakan logo Asics Tiger milik
39
menggunakan tanpa hak, Merek Asics atau Merek Asics Tiger dan logo yang
mempunyai persamaan dengan seni lukis logo Asics Tiger milik penggugat.
Ketiga, memerintahkan Tergugat menghentikan kegiatan
membuat/memproduksi menggunakan, menjual sepatu dengan menggunakan
Merek Asics atau Merek Asics Tiger maupun Merek lainnya sepanjang produk
tersebut menggunakan Hak Cipta Penggugat berupa seni lukis logo Asics Tiger
atau melarang Tergugat untuk menggunkan/ memakai ciptaan seni lukis logo
Asics Tiger atau yang mempunyai persamaan dengan ciptaan seni lukis logo Asics
Tiger milik Penggugat.
Keempat, menyatakan batal dan menolak pendaftaran Merek Asics atau
Merek Asics Tiger di Indonesia atas nama Penggugat/Tergugat sepanjang produk
tersebut menggunakan Hak Cipta Penggugat berupa seni lukis logo Asics Tiger
dan variasinya. Turut memerintahkan Kantor Direktorat Jendral Hak Kekayaan
Intelektual, Departemen Hukum dan Hak Asasi Manusia RI serat Direktorat
Merek untuk tunduk dan taat terhadap putusan perkara.
Kelima, kerugian yang diderita Penggugat akibat perbuatan melawan
hukum yang dilakukan Tergugat yaitu kerugian materiil sebesar Rp.
4.800.000.000,- (empat milyar delapan ratus juta rupiah) serta kerugian
immaterial sebesar Rp. 1.200.000.000,- (satu milyar dua ratus juta rupiah)
Keenam, menghukum Tergugat untuk membayar ganti rugi sebesar Rp.
6.000.000.000,- (enam milyar rupiah) kepada Penggugat secara sekaligus dan
tunai setelah putusan dalam perkara ini mempunyai kekuatan hukum yang tetap.
Serta membayar seluruh biaya yang timbul dalam perkara ini.
Terhadap gugatan yang diajukan di Pengadilan Niaga Jakarta Pusat, maka
hakim Pengadilan Negeri Jakarta Pusat telah mengambil putusan pada tanggal 19
November 2012 yaitu Putusan Nomor 48/HAK
CIPTA/2012/PN.NIAGA.JKT.PST. yang amar putusannya berbunyi :
Dalam Eksepsi :
a. Mengabulkan eksepsi Tergugat I untuk sebagian ;
b. Menyatakan gugatan Penggugat tidak jelas (kabur) ;
Dalam Konpensi :
41
Dalam Rekonpensi :
Dalam Konpensi-Rekonpensi :
Pertama, Pengadilan Niaga Jakarta Pusat secara sumir atau tanpa disertai
dasar yang jelas menyimpulkan bahwa Penggugat dapat dikategorikan sebagai
pencipta dan sebagai pemegang Hak Cipta ciptaan seni lukis logo strip, logo a,
logo strip dan kata Asics/Asics Tiger gabungan dan variasinya apabila Pemohon
Kasasi/Penggugat Konvensi memiliki bukti surat kontraknya dengan F.Lubalin,
desainer grafis Amerika, Jepang Design Centre dan kantor desain Paos di Tokyo,
Jepang sebagai konsultan desainnya.
Kedua, kepemilikan Hak Cipta atas ciptaan-ciptaan dalam perkara a quo
telah diakui oleh negara Jepang sebagai milik dari Pemohon Kasasi/Penggugat
Bern Convention Pasal 3 ayat 1 (b) yang telah diratifikasi Pemerintahan Republik
Indonesia melalui Keputusan Presiden Nomor 18 Tahun 1997 mengatakan
perlindungan Hak Cipta di suatu negara anggota Bern Convention secara simultan
harus diakui oleh negara-negara anggota Bern Convention yang lain. Dengan
demikian, Pemerintah Indonesia harus mengakui kepemilikan Hak Cipta
Penggugat/ Pemohon Kasasi atas ciptaan-ciptaan yang telah diumumkan di
Jepang, dan telah diakui kepemilikannya oleh negara Jepang. Pertimbangan hakim
yang mempersalahakan ada atau tidaknya kontrak tertulis pencipta kepada
pemegang Hak Cipta adalah keliru dan tidak benar.
Ketiga, pertimbangan Pengadilan Jakarta Pusat yang mengharuskan adanya
kontrak tertulis untuk mendapatkan pengakuan kepemilikan di Indonesia ata Hak
Cipta dari suatu ciptaan yang telah diumumkan di negara asal pencipta/ pemegang
Hak Cipta merupakan suatu pelanggaran terhadap perjanjian Bern Convention,
sehingga akan memberikan dampak negative dari dunia Internasional terhadap
penegakan hukum di Indonesia khususnya Hak Cipta. Hal ini akan berakibat pada
keyakinan para investor akan kepastian hukum di Indonesia dan pada akhirnya
mengurangi minat investasi-investasi asing yang ingin berusaha dan membuka
lapangan pekerjaan di Indonesia.
Keempat, seni lukis logo Asics yang dibuat oleh F.Lubalin atas perintah
kantor desain Paos pada tahun 1977 merupakan pesanan Pemohon
Kasasi/Penggugat untuk menyempurnakan seni lukis logo Asics yang diambil dari
kata Asics yang diajukan pendaftarannya sebagai merek pada tahun 1976 di
43
Jepang oleh Penggugat, sehingga Penggugat dapat dianggat sebagai pencipta dan
sekaligus pemegang Hak Cipta atas kata Asics berdasarkan ketentuan pasal 9
Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta.
Kelima, F.Lubalin sebagai desainer grafis Amerika, Jepang Design Centre
dan kantor desain Paos di Tokyo-Jepang, yang disebut dalam Gugatan Pemohon
Kasasi/ Penggugat merupakan bagian dari proses penyempurnaan kata Asics yang
telah dimiliki oleh Pemohon Kasasi/ Penggugat sebelumnya, di mana pada tahun
1992 seni lukis logo “a” gabungan dengan Asics digunakan dan dipublikasikan
pertama kali oleh Pemohon Kasasi/ Penggugat.
Keenam, berdasarkan uraian Pemohon Kasasi mengenai F.Lubalin dan
kantor desain Paos dalam gugatan, jelas bahwa Pemohon Kasasi tidak perlu
membuktikan adanya kontrak antara Pemohon Kasasi dengan F.Lubalin muapun
kantor desain Paos, keputusan pengadilan mempunyai pendapat yang berbeda,
seharusnya mempertimbangkan bukti-bukti yang diajukan oleh Pemohon Kasasi/
Penggugat dalam persidangan yang notabene telah membuktikan adanya
pengumuman lebih dahulu ciptaan-ciptaan dalam perkara a quo oleh Pemohon
Kasasi/ Penggugat antara lain:
a) Surat kabar, katalog, jurnal dan majalah yang terbit sejak tahun 1970
yang berisikan artikel Asics Corporation (Pemohon Kasasi) yang
memaparkan seni lukis logo strip, logo a, logo strip dan kata Asics/ Asics
Tiger gabungan dan variasinya (vide bukti P-2, P-3,P-4, dan P-5).
b) Kutipan buku dari kantor desain Paos tahun 1989 yang menuliskan
tentang pendirian Asics Corporation dan proses penciptaan seni lukis
logo strip, logo a, logo strip, dan kata Asics/ Asics Tiger gabungan
variasi-variasinya (vide bukti P-17).
c) Surat-surat Pemberitahuan Merek Dagang Terdaftar milik Pemohon
Kasasi yang dikeluarkan sejak tahun 1972 do negara Jepang maupun
negara-negara lainnya untuk seni lukis logo strip, logo a, logo strip dan
kata Asics/ Asics Tiger gabungan dan variasi-variasinya yang diajukan
oleh Pemohon Kasasi sebagai bukti dalam persidangan dengan tanda
bukti P-27.a s.d P-27.v.
44
i. Termohon Kasasi II/ Tergugat II (Liong Hian Fa) sebagai saksi yang
memberi keterangan dimuka pengadilan bahwa Termohon Kasasi II/
Tergugat II mengetahui asal-usul ciptaan Asics Tiger dan logo adalah
berasal dari Jepang sejak tahun 1970 dan bahwa Termohon Kasasi II/
Tergugat II mengajukan pendaftaran ciptaan tersebut semata-mata untuk
mencegah gugatan saja dari pihak lain.
ii. Saudara Harry Susanto dan saudara Setyadi Budhiarto yang telah
mengakui secara tegas bahwa Asics Tiger adalah milik orang Jepang
sejak tahun 1970 dan bahkan pernah menjadi pemegang lisensi dari
perusahaan Pemohon Kasasi/Penggugat di Indonesia.
Pengadilan Negeri Jakarta Pusat telah mengabaikan fakta bahwa telah ada
pengakuan dari pencipta sendiri ( Termohon Kasasi II/ Tergugat II ) atas ciptaan-
ciptaan yang diajukan pembatalannya bahwa ciptaan-ciptaan tersebut bukan
ciptaan orisinil dari Termohon II/ Tergugat II, melainkan ciptaan dari Pemohon
Kasasi/Penggugat.
Bahwa setelah meneliti isi surat gugatan Penggugat terutama pada halaman
4, 5, 7, 10, 11 dan 12 benar Penggugat telah mencampuradukkan gugatan masalah
Hak Cipta dengan Merek sehingga melanggar tata tertib beracara, dengan
demikian gugatan yang diajukan oleh Penggugat menjadi kabur.Bahwa disamping
itu hubungan hukum yang menyebabkan Penggugat mempunyai legal standing
untuk mengajukan gugatan ini menjadi tidak tegas dari pencipta atau pemakai Hak
Cipta hal inipun menjadikan gugatan menjadi catat formil.
Sifat lain yang juga mirip dalam berbagai hak dari Hak Kekayaan
Intelektual adalah citra dari arti ciptaan atau penemuan dan produksi. Ciptaan atau
penemuan atau produksi merupakan hasil yang muncul setelah sebuah gagasan
dijewantahkan kedalam objek tertentu. Objek ini mengandung Hak Kekayaan
Intelektual. Dengan kata lain “ tindakan menciptakan terjadi pada ssaat individu
tertentu melaksanakan usaha mentalnya untuk merubah bahan mentah” (the act of
creation occurs when an individual excercises their mental labour to manipulate
raw material).
Makna dari penciptaan atau penemuan atau produksi memiliki kaitan erat
dengan system pendaftaran Hak Kekayaan Intelektual dan penegakan Hak
Kekayaan Intelektual. Rejim pendaftaran Hak Kekayaan Intelektual terdiri dari the
first to file system, the first to use system dan sebuah sistem campuran dari dua
system yang ada. Sebuah hak lahir setelah karya cipta atau hasil penemuan lahir
menjadi kenyataan. Karya tertentu menjadi kenyataan setelah mencapai kesatuan
yang utuh yang dapat diperbanyak. Arti dari pemahaman seperti ini adalah bahwa
perlindungan hukum terhadap Hak Kekayaan Intelektual bias diperoleh setelah
sebuah karya telah menjadi kenyataan. Dengan kata lain, gagasan di dalam bisa
memperoleh perlindungan Hak Kekayaan Intelektual sebab itu belum menjadi
karya atau hasil.1
Menurut David Bainbridge justifikasi perlindungan Hak Kekayaan
Intelektual dapat digambarkan dengan ungkapan sederhana. Intinya setiap orang
1
Syopiansyah Jaya Putra dan Yusuf Durachman, Etika Bisnis dan Hak Kekayaan
Intelektual, (Jakarta: Lembaga Penelitian UIN Jakarta, 2009), h. 126.
47
48
harus diakui dan berhak memiliki apa yang dihasilkannya. Bila hak itu diambil
darinya, ia tak lebih dari seorang budak. Ungkapan ini menjadi semakin penting
mengingat dalam perspektif Hak Kekayaan Intelektual apa yang dihasilkan
sepenuhnya berasal dari otak atau kemampuan intelektual manusia. Selanjutnya
perlu pula dicatat rasionalitas lain yang lebih bersifat pragmatik. Rasionalitas ini
bertumpu pada prinsip bahwa perlindungan diperlukan untuk menjaga tatanan
perekonomian pada khususnya dan kehidupan sosial pada umumnya. 2
Perlindungan hukum terhadap Hak Cipta dimaksudkan untuk mendorong
individu-individu di dalam masyarkat yang memiliki kemampuan intelektual dan
kreativitas agar lebih bersemangat menciptakan sebanyak mungkin karya cipta
yang berguna bagi masyarakat.3 Dalam Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2002
tentang Hak Cipta pada dasarnya dimaksudkan untuk memberikan rasa aman bagi
pencipta atau pihak-pihak lain yang menjadi pemegang Hak Cipta khususnya
dikalangan industri. Sehingga bagi para pencipta dapat menikmati hasil dari
ciptaannya yang menghasilkan nilai ekonomi di kalangan masyarakat.
Kenyataannya menunjukkan bahwa hingga saat ini berbagai pelanggaran hukum
atas karya cipta seperti peniruan, pembajakan, penjiplakan maupun perbuatan
curang lainnya masihg sering terjadi di tengah-tengah masyarakat.Kondisi ini
dipicu oleh mahalnya produk-produk karya cipta yang asli, sehingga sulit
terjangkau bagi kalangan masyarakat Indonesia.4
Tata cara perolehan Hak Cipta pada prinsipnya dapat diperoleh ketika
ciptaan tersebut diwujudkan. Hal ini berbeda dengan karya intelektual lainnya yang
mempersyaratkan dalam perolehan haknya melalui proses pendaftaran. Pada
dasarnya hak cipta dapat didaftarkan. Namum, fungsi pendaftaran hanya sebagai
alat bukti bahwa pencipta berhak atas Hak Cipta. Pendaftaran ini akan memberikan
2
Henry Soelistyo, Hak Cipta Tanpa Hak Moral, (Jakarta: Rajawali Pers, 2011), h. 21-22.
3
Iswi Hariani, Prosedur Mengurus HAKI Yang Benar, (Yogyakarta: Pustaka Yustisia,
2010), h. 46.
4
Zae, “Open Source, Indonesia Go Open source (IGOS), dan Penghormatan HKI” 2005.
Hukumonline, 25 Juli 2005. Diakses pada tanggal 24 Oktober 2018.
49
manfaat yaitu pendaftartetap dianggap sebagai pencipta sampai ada pihak lain yang
dapat membuktikan sebaliknya di pengadilan. Pendaftar (pendaftar Hak Cipta)
menikmati perlindungan hukum sampai adanya keputusan hakim yang berkekuatan
hukum tetap yang menyatakan bahwa pihak lain ( bukan pendaftar) yang menjadi
pencipta.5
5
Abdul Rasyid Saliman, Hukum Bisnis Untuk Perusahaan, (Jakarta: Kencana, 2005), h.
175.
6
Sudikno Mertokusumo, Penemuan Hukum, Bandung, (Citra Aditya Bakti, 2009), h. 38-
41.
50
Cipta yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta
dan saat ini menjadi Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta.
7
Henry Soelistyo, Plagiarisme: Pelanggaran Hak Cipta dan Etika, (Yogyakarta: Kanisius,
2011), h. 68.
52
8
Syarifuddin, Perjanjian Lisensi Dan Pendaftaran Hak Cipta, (Jakarta: P.T. Alumni,
cetakan ke-1, 2013), h. 165.
9
Surianto Ruslan, Mendesain Logo, (Jakarta: Garmedia Pustaka, 2009), h. 40.
54
mempunyai akibat hukum kesulitaan penentuan siapa yang berhak atas ciptaan
logo tersebut.
Jika melihat ketentuan dalam bagian konsideran terlihat jelas bahwa
Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta disusun untuk
merespon perkembangan ilmu pengetahuan dan menjawab tantangan
teknologi, seni dan sastra. Bagian konsideran tersebut secara jelas
menyebutkan bahwa Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2002 tentang Hak
Cipta sudajh tidak lagi relevan dengan kondisi sekarang ini, terutama yang
berkaitan dengan perkembangan teknologi informasi. Oleh sebab itu, penting
untuk diadakan perubahan sehingga terdapat relevansi dengan perkembangan
jaman saat ini.
Beberapa ketentuan dalam Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014
tentang Hak Cipta masih menimbulkan beberapa permaasalahan yuridis. Satu
sisi, Pasal 1 ayat (1) Undang Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta
yang berbunyi Hak Cipta adalah hak eksklusif pencipta yang timbul secara
otomatis berdasarkan prinsip deklaratif setelah suatu ciptaan diwujudkan
dalam bentuk nyata tanpa mengurangi pembatasan sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan.
Hak Cipta merupakan hak bagi pencipta atau pemegang Hak Cipta atas
ciptaannya. Pasal 1 ayat (2), (3) dan (4) Undang-Undang Nomor 28 Tahun
2014 tentang Hak Cipta menjelaskan pengertian Hak Cipta. Terdapat
perbedaan antara pencipta dengan pemegang Hak Cipta. Jika pencipta adalah
pembuat logo, maka pemegang Hak Cipta belum tentu pencipta logo tersebut,
melainkan bisa pihak lain yang menggunakan jasa pencipta tersebut untuk
membuatkan logo tertentu. Hal seperti ini biasa terjadi di berbagai perusahan-
perusahan.
Suatu ciptaan dalam berbagai bidang pada prinsipnya mendapatkan
perlindungan dalam ruang lingkup Hak Kekayaan Intelektual. Pasal 40
Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta mengatur terkait
dengan bidang-bidang ciptaan yang dilindungi. Pasal 40 ayat (1) huruf (f)
Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 menentukan bahwa ciptaan yang
55
10
Direktorat Hak Kekayaan Intelektual, http://www.dgip.go.id diakses pada tanggal 27
Oktober 2018.
56
Sejak adanya penagturan tentang Hak Cipta beberapa abad yang lalu, Hak
Cipta sudah menjadi bagian dari industri kreatif terhadap orang-orang yang
mempunyai kreatifitas di bidang seni maupun dibidang lainnya yang tidak
ingin karya seninya dibajak, ditiru, atau diplagiasi orang lain untuk
kepentingan diri sendiri yang dapat menghasilkan pundi-pundi uang dan
merugikan kepada penciptanya. Upaya untuk melindungi Hak cipta terebut
adalah untuk menghindari dari duplikasi pihak lain yang tidak
bertanggungjawab.
Hal terjadi dalam banyak kasus, seperti yang diputus dalam Putusan
Mahkamah Agung Nomor 189 K/ Pdt/.Sus-HKI (H.C)/2013, di mana Asics
Corporation selaku pemilik sah atas Hak Cipta “Seni Lukis Logo” yang telah
di publikasikan sejak tahun 1966 yang menjadi ciri kas dari perusahaan
tersebut. Akan tetapi, Theng Tjing Djie sebagai pemilik sah Hak Cipta dan
Liong Hian Fa sebagai pencipta logo. Logo yang di gunakan atau
dipublikasikan ke masyarakat sama persis dengan desain logo Asics Tiger
terutama dari segi komposisi garis dan konfigurasinya.
Logo Asics yang diduplikasi sangat mirip secara substansial dengan Hak
Cipta yang dimiliki oleh Asics Corporation sehingga dapat dikatakan bahwa
Hak Cipta tersebut di duplikasi secara langsung oleh Lion Hian Fa sebagai
pencipta dan Theng Tjhing Djie sebagai pemilik Hak Cipta, ciptaan tersebut
bukanlah ciptaan yang orisinil karena bukan berasal dari hasil karya buah pikir
Lion Hian Fa, hal mana yang bertentangan dengan pasal 1 butir 3 jo pasal 37
ayat (1) Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta yang
menyatakan bahwa Ciptaan adalah hasil setiap karya cipta yang menunjukkan
keasliannya dalam lapangan ilmu pengetahuan, seni atau sastra (Pasal 1 butir
3). Serta menurut Pasal 37 ayat (1) yang menyatakan bahwa Pendaftaran
ciptaan dalam daftar umum ciptaan dilakukan atas permohonan yang diajukan
oleh pencipta atau pemegang Hak Cipta atau kuasanya.
Seni lukis logo Asics Tiger tersebut saat ini digunakan dalam logo sepatu
yang di produksi oleh Asics Corporation. Seni lukis logo tersebut merupakan
ciri kas dari perusahan yang telah berdiri sejak tahun 1949 yang terkenal di
57
D. Analisis Peneliti
Protection) sejak ciptaan tersebut diwujudkan dalam bentuk nyata, tanpa harus
melalui prosedur pendaftaran.
Pendaftaran ciptaan bukan merupakan suatu keharusan bagi pencipta atau
pemegang Hak Cipta, dan timbulnya perlindungan Hak Cipta suatu ciptaan dimulai
sejak ciptaan itu ada dan atau terwujud dan bukan karena pendaftaran. Hal ini
berarti suatu ciptaan baik yang terdaftar maupun yang tidak terdaftar tetap
dilindungi. Namun demikian, surat pendaftaran ciptaan dapat dijadikan sebagai alat
bukti awal di pengadilan apabila timbul sengketa di kemudian hari terhadap ciptaan.
Hak yang sangat berkaitan dengan Hak Cipta adalah hak moral dan ekonomi
yang melekat secara pribadi pada pencipta suatu Hak Cipta. Salah satu dari hak
moral adalah tetap mencantumkan nama pencipta atau sebaliknya dalam publik,
pencipta bebas untuk merubah dan mengganti ciptaannya dalam bentuk yang lebih
sempurna dan lain sebagainya. Hal tersebut diatur dalam pasal 5 Undang-Undang
Nomor 28 Tahun 2014 Tentang Hak Cipta.
Menurut ketentuan penjelasan Pasal 5 Ayat (2) Undang-Undang Hak Cipta
Nomor 19 Tahun 2002 Tentang Hak Cipta bahwa pada prinsipnya Hak Cipta
diperoleh bukan karena pendaftaran tetapi dalam hal terjadi sengketa di pengadilan
mengenai ciptaannya yang terdaftar dan yang tidak terdaftar sebagaimana dimaksud
pada ketentuan Ayat (1) huruf a dan b serta apabila pihak-pihak yang
berkepentingan dapat membuktikan kebenaran dan hakim dapat menentukan
pencipta yang sebenarnya berdasarkan pembuktian tersebut.
Dalam kasus ini Pemggugat sangat keberatan dan dirugikan dengan
pendaftaran Hak Cipta nomor 012405, 012406, 015299 dan 018085 yang telah
terdaftar atas nama pencipta. Jelas bahwa Penggugat adalah pencipta dan/atau
pemegang Hak Cipta atas seni lukis logo maupun variasi-variasinya berdasarkan
pola pikir dari pencipta, kreatifitas dan seni dari para penciptanya sehingga
terciptalah lukisan dan logo yang unik dan mempunyai karakteristik tertentu.
Bahwa pada dasarnya perlindungan terhadap ciptaan hanya diberikan kepada
pihak yang pertama kali mengumumkan ciptaannya kepada masyarkat, baik yang
diumumkan dalam bentuk penjualan dan peredaran ciptaan atau barang yang
didalamnya mengandung ciptaan maupun dalam bentuk pengumuman melalui
59
media massa dan atau bentuk-bentuk pengumuman lainnya kepada masyarakat luas
sehingga ciptaan tersebut dapat dilihat, dibaca dan didengar.
Penggugat sebagai pencipta atas seni-seni lukis logo strip memiliki hak moral
yang harus dilindungi berupa hak untuk dicantumkan Namanya (hak distribusi),
hak untuk diminta ijinnya dari berbagai bentuk perubahan (hak integritas) atas seni-
seni lukis strip. Sebagaimana telah di atur dalam Pasal 24 Undang-Undang Nomor
19 Tahun 2002 Tentang Hak Cipta.
Penggugat sebagai pemegang Hak Cipta dan seni-seni lukis logo yang
diperlihatkan beserta variasinya, memiliki hak eksklusif atas ciptaan-ciptaan
tersebut dan oleh karenanya berhak menggunakan sendiri, memberikan ijin dan
bahkan melarang pihak-pihak lain yang tanpa seijinnya mengumumkan atau
memperbanyak ciptaan-ciptaan tersebut dalam berbagai cara dan media,
sebagaimana diatur dalam Pasal 2 Unang-Undang Nomor 19 Tahun 2002 tentang
Hak Cipta.
Beberapa alasan Tergugat yang keberatan atas gugatan yang diajukan oleh
Penggugat yaitu bahwa dengan terdaftarnya ciptaan logo atas nama Tergugat II,
maka Tergugat II secara hukum dapat dianggap sebagai pencipta atau pemegang
Hak Cipta yang mempunyai hak ekslusif untuk mengumumkan, memperbanyak
atau memberi izin atas ciptaan.
i. Bahwa unsur-unsur yang menjadi indicator atau syarat formal diajukan sebagai
gugatan pembatalan pendaftaraan ciptaan yaitu :
ii. Bahwa Penggugat harus membuktikan terlebih dahulu sebagai pihak yang
dikategorikan sebagai pencipta atau pemegang Hak Cipta yang sebenarnya
iii. Bahwa Penggugat dapat menjelaskan dan membuktikan secara factual kapan
pertama kali ciptaan tersebut diumumkan atau dipublikasikan.
iv. Bahwa Penggugat harus membuktikan bagaimana ciptaan tersebut dibuat atau
diciptakan.
Bahwa untuk menentukan siapa pencipta atau pemegang Hak Cipta yang
sebenarnya atas suatu pencipta maka dikatakan sebagai pencipta yaitu seseorang
atau beberapa orang secara Bersama-sama yang atas inspirasinya melahirkan suatu
ciptaan berdasarkan kemampuan, pikiran, imajinasi, kecekatan, keterampilan atau
60
keahlian yang dituangkan kedalam bentuk yang kas atau bersifat pribadi, sedangkan
pemegang Hak Cipta adalah pencipta sebagai pemilik Hak Cipta, atau pihak yang
menerima hak tersebut dari pencipta, atau pihak lain menerima lebih lanjut dari
pihak yang menerima hak tersebut.
Pada kasus tersebut sudah dijelaskan dalam Al Quran surat An Nisa ayat 29
yang berbunyi:
Artinya: “wahai orang-orang yang beriman, janganlah kamu memakan harta kamu
di antara kamu dengan jalan yang bathil kecuali dengan jalan perniagaan yang
berdasarkan kerelaan di antara kamu. Dan janganlah kamu membunuh diri kamu,
sesungguhnya Allah Maha Penyayang Kepadamu.”
62
63
B. Rekomendasi
1. Hak Cipta logo seharusnya dapat dicatatkan atau diatur mekanisme lain
agar jelas siapa pemegang dan pencipta ha katas logo tersebut dan lebih
banyak lagi orang berkreasi dan berimajinasi dalam membuat kreasi
logo yang dapat menghasilkan pundi-pundi rupiah. Hal tersebut jelas
memberikan perlindungan bagi pemegang Hak Cipta. Jika tidak
dicatatkan, maka Hak Cipta logo bisa menimbulkan sengketa dan
pembuktinnya akan sulit siapa pemegang atau penciptanya karena tidak
ada surat pendaftaran ciptaan.
64
Daftar Pustaka
Buku :
Asshiddiqie, Jimly dan M. Ali Safa’at, Teori Hans Kelsen Tentang Hukum,
Jakarta: Sekertariat Jendral Kepaniteraan MK RI, 2006.
Hans Kelsen , General Theory of Law and State, diterjemahkan oleh Rasisul
Muttaqien, (Bandung: Nusa Media), 2011.
Putra Syopiansyah Jaya dan Yusuf Durachman, Etika Bisnis dan Hak
Kekayaan Intelektual, Jakarta: Lembaga Penelitian UIN Jakarta, 2009.
67
Rahardjo, Satjipto Sisi Lain dari Hukum di Indonesia, Jakarta: Kompas, 2003.
Riswandi, Budi Agus dan Syamsudin, Hak Kekayaaan Intelektual dan Budaya
Hukum, Jakarta: RajaGrafindo Persada, 2004.
Soelistyo,Henry, Hak Cipta Tanpa Hak Moral, Jakarta: Rajawali Pers, 2011.
Sutedi, Adrian, Hak Atas Kekayaan Intelektual, Jakarta : Sinar Grafika, 2013.
Jurnal :
68
Faiz Pan Mohamad, Teori Keadilan John Rawls, dalam jurnal konstitusi,
volume 6 nomor 1, April 2009
Website :
https://news.detik.com/berita/d-3521502
https://news.detik.com/berita/3520158
http://www.spengetahuan.com/2017/07/pengertian-logo-fungsi-logo-jenis-
logo-aspek-logo-terlengkap.html
https://id.wikipedia.org/wiki/Sumber_terbuka
https://id.wikipedia.org/wiki/ASICS
https://roysetiawan007.wordpress.com/2015/03/27/sejarah-sepatu-asics
69
Undang-Undang :