Anda di halaman 1dari 16

Volume 25 Nomor 2, Juli 2020: 229-244 E-ISSN: 2579-6518

DOI:10.20885/psikologika.vol25.iss2.art5 P-ISSN: 1410-1289

Peran Kesejahteraan di Tempat Kerja terhadap Kesiapan untuk Berubah

Muhammad Noerul Akhbar, Diana Harding, Nurul Yanuarti


Program Studi Magister Profesi Psikologi, Fakultas Psikologi, Universitas Padjadjaran, Bandung

Abstrak. Salah satu kunci keberhasilan perubahan organisasi ialah faktor sumber daya manusia
yang dimilikinya, terutama pada sikap kesiapan untuk berubah (readiness for change). Di sisi
lain, perubahan organisasi biasanya menimbulkan emosi negatif bagi karyawan, sehingga
karyawan perlu didukung dengan kesejahteraan karyawan di tempat kerja (workplace well-
being). Oleh karena itu, penelitian ini menguji pengaruh kesejahteraan karyawan di tempat
kerja terhadap kesiapan untuk berubah, dengan hipotesis penelitian bahwa terdapat pengaruh
kesejahteraan di tempat kerja terhadap kesiapan untuk berubah. Metode penelitian ini
menggunakan pendekatan kuantitatif. Penelitian ini dilakukan di salah satu perusahaan BUMN
di Indonesia yang sementara ini sedang melakukan beberapa perubahan, dengan jumlah
responden penelitian sebanyak 98 karyawan pelaksana yang dipilih menggunakan teknik simple
random sampling. Alat ukur penelitian ini menggunakan kuesioner Kesejahteraan di Tempat
Kerja dari Maulana (2018) yang diadaptasi dari Workplace Well-Being Index dari Page (2005),
dan kuesioner Kesiapan untuk Berubah yang diadaptasi langsung dari Readiness for Change
Questionnaire dari Holt et al. (2007). Analisis data menggunakan analisis regresi. Hasil penelitian
ini menunjukkan terdapat pengaruh yang signifikan (.00 < .05) dari kesejahteraan di tempat
kerja terhadap kesiapan untuk berubah sebesar 35.5%.
Kata Kunci: kesejahteraan di tempat kerja, kesiapan untuk berubah, sumber daya manusia

The Role of Workplace Well-Being toward Readiness for Change

Abstract. One of the keys to the success of organization changes is its human resource factor,
especially in readiness for change. On the other hand, organization changes normally could
have a negative emotions for employees, so employees should be supported by the well-being
of employees in the workplace (workplace well-being). Therefore, this study attempted to
examine the effect of workplace well-being on readiness for change, through the research
hypothesis which withnessing an effect of workplace well-being on readiness for change. This
research method used a quantitative approach. This research was conducted at a state-owned
company in Indonesia, which is currently undergoing some organizational changes, as many
as 98 participants using simple random sampling techniques. This research measuring
instrument by using a Workplace Well-Being questionnaire from Maulana (2018) which was
adapted from the Workplace Well-Being Index of Page (2005), and a Readiness for Change
questionnaire which was adapted directly from The Readiness for Change Questionnaire of
Holt,dkk. (2007). Regression analysis was used to analyze the data. The results of this study
imply that there is a significant effect (.00 < .05) of workplace well-being on readiness for
change of 35.5%.
Keywords: human resources, readiness for change, workplace well-being

Korespondensi: Muhammad Noerul Akhbar. Email: muhammadnoerulakhbar@gmail.com

229
Muhammad Noerul Akhbar, Diana Harding, Nurul Yanuarti

Era disruptif pada masa ini ditandai Konsep yang digunakan untuk
dengan berkembang pesatnya inovasi yang menjelaskan jenis reaksi dan sikap ini adalah
digagas oleh pelaku industri baru, seperti kesiapan untuk berubah (readiness for change).
inovasi teknologi dari luring ke daring. Beberapa ahli berupaya menjelaskan kesiapan
Perubahan ini kemudian berdampak untuk berubah, di antaranya Armenakis et al.
terhadap pemenuhan kebutuhan masyarakat (1993) dengan mendefinisikan kesiapan untuk
zaman sekarang yang semakin mudah dan berubah sebagai keyakinan, sikap, dan intensi
cepat, sehingga mengubah gaya hidup individu yang mengarah pada dukungan
masyarakat zaman sekarang. Meskipun terhadap perubahan. Kemudian, Hanpachern
demikian, perubahan ini berlangsung cepat et al. (1998) menjelaskan bahwa kesiapan
dan tidak dapat ditolak. Oleh karena itu, hal untuk berubah ialah sejauh mana individu
ini mengancam keberadaan pelaku industri secara mental, psikologis, maupun fisik siap
lama yang tidak mampu mengikuti atau prima untuk berpartisipasi dalam kegiatan
kebutuhan gaya hidup masyarakat zaman pengembangan organisasi. Terakhir, Holt et al.
sekarang. Era disruptif ini seperti virus yang (2007) menjelaskan kesiapan untuk berubah
mewabah dan meluas secara cepat, mulai sebagai suatu sikap komprehensif yang
pada dunia bisnis, perbankan, transportasi, dipengaruhi secara simultan oleh: (a) apa yang
sosial masyarakat, dan hubungan diubah (isi), (b) bagaimana perubahan itu
kemasyarakatan, sehingga hanya diimplementasikan (proses), (c) keadaan di
menyisakan dua pilihan yakni berubah atau mana perubahan itu terjadi (konteks), dan (d)
punah (Sugiarto, 2018). karakteristik individu yang diminta untuk
Berkenaan dengan hal tersebut, sebagian berubah (atribut individual). Hal tersebut
besar ahli perilaku organisasi sepakat bahwa secara kolektif terefleksikan ke dalam aspek
faktor manusia menjadi anteseden yang paling kognitif maupun emosional individu untuk
mungkin menjadi faktor keberhasilan inisiatif menunjukkan sejauh mana individu cenderung
perubahan organisasi (Armenakis et al., 1993). menerima, menganut, dan mengadopsi
Seringkali, proses perubahanlah yang perubahan untuk mengubah kondisi saat ini.
menentukan apakah hasil perubahan akan Konsekuensi dari kesiapan untuk
berhasil atau tidak, misalkan penerimaan dan berubah itu sendiri sangat erat terhadap
dukungan dari karyawan sangat penting dalam keberhasilan perubahan organisasi. Armenakis
keberhasilan perubahan organisasi. Oleh et al. (1993) menjelaskan bahwa karyawan
karena itu, penting untuk memahami sikap yang bersedia dan siap mengadopsi perubahan
karyawan terhadap perubahan organisasi tentu dapat mengurangi kemungkinan
dalam proses perubahan. kegagalan dalam menerapkan perubahan.

230 PSIKOLOGIKA Volume 25 Nomor 2 Juli 2020


Peran Kesejahteraan di Tempat Kerja terhadap Kesiapan untuk Berubah

Rafferty et al. (2013) menjelaskan bahwa Ada banyak faktor yang dapat
dampak dari kesiapan untuk berubah dapat memengaruhi kesiapan untuk berubah pada
berupa perilaku dukungan terhadap diri karyawan. Holt et al. (2007) menjelaskan
perubahan (change supportive behaviours), ada empat perspektif yang memengaruhi
performa kerja (job performance), dan sikap kesiapan untuk berubah yaitu: isi, konteks,
kerja (job attitudes). Oleh karena itu, secara proses, dan atribut individu. Faktor atribut
umum, kesiapan untuk berubah meningkatkan individual menjadi salah satu faktor yang
keberhasilan implementasi perubahan cukup penting memengaruhi kesiapan untuk
organisasi. Hal ini juga didukung dari hasil berubah. Hal ini dikarenakan selama
penelitian Hallgrimsson (2008) yang perubahan organisasi, karyawan akan
menunjukkan bahwa peningkatan kesiapan cenderung mengalami emosi negatif, seperti
untuk berubah dapat meningkatkan perasaan cemas, stres, dan sebagainya. Maka
implementasi perubahan dalam organisasi. dari itu, organisasi perlu menjaga
Ada empat dimensi yang membentuk kesejahteraan karyawan di tempat kerja
kesiapan untuk berubah dalam diri individu, (workplace well-being) selama perubahan agar
yaitu: (a) kesesuaian (appropriateness), (b) tetap positif untuk membantunya dalam
dukungan manajemen (management support), menghadapi perubahan.
(c) efikasi terhadap perubahan (change efficacy), Konsep kesejahteraan (well-being)
dan (d) keyakinan personal (personal valence) karyawan di tempat kerja merupakan konsep
(Holt et al., 2007). Dimensi kesesuaian, yang cukup luas dengan berbagai pandangan
yaknimengenai perasaan individu bahwa dari para ahli (De Simone, 2014). Tahun 2005,
perubahan yang diajukan akan tepat bagi Page (2005) memperkenalkan istilah baru
organisasi atau menjawab kebutuhan organisasi. dalam konsep kesejahteraan di tempat kerja
Dimensi dukungan manajemen, menjelaskan yakni workplace well-being. Page (2005)
tentang keyakinan individu bahwa para manajer menjelaskan bahwa kesejahteraan di tempat
akan mendukung dan berkomitmen terhadap kerja berbeda dengan konsep kesejahteraan
pelaksanaan perubahan. Dimensi efikasi dari para ahli sebelumnya yang tidak
terhadap perubahan, yakni mengenai perasaan menyentuh secara spesifik aspek pekerjaan
individu bahwa ia mampu mengimplementasikan dan tempat pekerjaan itu sendiri.
perubahan dengan baik. Dimensi keyakinan Kesejahteraan di tempat kerja didefinisikan
personal, menjelaskan mengenai keyakinan sebagai “an affective sense of well-being
individu atas manfaat/keuntungan yang akan resulting from the satisfaction of intrinsic and/
didapatkan secara personal apabila perubahan or extrinsic work values”. Artinya bahwa
tersebut diimplementasikan. kesejahteraan di tempat kerja sebagai rasa

PSIKOLOGIKA Volume 25 Nomor 2 Juli 2020 231


Muhammad Noerul Akhbar, Diana Harding, Nurul Yanuarti

sejahtera yang dihasilkan dari kepuasan seimbang, dan memiliki kesejahteraan


terhadap nilai-nilai intrinsik dan ekstrinsik dari psikologis. Bagi organisasi, akan meningkatkan
pekerjaan. Kesejahteraan di tempat kerja kinerja dan produktivitas karyawan,
terdiri dari: afek karyawan secara umum (core menurunkan pengunduran diri (turnover),
affect) dan kepuasan karyawan terhadap nilai sehingga menjaga karyawan yang bertalenta
intrinsik dan/atau ekstrinsik dari pekerjaan (Black Dog Institute., 2018). Beberapa
(Page, 2005). penelitian juga membuktikan kontribusi
Kesejahteraan di tempat kerja dibangun positif kesejahteraan di tempat kerja, seperti
dari dua dimensi, yakni dimensi intrinsik dan penelitian yang dilakukan oleh Mangundjaya
ekstrinsik. Dimensi intrinsik kesejahteraan di (2012) yang menemukan bahwa kesejahteraan
tempat kerja terdiri dari aspek-aspek di tempat kerja memberikan kontribusi
mengenai perasaan karyawan terkait tugas terhadap munculnya keterikatan karyawan dan
yang dimiliki dalam ranah kerja mereka. Faktor modal psikologis. Penelitian yang dilakukan
ini terdiri dari lima aspek, yaitu: (a) tanggung Fridayanti et al. (2019) menemukan adanya
jawab dalam kerja, (b) makna pekerjaan, (c) pengaruh kesejahteraan di tempat kerja
kemandirian dalam pekerjaan, (d) penggunaan terhadap kesehatan mental karyawan.
kemampuan dan pengetahuan dalam kerja, Penelitian yang dilakukan Isham et al. (2020)
serta (e) perasaan berprestasi dalam bekerja. menjelaskan bahwa kesejahteraan menjadi
Sementara itu, dimensi ekstrinsik salah satu pendorong tingkat produktivitas
kesejahteraan di tempat kerja terdiri dari yang lebih tinggi, meskipun hubungan antara
aspek-aspek mengenai perasaan karyawan pertumbuhan produktivitas dan kesejahteraan
terkait lingkungan pekerjaan mereka. Faktor melibatkan banyak faktor moderator dan
ini terdiri dari delapan aspek, yakni: (a) mediator.
penggunaan waktu yang sebaik-baiknya, (b) Oleh karena itu, tujuan dari penelitian ini
kondisi kerja, (c) supervisi, (d) peluang ialah untuk melihat pengaruh kesejahteraan di
promosi, (e) pengakuan terhadap kinerja yang tempat kerja terhadap kesiapan untuk
baik, (f) penghargaan sebagai individu di berubah. Sejauh penelusuran yang telah
tempat kerja, (g) upah, dan (h) keamanan dilakukan, sampai saat ini masih sedikit
pekerjaan (Page, 2005). penelitian terdahulu yang melihat hubungan
Ada beberapa konsekuensi positif dari antara kedua konsep ini di Indonesia, yakni
karyawan yang memiliki kesejahteraan di hanya penelitian yang dilakukan oleh
tempat kerja, baik dari segi karyawan itu Fachruddin dan Mangundjaya (2012) yang
sendiri maupun organisasi. Bagi karyawan, menemukan bahwa tidak ada pengaruh
tentunya karyawan akan sehat, hidup kesejahteraan di tempat kerja terhadap

232 PSIKOLOGIKA Volume 25 Nomor 2 Juli 2020


Peran Kesejahteraan di Tempat Kerja terhadap Kesiapan untuk Berubah

kesiapan untuk berubah. Penelitian ini menggunakan tabel pengukuran jumlah


mengambil lokasi penelitian pada perusahaan sampel dari tabel Krejcie dan Morgan (1970).
yang sedang melakukan transformasi Berdasarkan tabel tersebut, jumlah sampel
organisasi. Penelitian ini diharapkan yang diharapkan dalam penelitian ini sebanyak
memberikan sumbangan ilmiah untuk 98 karyawan. Teknik pengambilan sampel yang
memperoleh pemahaman yang lebih mendalam digunakan dalam penelitian ini menggunakan
mengenai konsep tentang kesejahteraan di teknik simple random sampling. Teknik
tempat kerja dan kesiapan untuk berubah, pengambilan sampel ini adalah salah satu
serta mengembangkan teori dan menguji metode probability sampling yang memilih
secara metodologis pengaruh kesejahteraan di subjek penelitian secara acak sehingga tiap
tempat kerja terhadap kesiapan untuk subjek memiliki peluang sama untuk dipilih
berubah. Penelitian ini juga diharapkan (Dawson, 2007).
bermanfaat secara praktis sebagai bahan Pengukuran
pertimbangan bagi pihak manajemen Metode pengumpulan data pada
organisasi dalam mengelola proses penelitian ini ialah melalui penyebaran
transformasi organisasi, terutama terhadap kuesioner dengan tipe kuesioner persepsi diri.
sumber daya manusia yang dimiliki. Kuesioner penelitian ini menggunakan dua

Metode kuesioner, yakni kuesioner Kesejahteraan di


Tempat Kerja dari Maulana (Maulana, 2018)
Subjek penelitian yang diadaptasi dari Workplace Well-Being
Penelitian ini dilakukan di salah satu Index dari Page (2005) dan kuesioner Kesiapan
organisasi Badan Usaha Milik Negara (BUMN) untuk Berubah yang diadaptasi langsung dari
di Indonesia. Organisasi ini sedang melakukan Readiness for Change Questionnaire dari Holt et
transformasi organisasi, sehingga berdampak al. (2007).
juga terhadap perubahan visi-misi organisasi, Kuesioner dalam penelitian ini melalui
restrukturisasi, digitalisasi teknologi, dan serangkaian tahap untuk mendapatkan
perubahan kebijakan internal pendukung properti psikometri yang baik, sehingga alat tes
lainnya. Subjek dari penelitian ini ialah ini dapat diandalkan untuk melihat kondisi
karyawan pelaksana tetap kantor pusat dengan kesejahteraan di tempat kerja dan kesiapan
jumlah populasi sebesar 131 karyawan. Cukup untuk berubah karyawan. Beberapa prosesnya,
besarnya jumlah karyawan sehingga yakni dimulai dengan uji validitas isi dengan
diperlukan proses pengambilan sampel. Oleh melalui penelaahan alat ukur secara
sebab itu, untuk menentukan jumlah sampel keseluruhan. Penelaahan ini meliputi
ideal yang mewakili penelitian, peneliti kesesuaian antara butir pernyataan dengan

PSIKOLOGIKA Volume 25 Nomor 2 Juli 2020 233


Muhammad Noerul Akhbar, Diana Harding, Nurul Yanuarti

dimensi, dan tata bahasa pada setiap butir


parametrik, maka diperlukan pemenuhan
pernyataan yang mencerminkan representasi
syarat parametrik, yakni setidaknya data
dari hal yang hendak diukur. Penelaahan ini
bersifat interval dan memenuhi uji asumsi
melalui penilaian dua ahli yang berlatar
regresi. Oleh karena itu, beberapa langkah
belakang profesor dan psikolog di bidang
dalam analisis data penelitian ini, yakni dimulai
Psikologi Industri dan Organisasi. Setelah itu,
dengan upaya transformasi data dari data
dilanjutkan proses validitas melalui uji korelasi
ordinal yang didapatkan dari kuesioner
butir total (daya diskriminan) dan uji
penelitian diubah menjadi data interval. Salah
reliabilitas alat tes. Adapun daya diskriminan
satu caranya dengan menggunakan teknik
dari kuesioner Kesejahteraan di Tempat Kerja
transformasi sederhana Method of Successive
berkisar dari nilai .427 hingga .824 dengan
Interval (MSI). Kemudian, langkah selanjutnya
reliabilitas sebesar 0.896. Sedangkan, validitas
dilakukan uji asumsi regresi, yakni uji
kuesioner Kesiapan untuk Berubah berkisar
normalitas, linieritas, dan homoskedastisitas.
dari nilai .310 hingga .676 dengan reliabilitas
Terakhir, dilakukan analisis regresi untuk uji
sebesar .862.
hipotesis penelitian.
Analisis data penelitian
Hasil
Analisis data yang digunakan untuk
melihat pengaruh kesejahteraan di tempat Hasil analisis deskriptif

kerja terhadap kesiapan untuk berubah yakni Berdasarkan analisis deskriptif,


analisis regresi. Karena menggunakan analisis didapatkan data sebagai berikut:

Tabel 1
Kategorisasi Kesejahteraan di Tempat Kerja Subjek
Kategori n %
Sejahtera 40 40.82
Cukup sejahtera 58 59.18
Tidak sejahtera 0 .00
N 98 100

Berdasarkan Tabel 1, didapatkan bahwa kategori sejahtera sebanyak 40 karyawan


sebagian besar karyawan memiliki (40.82%). Tidak terdapat karyawan yang
kesejahteraan di tempat kerja pada kategori memiliki kesejahteraan di tempat kerja pada
cukup sejahtera yakni sebanyak 58 karyawan kategori tidak sejahtera. Hasil tersebut
(59.18%). Kemudian, jumlah karyawan yang menunjukkan bahwa sebagian besar karyawan
memiliki kesejahteraan di tempat kerja pada merasa cukup sejahtera terhadap pekerjaannya.

234 PSIKOLOGIKA Volume 25 Nomor 2 Juli 2020


Peran Kesejahteraan di Tempat Kerja terhadap Kesiapan untuk Berubah

Tabel 2
Perbandingan Rata-Rata Dimensi Kesejahteraan di Tempat Kerja
Dimensi M Kategori
Afek Umum (Core affect) 4.39 Tinggi
Dimensi Intrinsik 4.27 Sedang
Dimensi Ekstrinsik 4.12 Sedang
Catatan. M = Skor rata-rata.

Berdasarkan Tabel 2, didapatkan bahwa afek sementara dimensi ekstrinsik memiliki skor rata-
umum (core affect) memiliki skor rata-rata 4.39 rata 4.12 dalam kategori sedang. Hasil tersebut
dalam kategori tinggi, dimensi intrinsik memiliki menunjukkan bahwa dimensi yang paling rendah
skor rata-rata 4.27 dalam kategori sedang, dimiliki karyawan ialah dimensi ekstrinsik.

Tabel 3
Perbandingan Skor Rata-Rata Aspek Dimensi Intrinsik dan Ekstrinsik Kesejahteraan di Tempat Kerja
Dimensi
kesejahteraan di Aspek-aspek M Kategori
tempat kerja
Tanggung jawab dalam kerja 4.44 Tinggi
Makna pekerjaan 4.68 Tinggi
Kemandirian dalam pekerjaan 4.40 Tinggi
Dimensi intrinsik
Penggunaan kemampuan dan pengetahuan
4.46 Tinggi
dalam kerja
Perasaan berprestasi dalam bekerja 3.36 Sedang
Penggunaan waktu yang sebaik-baiknya 4.66 Tinggi
Kondisi kerja 4.45 Tinggi
Supervisi 4.68 Tinggi
Peluang promosi 3.82 Sedang
Dimensi ekstrinsik
Pengakuan terhadap kinerja yang baik 3.46 Sedang
Penghargaan sebagai individu di tempat kerja 4.40 Tinggi
Upah 4.04 Sedang
Keamanan pekerjaan 3.43 Sedang
Catatan. M = Skor rata-rata.

Berdasarkan Tabel 3, didapatkan bahwa kemandirian dalam pekerjaan, terakhir


di antara aspek-aspek dalam dimensi intrinsik perasaan berprestasi dalam bekerja. Hasil
kesejahteraan di tempat kerja, aspek makna tersebut menunjukkan bahwa karyawan
pekerjaan memiliki skor rata-rata tertinggi, merasa puas terhadap sebagian besar aspek
diikuti dengan aspek penggunaan pekerjaan. Kemudian, berdasarkan Tabel 3,
kemampuan dan pengetahuan dalam kerja, didapatkan pula bahwa di antara aspek-aspek
aspek tanggung jawab dalam pekerjaan, aspek dalam dimensi ekstrinsik kesejahteraan di

PSIKOLOGIKA Volume 25 Nomor 2 Juli 2020 235


Muhammad Noerul Akhbar, Diana Harding, Nurul Yanuarti

tempat kerja, aspek supervisi menjadi aspek terakhir aspek keamanan pekerjaan. Hasil
dengan skor rata-rata paling tinggi. Kemudian, tersebut menunjukkan bahwa karyawan
diikuti dengan aspek penggunaan waktu merasa puas terhadap perlakuan dari atasan,
sebaik-baiknya, aspek kondisi kerja, dan waktu kerja, kondisi kerja, dan penghargaan
aspek penghargaan sebagai individu di sebagai karyawan. Namun, karyawan masih
tempat kerja. Keempat aspek ini berada pada cukup puas/belum sepenuhnya puas
kategori tinggi. Adapun aspek yang masih terhadap upah, kesempatan karier, pengakuan
berada pada kategori sedang yakni aspek dari organisasi terhadap kinerja yang
upah, aspek peluang promosi, aspek diberikan kepada karyawan, dan posisi
pengakuan terhadap kinerja yang baik, dan pekerjaan karyawan saat ini.

Tabel 4
Kategorisasi Kesiapan untuk Berubah Subjek
Kategori n %
Tinggi 47 47.96
Sedang 51 52.04
Rendah 0 0.00
N 98 100

Berdasarkan Tabel 4, didapatkan sebanyak 47 karyawan (47.96%). Tidak


bahwa sebagian besar karyawan memiliki terdapat karyawan yang berada pada
kesiapan untuk berubah pada kategori kategori rendah. Hasil tersebut
sedang yakni sebanyak 51 karyawan menunjukkan bahwa sebagian besar
(52.04%). Kemudian, diikuti dengan jumlah karyawan cukup siap menerima perubahan
karyawan yang berada pada kategori tinggi yang dilakukan organisasinya.

Tabel 5
Perbandingan Rata-Rata Dimensi Kesiapan untuk Berubah
Dimensi M Kategori
Kesesuaian 4.60 Tinggi
Dukungan manajemen 3.90 Sedang
Efikasi terhadap perubahan 4.30 Sedang
Keyakinan personal 4.20 Sedang
Catatan. M = Skor rata-rata.

Berdasarkan Tabel 5, didapatkan bahwa dimensi kesiapan untuk berubah. Hasil


dimensi kesesuaian menjadi dimensi tertinggi tersebut menunjukkan bahwa sebagian besar
yang dimiliki karyawan di antara empat karyawan sudah merasa yakin bahwa

236 PSIKOLOGIKA Volume 25 Nomor 2 Juli 2020


Peran Kesejahteraan di Tempat Kerja terhadap Kesiapan untuk Berubah

perubahan yang dilakukan pihak organisasi dengan dukungan dan komitmen dari pihak
sudah tepat. Di sisi lain, di antara empat manajemen organisasi terhadap perubahan
dimensi kesiapan untuk berubah, dimensi yang dilakukan.
dukungan manajemen menjadi dimensi
Hasil analisis hipotesis
terendah yang dimiliki karyawan. Hasil
tersebut menunjukkan bahwa sebagian besar Berdasarkan analisis regresi, didapatkan
karyawan masih belum sepenuhnya yakin hasil sebagai berikut:

Tabel 6
Hasil Uji Regresi Kesejahteraan di Tempat Kerja terhadap Kesiapan untuk Berubah
Variabel p R2
Kesejahteraan di tempat kerja * Kesiapan
.00* .355
untuk berubah
Catatan. *signifikansi pada p < .05.

Berdasarkan Tabel 6, diperoleh hasil kerja terhadap kesiapan untuk berubah.


bahwa kesejahteraan di tempat kerja Keberhasilan organisasi mengacu pada sikap
berpengaruh signifikan terhadap kesiapan karyawan, baik sikap terhadap diri sendiri,
untuk berubah (< .05). Hasil tersebut terhadap pekerjaan, maupun terhadap kondisi
menunjukkan bahwa rasa sejahtera karyawan lingkungan kerja (Moorhead & Griffin, 1995).
yang diperoleh dari pekerjaannya Tentunya, sikap karyawan terhadap pekerjaan
berkontribusi terhadap peningkatan kesiapan menjadi poin utama dalam mencapai tujuan
karyawan dalam menerima perubahan yang organisasi, termasuk perubahan yang
dilakukan organisasi. Adapun besar dilakukan organisasi. Salah satu sikap
kontribusi kesejahteraan di tempat kerja karyawan yang dibutuhkan dalam proses
terhadap pembentukan kesiapan untuk perubahan organisasi ialah kesiapan karyawan
berubah dalam diri karyawan sebesar 35.5%. mengikuti perubahan organisasi atau yang
Sementara, sebesar 64.5% dari kesiapan biasa dikenal sebagai kesiapan untuk berubah.
untuk berubah yang dimiliki karyawan Peran kesiapan untuk berubah karyawan
dipengaruhi oleh faktor atau variabel lain yang dalam proses perubahan organisasi dapat
tidak diteliti dalam penelitian ini. dikatakan sebagai sentral, baik dari perspektif
konsolidasi perubahan dan dari kemungkinan
Pembahasan
keberhasilan di masa depan dari program
Penelitian ini bertujuan untuk menguji perubahan yang sedang berlangsung. Hal ini
pengaruh kesejahteraan karyawan di tempat mengingat bahwa salah satu alasan mendasar

PSIKOLOGIKA Volume 25 Nomor 2 Juli 2020 237


Muhammad Noerul Akhbar, Diana Harding, Nurul Yanuarti

mengapa upaya perubahan organisasi sangat karakteristik individu yang akan


sulit dicapai adalah faktor individu dalam mengimplementasikan inisiatif perubahan
organisasi (Ahmad & Aworinde, 2019; Devos (perspektif atribut individual). Dalam hal ini,
et al., 2002). Oleh karena itu, penting untuk kesehateraan di tempat kerja menjadi salah
mengidentifikasi variabel yang berkontribusi satu variabel dalam faktor atribut individual.
terhadap kesiapan untuk berubah. Salah satu Hal ini juga didukung dari hasil penelitian
variabel yang dinilai penting untuk diteliti Yamin dan Handoyo (2014) dengan
adalah kesejahteraan di tempat kerja. menemukan bahwa faktor yang memengaruhi
Berdasarkan hasil pengujian hipotesis kesiapan untuk berubah dapat dikategorikan
yang dapat dilihat di Tabel 6, didapatkan menjadi dua faktor, yakni faktor individu dan
bahwa terdapat pengaruh kesejahteraan di faktor tempat kerja.
tempat kerja terhadap kesiapan untuk Kesejahteraan di tempat kerja
berubah. Artinya, kesejahteraan di tempat merupakan rasa sejahtera yang dihasilkan dari
kerja yang dimiliki karyawan berkontribusi kepuasan karyawan terhadap nilai-nilai
terhadap peningkatan kesiapan untuk berubah intrinsik dan ekstrinsik dari pekerjaan mereka.
dalam diri karyawan. Dengan didapatkan Oleh sebab itu, hal ini kemudian menghasilkan
koefisien determinasi sebesar .355, hal ini derajat perasaan sejahtera di tempat kerja
menunjukkan bahwa kontribusi kesejahteraan yang dapat berbeda-beda pada tiap karyawan.
di tempat kerja terhadap kesiapan untuk Kesejahteraan di tempat kerja yang dimiliki
berubah sebesar 35.5%. Sementara, sebesar karyawan kemudian akan berkontribusi
64.5% dari kesiapan untuk berubah terhadap munculnya sikap positif karyawan
dipengaruhi oleh faktor atau variabel lain yang terhadap organisasi. Dalam hal ini, jika
tidak diteliti dalam penelitian ini. karyawan merasa sejahtera di tempat
Hasil penelitian ini sesuai pandangan kerjanya, rasa sejahtera ini kemudian
Holt et al. (2007) dengan menjelaskan bahwa memunculkan sikap positif karyawan, seperti
terdapat empat perspektif yang memengaruhi keterikatan karyawan (employee engagement).
kesiapan untuk berubah yaitu: (a) atribut dari Hal ini didukung dari hasil penelitian
inisiatif perubahan yang akan Mangundjaya (2011) dan Kurniadewi (2017)
diimplementasikan (perspektif isi), (b) atribut dengan menemukan bahwa terdapat pengaruh
dari lingkungan dimana inisiatif perubahan signifikan kesejahteraan di tempat kerja
akan diimplementasikan (perspektif konteks), terhadap keterikatan karyawan. Adapun ciri
(c) langkah-langkah yang diambil dalam karyawan yang terikat ialah: (a) karyawan lebih
mengimplementasikan inisiatif perubahan percaya kepada organisasi, (b) tertarik bekerja
(perspektif proses), dan (d) atribut atau lebih, dan (c) selalu mengikuti perkembangan

238 PSIKOLOGIKA Volume 25 Nomor 2 Juli 2020


Peran Kesejahteraan di Tempat Kerja terhadap Kesiapan untuk Berubah

yang ada di lapangan (Alagona & Simon, 2010; karyawan terhadap kesiapan untuk berubah
Robinson et al., 2004; Verèiè & Vokiæ, 2017). didukung dari hasil penelitian Zulkarnain dan
Meskipun karyawan bekerja lebih, mereka Hadiyani (2014) dengan menemukan bahwa
mengalami emosi positif seperti rasa bahagia, terdapat pengaruh signifikan keterikatan
antusias, dan optimis (Bakker & Demerouti, karyawan terhadap kesiapan untuk berubah
2008). Oleh karena itu, karyawan yang terikat karyawan. Dengan demikian, secara
memiliki penilaian yang positif terhadap diri konseptual, adanya pengaruh kesejahteraan di
dan organisasi serta memiliki reaksi afektif tempat kerja yang dimiliki karyawan terhadap
yang positif, seperti harapan dan optimisme. munculnya kesiapan untuk berubah karyawan
Pada situasi perubahan organisasi, dapat dijelaskan melalui keterikatan karyawan.
adanya penilaian positif karyawan terhadap Berdasarkan hasil penelitian ini,
organisasi memengaruhi kesiapan perubahan sebagian besar karyawan merasa cukup
kognitif (cognitive change readiness) dalam diri sejahtera dengan apa yang diberikan
karyawan. Karyawan memiliki pandangan organisasi, baik dari aspek pekerjaan itu
positif terhadap perubahan yang dilakukan sendiri maupun dari aspek lingkungan
organisasi. Karyawan menilai perubahan yang pekerjaan yang dapat dilihat di Tabel 1. Pada
dilakukan pihak manajemen organisasi adalah situasi perubahan organisasi saat ini, rasa
hal yang pantas, tepat, dan bermanfaat. sejahtera karyawan yang didapatkan dari
Sementara, adanya afektif yang positif dalam organisasi kemudian berkontribusi dalam
diri karyawan memengaruhi kesiapan memunculkan sikap positif karyawan terhadap
perubahan afektif (affective change readiness) organisasi, salah satunya kesiapan untuk
dalam diri karyawan. Karyawan tetap mampu berubah. Karyawan yang merasa cukup
merasa bahagia dan optimis terhadap segala sejahtera di organisasi menjadi cenderung
perubahan yang dilakukan organisasi. Oleh cukup siap menerima perubahan yang
sebab itu, dengan adanya kesiapan perubahan dilakukan organisasi sebagaimana dapat
kognitif dan afektif dalam diri karyawan, dilihat di Tabel 4. Hal tersebut dikarenakan
mereka menjadi lebih siap menerima karyawan yang merasa cukup sejahtera dari
perubahan yang dilakukan organisasi. pekerjaannya membuat mereka cukup terikat
Kesiapan perubahan kognitif dan afektif ini terhadap pekerjaannya. Karyawan berusaha
sendiri merupakan dua aspek yang menyelesaikan tugas yang diberikan, meskipun
merefleksikan sejauh mana karyawan belum proaktif terhadap pekerjaanya
cenderung menerima perubahan yang dikarenakan masih belum terikat sepenuhnya.
dilakukan organisasi (Holt et al., 2007; Rafferty Oleh sebab itu, walaupun saat ini ada tuntutan
et al., 2013). Adanya pengaruh keterikatan perubahan dari organisasi, karyawan yang

PSIKOLOGIKA Volume 25 Nomor 2 Juli 2020 239


Muhammad Noerul Akhbar, Diana Harding, Nurul Yanuarti

merasa cukup sejahtera terhadap pihak manajemen perlu menerapkan efisiensi


pekerjaannya memilih tetap berusaha keuangan yang berdampak terhadap
mengikuti kebijakan perubahan organisasi pengurangan keuntungan karyawan dan
daripada melakukan resistensi terhadap perubahan sistem manajemen Sumber Daya
perubahan, meskipun karyawan masih belum Manusia (SDM) seperti penilaian kinerja
proaktif terhadap perubahan tersebut. maupun sistem karier dalam rangka
Sebagian besar karyawan merasa cukup rekonfigurasi SDM yang tepat untuk
sejahtera dikarenakan masih ada beberapa mendukung tujuan perubahan. Oleh karena
aspek yang belum memuaskan karyawan, itu, pertanyaan-pertanyaan yang biasanya
terutama di dalam dimensi ekstrinsik yang muncul dalam benak karyawan ketika
dapat dilihat di Tabel 2 dan 3. Hal ini organisasi melakukan perubahan, seperti
menunjukkan bahwa karyawan masih belum bagaimana dengan karier/posisi saya
sepenuhnya sejahtera terhadap aspek-aspek selanjutnya, bagaimana gaji saya
lingkungan pekerjaannya (dimensi ekstrinsik) dibandingkan dengan orang lain, dan
saat ini dibandingkan dengan aspek sebagainya. Dengan kata lain, adanya
pekerjaannya (dimensi intrinsik) itu sendiri. perubahan organisasi menimbulkan emosi
Berdasarkan perbandingan skor rata-rata tiap negatif dalam diri karyawan seperti
aspek di antara dimensi ekstrinsik yang dapat kecemasan, rasa tidak aman, dan kepercayaan
dilihat di Tabel 3, didapatkan bahwa karyawan yang rendah (Buono & Bowditch, 1989).
masih merasa cukup puas terhadap aspek Berkenaan dengan hasil penelitian ini, masih
peluang promosi, pengakuan atas kinerja yang adanya keluhan karyawan terhadap beberapa
baik, dan keamanan pekerjaan. Ketiga aspek ini aspek dalam dimensi ekstrinsik kesejahteraan
tampak berkaitan erat dengan kebijakan dari di tempat kerja kemudian memengaruhi
pihak manajemen organisasi. penilaian karyawan. Dalam hal ini, karyawan
Transformasi organisasi yang dilakukan menjadi ragu atau masih kurang yakin dengan
pihak manajemen pada umumnya komitmen dan dukungan pihak manajemen
membutuhkan penyelarasan pilar-pilar model organisasi terhadap perubahan (management
operasional organisasi yang mencakup support) yang dapat dilihat di Tabel 5.
struktur dan tata kelola, proses penilaian Penilaian karyawan yang belum yakin
kinerja, proses bisnis, dukungan teknologi, sepenuhnya dengan dukungan dari pihak
rekonfigurasi sumber daya, serta manajemen organisasi berdampak pula
pengembangan kemampuan dan budaya terhadap efikasi perubahan karyawan.
organisasi (Pratama, 2015). Dengan demikian, Berdasarkan Tabel 5, karyawan masih merasa
transformasi organisasi biasanya menuntut belum sepenuhnya yakin dengan kemampuan

240 PSIKOLOGIKA Volume 25 Nomor 2 Juli 2020


Peran Kesejahteraan di Tempat Kerja terhadap Kesiapan untuk Berubah

yang dimilikinya saat ini untuk menyukseskan mengadopsi perubahan yang diusulkan pihak
perubahan. Hal ini disebabkan salah satunya manajemen organisasi, sehingga akan
karena karyawan merasa masih kurang mendorong performa kerja karyawan yang
didukung dengan fasilitas pelatihan dan pada akhirnya akan dapat mengurangi
pengembangan diri oleh pihak manajemen kemungkinan kegagalan dalam menerapkan
organisasi agar karyawan bisa menyesuaikan perubahan.
diri dengan tuntutan perubahan. Hal ini sesuai Hasil penelitian ini berbeda dengan hasil
pandangan Rafferty et al. (2013) yang penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh
menjelaskan bahwa penilaian karyawan Fachruddin dan Mangundjaya (2012) yang
terhadap dukungan manajemen akan menemukan tidak terdapat pengaruh dari
berpengaruh terhadap efikasi terhadap kesejahteraan di tempat kerja terhadap
perubahan pada karyawan. Selain itu, penilaian kesiapan untuk berubah. Hal tersebut bisa jadi
karyawan yang belum yakin sepenuhnya disebabkan oleh beberapa faktor sesuai
dengan dukungan dari pihak manajemen pandangan Holt et al. (2007), yaitu: (a)
organisasi tampaknya berdampak juga karakteristik organisasi (perspektif konteks)
terhadap keyakinan personal karyawan. yang berbeda, dalam hal ini penelitian
Berdasarkan Tabel 5, karyawan masih belum sebelumnya dilakukan di perusahaan swasta
sepenuhnya yakin dengan manfaat yang akan minyak dan gas bumi, sementara penelitian ini
didapatkan setelah mengimplementasikan dilakukan di perusahaan BUMN; (b) konten
perubahan. Hal ini bisa jadi disebabkan salah perubahan yang berbeda dari organisasi
satunya karena karyawan merasa efisiensi (perspektif isi); dan (c) proses atau langkah-
keuangan yang diterapkan oleh pihak langkah yang diambil masing-masing pihak
manajemen organisasi justru mengurangi manajemen organisasi dalam
keuntungan yang didapatkan karyawan seiring mengimplementasikan perubahan (perspektif
perubahan yang dilakukan organisasi. proses) tentu berbeda. Selain itu, hasil
Berdasarkan hasil dan pembahasan, penelitian yang berbeda dengan penelitian
maka perlu dilakukan peningkatan sebelumnya kemungkinan disebabkan karena
kesejatheraan di tempat kerja, terutama pengambilan data dari kedua penelitian ini
terhadap dimensi ekstrinsik dan aspek khusus dilakukan dengan menggunakan kuesioner
di dalamnya sebagai upaya untuk persepsi diri, sehingga data yang didapatkan
meningkatkan kesiapan untuk berubah pada sangat bergantung dengan penilaian subjek
subjek penelitian. Peningkatan kesiapan untuk penelitian itu sendiri.
berubah pada diri karyawan diharapkan akan Keterbatasan dalam penelitian ini adalah
membuat karyawan menerima, merangkul, dan proporsi sampel di setiap bagian/departemen

PSIKOLOGIKA Volume 25 Nomor 2 Juli 2020 241


Muhammad Noerul Akhbar, Diana Harding, Nurul Yanuarti

belum seimbang atau tidak merata, sehingga mempertimbangkan faktor-faktor lain yang
tidak semua karyawan dari berbagai level dapat berpengaruh terhadap kesiapan untuk
tercakup sebagai subjek penelitian. Selain itu, berubah, seperti keterikatan karyawan,
subjek dalam penelitian ini hanya mengambil dukungan organisasi, dan lainnya. Kedua,
dari salah satu perusahaan BUMN, sehingga penelitian selanjutnya diharapkan lebih
hasil penelitian ini kurang representatif melakukan kontrol terhadap faktor lainnya
terhadap kondisi perusahaan lain. yang dapat memengaruhi kesiapan untuk
berubah, seperti konten perubahan, proses
Simpulan
perubahan, hingga jenis organisasi. Ketiga,
Berdasarkan temuan penelitian, penelitian selanjutnya diharapkan
didapatkan bahwa kesejahteraan di tempat menggunakan teknik proportionate stratified
kerja yang dimiliki karyawan berkontribusi random sampling dengan tujuan untuk
terhadap kesiapan untuk berubah karyawan. membandingkan kondisi karyawan antar
Dengan kata lain, karyawan yang merasa bagian/departemen dan melibatkan karyawan
sejahtera terhadap pekerjaannya, akan dari berbagai level dalam organisasi. Sehingga,
membuat karyawan lebih siap dalam hasil penelitian dapat lebih menggambarkan
menghadapi perubahan organisasi. Berbagai kondisi keseluruhan karyawan dalam
penelitian juga telah membuktikan kontribusi organisasi.
kesejahteraan di tempat kerja dalam
memunculkan sikap positif karyawan terhadap Referensi
organisasi, seperti komitmen, keterikatan Ahmad, A. H., & Aworinde, O. B. (2019). Are
fiscal deficits inflationary in African
terhadap organisasi, dan sebagainya. Oleh
countries? A new evidence from an
karena itu, organisasi memang perlu asymmetric cointegration analysis.
North American Journal of Economics and
memperhatikan aspek kesejahteraan
Finance, 50. https://doi.org/10.1016/
karyawan di tempat kerja, khususnya selama j.najef.2019.100999
perubahan dilakukan. Armenakis, A., Harris, S., & Mossholder, K.
(1993). Creating readiness for
Saran organizational change. Human Relations,
46, 681–704. https://doi.org/10.1177/
Terdapat beberapa saran bagi peneliti 001872679304600601
lain yang berminat mengkaji mengenai topik
Bakker, A. B., & Demerouti, E. (2008). Towards
dalam penelitian ini. Pertama, melihat a model of work engagement. Career
Development International, 13(3), 209–
kontribusi kesejahteraan di tempat kerja
223. https://doi.org/10.1108/
terhadap kesiapan untuk berubah hanya 13620430810870476
sebesar 35,5%, sehingga diharapkan Black Dog Institute. (2018). Workplace
wellbeing. Resource and Support. https:/
penelitian selanjutnya dapat

242 PSIKOLOGIKA Volume 25 Nomor 2 Juli 2020


Peran Kesejahteraan di Tempat Kerja terhadap Kesiapan untuk Berubah

/ w w w. b la c kdo g i n s t i tu t e . o r g . a u / Holt, D. T., Armenakis, A. A., Feild, H. S., & Harris


resources-support/wellbeing/ S. G. (2007). Readiness for organizational
workplace-wellbeing/ change; The systematic development of
a scale. The Journal of Applied Behavioral
Buono, A. F., & Bowditch, J. L. (1989). The Science, 43(2), 232–255. https://doi.org/
Human Side of Mergers and Acquisitions, 10.1177/0021886306295295
Managing Collisions Between People,
Cultures, and Organizations. Beard Books. Isham, A., Mair, S., & Jackson, T. (2020). Well-
being and productivity: A review of the
Dawson, C. (2007). A practical guide to research literature. In CUSP Working Paper Series
methods 3ed. How to books. (No. 22). https://www.cusp.ac.uk/
De Simone, S. (2014). Conceptualizing themes/s1/wp22/
wellbeing in the workplace. International Krejcie, R. V, & Morgan, D. W. (1970).
Journal of Business and Social Science, Determining sample size for research
5(12), 118–122. http://ijbssnet.com/ activities. Educational and Psychological
journal/index/2963 Measurement, 30(3), 607–610. https://
Devos, G., Vanderheyden, K., & Broek, H. D. d o i . o r g / 1 0 . 1 1 7 7 /
(2002). A framework for assesing 001316447003000308
commitment to change: Process and Kurniadewi, E. (2017). Psychological capital
context variables of organizational dan workplace well-being sebagai
change. In Vlerick Leuven Gent prediktor bagi employee engagement.
Management School Working Paper Jurnal Psikologi Integratif, 4(2), 95–112.
Series. https://repository.vlerick.com/ https://doi.org/10.14421/jpsi.2016.42-
handle/20.500.12127/757 02
Fachruddin, D. F., & Mangundjaya, W. H. (2012). Mangundjaya, W. L. (2011). Pengaruh
The impact of workplace well-being and workplace well-being terhadap
psychological capital, to the individual psychological capital dan employee
readiness for change. Proceedings 4th engagement. Proceedings: Strategic Roles
Asian Psychological Association, 1–18. of I/O Psychology in Building Creative
http://staff.ui.ac.id/system/files/users/ Society. https://www.academia.edu/
wustari/publication/workplace_well- 7182903/Pengaruh_Workplace_Well_
being_psychological_capital_to_irfc.pdf Being_terhadap_Psychology_Capital_dan_
Fridayanti, F., Kardinah, N., & Fitri, T. (2019). Employee_Engagement
Peran workplace well-being terhadap Maulana, F. (2018). Pengaruh workplace well-
mental health: Studi pada karyawan being terhadap intensi turnover pada
disabilitas. Psympathic/ : Jurnal Ilmiah karyawan [Universitas Muhammadiyah
Psikologi, 6(20), 191–200. https:// Malang]. http://eprints.umm.ac.id/
doi.org/10.15575/psy.v6i2.5754 39591/
Hallgrimsson, T. (2008). Organizational change Moorhead, G., & Griffin, R. W. (1995).
and change readiness: Employees’ Organizational behaviour: Managing
attitudes during times of proposed merger people and organizations. Mifflin
[University of Tromso]. https:// company.
munin.uit.no/handle/10037/1542
Page, K. M. (2005). Subjective well-being in the
Hanpachern, C., Morgan, G. A., & Griego, O. V. workplace. Deakin University.
(1998). An extension of the theory of
margin: A framework for assessing Pratama, A. (2015). Manajemen perusahaan:
readiness for change. Human Resource transformasi yang paripurna. In
Development Quarterly, 9(4), 45–56. m.bisnis.com. https://m.bisnis.com/

PSIKOLOGIKA Volume 25 Nomor 2 Juli 2020 243


Muhammad Noerul Akhbar, Diana Harding, Nurul Yanuarti

amp/read/20150920/237/474342/ Verèiè, A. T., & Vokiæ, N. P. (2017). Engaging


manajemen-perusahaantransformasi- employees through internal
yang-paripurna. communication. Public Relations Review,
43(5), 885–893. https://doi.org/
Rafferty, A. E., Jimmieson, N. L., & Armenakis, 10.1016/j.pubrev.2017.04.005
A. A. (2013). Change readiness: A
multilevel review. Journal of Yamin, A., & Handoyo, S. (2014). Faktor-faktor
Management Studies, 39(1), 110–135. yang mempengaruhi readiness for
h t t p s : / / do i . o r g / 1 0 . 1 1 7 7 / change pada pekerja di PT. X area Jatim
0149206312457417 dan Balinus. Insan Media Psikologi, 16(3),
1–13. http://journal.unair.ac.id/
Robinson, D., Perryman, S., & Hayday, S. (2004). INSAN@faktor-faktor-yang-
The drivers of employee engagement mempengaruhi-readiness-for-change-
report. Institute for Employment Studies. pada-pekerja-di-pt-x-area-jatim-dan-
h t t p s : / / w w w . e m p l o y m e n t- b a l i n u s - a r t i c le - 1 0 5 2 2 - m e d i a - 8 -
s tu d i e s . c o. u k / re s o u rc e / dr ive r s - category-10.html
employee-engagement
Zulkarnain, & Hadiyani, S. (2014). Peranan
Simon, H. (2010). Engaging employees through komitmen organisasi dan employee
whole leadership. Strategic HR Review, engagement terhadap kesiapan
9(3), 11–17. https://doi.org/10.1108/ karyawan untuk berubah. Jurnal
14754391011040028 Psikologi, 41(1), 17–33. https://doi.org/
Sugiarto, E. C. (2018). Disrupsi dan Humas 10.22146/jpsi.6955
Pemerintah 4.0. Kementrian Sekretariat

Negara Republik Indonesia. https://
Received 7 February 2020
s e tn e g . g o . i d / b a c a / i n de x / Revised 27 February 2020
disrupsi_dan_humas_pemerintah_40 Accepted 30 May 2020

244 PSIKOLOGIKA Volume 25 Nomor 2 Juli 2020

Anda mungkin juga menyukai