Anda di halaman 1dari 39

TEORI MANAJEMEN

PERUBAHAN
MANAJEMEN PERUBAHAN
BAB III
TEORI MANAJEMEN PERUBAHAN
A. Konsep Teori Manajemen Perubahan
B. Teori Force – Kurt Lewin
C. Teori Perubahan Tyagi
D. Teori Motivasi
E. Teori Perubahan Kreiner dan Kinicki
F. Teori Proses Perubahan Manajerial
G. Teori Organization Development dalam Perubahan Organisasi
H. Teori Perubahan alfa Beta dan Gamma
I. Teori Contigensi Tannembaum dan Schidt
J. Teori Perubahan Conner
K. Teori Perubahan Victor Tan
L. Teori Kerjasama
A. Konsep Teori Manajemen Perubahan
Sehubungan dengan teori Manajemen, Cooper dan Schindler
(2003) mengemukakan bahwa teori adalah seperangkat
konsep, definisi, dan proporsi yang tersusun secara sistematis
sehingga dapat digunakan untuk menjelaskan dan
meramalkan fenomena.
Pendapat lain dikemukakan oleh Hoy dan Iniskel (2001),
bahwa (1) teori itu berkenaan dengan konsep, asumsi, dan
generalisasi yang logis, (2) teori berfungsi untuk
mengungkapkan, menjelaskan dan memprediksi perilaku
yang memiliki keteraturan, (3) teori sebagai stimula dan
berbagai pandangan untuk mengembangkan pengetahuan.
Untuk itu, dalam mengemukakan suatu teori haruslah memakai
pendekatan ilmiah, yaitu dengan menggunakan metode ilmiah.
Metode ilmiah tersebut adalah:

• Identifikasi pertanyaan, penetapan


variabel-variabel yang relevan.
• Asumsi
• Formulasi hipotesa
• Uji Hipotesa
B. Teori Force-Kurt Lewin
Dalam kajian secara historis Kurt Lewin (1951) disebut
sebagai Bapak Manajemen Perubahan.
Selain sering disebut sebagai model force-field, konsepnya
sering pula diklasifikasikan sebagai power-based model
karena mengedepankan kekuatan-kekuatan penekan.
Perubahan terjadi karena munculnya tekanan-tekanan
terhadap organisasi individu, atau kelompok.
1. Jadi ia memfokuskan pada pertanyaan “mengapa”
2. Mencari tahu bagaimana perubahan dapat dikelola dan
mengahsilkan sesuatu.
Ia berkesimpulan kekuatan tekanan (driving force) akan
berhadapan dengan keengganan (resistences) untuk
berubah.
Perubahan itu sendiri dapat terjadi dengan memperkuat
kekuatan tekanan atau melemahkan “resistence to change”.
Dari situ, ia mengemukakan langkah-langkah yang dapat
diambil untuk mengelola perubahan (Kasali, 2005:99), yaitu:
(1) unfreezing, (2) changing, (3) refreezing
Gambar 3.1
Model Force-Field 3 Tahap dari Kurt Lewin
Dengan demikian, sebelum dan setelah dilakukan perubahan ada
proses yang harus dilakukan, dan semua ini ditentukan oleh
seberapa besar vektor tekanan dari:
1. Penyadaran (unfreezing),
2. Tindakan perubahan (changing)
3. Keseimbangan (refreezing)
C. Teori Perubahan Tyagi
Dalam teori ini, Tyagi memandang bahwa model perubahan
Kurt Lewin tersebut belum cukup lengkap, karena tidak
menyangkut isu penting.
Manurut tyagi (dalam Wibowo, 2006:79), banyak faktor yang
harus diperhitungkan dan terpengaruh dalam proses
perubahan.
Komponen dalam sistem tersebut adalah dimulai dengan, (1)
adanya kekuatan untuk perubahan, (2) mengenal dan
mendefinisikan masalah, (3) proses penyelesaian masalah,
(4) mengimplementasikan perubahan, (5) mengukur,
mengevaluasi dan mengontrol hasilnya.
D. Teori Motivasi
Teori motivasi dikemukakan oleh Beckhard dan Harris (1987),
ia merumuskan teori-teori motivasi untuk berubah.
Mereka menyimpulkan perubahan akan terjadi kalau ada
sejumlah syarat berikut:
• Manfaat – biaya (D)
• Ketidakpuasan (A)
• Persepsi hari esok (B)
• Cara yang praktis (C)
Dari uraian tersebut, dirumuskan secara matematika
sederhana, persamaannya dapat ditulis sebagai berikut:
ABC>D
Logika ini menunjukkan pentingnya efisiensi dalam
perubahan agar manfaat yang diperoleh cukup memotivasi
perubahan dan perliunya upaya-upaya mendiskreditkan
keadaan sekarang sebagai keadaan yang “buruk”sehingga
kita merasa perlu untuk segera bergerak.
E. Teori Perubahan Kreiner dan Kinicki
Teori perubahan Kreiner dan Kinicki memakai pendekatan
dengan menawarkan kerangka kerja perubahan
organisasional, yang terdiri atas tiga komponen sebagaimana
pada gambar 3.5.
Komponen-komponen tersebut dikemukakan oleh Wibowo
(2006: 80-81) sebagai berikut:
1. Input, merupakan masukan dan sebagai pendorong bagi
terjadinya proses perubahan. Semua perubahan
organisasional harus konsisten dengan visi, misi, dan rencana
strategis.
2. Target element of change, merupakan komponen
organisasi yang perlu diubah atau sasaran dari perubahan.
Ini mencerminkan elemen di dalam organisasi yang
memerlukan perubahan.
3. output, merupakan hasil akhir yang diinginkan dari suatu
perubahan. Hasil akhir ini harus konsisten dengan rencana
strategik organisasi.
F. Teori Proses Perubahan Manajerial
Menurut teori ini, untuk menghasilkan perubahan secara
manajerial perlu dilakukan hal-hal sebagai berikut (Kasali,
2005:102):
1. Memobilisasi energi para stakeholders untuk mendukung
perubahan. Caranya adalah dengan melibatkan mereka
dalam menganalisis dan mendiagnosis masalah-masalah yang
menghambat daya saing organisasi.
2. Mengembangkan visi serta strategi untuk mengelola dan
menghasislkan daya saing positif.
3. Mengupayakan konsensus terhadap visi baru sehingga visi
tersebut diterima sebagai kebenaran dan dikerjakan tanpa
pertentangan.
4. Memperluas revitalisasi pada seluruh departemen dalam
organisasi dan jangan sekali-kali mengesankan proyek ini
sebagai “pesanan” dari atas.
5. Mengkonsolidasi perubahan melalui kebijakan-kebijakan
strategi yang diformalisasikan, strktur, sistem, dan
sebagainya.
6. Memantau terus kegiatan ini. Selalu memberikan respons
terhadap umpan balik dan masalah-masalah yang
direncanakan akan muncul.
G. Teori Organization Development dalam Perubahan
Organisasi
Joseph E. Mc Cann mengemukakan yang menyentuh dua
kategori yang saling berinteraksi, yaitu manusia dan
teknologi.
Manusia dalah komponen yang melakukan proses organisasi,
seperti komunikasi, pengambilan keputusan, dan
pemecahan masalah.
Sedangkan teknologi mempengaruhi struktur-struktur
organisasi, seperti desain pekerjaan, task method, dan desain
organisasi.
Diilustrasikan pada gambar berikut (gambar 3.6)
H. Teori Perubahan Alfa Beta dan Gamma
Dalam berbagai literatur menyebutkan bahwa teori
Perubahan Alfa Beta dan Gamma merupakan perkembangan
dari pendekatan organization development yang
dikemukakan oleh Golembiewski, Billingsley dan Yeager
(1976).
Salah satu bentuk intervensi yang dilakukan dalam
organization development adalah team-building yang
mempunyai tujuan untuk merekatkan nilai-nilai sebuah
organisasi, khususnya trust dan commitment.
Menurut Kasali (2005:104), mereka melakukan pengukuran
sebelum dan setelah treatment dilakukan, yaitu aktivitas
team-building pada suatu kelompok yang akan diubah sikap-
sikapnya.
Perubahan alfa adalah perubahan kepercayaan (trust) yang
terjadi antara suatu dimensi waktu yang stabil sebelum dan
setelah team-building dilakukan.
I. Teori Kontigensi Tannembaum dan Schidt
Dalam kajian manajemen perubahan dari Tannembaum dan
Schidt (1973) mengemukakan teori yang disebut teori Kontijensi.
Keberhasilan menerapkan manajemen perubahan antara lain
sangat ditentukan oleg gaya yang diadopsi oleh manajemen.
Teori ini berpendapat, tingkat keberhasilan pengambilan
keputusan sangat ditentukan oleh sejumlah gaya yang dianut
dalam mengelola perubahan.
Gaya yang dimaksud menyangkut pengambilan keputusan dari
implementasi. Diilustrasikan pada gambar 3.7, seseorang dapat
melakukan gaya kepemimpinan dalam suatu horizon mulai dari
sangat otokratik hingga partisipatif.
Gambar 3.7
kontinum Gaya Pengambilan Keputusan
Dalam gaya kepemimpinan partisipatif, eksekutif melibatkan
bawahan-bawahannya dalam berbagai hal, yaitu
pengumpulan data, mendiagnosis masalah, mencapai
persetujuan dan sebagainya.
Vroom dan Jago (1988), Kasali (2005) menemukan bahwa
tingkat keberhasilannya masing-masing gaya kepemimpinan
tersebut berkaitan erat dengan sejumlah contingencies
(kemungkinan-kemungkinan) berikut:
1. Seberapa penting komitmen karyawan dibutuhkan dalam
pengambilan keputusan?
2. Apakah karyawan mau terlibat dalam tujuan perubahan?
3. Apakah manajer memiliki informasi yang cukup untuk
mengambil keputusan yang baik?
4. Apakah karyawan cukup punya komptensi untuk
mengambil keputusan?
5. Jika manajer-manajer membuat keputusan, apakah
karyawan mau menurutinya?
6. Berapa banyak waktu yang tersedia untuk mengambil
keputusan?
J. Teori Perubahan Conner
Dinamika perubahan manusia mempunyai struktur tertentu,
dengan resilience (daya tahan) sebagai pola sentral dan
didukung oleh 7 pola pendukung:
1. The nature of change (sifat perubahan)
2. Roles of change (peran perubahan)
3. Resisting change (menolak perubahan)
4. Commiting to change (terikat pada perubahan)
5. How culture influence change (bagaimana budaya
mempengaruhi perubahan)
6. Teamwork yang sinergis
Gambar 3.8
struktur perubahan Conner
Daya Tahan
Dengan daya tahan dan ketahanan, kita dapat
mempengaruhi situsasi sekeliling kita, mempersiapkan diri
dan orang lain untuk dapat menerima gangguan dengan
lebih baik dan dengan terampil merencanakan dan
mengimplementasikan masa depan yang diinginkan.
Sifat Perubahan
Sifat perubahan adalah pola pendukung peetama.
Kita menggunakan sebagian besar hidup kita untuk
menyesuaikan kapabilitas terhadap tantangan yang dihadapi.
Capability atau kapabilitas menunjukkan ability atau
kemampuan dan keinginan untuk mempergunakannya.
Tantangan yang kita hadapi dalam kehidupan terdiri dari
atas bahaya yang kita lihat dan peluang yang kita akui.
Satu hal yang mungkin paling menarik tentang mengamati
reaksi orang terhadap perubahan adalah bahwa kejadian
yang sama dapat dipersepsikan sebagai perubahan negatif
oleh satu orang dan sebagai perubahan positif oleh lainnya.
Proses perubahan
Proses perubahan menggambarkan mekanisme transisi
manusia.
Hal ini diilustrasikan pada gambar 3.9.
Cara kita menghubungkan perubahan dalam kehidupan
berkaitan dengan kenyataan bahwa sebagian dari kita sukses
dan sebagian lain gagal melanjutkan perubahan.
Gambar 3.9
Proses Perubahan Conner
K. Teori Perubahan Victor Tan
Victor Tan mengemukakan bahwa untuk mendapatkan
keberhasilan dalam proses perubahan, pemimpin harus
dapat memenangkan pikiran dan hati orang dalam
organisasi.
Victor Tan mengintrodusir 4 tahapan yang harus dilalui
dalam proses perubahan.
Victor Tan memberi ilustrasi model keberhasilan perubahan
seperti bentuk pada gambar 3.10 berikut
Gambar 3.10
Model Keberhasilan Perubahan
Membuka Pikiran
Seringkali, pemimpin berusaha mengubah pikiran orang lain
dengan cara memaksa.
Mereka berusaha agar orang berubah dengan memberi perintah
dan bahkan dengan membentaknya.
Fokusnya adalah agar mereka mau mendengarkan apa yang
dikatakan.
Untuk membuka pikiran orang, pemimpin harus terlebihdahulu
memecahkan tingkat perasaan puas mereka dengan
mengomunikasikan pesan tanpa memaksa untuk perubahan.
Mereka dapat melakaukan benchmarking dan membandingkan
tingkat kinerja organisasi mereka dengan pesaingnya.
Memenangkan Hati
Apabila membuka pikiran adalah berkenaan dengan alasan,
maka memenangkan hati berkaitan dengan emosi.
Kebutuhan bawahan untuk dihargai merupakan motivasi
yang kuat untuk perubahan.
Cara menghargai orang adalah dengan mengenal arti
pentingnya kepedulian mereka atas lingkungan sekitarnya.
Dengan mengomunikasikan lebih dini tentang alasan dan
tujuan perubahan kepada orang, akan lebih dapat
memenangkan hati daripada dikomunikasikan setelah
dilaksanakan.
Memungkinkan tindakan
ada empat alasan mengapa orang tidak mau berubah, yaitu:
1. Karena mereka tidak tahu apa yang harus dilakukan
2. Mereka tidak tahu bagaimana cara melakukannya
3. Mereka tidak tahu mengapa mereka harus melakukannya
4. Terdapat hambatan yang berada di luar kontrol mereka.
Peran pemimpin adalah mengatasi setiap alasan agar
memungkinkan orang membuat perubahan terjadi.
Peran pemimpin adalah memastikan bahwa komunikasi
berjalan efektif , sehinggga bawahan lebih memahami arti
pentingnya perubahan bagi organisasi dan dirinya.
Menghargai Prestasi
Apabila orang tidak dikenal dan dihargai atas prestasinya
oleh organisasinya sendiri, mereka akan pergi dan bergabung
dengan organisasi lain yang mengenal kemampuan mereka
dan menghargai mereka.
Menghargai orang dan mengenal kontribusinya akan
memotivasi keinginan orang untuk berubah.
Mereka juga lebih ingin berusaha mencapai sesuatu bagi
dirinya maupun organisasi.
L. Teori Kerja Sama
Perubahan biasanya tidak bisa berjalan tanpa adanya
kerjasama dari semua pihak.
Teori kerjasama menjelaskan mengapa manusia mau bekerja
sama dan bagaimana memperoleh kerja sama.
Ada beberapa penjelasan mengapa manusia melakaukan
kerjasama (William, Woodward, & Dobson,2002), Kasali
(2005:106-107).
Penjelasan tersebut adalah sebagai berikut:
• Motivasi memperoleh rewards atau khawatir akan
mendapaatkan punishment. Misalnya berharap akan
memperoleh imbalan keuangan, kepuasan bekerja, pekerjaan
yang lebih menyenangkan, atau khawatir sebaliknya.
• Motivasi kesetiaan terhadap profesi, pekerjaan, atau
perusahaan.
• Motivasi moral, karena dengan bekerja sama dapat diterima
secara moral.
• Motivasi menjalankan keahlian.
• Motivasi karena sesuai dengan sikap hidup
• Motivasi kepatuhan terhadap kekuasaan

Anda mungkin juga menyukai