Anda di halaman 1dari 15

KESEIMBANGAN DUNIA AKHIRAT

Makalah ini di susun untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah “Hadis Ekonomi”

Dosen Pengampu:
Mohammad Ridwan, M.E.

Disusun Oleh :
Lutfiani Dwi Lestari (401220135)
Telp. 085231921493

JURUSAN EKONOMI SYARIAH

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS ISLAM

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI PONOROGO


TAHUN 2024
i

KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan ke hadirat Allah SWT atas terselesainya


penulisan makalah “Keseimbangan Dunia Akhirat”. Makalah ini kami susun
berdasarkan buku-buku penunjang yang kami miliki dan dari jurnal-jurnal yang
berhubungan dengan mata kuliah ini.

Penyusun mengungkapkan terima kasih kepada Mohammad Ridwan, M.E.


Dosen Pengampu mata kuliah Hadis Ekonomi yang telah memberi tugas ini kepada
kami sehingga kami dapat menambah pengetahuan dan wawasan sesuai bidang
studi yang kami tekuni. Dalam kesempatan ini, penyusun juga ingin mengucapkan
terima kasih yang sebesar-besarnya kepada kedua orang tua Penyusun dan semua
pihak yang telah mengarahkan, membimbing, dan memotivasi baik secara langsung
maupun tidak langsung kepada Penyusun selama proses penyusunan Tugas
Makalah ini.

Penyusun menyadari bahwasanya Makalah yang kami susun ini masih jauh
dari kata sempurna. Oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun akan kami
nantikan demi kesempurnaan Makalah ini.

Ponorogo, 10 Februari 2024

Penyusun
ii

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ............................................................................................ i

DAFTAR ISI .......................................................................................................... ii

BAB I PENDAHULUAN ...................................................................................... 1

A. Latar Belakang ........................................................................................... 1

B. Rumusan Masalah...................................................................................... 2

C. Tujuan ......................................................................................................... 2

BAB II HADIS EKONOMI ................................................................................. 3

BAB III ANALISIS ............................................................................................... 4

BAB IV PENUTUP ............................................................................................. 10

DAFTAR PUSTAKA............................................................................................11
1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Keseimbangan antara dunia dan akhirat mencerminkan pentingnya
memandang kehidupan ini sebagai ujian sementara juga mempersiapkan
diri untuk kehidupan setelah mati. Islam mengajarakan kepada kita hidup
harus seimbang antara dunia dan akhirat. Dunia harus disiapkan untuk hidup
yang kekal abadi yaitu akhirat. Sebagai umat islam harus menyadari
kehidupan dunia hanya smentara, maka hendakanya jadikan dunia sebagai
jembatan untuk menuju kebahagiaan di akhirat.

Fenomena zakat digital menunjukkan respons terhadap


perkembangan teknologi dalam konteks ekonomi1. Ada platform dan
aplikasi yang memudahkan umat Islam untuk membayar zakat secara
elektronik, mempercepat distribusi bantuan kepada yang membutuhkan.
Terjadi peningkatan signifikan dalam penggunaan platform dan aplikasi
zakat digital yang memudahkan umat Islam untuk membayar zakat secara
online. Data menunjukkan peningkatan jumlah donasi yang dikumpulkan
melalui zakat digital. Zakat digital memberikan kemudahan dan
aksesibilitas bagi masyarakat untuk membayar zakat, transparan dalam
penggunaan dana serta memungkinkan cakupan yang lebih luas.

Pertumbuhan perbankan syariah sebagai fenomena ekonomi


mencerminkan permintaan masyarakat untuk transaksi finansial yang sesuai
dengan prinsip-prinsip Islam. Praktik perbankan syariah didasarkan pada
larangan riba dan mempromosikan distribusi kekayaan yang lebih adil

1
Puguh Kharisma dan Prabowo Yudo Jayanto, “Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Minat
Menggunakan E-Zakat dalam Membayar Zakat, Infaq, dan Sedekah,” AKSES: Jurnal Ekonomi Dan
Bisnis 16, no. 1 (2021),.hal 55.
2

sesuai hadis ekonomi2. Perbankan syariah semakin mendiversifikasi produk


dan layanannya, termasuk pembiayaan syariah, investasi berbasis syariah,
dan produk-produk lain yang sesuai dengan prinsip-prinsip Islam. Terjadi
peningkatan jumlah nasabah yang memilih perbankan syariah,
menunjukkan kepercayaan masyarakat terhadap prinsip-prinsip syariah
dalam urusan keuangan. Perbankan syariah tidak hanya mengutamakan
keuntungan, tetapi juga menjunjung tinggi nilai-nilai keberlanjutan dan
keadilan sosial, sejalan dengan pandangan hadis tentang keseimbangan
dunia dan akhirat.

Teori ekonomi umum dan Islam memiliki tujuan untuk mencapai


kesejahteraan masyarakat, pendekatan, prinsip, dan nilai-nilai yang
mendasarinya dapat berbeda secara signifikan. Perbandingan ini
menunjukkan bahwa, meskipun kedua pendekatan tersebut memiliki tujuan
untuk meningkatkan kesejahteraan, pendekatan dan nilai-nilai yang
mendasarinya dapat berbeda secara mendasar. Ekonomi Islam berusaha
menciptakan sistem ekonomi yang adil, berkelanjutan, dan sesuai dengan
prinsip-prinsip moral dan etika Islam tanpa meninggalkan hubungan dunia
akhirat.

B. Rumusan Masalah
1. Apa hadis yang berkaitan dengan keseimbangan dunia akhirat?
2. Apa itu kehidupan dunia dan akhirat ?
3. Bagaimanakah keseimbangan dunia akhirat?

C. Tujuan
1. Untuk mengetahui hadis yang berkaitan dengan keseimbangan dunia
akhirat
2. Untuk mengetahui kehidupan dunia dan akhirat
3. Untuk mengetahui keseimbangan dunia akhirat

2
M. Nur Rianto Al Arif, “Lembaga Keuangan Syariah: Suatu Kajian Teoretis Praktis” (Pustaka Setia,
2012),. 42
3

BAB II

HADIS EKONOMI

A. Hadis Tirmizi 2343

َ ‫الرحْ َمن ْالكوفي قَ َال َحدَّثَنَا ْالم َحاربي‬


‫ع ْن أَبي خَالد يَزيدَ بْن‬ َّ ‫عبْد‬ ْ َ‫َحدَّثَنَا َهنَّاد َون‬
َ ‫صر بْن‬
َ ‫سعيد ْال َم ْقبري‬
‫ع ْن أَبي ه َري َْرةَ قَا َل قَا َل َرسول‬ َ ‫ع ْن‬ َ ‫ع ْن زَ يْد بْن أَبي أنَ ْي‬
َ َ ‫سة‬ َ ‫الرحْ َمن‬
َّ ‫عبْد‬
َ
ْ ‫َت ِلَخيه ع ْندَه َم‬
‫ظلَ َمة في ع ْرض أَ ْو َمال فَ َجا َءه‬ ْ ‫ع ْبدًا كَان‬ َّ ‫سلَّ َم َرح َم‬
َ ‫ّللا‬ َ ‫علَيْه َو‬ َّ ‫صلَّى‬
َ ‫ّللا‬ َّ
َ ‫ّللا‬
َ ‫َت لَه َح‬
‫سنَات أخذَ م ْن‬ َ ‫فَا ْستَ َحلَّه قَ ْب َل أَ ْن يؤْ َخذَ َولَي‬
ْ ‫ْس ثَ َّم دينَار َو َل د ْرهَم فَإ ْن كَان‬
َ ‫سيئَاته ْم قَا َل أَبو عي‬
َ ‫سى َهذَا َحديث َح‬
‫سن‬ َ ‫علَيْه م ْن‬ َ ‫سنَاته َوإ ْن لَ ْم تَك ْن لَه َح‬
َ ‫سنَات َح َّملوا‬ َ ‫َح‬
‫سعيد ْال َم ْقبري‬ َ ‫سعيد ْال َم ْقبري َوقَ ْد َر َواه َمالك بْن أَنَس‬
َ ‫ع ْن‬ َ ‫صحيح غَريب م ْن َحديث‬
َ
َ ‫سلَّ َم ن‬
‫َحْوه‬ َ ‫علَيْه َو‬ َّ ‫صلَّى‬
َ ‫ّللا‬ َ َ‫ع ْن أَبي ه َري َْرة‬
َ ‫ع ْن النَّبي‬ َ
Artinya:
Telah menceritakan kepada kami Hannad dan Nashr bin Abdurrahman Al Kufi,
keduanya berkata, telah menceritakan kepada kami Al Muharibi dari Abu
Khalid Yazid bin Abdurrahman dari Zaid bin Abi 'Unaisah dari Sa'id Al
Maqburi dari Abu Hurairah, ia berkata, Rasulullah ‫ ﷺ‬bersabda, “Senantiasa
Allah merahmati seorang hamba yang memiliki kezaliman terhadap
kehormatan dan harta saudaranya dimana ia menyegerakan untuk meminta
maaf dan kehalalan sebelum ajal menjemputnya. Karena kelak (di akhirat) dinar
maupun dirham tidak akan dapat menebus dirinya. Bilamana ia memiliki
banyak kebaikan semasa hidup di dunia, kebaikan tersebut akan diambil. Dan
bilamana ia tidak memiliki satupun kebaikan, maka orang-orang yang dizalimi
akan membebankan dosa-dosa mereka terhadap dirinya.”
Abu Isa berkata, hadits ini hasan shahih gharib dari hadis Sa’id Al-Maqburi.
Dari Malik bin Anas telah meriwayatkan dari Sa’id Al-Maqburi dari Abu
Hurairah dari Nabi ‫ ﷺ‬dengan hadis yang semakna.
4

B. Hadis Ahmad 12306


‫علَيْه‬ َّ ‫صلَّى‬
َ ‫ّللا‬ َّ ‫ع ْن أَنَس أَ َّن َرسو َل‬
َ ‫ّللا‬ َ ‫َحدَّثَنَا م َح َّمد بْن َج ْعفَر َحدَّثَنَا ش ْع َبة‬
َ َ‫ع ْن قَتَادَة‬
‫ْش إ َّل‬ َ ‫عيْش ْاْلخ َر ْه قَا َل ش ْع َبة أَ ْو قَا َل اللَّه َّم َل‬
َ ‫عي‬ َ ‫ْش‬ َ ‫سلَّ َم َكانَ َيقول اللَّه َّم إ َّن ْال َعي‬
َ ‫َو‬
‫ار َو ْالم َهاج َر ْه‬
َ ‫ص‬ َ ‫عيْش ْاْلخ َر ْه َفأ َ ْكر ْم ْاِل َ ْن‬َ
Artinya:
Telah menceritakan kepada kami Muhammad bin Ja'far, telah menceritakan
kepada kami Syu'bah dari Qatadah dari Anas, Seringkali Rasulullah ‫ ﷺ‬berkata,
"Ya Allah, kehidupan yang menyenangkan itu hanya kehidupan akhirat."
Syu'bah berkata, Atau berkata, "Ya Allah tidak ada kehidupan bahagia yang
hakiki kecuali kehidupan akhirat, maka muliakanlah kaum Anshar dan
Muhajirin".

C. Hadis Ibnu Majah 2408


‫ع ْن أَبي‬ َ ‫ع ْن أَبي‬
َ ‫صالح‬ َ َ‫ش ْيبَةَ َحدَّثَنَا أَبو معَاويَة‬
َ ‫ع ْن ْاِل َ ْع َمش‬ َ ‫َحدَّثَنَا أَبو بَ ْكر بْن أَبي‬
‫ّللا‬ َ ‫سلَّ َم َم ْن يَس ََّر‬
َّ ‫علَى م ْعسر يَس ََّر‬ َ ‫علَيْه َو‬ َّ ‫صلَّى‬
َ ‫ّللا‬ َّ ‫ه َري َْرةَ قَا َل قَا َل َرسول‬
َ ‫ّللا‬
‫علَيْه في الد ْنيَا َو ْاْلخ َرة‬
َ
Artinya:
Telah menceritakan kepada kami Abu Bakar bin Abi Syaibah berkata, telah
menceritakan kepada kami Abu Mu'awiyah dari Al A'masy dari Abu Shalih dari
Abu Hurairah ia berkata, Rasulullah ‫ ﷺ‬bersabda, "Barang siapa memberi
kemudahan kepada orang yang kesulitan, maka Allah akan memudahkannya di
dunia dan akhirat." 3

3
“Sunnah.com - Sayings and Teachings of Prophet Muhammad ( ‫)صىل هللا عليه و سلم‬,” d
5

BAB III

ANALISIS

A. Analisis Hadis
1. Hadis Tirmizi
Dari hadis ini dapat di pahami bahwa setiap perbuatan zalim
terhadap kehormatan dan harta saudara memiliki konsekuensi kelak di
akhirat dan penting untuk bertaubat serta meminta maaf sebelum ajal
menjemput. Mengenai nilai-nilai keadilan, Islam menekankan pentingnya
perlakuan adil terhadap sesama. Zalim atau berlaku tidak adil terhadap
orang lain dapat membuat dosa dan harus diakui serta diperbaiki sebelum
kematian. Hubungan antara perbuatan zalim (kezaliman) dan
konsekuensinya di dunia akhirat sangat erat.4
Konsep ini mencerminkan prinsip keadilan dan
pertanggungjawaban yang ditegakkan oleh Allah. Dalam hadis ini
dijelaskan bahayanya berbuat zalim. Zalim seringkali terkait dengan
pengambilan hak orang lain, baik itu hak kehormatan, harta benda, atau hak-
hak lainnya. Di akhirat, orang yang menjadi korban zalim dapat meminta
keadilan, dan jika tidak ada kebaikan yang dapat diambil sebagai ganti,
maka dosa-dosa pelaku zalim dapat ditransfer kepadanya. Perbuatan zalim
yang tidak diperbaiki atau diampuni melalui tobat dapat mengakibatkan
hukuman di akhirat.
Dalam ekonomi Islam, perbuatan zalim tidak hanya diukur dari segi
materi, tetapi juga dari sudut pandang etika dan keadilan. Konsep ini
menciptakan dasar untuk pembangunan ekonomi yang berkelanjutan, adil,
dan memperhatikan kesejahteraan seluruh masyarakat.5 Ekonomi Islam
menekankan keadilan sebagai nilai utama. Perbuatan zalim dalam konteks
ekonomi bisa mencakup eksploitasi, penindasan, atau penyalahgunaan
kekuasaan dalam transaksi ekonomi.

4
Fazlur Rahman, tema-tema pokok Al-quran (Mizan Pustaka, 2018),
5
Fuadi Fuadi dkk., “Ekonomi Syariah” (Yayasan Kita Menulis, 2022),
6

Islam memberikan pedoman terkait kepemilikan dan pengelolaan


harta. Penyalahgunaan atau penindasan dalam kepemilikan harta dapat
dianggap sebagai perbuatan zalim. Zakat (sumbangan wajib) dan prinsip
distribusi kekayaan secara adil di dalam masyarakat adalah beberapa
mekanisme untuk mencegah perbuatan zalim dalam konteks ekonomi.
Ekonomi Islam melarang praktik riba atau bunga yang terasuk perbuatan
zalim. Riba dianggap merugikan pihak yang kurang mampu dan
menciptakan ketidaksetaraan ekonomi.
2. Hadis Ahmad
Dalam Islam, kehidupan dunia dianggap sebagai ujian atau
persiapan untuk kehidupan akhirat. Kehidupan akhirat diyakini sebagai
tempat di mana setiap individu akan memetik hasil dari perbuatan baik atau
buruk yang dilakukannya selama hidup di dunia. Dalam hadis ini
mengajarkan umat Islam untuk mengutamakan kehidupan akhirat,
menjalani kehidupan ini dengan kebajikan dan ketakwaan kepada Allah,
serta menghargai peran penting orang-orang yang telah berkontribusi dalam
mendukung nilai-nilai Islam.
Dalam perspektif ekonomi Islam, kehidupan dunia dianggap sebagai
tempat ujian dan persiapan untuk kehidupan akhirat. Pandangan ini
mencakup aspek-aspek ekonomi yang mengarah pada kebahagiaan sejati
dan kesempurnaan di akhirat. Beberapa konsep utama dalam ekonomi Islam
yang relevan dengan pandangan ini yaitu zakat, adalah kewajiban
memberikan sebagian kekayaan kepada mereka yang membutuhkan,
sebagaimana diatur dalam ajaran Islam.6 Dihitung sebagai persentase
tertentu dari kekayaan yang dimiliki oleh seseorang, dan ada kriteria tertentu
yang menentukan siapa yang berhak menerima zakat. Zakat bertujuan untuk
mengurangi kesenjangan sosial dan memastikan distribusi kekayaan yang
lebih merata.

6
Nurul Huda, Ekonomi pembangunan islam (Prenada Media, 2017), hal.133
7

Kemudian infaq, merupakan amalan memberi secara sukarela di luar


kewajiban zakat. Infak dapat berupa sumbangan atau bantuan kepada yang
membutuhkan, dan tidak diukur secara ketat seperti zakat. 7 Dengan
memberikan infak, individu dapat memberikan kontribusi lebih untuk
membantu mereka yang membutuhkan, memperkuat ikatan sosial, dan
menciptakan lingkungan ekonomi yang lebih berkeadilan.
3. Hadis Ibnu Majah
Dalam perspektif ekonomi Islam, memberikan kemudahan kepada
orang yang kesulitan merupakan amal kebajikan yang akan mendatangkan
keberkahan. Praktik ini mencakup konsep zakat (sumbangan wajib) dan
sedekah (sumbangan sukarela) yang dirancang untuk membantu mereka
yang membutuhkan. Memberikan bantuan kepada orang yang kesulitan
diyakini akan mendatangkan keberkahan dan kemudahan dari Allah di
dunia dan akhirat.
Selain itu, prinsip ekonomi Islam juga mengedepankan keadilan
dalam distribusi sumber daya dan kekayaan. Konsep ekonomi Islam
menentang penimbunan kekayaan oleh segelintir orang sementara banyak
yang menderita. Prinsip-prinsip seperti kepemilikan yang adil, perdagangan
yang bersih (tanpa riba), dan berbagi kekayaan menjadi landasan ekonomi
Islam.
Dengan menerapkan nilai-nilai ini, diharapkan tercipta masyarakat
yang adil, berkeadilan, dan peduli terhadap kebutuhan sesama. Dalam
pandangan ekonomi Islam, tindakan memberikan kemudahan kepada orang
yang kesulitan bukan hanya merupakan amal kebajikan, tetapi juga
merupakan bagian integral dari sistem ekonomi yang berorientasi pada
keadilan dan kesejahteraan bersama.

7
Nur Mutmainah, “Analisis Pendistribusian zakat Infak Dan Sedekah Sebagai Upaya Pengentasan
Kemiskinan (Studi Pada Badan Amil Zakat Nasional Kabupaten Blora)” (PhD Thesis, IAIN KUDUS,
2023), hal.30
8

B. Penjelasan Kehidupan Dunia Akhirat


1. Kehidupan Dunia
Dalam konteks ajaran Islam, konsep "al-dunya" diinterpretasikan
sebagai dunia atau kehidupan dunia yang bersifat sementara dan fana. Istilah
"al-dunya" berasal dari akar kata "al-adna" yang memiliki arti "yang paling
dekat." Oleh karena itu, dalam bahasa Arab, "al-dunya" dapat diartikan
sebagai dunia ini atau kehidupan dunia yang lebih dekat secara temporal,
sementara kehidupan setelah mati (akhirat) dianggap lebih jauh namun lebih
abadi.8
Ajaran Islam menekankan bahwa kehidupan di dunia ini hanyalah
sementara dan ujian bagi manusia untuk menghasilkan amal perbuatan yang
baik. Fokus utama seharusnya adalah persiapkan diri untuk kehidupan
setelah mati yang akan menjadi tempat akhir bagi kehidupan abadi. Oleh
karena itu, dalam pandangan Islam, manusia diharapkan menjalani
kehidupan di dunia ini dengan penuh kebaktian kepada Allah, melakukan
amal perbuatan yang baik, dan menghindari dosa.
Pemahaman ini tercermin dalam banyak ayat Al-Qur'an dan hadis
Nabi Muhammad SAW yang mengingatkan umat Islam untuk tidak terlalu
terpaku pada kesenangan duniawi semata, namun lebih kepada persiapan
untuk akhirat. Dengan demikian, kesadaran akan sifat sementara dan ujian
kehidupan dunia menjadi landasan bagi pengembangan sikap rendah hati,
tawakal kepada Allah, serta ketakwaan yang mendalam dalam menjalani
kehidupan sehari-hari.
2. Kehidupan Akhirat
Kata "akhirat" dalam bahasa Arab berasal dari akar kata "akhirah"
(‫)اْلخرة‬, yang memang memiliki arti "yang terakhir" atau "ujung dari
sesuatu." Oleh karena itu, ketika disebutkan dalam konteks agama Islam,

8
Darwis Harahap dan S. E. I. Ferri Alfadri, Ekonomi Mikro Islam (Merdeka Kreasi Group, 2022),
9

"akhirat" merujuk pada kehidupan setelah mati, yakni kehidupan yang


terjadi setelah kehidupan dunia ini berakhir. 9
Konsep "akhirat" dalam Islam mencakup kehidupan setelah
kematian, di mana amal perbuatan manusia selama hidup di dunia akan
dihitung dan diadili oleh Allah. Ada dua keadaan utama dalam akhirat: surga
sebagai tempat kebahagiaan dan pahala bagi orang yang saleh, serta neraka
sebagai tempat siksaan bagi orang yang durhaka.
Jadi, sementara akar kata "akhirah" memang memiliki arti "ujung
dari sesuatu" dalam bahasa Arab, dalam konteks agama Islam, "akhirat"
lebih khusus merujuk pada kehidupan setelah mati yang bersifat abadi dan
menentukan nasib akhir manusia berdasarkan amal perbuatan mereka
selama hidup di dunia ini.

C. Keseimbangan Dunia Akhirat


Umat muslim percaya bahwa adanya kehidupan abadi setelah
kematian yang disebut kehidupan akhirat. Di mana semua amal perbuatan
kita akan di pertanggungjawabkan di akhirat nanti. Banyak dari umat
muslim yang hanya mencari kebahagiaan di dunia semata sehingga melupakan
akan adanya akhirat. Tidak sedikit juga umat muslim yang hanya
memikirkan akhirat semata dan melupakan kewajibannya di dunia. Allah SWT
membagi kehidupan menjadi dua bagian, yakni kehidupan dunia dan
akhirat. Apa yang dilakukan manusia di dunia akan berdampak dalam
kehidupan akhirat, nikmat dan tidaknya sesorang di akhirat sangat
bergantung kepada bagaimana ia menjalani kehidupan didunia ini.

Manakala manusia beriman dan beramal saleh dalam kehidupan di


dunia, ia pun akan kenikmatan dalam kehidupan di akhirat. Karena itu,
ketika seseorang berorientasi memperoleh kebahagiaan dalam kehidupan di
akhirat, maka ia akan menjalani kehidupan di dunia ini dengan sebaik-baiknya
sebagaimana sesuai yang ditentukan oleh Allah SWT. Ketika manusia

9
Rizem Aizid, Kekalkah Kita di Alam Akhirat?: Tahapan-tahapan Hidup Manusia di Alam Akhirat
(SAFIRAH, 2016), 12
10

berorientasi kepada kehidupan akhirat, bukan berarti ia tidak boleh


menikmati kehidupan di dunia ini, hal ini karena segala hal-hal yang
bersifat duniawi sangat disukai oleh manusia karenanya islam tidak
pernah mengharamkan manusia untuk menikmati kehidupan duniawinya
selama tidak melanggar ketentuan Allah SWT, apalagi sampai melupakan
Allah SWT sebagai pencipta dan pengatur dalam hidup ini.

Manusia memang memandang indah segala hal yang bersifat


duniawi dan itu wajar-wajar saja selama ia tidak mengabaikan tempat
kembalinya. Allah SWT berfirman yang artinya “Dijadikan indah
(pandangan) manusia kecintaan kepada apa-apa yang diingini, yaitu: wanita-
wanita, anak-anak, harta yang banyak dari jenis emas, perak, kuda pilihan,
binatang-binatang ternak dan sawah ladang. Itulah kesenagan hidup di
dunia dan di sisi Allah lah tempat kembali yang baik (surga).”(Q.S. Al-
Imran:14)10

10
Hadis Idri, Hadis Ekonomi: Ekonomi Dalam Perspektif Hadis Nabi (Kencana, 2010),
11

BAB IV

PENUTUP

Kesimpulan
Keseimbangan dunia akhirat merupakan ajaran utama dalam kehidupan
beragama. Pentinganya menjalankan kehidupan dunia dengan tetap mengingat
kehidupan akhirat, sehingga keduanya dapat berjalan selaras dan saling
mendukung. Untuk mencapai keseimbangan dunia akhirat yang di perhatikan yaitu
mengutamakan akhirat tetapi tidak mengabaikan dunia, menjadikan dunia sebagai
ladang akhirat dalam artian setiap tindakan diniatkan untuk ibadah dan bernilai
pahala di akhirat, menjaga keimanan dan ketaqwaan kepada tuhan, mencari rezeki
yang halal dan berkah, menikmati dunia secukupnya tidak berlebihan,dan Ikhlas
dan bersyukur atas segala pemberian tuhan. Setiap manusia memiliki kadar
kemampuan dan tantangan berbeda dalam meraih keseimbangan dunia akhirat.
Yang terpenting adalah niat tulus dan usaha sungguh-sungguh untuk menjadi
pribadi yang lebih baik.
12

DAFTAR PUSTAKA

Aizid, Rizem. Kekalkah Kita di Alam Akhirat?: Tahapan-tahapan Hidup Manusia


di Alam Akhirat. SAFIRAH, 2016.
Al Arif, M. Nur Rianto. “Lembaga Keuangan Syariah: Suatu Kajian Teoretis
Praktis.” Pustaka Setia, 2012.
Fuadi, Fuadi, Eko Sudarmanto, Basaria Nainggolan, Sri Martina, Noni ROZANI,
Nurani Puspa Ningrum, Ahmad Fauzul Hakim Hasibuan, Muhammad Fitri
Rahmadana, Edwin Basmar, dan Erna Hendrawati. “Ekonomi Syariah.”
Yayasan Kita Menulis, 2022.
Harahap, Darwis, dan S. E. I. Ferri Alfadri. Ekonomi Mikro Islam. Merdeka
Kreasi Group, 2022.
Huda, Nurul. Ekonomi pembangunan islam. Prenada Media, 2017.
Idri, Hadis. Hadis Ekonomi: Ekonomi Dalam Perspektif Hadis Nabi. Kencana,
2010.
Kharisma, Puguh, dan Prabowo Yudo Jayanto. “Faktor-Faktor yang
Mempengaruhi Minat Menggunakan E-Zakat dalam Membayar Zakat,
Infaq, dan Sedekah.” AKSES: Jurnal Ekonomi Dan Bisnis 16, no. 1
(2021).
Mutmainah, Nur. “Analisis Pendistribusian zakat Infak Dan Sedekah Sebagai
Upaya Pengentasan Kemiskinan (Studi Pada Badan Amil Zakat Nasional
Kabupaten Blora).” PhD Thesis, IAIN KUDUS, 2023.
Rahman, Fazlur. tema-tema pokok Al-quran. Mizan Pustaka, 2018.
“Sunnah.com - Sayings and Teachings of Prophet Muhammad (‫)صلى هللا عليه و سلم‬.”

Anda mungkin juga menyukai