Anda di halaman 1dari 14

HALAMAN JUDUL

PERKEMBANGAN IJTIHAD ERA TABI’IN


Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas akhir semester pada mata kuliah
Ilmu Perbandingan Madzhab

Dosen Pengampu:
Prof. Dr. H. Makhrus Munajat, S.H., M.Hum.

Oleh:
Muhamad Ainun Najib, S.H.

PROGRAM MAGISTER ILMU AGAMA ISLAM


KONSENTRASI HUKUM ISLAM
UNIVERSITAS ISLAM INDONESIA
YOGYAKARTA
2021

i|ILMU PERBANDINGAN MADZHAB


ii | I L M U P E R B A N D I N G A N M A D Z H A B
KATA PENGANTAR

‫الرِح ْي ِم‬
َّ ‫الر ْح َم ِن‬ ِ ‫بِس ِم‬
َّ ‫اهلل‬ ْ
‫اجا َوقَ َم ًرا‬ ِ ِ ِ ِ ِ َّ ِ ‫اد ِه َخبِْيرا ب‬ ِ ‫اَلْحم ُد لِلَّ ِه الَّ ِذي َكا َن بِ ِعب‬
ً ‫الس َماء ُب ُرْو ًجا َو َج َع َل ف ْي َها س َر‬ َّ ‫ َتبَ َار َك الذ ْي َج َع َل في‬،‫ص ْي ًرا‬ َ ً َ ْ َْ
ِ ِ ِ ِ ْ ‫ أ‬.‫ُمنِْي ًرا‬
‫ َو َداعيَا‬،‫ْح ِّق بَش ْي ًرا َونَذ ْي ًرا‬ َ ‫ور ُس ولُهُ الَّذ ْي َب َعثَ هُ بِ ال‬ ْ ‫َش َه ُد اَ ْن الَ إِلَهَ إِالَّ اهللُ وأ‬
َ ُ‫َش َه ُد اَ َّن ُم َح َّم ًدا َع ْب ُده‬
‫ أ ََّما َب ْع ُد‬.‫ص ْحبِ ِه َو َسلِّ ْم تَ ْسلِ ْي ًما َكثِْي ًرا‬ ِِ ِ
َ ‫ص ِّل َعلَْيه َو َعلَى آله َو‬
ِ ‫إِلَى الْح ِّق بِِإ ْذنِِه و ِسر‬
َ ‫ اَللَّ ُه َّم‬.‫اجا ُمن ْي ًرا‬
ً َ َ َ
Segala puji bagi Allah swt, Tuhan Yang Maha Mengetahui atas segala sesuatu dan telah
mengajarkan kepada hamba-Nya dengan berbagai macam ilmu pengetahuan. Yang hanya
dengan rahmat, hidayah dan inayah-Nya, penulis dapat menyelesaikan tugas makalah ini
dengan judul Munasabah antar surat dan antar ayat dalam al-Qur’an.
Sholawat dan salam senantiasa tercurahkan kepada Nabiyullah wa Rasuluhu
Muhammad saw yang Nur-nya dapat menerangi segala sisi-sisi gelap kehidupan manusia.
Makalah dengan judul Perkembangan Ijtihad Era Tabi’in ini ditulis untuk memenuhi
tugas perkuliahan Ilmu Perbandingan Madzhab pada Program Studi Ilmu Agama Islam
konsentrasi Hukum Islam, Universitas Islam Indonesia yang diampu oleh Prof. Dr. H.
Makhrus Munajat, S.H., M.Hum. Tulisan ini masih jauh dari kata komprehensif, karena
hanya membahas secara sekilas mengenai perkembangan ijtihad periode tabi’in. Terlepas dari
hal tersebut, penulis berharap tulisan ini dapat memberikan manfaat setidaknya untuk pribadi
penulis, terlebih bagi rekan-rekan mahasiswa Magister Ilmu Agama Islam konsentrasi
Hukum Islam, Universitas Islam Indonesia.

Pesawaran, 20 Mei 2021


Penulis,

Muhamad Ainun Najib, S.H.

i|ILMU PERBANDINGAN MADZHAB


DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL...................................................................................................................i
KATA PENGANTAR.................................................................................................................ii
DAFTAR ISI.............................................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN..........................................................................................................1
A. Latar Belakang...........................................................................................................................1
B. Rumusan masalah......................................................................................................................2
BAB II PEMBAHASAN...........................................................................................................3
A. Pengertian-pengertian................................................................................................................3
1. Pengertian Ijtihad...................................................................................................................3
2. Pengertian Tabi’in..................................................................................................................3
B. Pemikiran Hukum Islam Masa Tabi’in......................................................................................5
C. Contoh Hasil Ijtihad Tabi’in......................................................................................................8
BAB III PENUTUP....................................................................................................................9
A. Kesimpulan................................................................................................................................9
B. Saran..........................................................................................................................................9
DAFTAR PUSTAKA...............................................................................................................10

ii | I L M U P E R B A N D I N G A N M A D Z H A B
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Ditinjau dari segi teologis, Islam merupakan sebuah ajaran yang bersifat Ilahiyah atau
Berorientasi kepada Ajaran Ketuhanan. Sedangkan apabila ditinjau dari segi historis maupun
sosiologis, Islam lebih cenderung kepada sebuah peradaban atau kultural yang bersinggungan
langsung dengan realita sosial dalam kehidupan manusia, artinya Islam tidak lagi hanya
dipandang sebagai sebuah doktrin yang mengekang namun juga bermanifestasi kedalam
ruang lingkup sosial yang dipengaruhi dinamika sejarah, sebagaimana mengutip pernyataan
Azyumardi Azra bahwa Islam adalah agama yang menyejarah.
Islam yang dibawa oleh Rasulullah saw dengan Al-Qur’an sebagai kitab suci yang
diturunkan oleh Allah swt bukan saja diperuntukkan untuk orang arab pada masa Nabi
semata, namun juga untuk seluruh alam semesta tak lekang oleh waktu dan kondisi sesuai
sepanjang masa hingga hari akhir. Islam adalah agama Rahmatan Lil Alamin yang mengatur
segala sendi-sendi kehidupan manusia secara lengkap mulai dari hal-hal sederhana seperti
misalnya aturan-aturan mengenai kebersihan diri sampai dengan hal-hal yang lebih serius
seperti halnya ibadah, jihad, muamalah, dan lain sebagainya.
Agama Islam yang mengatur segala aspek kehidupan umatnya, perlu dipahami secara
dinamis karena perkembangan zaman sudah pasti menuntut perkembangan aturan dan
hukum. Oleh karenanya setelah Rasulullah saw wafat, banyak bermunculan tokoh-tokoh
pemikir Islam yang mengembangkan pemikiran syariat dengan berijtihad agar ajaran Islam
itu sendiri dapat menjadi solusi berbagai permasalahan sosial yang muncul.
Perkembangan pemikiran hukum Islam yang lahir dari hasil ijtihad ini sudah langsung
dimulai sejak era kekhalifahan rasyidah, khususnya ketika Umar bin Khattab menjabat
sebagai Khalifah Islam kedua. Banyak pemikiran-pemikiran progresif yang dilahirkan oleh
Umar bin Khattab bahkan terhadap ayat-ayat yang dinilai qath’i dalalah-nya. Lantas
selanjutnya perkembangan pemikiran hukum Islam mengalami peningkatan yang cukup
signifikan pada masa tabi’in dan tabi’ut tabi’in sebagai konsekuensi logis dari perluasan
wilayah Islam dan perkembangan zaman dan kondisi sosial masyarakat.
Dalam tulisan ini, pemakalah berfokus pada perkembangan ijtihad atau pemikiran
hukum Islam pada era tabi’in dengan merumuskan pembahasan sebagai berikut:

1|ILMU PERBANDINGAN MADZHAB


B. Rumusan masalah
1. Apa yang dimaksud ijtihad?
2. Siapa yang dimaksud tabi’in?
3. Bagaimana perkembangan pemikiran hukum Islam pada masa tabi’in?

2|ILMU PERBANDINGAN MADZHAB


BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian-pengertian
1. Pengertian Ijtihad
Ijtihad secara lughawiy merupakan bentuk mashdar dari fi’il madhi (‫يجتهد‬ - ‫)إجته د‬
yang bermakna “kesungguhan, kesulitan, kesusahan, atau ketekunan”, yang mengikuti wazan
fi’il tsulatsi mazid ‫يفتعل‬ – ‫ إفتعل‬yang berfaedah mubalaghah (melebihkan).
Sedangkan menurut istilahiy Ijtihad dimaknai sebagai pengerahan daya upaya untuk
sampai kepada hukum syara’ dari dalil yang terinci, dengan bersumber dari dalil-dalil syara’.
Seseorang yang senantiasa melakukan ijtihad untuk menemukan hukum Islam biasa disebut
mujtahid. Yusuf Qardhawi dalam bukunya mengartikan ijtihad sebagai usaha maksimal dalam
melahirkan hukum-hukum syariat dari dasar-dasarnya melalui pemikiran dan penelitian
serius.1
Secara umum, dapat dipahami bahwa Ijtihad adalah aktifitas baik fisik maupun pikiran
secara maksimal dan bersungguh-sungguh untuk menemukan hukum fiqh dengan meneliti
dalil-dalil syara’. Sejarah mencatat bahwa aktifitas yang demikian itu sudah ada bahkan sejak
masa Rasulullah masih hidup meskipun dalam porsi yang kecil. Berbeda dengan era-era
setelahnya, yaitu era Sahabat, era Tabi’in dan era para imam Mujtahid.
Terdapat tiga hal yang menjadi sebab perlunya ijtihad, pertama, banyaknya kejadian
baru yang membutuhkan jawaban hukum yang secara lahiriah tidak terdapat dalam Al-Qur’an
maupun Sunnah. Kedua, timbul masalah-masalah yang secara lahir ketentuannya telah diatur
dalam Al-Qur’an atau Sunnah namun dalam keadaan tertentu sulit untuk diterapkan dan
menghendaki pemahaman baru agar relevan dengan persoalan yang tengah dihadapi. Ketiga,
ditemukan penjelasan dalam Al-Qur’an terhadap suatu kejadian secara jelas dan terpisah,
namun ketika terjadi pada keadaan yang lain, terdapat kesulitan dalam menerapkan dalil yang
ada.2

1
Tri Ermayani, “Ijtihad Sahabat di Tengah Pergumulan Transformasi Pemikiran Hukum” dalam Jurnal Humanika
Vol. 6 No. 1, Maret 2006, hlm, 42.
2
Ibid., hlm. 44.

3|ILMU PERBANDINGAN MADZHAB


2. Pengertian Tabi’in
Kata Tabi’in (‫ )ت ابعين‬secara lughawiy merupakan bentuk jama’ dari kata ‫ ت ابع‬yang
merupakan bentuk isim fa’il dari kata (‫يتبع‬ - ‫)تب ع‬ yang berarti mengikuti, sehingga kata
tabi’in dapat diartikan sebagai orang-orang yang mengikuti, atau para pengikut.
Secara istilahiy kata Tabi’in terdapat beberapa definisi yang cukup berbeda, di
antaranya tabi’in didefinisikan sebagai:
‫ وقد كان بينهم‬, ‫زمن التابعين هو زمن الذين لقوا صحابة "رسول اهلل صل اهلل عليه و سلم‬
‫ فتأثر بفقههم و منهجهم في االجتهاد و اال ستنباط‬. ‫من الزم الصحابة رضي اهلل عنهم‬
Periode Tabi’in adalah periode orang-orang yang bertemu dengan para Sahabat
Rasulullah saw. Mereka (hidup)berada di antara para Sahabat ra. Periode tabi’in
ini diwarisi pemahaman dan metode para sahabat dalam berijtihad dan
beristinbath hukum.3
Masa tabiin dimulai sejak wafatnya sahabat nabi terakhir, Abu Thufail al-Laitsi, pada
tahun 100 H (735 M) di kota Makkah; dan berakhir dengan wafatnya Tabiin terakhir, Khalaf
bin Khulaifat, pada tahun 181 H (812 M).4
Imam Ibnu Hajar al-Asqalani dalam karyanya Taqrib at-Tahdzib membagi para tabiin
menjadi empat tingkatan berdasarkan usia dan sumber periwayatannya, yaitu:5
 Para tabiin kelompok utama/senior (kibar at-tabi'in), yang telah wafat sekitar tahun
95 H/713 M. Mereka seangkatan dengan Said bin al-Musayyab (lahir 13 H - wafat 94 H),
 Para tabiin kelompok pertengahan (al-wustha min at-tabi'in), yang telah wafat sekitar
tahun 110 H/728 M. Mereka seangkatan dengan Al-Hasan al-Bashri (lahir 21 H - wafat
110 H) dan Muhammad bin Sirin (lahir 33 H - wafat 110 H),
 Para tabiin kelompok muda (shighar at-tabi'in) yang kebanyakan meriwayatkan hadis
dari para tabiin tertua, yang telah wafat sekitar tahun 125 H/742 M. Mereka seangkatan
dengan Qatadah bin Da'amah (lahir 61 H - wafat 118 H) dan Ibnu Syihab az-Zuhri (lahir
58 H - wafat 124 H),
 Para tabiin kelompok termuda yang kemungkinan masih berjumpa dengan
para sahabat nabi dan para tabiin tertua walau tidak meriwayatkan hadis dari sahabat
nabi, yang telah wafat sekitar tahun 150 H/767 M. Mereka seangkatan dengan Sulaiman
bin Mihran al-A'masy (lahir 61 H - wafat 148 H).
3
Erwan, “Takhrij Al-Furu’ Alal Ushul Periode Ijtihad di Masa Sahabat dan Tabi’in (Kajian Sosiologi – Antropologi
Hukum Islam)” dalam Jurnal Ilmiah Syari’ah, Volume 17 Nomor 2 Juli – Desember 2018., hlm. 173.
4
Nashruddin Baidan, Perkembangan Tafsir al-Qur'an di Indonesia. Surakarta: Tiga Serangkai. 2003, hlm. 10.
5
Asma Sayeed, Women and the Transmission of Religious Knowledge in Islam. Cambridge University Press.
2013, hlm. 82.

4|ILMU PERBANDINGAN MADZHAB


Mayoritas ulama penulis biografi para periwayat hadis (asma ar-rijal) juga membagi
para tabiin menjadi tiga tingkatan berdasarkan Sahabat Nabi yang menjadi guru mereka,
yaitu:6
 Para tabiin yang menjadi murid para sahabat yang masuk Islam sebelum
peristiwa Fathu Makkah,
 Para tabiin yang menjadi murid para Sahabat yang masuk Islam setelah peristiwa
Fathu Makkah,
 Para tabiin yang menjadi murid para Sahabat yang belum berusia dewasa ketika Nabi
Muhammad saw wafat.
B. Pemikiran Hukum Islam Masa Tabi’in
Pada masa ini permasalahan hukum yang muncul semakin kompleks yang terjadi di
berbagai daerah kekuasaan Islam. Seiring dengan perkembangan zaman maka para tabi’in
melakukan ijtihad seperti halnya yang telah dilakukan oleh para sahabat.
Sekitar abad ke-2 hijriyyah terjadi perluasan wilayah kekuasaan Islam sampai kepada
negeri-negeri yang dihuni oleh orang-orang yang bukan bangsa Arab atau tidak berbahasa
Arab dengan beragam situasi dan kondisi serta adat-istiadatnya. Banyak di antara para ulama
yang bertebaran di daerah-daerah tersebut dan tidak sedikit penduduk daerah-daerah itu yang
memeluk agama Islam. Perluasan wilayah yang sudah dilakukan sejak zaman khalifah
rasyidah sudah mencapai wilayah Afrika, Asia, dan Asia Kecil. Dengan semakin tersebarnya
agama Islam dan semakin banyak persoalan hukum yang timbul, yang tidak didapati
ketetapannya dalam Al-Qur’an dan Sunnah, oleh karenanya diperlukan upaya ijtihad guna
mencari ketetapan hukumnya.7
Beberapa tokoh tabi’in yang aktif dalam berfatwa dan berijtihad adalah Sa’id bin
Musayyab di Madinah, Alqamah bin al-Qays serta Ibrahim an-Nakha’I di Irak. 8 Sebagaimana
diungkapkan oleh Sa’id bin Musayyab, bahwa titik tolak para ulama dalam menetapkan
hukum pada zaman ini terbagi pada dua aliran besar, yaitu 1) melihat dari sudut mashlahat,
dan 2) menetapkan hukum melalui qiyas.9

6
Muhammad Siddiqi, Hadith Literature. Oxford: The Islamic Texts Society. 1993, hlm. 29.
7
Muhammad Rijal Fadli, “Tinjauan Historis: Pemikiran Hukum Islam Pada Masa Tabi’in (Imam Hanafi, Imam
Malik, Imam Syafi’I dan Imam Hanbali) Dalam Istinbat Al-Ahkam” dalam Tamaddun: Jurnal Sejarah dan
Kebudayaan Islam, Vol. 8 Issue 1, July 2020, hlm. 8.
8
Fatkan Karim Atmaja, “Perkembangan Ushul Fiqh dari Masa ke Masa” dalam Mizan: Jurnal Ilmu Syariah. Vol. 5
No. 1, Juni 2017., hlm. 29.
9
Wahyu Abdul Jafar, “Ijtihad Dalam Bentang Sejarah Prakodifikasi Ushul Fiqh” dalam Nizam, Vol. 4, No. 01
Januari-Juni 2014, hlm. 47.

5|ILMU PERBANDINGAN MADZHAB


Tabi’in yang menggunakan mashlahat dalam berijtihad mayoritas berpusat di Madinah
dan cenderung dipengaruhi oleh pemikiran-pemikiran Umar ibn Khattab, Aisyah dan Ibn
Umar. Sedangkan mereka yang menggunakan qiyas dipengaruhi oleh pendapat dan ijtihad Ali
ibn Abi Thalib dan Abdullah ibn Mas’ud, yang pemikirannya berkembang di wilayah Kufah.
Namun di samping dua metode tersebut, para tabi’in juga mengutip pendapat sejumlah
sahabat yang lain untuk mendukung ijtihad mereka.10
Yang dimaksud mashlahat dalam konteks ini adalah maslahah mursalah, yaitu
memelihara maksud syara’ dengan jalan menolak segala yang merusak makhluk (mafsadah).
Adapun yang dimaksud qiyas yaitu metode penemuan hukum dengan membandingkan suatu
hal yang belum diketahui hukumnya, kepada suatu hal yang sudah jelas hukumnya
disebabkan adanya sesuatu yang menyatukan keduanya baik dari segi sifat maupun illat nya.
Tabi’in seperti Alqamah bin Waqqas, Al-Laits, dan Ibrahim An-Nakha’i terkenal
dengan menggunakan metode qiyas yang mengandalkan ra’yu, sehingga mereka meneliti
suatu illat hukum dari suatu hukum asal untuk selanjutnya menyamakan kasus hukum yang
dihadapi dengan hukum yang telah ada nash-nya tersebut. Sikap ulama Irak ini tidak berarti
meninggalkan Sunnah Nabi saw, akan tapi sikap tersebut diambil karena sangat sedikit
Sunnah Nabi saw yang bisa mereka temukan seiringan dengan perkembangan permasalahan
hukum di masyarakat. Berbeda dengan para ulama Madinah, mereka dengan mudah
menemukan Sunnah Nabi saw di daerah tersebut. Disinilah awal perbedaan ulama fiqh dan
meng-istinbath-kan hukum yang pada akhirnya muncul 3 (tiga) kelompok ulama yaitu
Madrasah Al-’Iraq, Madrasah Al-Kuffah, dan Madrasah Al-Madinah. Dari ketiga madrasah
ini lah nantinya muncul corak pemikiran Imam Madzahib al-Arba’ah yang hingga saat ini
banyak diikuti pemikirannya oleh umat Islam di dunia. Pada perkembangan selanjutnya,
Madrasah Al-‘Iraq dan Madrasah al-Kuffah dikenal dengan Madrasah Al-Ra’yi, sedangkan
Madrasah Al-Madinah dikenal dengan sebutan Madrasah Al-Hadis.11
Bahkan terdapat salah satu pemikir hukum Islam (mujtahid) pada periode akhir tabi’in
yang pemikirannya terkodifikasi dan banyak memiliki pengikut hingga saat ini, yaitu Imam
Abu Hanifah12 (699-767 masehi / 80-150 hijriyah).
Imam Abu Hanifah memilik nama lengkap Nu’man bin Tsabit bin Zauthi, lahir di
Kufah. Ia hidup pada masa Dinasti Umayyah selama 52 tahun dan di masa Dinasti
10
Ibid., hlm. 54.
11
Op.Cit., Fatkan Karim Atmaja, “Perkembangan Ushul Fiqh …”., hlm. 30.
12
Berdasarkan perbedaan definisi Tabi’in, Abu Hanifah dalam satu definisi dapat dikategorikan sebagai Tabi’in
karena sempat berguru dengan para sahabat Nabi, namun dalam definisi yang lain Abu Hanifah dapat
dikategorikan sebagai Tabi’ut Tabi’in.

6|ILMU PERBANDINGAN MADZHAB


Abbasiyyah selama 18 tahun. Dia sempat berguru kepada beberapa Sahabat Nabi saw yang
masih hidup saat itu, seperti ‘Abdullah bin Mas’ud, Abdullah ibn Abi Aufa dan Sahal bin
Sa’ad.13
Metodenya dalam berijtihad yaitu dengan mengemukakan urutan dalil dalam meng-
istinbath-kan hukum yaitu dengan Al-Qur’an, Al-Sunnah, fatwa yang didasarkan atas
kesepakatan para sahabat, fatwa para tabi’in yang sejalan dengan pemikiran mereka, qiyas
dan istihsan.14
Pada masanya banyak dipengaruhi oleh madrasah Mekkah dan Madrasah Madinah
yang mengedepankan hadits Nabi saw dibandingkan dengan menggunakan ijtihad, kelompok
ini banyak tinggal di Hijaz dan Madinah. Selanjutnya dalam menetapkan keputusan hukum,
ia lebih banyak menggunakan sumber ra’yu atau ijtihad ketimbang hadits Nabi saw,
meskipun banyak juga hadits yang digunakan, kelompok ini lebih banyak mengambil tempat
di wilayah Irak, khususnya Kuffah dan Basrah.15
Oleh karena itu ia lebih dikenal sebagai Ahlu Al-Ra’yi,16 dengan banyak pengikutnya
yang disebut ulama Madzhab Hanafiyyah. Dalam menjelaskan permasalahan hukum ia
berpijak pada pemahaman dasar yang terdiri dari 3 (tiga)17 hal yaitu:
- Masail Al-Ushul yaitu Masail Zhahir Al-Riwayah, adalah masalah-masalah hukum Islam
yang terdapat pada zahir riwayah yaitu suatu permasalahan yang diriwayatkan oleh Abu
Hanifah, dan para sahabatnya, seperti Abu Yusuf, Muhammad, Zufr.
- Al-Nawadir yaitu Masail Ghair Zhahir Al-Riwayah adalah masalah yang telah
diriwayatkan dari Imam Abu Hanifah, selain dari kitab yang enam, menurut Muhammad
bin Hasan yaitu terdapat pada kitab Al-Kisaniyat, Al-Haruniyat, dan Al-Raqiyyat. Dengan
kata lain bahwa jalur periwayat tersebut tidak terdapat pada Zhahir Al-Riwayah yang
kuat dan shahih.
- Al-Fatawa yaitu Al-Nawazil atau Al-Waqi’at adalah masalah-masalah yang dihasilkan
dari keputusan hukum para mujtahid dari kalangan sahabat saat itu atau mujtahid dari
kalangan madzhab hanafiyyah, yang belum pernah ditanyakan dan tidak terdapat riwayat
didalamnya pada masa mujtahid yang terdahulu.

13
Ibid., hlm. 31.
14
Amir Syarifuddin, Ushul Fiqh Jilid 1, Jakarta: Logos Wacana Ilmu, hlm. 22.
15
Ibid, Amir Syarifuddin
16
Ibid, Amir Syarifuddin
17
Muhammad ‘Ali al-Sayyin, Tarikh al-Fiqh al-Islami (tt: Maktabah wa Thaba’ah Ali Shobih wa Auladihi, tt), hlm.
97. lihat juga Muhammad Ibrahim al-Hafnawi, al-Fathu al-Mubin fi Hal Rumuz wa Mushthalahat al-Fuqaha wa
al-Ushuliyyin (tt:tnp, tt), hlm. 11-12

7|ILMU PERBANDINGAN MADZHAB


Abu Hanifah sendiri sepanjang hidupnya tidak menulis satu kitab pun mengenai
pemikiran-pemikirannya termasuk dalam caranya melakukan istinbath hukum, hanya saja
banyak murid-muridnya yang kemudian menuangkan pemikirannya kedalam karya tulis,
salah satunya Abu Yusuf yang dikenal sangat alim, bahkan dianggap dapat mendirikan
madzhabnya sendiri jika ia berkehendak.
Dengan mulai terkodifikasikannya pemikiran Imam Abu Hanifah, para periode
selanjutnya, yaitu tabiut tabi’in budaya kodifikasi pemikiran dalam dunia Islam semakin kuat
sehingga pada periode selanjutnya lahir para Imam Madzahib yang selanjutnya menjadi
gerbang awal zaman keemasan Islam (The Golden Age of Islam). Dengan banyaknya
kodifikasi ini, era para Imam Mujtahid disebut sebagai era tadwin dalam sejarah
perkembangan hukum Islam.
C. Contoh Hasil Ijtihad Tabi’in
Sebagaimana telah disebutkan sebelumnya bahwa ijtihad Tabi’in banyak dipengaruhi
oleh corak pemikiran-pemikiran para Sahabat. Namun tidak jarang hasil ijtihad tabi’in ini
justru berbeda dari ijtihad para sahabat. Misalnya Ali ibn Abi Thalib dan sebagian sahabat
menerima kesaksian salah seorang suami isteri terhadap satu sama lain di pengadilan, begitu
pula mereka juga menerima kesaksian anak-anak terhadap orang tua dan sebaliknya
kesaksian orang tua terhadap anak. Akan tetapi Qadhi Syureih dan sebagian ulama Tabi’in
tidak menerima kesaksian semacam itu karena adanya unsur tuhmah dan kecintaan yang akan
mempengaruhi mereka dalam kesaksiannya.18
Selain itu Sa’id ibn al-Musayyab sebagai salah satu mujtahid tabi’in pernah
memberikan pendapatnya tentang seorang istri yang ditalak tiga oleh suaminya lalu akan
kembali dengan mantan suaminya tersebut adalah cukup dengan melakukan akad nikah
dengan laki-laki lain lantas bercerai tanpa harus bercampur terlebih dahulu. Perndapat ini
berbeda dengan pendapat sahabat yang mengatakan bahwa istri yang ditalak tiga boleh nikah
lagi dengan suami pertamanya bila dia telah bercampur dengan suami kedua dan tidak cukup
dengan akad nikah saja.19
Selain itu Sa’id ibn al-Musayyab juga berpendapat bahwa seseorang yang sedang junub
diperbolehkan membaca Al-Qur’an selama ia tidak memegang mushaf Al-Qur’an itu.
Pendapat ini tentu berbeda dengan para Sahabat.

18
Op. Cit., Erwan, “Takhrij Al-Furu’…”, hlm, 176.
19
Ibid.

8|ILMU PERBANDINGAN MADZHAB


BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
1. Ijtihad adalah aktifitas baik fisik maupun pikiran secara maksimal dan bersungguh-
sungguh untuk menemukan hukum fiqh dengan meneliti dalil-dalil syara’.
2. Tabi’in adalah orang-orang yang bertemu dengan para Sahabat Rasulullah saw.
Mereka (hidup) berdampingan dengan para Sahabat ra. Periode tabi’in ini diwarisi
pemahaman dan metode para sahabat dalam berijtihad dan beristinbath hukum. Masa
tabiin dimulai sejak wafatnya sahabat nabi terakhir, Abu Thufail al-Laitsi, pada tahun
100 H (735 M) di kota Makkah; dan berakhir dengan wafatnya Tabiin terakhir, Khalaf
bin Khulaifat, pada tahun 181 H (812 M)
3. Perkembangan ijtihad pada era Tabi’in terbagi dalam dua aliran besar, yaitu aliran
yang menggunakan metode Mashlahat, dan aliran yang menggunakan metode qiyas.
Pada era ini pemikiran-pemikiran seorang tokoh mulai dikodifikasikan dalam satu
buku sehingga era ini dapat disebut sebagai era tadwin dalam sejarah perkembangan
pemikiran hukum Islam.
B. Saran
Makalah yang penulis susun ini sekedar pembahasan yang sangat global sehingga untuk
memahami lebih mendalam mengenai perkembangan ijtihad pada masa tabi’in dapat dibaca
lebih lanjut dalam jurnal-jurnal ilmiah maupun dalam kutub at-turats yang secara detil
membahas tentang perkembangan ijtihad dalam hukum Islam.

9|ILMU PERBANDINGAN MADZHAB


DAFTAR PUSTAKA

‘Ali al-Sayyin, Muhammad. Tarikh al-Fiqh al-Islami (tt: Maktabah wa Thaba’ah Ali Shobih
wa Auladihi, tt),

Atmaja, Fatkan Karim. “Perkembangan Ushul Fiqh dari Masa ke Masa” dalam Mizan: Jurnal
Ilmu Syariah. Vol. 5 No. 1, Juni 2017.

Baidan, Nashruddin. Perkembangan Tafsir al-Qur'an di Indonesia. Surakarta: Tiga Serangkai.


2003

Ermayani, Tri. “Ijtihad Sahabat di Tengah Pergumulan Transformasi Pemikiran Hukum”


dalam Jurnal Humanika Vol. 6 No. 1, Maret 2006

Erwan, “Takhrij Al-Furu’ Alal Ushul Periode Ijtihad di Masa Sahabat dan Tabi’in (Kajian
Sosiologi – Antropologi Hukum Islam)” dalam Jurnal Ilmiah Syari’ah, Volume 17
Nomor 2 Juli – Desember 2018.

Fadli, Muhammad Rijal. “Tinjauan Historis: Pemikiran Hukum Islam Pada Masa Tabi’in
(Imam Hanafi, Imam Malik, Imam Syafi’I dan Imam Hanbali) Dalam Istinbat Al-
Ahkam” dalam Tamaddun: Jurnal Sejarah dan Kebudayaan Islam, Vol. 8 Issue 1, July
2020.

Hafnawi, Muhammad Ibrahim. al-Fathu al-Mubin fi Hal Rumuz wa Mushthalahat al-Fuqaha


wa al-Ushuliyyin (tt:tnp, tt), hlm. 11-12

Jafar, Wahyu Abdul. “Ijtihad Dalam Bentang Sejarah Prakodifikasi Ushul Fiqh” dalam
Nizam, Vol. 4, No. 01 Januari-Juni 2014.

Sayeed, Asma. Women and the Transmission of Religious Knowledge in Islam. Cambridge
University Press. 2013

Siddiqi, Muhammad. Hadith Literature. Oxford: The Islamic Texts Society. 1993

Syarifuddin, Amir. Ushul Fiqh Jilid 1, Jakarta: Logos Wacana Ilmu.

10 | I L M U P E R B A N D I N G A N M A D Z H A B

Anda mungkin juga menyukai