Anda di halaman 1dari 9

“Analisis Putusan Hakim Berdasarkan Pasal 10 UU No.

48 Tahun 2009 terkait Tindak


Pidana Kekerasan dalam Rumah Tangga”

LOGO UNIV

Di Susun Oleh:

Nama
Nim
Kelas

FAKULTAS

UNIVERSITAS

2024

i
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Mahakuasa karena telah memberikan kesempatan
pada penulis untuk menyelesaikan tugas ini. Atas rahmat dan hidayah-Nya lah penulis dapat
menyelesaikan makalah yang berjudul “Analisis Putusan Hakim Berdasarkan Pasal 10
UU No. 48 Tahun 2009 terkait Tindak Pidana Kekerasan dalam Rumah Tangga” dengan
tepat waktu.

Penulis juga berharap agar makalah ini dapat menambah wawasan bagi pembaca
tentang topik yang dibahas dalam makalah ini. Penulis menyadari makalah ini masih jauh
dari kata sempurna. Oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun akan penulis terima
demi kesempurnaan makalah ini.

Tempat, 30 Januari 2024

Penulis

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.................................................................................................................ii
DAFTAR ISI.............................................................................................................................iii
BAB I.........................................................................................................................................1
PENDAHULUAN......................................................................................................................1
A. Latar Belakang................................................................................................................1
B. Rumusan Masalah...........................................................................................................2
C. Tujuan..............................................................................................................................2
BAB II........................................................................................................................................3
PEMBAHASAN........................................................................................................................3
A. Tujuan Pemidanaan yang Diterapkan Oleh Hakim dalam Kasus KDRT........................3
B. Unsur-Unsur Tindak Pidana KDRT yang Dipertimbangkan oleh Hakim dalam
Memutuskan Perkara..............................................................................................................3
C. Pertimbangan Non-Hukum yang Dipertimbangkan oleh Hakim dalam Memutuskan
Perkara KDRT........................................................................................................................4
BAB III.......................................................................................................................................5
PENUTUP..................................................................................................................................5
A. Kesimpulan.....................................................................................................................5
B. Saran................................................................................................................................5
DAFTAR PUSTAKA.................................................................................................................6

iii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Tindak pidana kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) merupakan salah satu masalah
serius yang melibatkan pelanggaran hak asasi manusia dan merugikan banyak pihak,
terutama korban yang umumnya adalah anggota keluarga. 1 Dalam upaya menanggulangi dan
memberikan perlindungan hukum bagi korban KDRT, Pemerintah Indonesia telah
mengesahkan Undang-Undang No. 48 Tahun 2009 tentang Kekerasan dalam Rumah Tangga.
Pasal 10 UU tersebut memiliki peranan penting dalam mengatur dan menangani tindak
pidana KDRT.
Keberadaan UU No. 48 Tahun 2009 sebagai instrumen hukum yang menangani KDRT
menunjukkan keseriusan pemerintah dalam menangani permasalahan tersebut. Meskipun
demikian, pengalaman di lapangan menunjukkan bahwa masih banyak kendala dan hambatan
dalam penegakan hukum terkait KDRT. Oleh karena itu, penting untuk menganalisis putusan
hakim yang merujuk pada Pasal 10 UU tersebut guna mengetahui sejauh mana peran hukum
dalam menyelesaikan kasus KDRT. Penelitian ini juga dapat memberikan gambaran tentang
interpretasi dan penerapan Pasal 10 oleh hakim dalam konteks kasus KDRT, yang dapat
menjadi acuan penting bagi praktisi hukum, penegak hukum, dan pihak-pihak terkait.2
Tingginya angka kekerasan dalam rumah tangga di Indonesia menunjukkan bahwa UU
No. 48 Tahun 2009 belum sepenuhnya berhasil memberikan efek jera dan perlindungan yang
memadai. Oleh karena itu, analisis terhadap putusan hakim menjadi relevan dalam
mengidentifikasi kelemahan-kelemahan dalam pelaksanaan undang-undang tersebut. Melalui
pemahaman mendalam terhadap putusan hakim, kita dapat mengevaluasi sejauh mana hukum
dapat menjadi alat yang efektif dalam menindak dan mencegah tindak pidana KDRT serta
memberikan keadilan bagi korban.
Perubahan sosial dan budaya juga memiliki dampak signifikan terhadap kasus KDRT,
sehingga perlu dianalisis bagaimana putusan hakim mengakomodasi aspek-aspek ini dalam
memutuskan perkara KDRT. Kesadaran akan hak-hak individu dan keberlanjutan upaya
pencegahan KDRT perlu diakomodasi dalam putusan hakim untuk mencapai tujuan

1
Hertina Sodia Hardani, Wilaela, Nurhasanah Bakhtiar, Perempuan Dalam Lingkaran KDRT (Pekanbaru: Pusat
Studi Wanita (PSW), 2010).
2
Lilik Mahsun, “Pengaruh Perma Nomor 3 Tahun 2017 Terhadap Pertimbangan Yang Mengadili Perempuan
Sebagai Pelaku Kekerasan Dalam Rumah Tangga (Studi Kasus Putusan Pengadilan Negeri Nomor:
180/Pid.Sus/2018/PN.Smn.),” Caraka Justitia 1, no. 1 (2020): 51–65.

1
perlindungan hak asasi manusia dan menciptakan lingkungan yang aman bagi setiap individu
di dalam rumah tangga.3
Pentingnya analisis terhadap putusan hakim berdasarkan Pasal 10 UU No. 48 Tahun
2009 tidak hanya sebagai evaluasi atas pelaksanaan undang-undang, tetapi juga sebagai
sarana edukasi bagi masyarakat. Dengan memahami bagaimana hakim menilai dan
memutuskan kasus KDRT, masyarakat dapat lebih sadar akan hak-hak mereka dan
memahami bahwa kekerasan dalam rumah tangga bukanlah hal yang dapat diterima dalam
norma hukum dan sosial.4 Analisis ini diharapkan dapat menjadi landasan untuk perbaikan
kebijakan dan pelaksanaan hukum yang lebih efektif dalam menangani kasus KDRT di masa
yang akan datang.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang di atas, maka dalam makalah ini dirumuskan
beberapa rumusan masalah yakni:

1. Apa tujuan pemidanaan yang diterapkan oleh hakim dalam kasus KDRT?
2. Unsur-unsur tindak pidana KDRT mana saja yang dipertimbangkan oleh hakim dalam
memutuskan perkara?
3. Apa saja pertimbangan non hukum yang dipertimbangkan oleh hakim dalam
memutuskan perkara KDRT?

C. Tujuan
Sesuai dengan beberapa rumusan masalah di atas, maka tujuan dari makalah ini
sebagai berikut:

1. Untuk mengetahui tujuan pemidanaan yang diterapkan oleh hakim dalam kasus
KDRT?
2. Untuk mengetahui unsur-unsur tindak pidana KDRT yang dipertimbangkan oleh
hakim dalam memutuskan perkara!
3. Untuk mngetahui pertimbangan non hukum yang dipertimbangkan oleh hakim
dalam memutuskan perkara KDRT!

3
Joko Sriwidodo, Pengantar Hukum Kekerasan Dalam Rumah Tangga (Yogyakarta: Percetakan Amara Books,
2021).
4
Peri Umar Farouk, Tindak Pidana KEKERASAN Dalam RUMAH TANGGA (Jakarta: Justice for the Poor
Project, 2020).

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. Tujuan Pemidanaan yang Diterapkan Oleh Hakim dalam Kasus KDRT


Dalam penanganan kasus Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT) di Indonesia,
tujuan pemidanaan yang diterapkan oleh hakim sangat penting untuk mencapai keadilan dan
memberikan efek jera terhadap pelaku. Tujuan pemidanaan dapat diarahkan untuk
memperbaiki perilaku pelaku KDRT. Dengan mengutamakan aspek rehabilitasi, hakim dapat
menjatuhkan sanksi yang bertujuan mengubah pola pikir dan perilaku pelaku agar tidak
mengulangi perbuatannya. Pemidanaan yang fokus pada pembinaan dan perubahan perilaku
dapat memberikan peluang bagi pelaku KDRT untuk menjalani program rehabilitasi yang
dapat membantu mereka mengatasi masalah dan konflik dalam hubungan.5
Selain itu, tujuan pemidanaan juga dapat difokuskan pada pencegahan terjadinya
tindak kejahatan serupa di masa yang akan datang. Hakim dalam kasus KDRT dapat
menjatuhkan hukuman sebagai bentuk peringatan dan efek jera, sehingga dapat memberikan
dorongan untuk masyarakat agar tidak melakukan kekerasan dalam rumah tangga.
Pemidanaan yang memiliki tujuan preventif ini diharapkan dapat menciptakan kesadaran
akan konsekuensi hukum bagi pelaku KDRT dan memberikan dampak positif dalam
mencegah terulangnya tindakan kekerasan tersebut di masyarakat. 6 Dalam konteks Undang-
Undang No. 48 Tahun 2009 terkait Tindak Pidana Kekerasan dalam Rumah Tangga, pasal 10
menjadi dasar bagi hakim untuk menjatuhkan hukuman yang sesuai dengan tingkat
keparahan perbuatan. Hakim dapat mengambil langkah-langkah hukum yang mencakup
rehabilitasi, pembinaan, atau hukuman pidana, sejalan dengan prinsip-prinsip teori integratif.

B. Unsur-Unsur Tindak Pidana KDRT yang Dipertimbangkan oleh Hakim dalam


Memutuskan Perkara
Dalam memutuskan perkara tindak pidana kekerasan dalam rumah tangga (KDRT),
hakim mempertimbangkan unsur-unsur tertentu. Pertama, hakim menilai ancaman sanksi
hukuman yang membebani (severe) untuk memberikan efek jera terhadap pelaku kekerasan.
Kedua, hakim memastikan bahwa ancaman sanksi hukuman seimbang (fit) dengan tingkat
kekerasan yang terjadi, menyesuaikan hukuman dengan seriusnya perbuatan dan dampaknya

5
M. Abdul Kholiq and Ari Wibowo, “Penerapan Teori Tujuan Pemidanaan Dalam Perkara Kekerasan,” Jurnal
Hukum IUS QUIA IUSTUM 23, no. 2 (2016): 186–205.
6
Bayu adji Pangestu and Moh. Din, “Pencapaian Tujuan Pemidanaan Berlandaskan Teori Integratif Pada Tindak
Pidana KDRT (Suatu Penelitian Di Wilayah Hukum Pengadilan Negeri Medan),” Jurnal Ilmiah Mahasiswa
Bidang Hukum Pidana 4, no. 4 (2020): 795–801.

3
terhadap korban.7 Prinsip "ius curia novit" dalam Pasal 10 Undang-Undang Nomor 48 Tahun
2009 memberikan hakim kewenangan untuk memahami dan mengaplikasikan hukum yang
hidup dan berkembang di masyarakat, sehingga keputusan yang diambil tidak hanya
mengikuti aturan tekstual, tetapi juga mencerminkan keadilan dan nilai-nilai sosial.
Dalam konteks penegakan hukum KDRT, hakim juga harus memperhatikan aspek
kecepatan (celerity) dalam memberikan hukuman dan kepastian (certainty) dalam
pelaksanaannya. Keputusan yang cepat dan pasti membantu menciptakan efek jera serta
memperkuat kepercayaan masyarakat terhadap sistem peradilan. Pemahaman hakim terhadap
hukum yang hidup dan berkembang di masyarakat menjadi kunci untuk menjaga
keseimbangan antara kepatuhan terhadap undang-undang dan responsibilitas terhadap
kebutuhan dan keadilan sosial dalam penanganan kasus KDRT.8

C. Pertimbangan Non-Hukum yang Dipertimbangkan oleh Hakim dalam


Memutuskan Perkara KDRT
Berikut merupakan pertimbangan non hukum yang dipertimbangkan oleh hakim
dalam memutuskan perkara KDRT:
1. Latar Belakang, yang merupakan keadaan yang menyebabkan timbulnya keinginan
serta dorongan keras pada diri terdakwa dalam melakukan tindak pidana kriminal.
2. Akibat Perbuatan Terdakwa, perbuatan terdakwa sudah pasti membawa korban
ataupun kerugian pada pihak lain. Bahkan akibat dari perbuatan terdakwa dari
kejahatan yang dilakukan tersebut dapat pula berpengaruh buruk kepada masyarakat.
3. Kondisi Diri Terdakwa, keadaan fisik dimaksudkan adalah usia dan tingkat
kedewasaan, sementara keadaan psikis dimaksudkan adalah berkaitan dengan
perasaan.
4. Agama Terdakwa, keterikatan para hakim terhadap ajaran agama tidak cukup bila
sekedar meletakkan kata “Ketuhanan” pada kepala putusan, melainkan harus menjadi
ukuran penilaian dari setiap tindakan baik tindakan para hakim itu sendiri maupun
tindakan para pembuat kejahatan.9

7
Hamidah Abdurrachman, “Perlindungan Hukum Terhadap Korban Kekerasan Dalam Rumah Tangga Dalam
Putusan Pengadilan Negeri Sebagai Implementasi Hak-Hak Korban,” Jurnal Hukum Ius Quia Iustum 17, no. 3
(2010): 475–91, https://doi.org/10.20885/iustum.vol17.iss3.art7.
8
Dewi Karya, “Tindak Pidana Kekerasan Dalam Rumah Tangga Yang Dilakukan Suami Terhadap Istri,”
DIH,Jurnal Ilmu Hukum 9, no. 17 (2013): 35–46.
9
Mahsun, “Pengaruh Perma Nomor 3 Tahun 2017 Terhadap Pertimbangan Yang Mengadili Perempuan Sebagai
Pelaku Kekerasan Dalam Rumah Tangga (Studi Kasus Putusan Pengadilan Negeri Nomor:
180/Pid.Sus/2018/PN.Smn.).”

4
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Dalam menganalisis putusan hakim berdasarkan Pasal 10 UU No. 48 Tahun 2009
terkait tindak pidana Kekerasan dalam Rumah Tangga (KDRT), dapat disimpulkan bahwa
tujuan pemidanaan yang diterapkan oleh hakim mencakup aspek rehabilitasi dan preventif.
Hakim berupaya memberikan efek jera kepada pelaku KDRT, sekaligus memastikan bahwa
sanksi hukuman seimbang dengan tingkat kekerasan yang terjadi. Unsur-unsur tindak pidana
KDRT menjadi pertimbangan utama hakim, dengan prinsip ius curia novit yang memberikan
fleksibilitas dalam penerapan hukum. Selain itu, hakim juga mempertimbangkan aspek non-
hukum seperti latar belakang, akibat perbuatan terdakwa, kondisi diri terdakwa, dan agama
terdakwa. Kecepatan dan kepastian dalam penegakan hukum juga menjadi faktor penting.
Meskipun UU No. 48 Tahun 2009 merupakan langkah serius pemerintah dalam menangani
KDRT, analisis terhadap putusan hakim menunjukkan bahwa masih diperlukan perbaikan
dalam implementasi untuk mencapai tujuan perlindungan hak asasi manusia dan pencegahan
tindakan kekerasan.

B. Saran
Dalam meningkatkan efektivitas penanganan kasus KDRT, diperlukan upaya
pemantauan dan evaluasi secara kontinu terhadap implementasi Pasal 10 UU No. 48 Tahun
2009. Penguatan pelatihan dan kesadaran hakim mengenai aspek-aspek non-hukum, seperti
latar belakang, akibat perbuatan, kondisi diri, dan nilai-nilai agama terdakwa, dapat
membantu menghasilkan putusan yang lebih tepat. Selain itu, perlu adanya kerjasama antara
lembaga penegak hukum, pemerintah, dan lembaga non-pemerintah dalam menyediakan
dukungan rehabilitasi bagi pelaku KDRT. Penguatan pemahaman masyarakat terhadap hak-
hak mereka melalui edukasi juga perlu diperkuat. Langkah-langkah ini diharapkan dapat
menciptakan lingkungan yang lebih aman, memberikan perlindungan yang adekuat bagi
korban, dan mengurangi angka kekerasan dalam rumah tangga di Indonesia.

5
DAFTAR PUSTAKA

Abdurrachman, Hamidah. “Perlindungan Hukum Terhadap Korban Kekerasan Dalam Rumah


Tangga Dalam Putusan Pengadilan Negeri Sebagai Implementasi Hak-Hak Korban.”
Jurnal Hukum Ius Quia Iustum 17, no. 3 (2010): 475–91.
https://doi.org/10.20885/iustum.vol17.iss3.art7.

Farouk, Peri Umar. Tindak Pidana KEKERASAN Dalam RUMAH TANGGA. Jakarta: Justice
for the Poor Project, 2020.

Karya, Dewi. “Tindak Pidana Kekerasan Dalam Rumah Tangga Yang Dilakukan Suami
Terhadap Istri.” DIH,Jurnal Ilmu Hukum 9, no. 17 (2013): 35–46.

Kholiq, M. Abdul, and Ari Wibowo. “Penerapan Teori Tujuan Pemidanaan Dalam Perkara
Kekerasan.” Jurnal Hukum IUS QUIA IUSTUM 23, no. 2 (2016): 186–205.

Mahsun, Lilik. “Pengaruh Perma Nomor 3 Tahun 2017 Terhadap Pertimbangan Yang
Mengadili Perempuan Sebagai Pelaku Kekerasan Dalam Rumah Tangga (Studi Kasus
Putusan Pengadilan Negeri Nomor: 180/Pid.Sus/2018/PN.Smn.).” Caraka Justitia 1,
no. 1 (2020): 51–65.

Pangestu, Bayu adji, and Moh. Din. “Pencapaian Tujuan Pemidanaan Berlandaskan Teori
Integratif Pada Tindak Pidana KDRT (Suatu Penelitian Di Wilayah Hukum
Pengadilan Negeri Medan).” Jurnal Ilmiah Mahasiswa Bidang Hukum Pidana 4, no.
4 (2020): 795–801.

Sodia Hardani, Wilaela, Nurhasanah Bakhtiar, Hertina. Perempuan Dalam Lingkaran KDRT.
Pekanbaru: Pusat Studi Wanita (PSW), 2010.

Sriwidodo, Joko. Pengantar Hukum Kekerasan Dalam Rumah Tangga. Yogyakarta:


Percetakan Amara Books, 2021.

Anda mungkin juga menyukai