BAB I ......................................................................................................................... 3
PENDAHULUAN........................................................................................................ 3
A. LATAR BELAKANG.......................................................................................... 3
B. RUMUSAN MASALAH......................................................................................8
C. TUJUAN PENELITIAN......................................................................................8
D. MANFAAT PENELITIAN...................................................................................8
BAB II......................................................................................................................... 9
TINJAUAN TEORI......................................................................................................9
A. Hubungan Utang Luar Negeri terhadap Pertumbuhan Ekonomi di Indonesia...9
B. Hubungan Inflasi dengan Cadangan Devisa terhadap Utang Luar Negeri......11
C. Hubungan Defisit Anggaran Terhadap Utang Luar Negeri..............................13
D. Studi dan Penelitian Empiris Terdahulu..........................................................15
E. Kerangka Pemikiran........................................................................................16
BAB III...................................................................................................................... 18
METODE PENELITIAN............................................................................................ 18
A. Ruang Lingkup Penelitian...............................................................................18
C. Jenis dan Sumber Data...................................................................................18
D. Model Analisis...................................................................................................18
E. Hasil dan Pembahasaan.................................................................................19
DAFTAR PUSTAKA.................................................................................................21
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Indonesia banyak diklasifikasikan sebagai negara yang sedang berkembang.
Berdasarkan karakteristik sebenarnya Indonesia merupakan negara yang sedang maju bukan
sedang berkembang. Kriteria ini didasarkan pada beberapa literatur diantaranya: Tahun 2020
tinggal menghitung hari. Tentunya, di sepanjang 2019, ada banyak permasalahan yang
pertumbuhan ekonomi Indonesia tak mencapai target pemerintah dalam APBN yang sebesar
5,3%.
Kementerian Keuangan meramal, ekonomi Indonesia hanya akan tumbuh sebesar 5,05%.
Wakil Menteri Keuangan Suahasil Nazara mengatakan, proyeksi tersebut sejalan dengan
ekspektasi pertumbuhan ekonomi global yang kian menurun. Ekonomi dunia tahun ini
diramal hanya akan tumbuh 3%, level terendah sejak krisis finansial global pada 2008 silam
Data yang dirilis Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan, pertumbuhan konsumsi rumah
tangga pada kuartal III-2019 ini tercatat sebesar 5,01% (yoy). Padahal pada kuartal
Padahal, konsumsi rumah tangga memiliki kontribusi yang besar pada pertumbuhan ekonomi
Beberapa komponen dalam konsumsi rumah tangga yang mengalami penurunan dari kuartal
sebelumnya adalah komponen perumahan dan perlengkapan rumah tangga sebesar 1,07%
Selain itu ada juga pencatatan penurunan lain untuk komponen transportasi dan komunikasi
sebesar 0,34% dari kuartal sebelumnya sehingga menjadi 4,35%.
2. Andil ekspor bersih terhadap pertumbuhan menurun
Founder lembaga riset dan kebijakan ekonomi Sigma Phi Indonesia, Arif Budimanta menilai,
meskipun ekonomi masih tumbuh positif, tetapi realisasi data pertumbuhan terbaru ini
menjadi peringatan bahwa perekonomian nasional tengah menghadapi problem struktural
sehingga belum mampu tumbuh cepat seperti yang diinginkan Presiden Jokowi yakni di atas
7%.
"Selain itu, ekonomi nasional diperburuk dengan kondisi ekonomi global yang melambat dan
risiko ketidakpastian yang meningkat," ujarnya dalam siaran pers yang diterima Kontan.co.id,
Selasa (5/11)
Arif mengatakan, komponen ekspor bersih maupun investasi yang diharapkan tumbuh tinggi
dan mengubah struktur PDB justru mengalami perlambatan yang cukup signifikan sehingga
belum berhasil mentransformasi struktur PDB Indonesia yang hingga saat ini masih sangat
didominasi oleh sektor konsumsi.
Jika dibandingkan dengan periode yang sama tahun 2018 lalu, andil investasi dan ekspor
bersih terhadap pertumbuhan telah menurun. Pada tahun lalu pembentukan modal tetap bruto
(PMTB) memiliki andil 2,24% terhadap pertumbuhan ekonomi, sedangkan pada tahun ini
hanya sebesar 1,38%.
Meskipun andil ekspor bersih membaik yakni dari -1,1% pada triwulan III 2018 menjadi
positif 1,81% pada triwulan III 2019, tetapi lebih disebabkan karena impor yang terkontraksi
8,61% (yoy) sedangkan ekspor hanya tumbuh 0,02%.
Peringkat daya saing Indonesia secara global mengalami kemunduran pada tahun ini.
World Economic Forum (WEF) dalam laporan tahunan terbarunya Indeks Daya Saing Global
atau Global Competitiveness Index (GCI) Report 2019 menurunkan posisi Indonesia
sebanyak lima peringkat dari posisi ke-45 menjadi ke-50.
Terdapat 12 indikator atau pilar yang menjadi penilaian WEF. Masing-masing diberi skor
dalam skala 0-100, semakin besar skornya maka semakin ideal pula daya saing pada indikator
tersebut.
Dari 12 pilar, Indonesia mengalami penurunan skor pada lima pilar. Pertama, pilar aposi TIK
(ICT Adoption) yang hanya mendapat skor 55,4.
Kedua, pilar kesehatan (health) juga mengalami penurunan dengan skor 70,8. Ekspektasi
hidup sehat pada manusia di Indonesia terhitung hanya 62,7 tahun.
Ketiga, pilar kemampuan SDM (skills) juga menurun dengan skor 64. Penurunan terlihat
pada indikator kemampuan (skillset) para lulusan, kemampuan digital pada populasi
produktif, dan kemudahan mendapatkan tenaga kerja terampil.
Keempat, penurunan juga terjadi pada pilar pasar tenaga kerja dengan skor 57,7. Indikator
perbandingan bayaran dan produktivitas, tarif pajak tenaga kerja, fleksibilitas penentuan
upah, dan kebijakan pasar tenaga kerja yang berlaku saat ini menjadi beberapa penyebabnya.
Kelima, daya saing Indonesia juga menurun pada pilar produk di pasar (Product Market).
Indikator yang menyebabkan penurunan adalah efek distorsi kebijakan pajak dan subsidi
pada saing, dominasi pasar, dan non-tariff barriers, serta kompleksitas tarif pada produk-
produk Indonesia.
Indonesia meraih skor cukup tinggi pada pilar stabilitas makroekonomi (macroeconomic
stability) dengan nilai 90 dan ukuran pangsa pasar (market size) dengan nilai 82,4.
Kementerian Keuangan (Kemkeu) akan menghentikan sementara penyaluran dana desa tahap
ketiga.
Pembekuan ini dilakukan sembari menunggu proses verifikasi yang dilakukan Kementerian
Dalam Negeri (Kemdagri) terkait desa yang bermasalah, termasuk dugaan adanya desa fiktif.
"Pembekuan akan dilakukan pada penyaluran dana desa tahap ketiga kepada desa-desa sesuai
hasil identifikasi dari Kemdagri," kata Astera, Selasa (19/11).
Direktur Fasilitas Keuangan dan Aset Pemerintah Desa Kemdagri Benny Irawan mengatakan,
pihaknya masih fokus melakukan validasi desa fiktif di Kabupaten Konawe, Sulawesi
Tenggara.
Sejauh ini, Kemdagri menemukan empat desa yang terbukti melakukan kesalahan
administrasi, yaitu Desa Arombu Utama Kecamatan Latoma, Desa Lerehoma Kecamatan
Anggaberi, Desa Wiau Kecamatan Routa, dan Desa Napooha Kecamatan Latoma.
"Dana desa di keempat desa itu sudah turun Rp 9,3 miliar dari 2017 (ke RKUD). Dari Rp 9,3
miliar, baru 47% yang disalurkan ke empat desa itu," tutur Benny.
Ia memastikan, pemeriksaan masih terus berlanjut. Sehingga, ada kemungkinan jumlah desa
temuan yang bermasalah bertambah.
5. Literasi digital rendah dan kurangnya perlindungan pemerintah
Indonesia diprediksi menjadi negara terbesar dalam pertumbuhan ekonomi digital di Asia.
Selain itu Presiden Joko Widodo juga menargetkan ekonomi digital akan berkontribusi pada
PDB mencapai Rp 730 triliun pada tahun 2025.
Sayangnya, hal ini tidak diimbangi dengan kesiapan dan perlindungan pemerintah terhadap
ekonomi digital. Salah satu bukti, Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI)
melaporkan aduan terkait ekonomi digital merupakan yang terbanyak dalam tiga tahun
terakhir
Pengaduan yang terkait ekonomi digital berkisar 16% hingga 20% dari total komoditas
pengaduan yang diterima YLKI. Hal itu disebabkan kurangnya literasi dan perlindungan dari
pemerintah.
"Pengaduan itu berupa transaksi produk e-commerce dan pinjaman online," ujar Ketua
Pengurus Harian YLKI Tulus Abadi dalam siaran pers (20/12).
Literasi digital masyarakat Indonesia yang masih rendah merupakan salah satu pendorong
banyaknya laporan konsumen. Masyarakat Indonesia dinilai belum mampu memberikan
prinsip kehati-hatian dalam Perlindungan Data Pribadi (PDP).
Selain literasi, regulasi masih menjadi kendala bagi perlindungan konsumen dalam sektor
ekonomi digital. Bahkan Tulus bilang belum hadir dalam melindungi konsumen di era
ekonomi digital.
Salah satunya masalah belum adanya Undang-Undang PDP. Selain itu Rancangan Peraturan
Pemerintah (RPP) tentang Transaksi Perdagangan Melalui Sistem Elektronik (TPMSE) juga
masih belum menunjukkan penyelesaian.
Kedua regulasi itu diungkapkan Tulus sangat dibutuhkan. Oleh karena itu YLKI mendesak
pemerintah segera mengesahkan dua aturan tersebut.
Akhir tahun 2019 tinggal menghitung jam. Artinya batas waktu otoritas pajak mengejar
penerimaan negara semakin sempit. Mampukah Ditjen Pajak Kementerian Keuangan
menambal penerimaan pajak sebesar Rp 311 triliun?
Dengan target tersebut, otoritas pajak harus bergegas mengejar sekitar 19% dari total target
ujung tahun 2019. Namun demikian, pemerintah menyadari bahwa pelemahan ekonomi
global yang berdampak ke dalam negeri membuat realisasi penerimaan pajak meleset dari
target yang ditetapkan.
Pencapaian penerimaan pajak sampai dengan November 2019 yang baru 72% dari target
sudah mencerminkan kegelisahan pemerintah
Berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik (BPS), Indonesia mengalami kontraksi
pertumbuhan ekonomi pada tahun 2020 sebesar -2,07 persen. Hal ini menyebabkan
perekonomian Indonesia pada tahun 2020 mengalami deflasi atau penurunan drastis karena
perkembangan ekonomi di Indonesia mempunyai pegerakan yang kurang stabil. Perubahan
yang terjadi dipengaruhi oleh adanya pandemi Covid-19.
Pemerintah Indonesia mengeluarkan berbagai kebijakan guna mengurangi rantai penyebaran
pandemi Covid-19 namun kebijakan ini menyebabkan berkurangnya jumlah konsumsi
Rumah Tangga (RT) dan konsumsi Lembaga Non Profit yang melayani Rumah Tangga
(LNPRT) padahal kedua konsumsi ini sangat memberi pengaruh atas kontraksi pada Produk
Domestik Bruto (PDB). Konsumsi di Indonesia tidak terkendali karena situasi yang terjadi
dan menyebabkan perekonomian pada konsumsi Rumah Tangga (RT) mengalami
penurunan dari 5,04 persen menjadi -2,63 persen dan konsumsi Lembaga Non Profit yang
melayani Rumah Tangga (LNPRT) mengalami penurunan dari 10,62 persen menjadi -4,29
persen .
Konsumsi Pemerintah mengalami penurunan dari 3,25 persen menjadi 1,94 persen. Hal ini
karena Pemerintah mengurangi alokasi di bidang infrastruktur pada tahun 2020 sedangkan
anggaran untuk kesehatan lebih ditingkatkan pemerintah sesuai dengan fokus Pemerintah
untuk penanggulangan pandemi di Indonesia.
Tidak hanya konsumsi, investasi juga mengalami penurunan dari 3,25 persen menjadi 1,94
persen. Penurunan ini mempengaruhi perekonomian di Indonesia. Penurunan investasi lebih
besar atas pengaruh berkurangnya lapangan kerja. Aktivitas perdagangan yaitu ekspor dan
impor dengan pihak luar negeri juga mengalami penurunan dari -0,87 persen menjadi -7,70
persen pada ekspor dan -7,69 persen menjadi -17,71 persen pada impor. Meskipun ekspor
dan impor terjadi penurunan yang drastis mempengaruhi nilai dari ekspor neto pada saat
kontraksi perekonomian.
Melihat kontraksi pada tahun 2020 Pemerintah mengeluarkan strategi kebijakan guna
memulihkan perekonomian Indonesia. Pemerintah optimis melaksanakan kebijakan dengan
konsisten dan membangun kerja sama dengan seluruh komponen bangsa. Hal ini tidak
hanya dilakukan oleh Pemerintah Pusat namun harus didukung penuh oleh Pemerintah
Daerah sebagai peran utama pada pergerakan pemulihan ekonomi Indonesia saat ini.
Pemerintah Daerah berperan strategis dalam mendorong percepatan dan efektivitas
pemulihan ekonomi serta memahami struktur ekonomi daerah, demografi, dan kondisi sosial
ekonomi masyarakatnya saat Pandemi terjadi. Pemerintah Daerah mempunyai tolak ukur
utama guna mendorong pemulihan perekonomian yaitu kebijakan yang telah dirancang
dalam APBD.
Masyarakat dan pelaku usaha juga memiliki peran strategis dalam pergerakan pemulihan
ekonomi Indonesia. Pemerintah memberikan kemudahan dalam kebijakan fiskal maupun
kebijakan moneter, kedua kebijakan ini dapat disambut dengan positif oleh masyarakat dan
pelaku usaha serta dapat bergerak maju sesuai rancangan Pemerintah guna memulihkan
ekonomi Indonesia yang telah mengalami kontraksi.
Kebijakan dari Pemerintah adalah mengalokasikan dana APBN untuk pemulihan ekonomi
Indonesia bertujuan perekonomian dapat pulih dan kesejahteraan masyarakat. Kebijakan ini
dilakukan dengan meningkatkan konsumsi dalam negeri, peningkatan aktivitas dunia usaha
serta menjaga stabilitasi ekonomi dan ekspansi moneter. Tiga kebijakan akan dilaksanakan
bersamaan sinergi antara pemegang kebijakan fiskal, pemegang kebijakan moneter dan
institusi terkait.
Sumber : Tradingeconomics.com
Sumber : Databoks
Berdasarkan uraian yang telah dikemukan di atas maka penelitian ini memilih
judul : Tantangan Crowding Out : Implikasi Utang Luar Negeri Dalam
Mendorong Pertumbuhan Ekonomi Indonesia
B. RUMUSAN MASALAH
1. Bagaimana tingkat utang negara yang masih cukup rendah dalam
pertumbuhan ekonomi?
2. Apakah hubungan antara inflasi dengan cadangan devisa bagi dampak utang
luar negeri?
3. Apakah pengaruh defisit anggaran terhadap utang luar negeri?
C. TUJUAN PENELITIAN
1. Mengetahui tingkat utang negara yang masih cukup rendah dalam
pertumbuhan ekonomi
2. Mengetahui hubungan antara inflasi dengan cadangan devisa dalam utang
luar negeri
3. Mengetahui pengaruh defisit anggaran terhadap utang luar negeri
D. MANFAAT PENELITIAN
Adapun manfaat penelitian ini sebagai berikut :
1. Manfaat Teoritis
Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi penguna untuk menambah
wawasan dan pemahaman serta menjadi ilmu pengetahuan yang dapat
diambil selama perkuliahan. Sehingga dapat berguna juga bagi pembaca agar
menambah wawasan mereka mengenai permasalahan tersebut.
2. Manfaat Praktis
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan hal positif sehingga memberikan
informasi kepada pihak-pihak yang mempunyai perhatian dalam menangani
permasalahan Tantangan Crowding Out : Implikasi Utang Luar Negeri Dalam
Mendorong Pertumbuhan Ekonomi Indonesia. Dengan solusi ini bisa
bermanfaat bagi masyarakat Indonesia.
BAB II
TINJAUAN TEORI
S = Sp + Sg ……………………………………………………(2.3)
Sg = T – G ……………………………………………………….(2.4)
Hubungan antara kebutuhan utang luar negeri dari ketiga jenis defisit
dapat disimpulkan menggunakan persamaan identitas atau persamaan utang
(Febriannoor, 2016) yakni :
Dt = (M-X)t + Dst +NFLt + Rt + NOLT…………………………(2.5)
Keterangan :
Dt : Utang pada tahun 1 (M-X)t = Defisit net eskpor pada tahun q
Dst : Pembayaran beban utang (bunga + amoritasi) pada tahun 1
NFLt : Arus masuk bersih modal swasta pada tahun 1
Rt : Cadangan otoritas moneter tahun 1
NOLT : Arus masuk modal bersih jangka pendek seperti capital flight
dan lain-lain pada tahun 1
Faktor yang mempengaruhi jumlah utang luar negeri di Indonesia
adalah ekspor, Produk Domestik Bruto (PDB) dan nilai tukar rupiah (Kurs).
Ekspor bertujuan sumber pendapatan sebuah negara. Pelemehan ekspor ini
berpengaruh pada peningkatan rasio utang luar negeri. Ekspor digunakan
pemerintah dalam membayar beban utang luar negeri (Lindert, 1994).
B. Hubungan Inflasi dengan Cadangan Devisa terhadap Utang Luar
Negeri
Inflasi merupakan indikator makroekonomi yang sangat penting karena
dapat memengaruhi nilai uang sehingga dampaknya langsung dirasakan
masyarakat. konsep nilai dari uang (time value of money) adalah besar nilai
uang pada saat ini memiliki nilai yang sama dimasa yang akan datang,
dengan asumsi uang ini tidak dapat diinvestasikan dalam surat-surat
berharga atau disimpan dalam tabungan dan sejenisnya yang menghasilkan
bunga (Utari, 2015)
Cadangan devisa dapat dikatakan dari posisi balance of payment atau
neraca pembayaran internasional negera. Semakin tinggi devisa yang dimiliki
oleh pemerintah dan penduduk suatu negara maka semakin tinggi besar
kemampuan negara dalam melakukan transasksi ekonomi dan keuangan
internasional dan semakin tinggi nilai mata uang negara tersebut.
Hubungan utang luar negeri dengan cadangan devisa merupakan
salah satu indikator dalam melihat keberhasilan pembangunan ekonomi
Indonesia adalah melihat perkembangan cadangan devisa, dimana akumulasi
cadangan devisa diperoleh dari kinerja perdagangan internasional berupa
ekspor. Artinya ekspor mengalami peningkatan maka nilai atau jumlah
cadangan devisa akan meningkat (Ridho, 2015)
Berkembangnya perekonomian yang lebih maju dan cenderung pada
tingkat perkembangan yang dibutuhkan, maka perekonomian dalam suatu
negara akan selalu mengalami inflasi. Inflasi dalam ukuran normal, maka
diharapkan untuk merangsang produsen agar berproduksi (Wahnidar, 2020).
Hal ini disebabkan besarnya risiko negara penerima Indonesia tidak
mampu untuk mengembalikan utang termasuk bunga dan pinjaman
pokonnya. Sehingga inflasi ini meningkat maka volume penyerapan utang
luar negeri akan menurun. Oleh karena itu di jangka panjang inflasi
berdampak negatif ketika inflasi tinggi dan tidak dapat dikontrol maka akan
menandakan perekonomian yang kurang baik. Menyebabkan penurunan
kepercayaan dari negara yang meminjamkan utang karena takut akan
kemampuan pengembalian utang dan pada negara juga berdampak bagi
perhitungan kembali dan memilih serta memperbaiki perekonomian yang
kurang baik saat ini dan menahan peminajaman kembali.
Menurut (Hutapea, 2007) defisit keuangan pemerintah, tingkat inflasi
dalam negeri d (Satrianto, 2016) duga berdampak bagi volume penyerapan
utang luar negeri. Karena ketika inflasi di dalam negeri tinggi maka negara
donor akan juga pertimbangkan ulang atas keputusan untuk memberikan
pinjaman ke indoneisa. Maka banyaknya resiko negara penerima Indonesia
tidak mampu untuk mengembalikan utang termasuk bunga dan pinjaman
pokoknya. Sehingga tingkat inflasi di dalam negeri meningkat, maka volume
penyerapan utang luar negeri akan menurun.
Menurut (Ristuningsih, 2016) menyampaikan bahwa hubungan tingkat
inflasi terhadap utang luar negeri dapat digunakan dalam teori imported
inflation. Ketika Indonesia mengalami inflasi maka nilai tukar rupiah terhadap
dollar akan melemah. Indonesia masih tergantung produksi dari luar baik
bahan baku atau bahan setengah yang disektor barang dan jasa. Maka inflasi
terjadi di Indonesia pemerintah membutuhkan dana yang lebih besar sesuai
kebutuhan dalam negeri dan dibutuhkan utang luar negeri. Jadi dikatakan
bahwa hubungan antara inflasi dengan utang luar negeri pemerintah
berdampak positif (Saputra, 2018)
Menurut (Boediono, 2001) menyampaikan bahwa meningkatnya inflasi
domestik tinggi, harga barang dan jasa pun ikut meningkat sehingga
menimbulkan hambatan kegiatan ekonomi. Artinya dibutuhkan lebih banyak
cadangan devisa dalam transaksi eksternal (transaksi luar negeri). Maka
hubungan antara tingkat inflasi dan cadangan devisa bersifat negatif.
Hubungan inflasi dengan cadangan devisa. Ketika harga-harga barang dan
sektor jasa cenderung mengalami kenaikan atau disebut dengan inflasi.
Sehingga membuat negara membutuhkan lebih banyak devisa untuk
bertransaksi diluar negara. Oleh sebab itu membutuhkan mencegah
peningkatnya inflasi maka jumlah mata uang yang beredar harus sesuai
dengan kebutuhan, sehingga membuat kestabilan nilai tukar dijaga. Karena
inflasi juga salah satu faktor yang menpengaruhi tingkat cadangan devisa
suatu negara. Artinya inflasi terjadi dalam suatu negara tinggi maka harga
barang dan jasa juga mengalami peningkatan.
Hal ini membuat perubahan pada nilai mata uang, yang berimbah pada
simpanan giro bank umum dan berdampak pada cadangan devisa. Maka
semakin naik tingkat inflasi maka ikut juga bertambah nilai suatu mata uang
karena naiknya harga barang dan jasa dipasaran. Misalnya inflasi ini
mengakibatkan tingginya harga pangan dan minyak BBM sehingga terjadi
kesenjangan antar penawaran dan permintaan dimana arus impor inipun
meningkat dengan arus ekpor yang terhambat. (Kuswantoro, 2017)
Utang luar negeri berdampak bagi inflasi bagi pertumbuhan ekonomi.
Karena inflasi dapat menangkap dampak kebijakan makroekonomi. Artinya
bahwa utang luar negeri dan inflasi menghambat bagi pertumbuhan ekonomi,
namun untuk ekspor ril ini mempunyai bagi dampak positif dan signifikan
terhadap pertumbuhan ekonomi.
b) Nilai Tukar
Negara Indonesia yang melakukan kegiatan pinjaman di luar negeri,
permasalahan ini apabila ada grafik nilai tukar setiap tahunnya.
Permasalahan ini disebabkan karena nilai pinjaman dihitung dengan
valuta asing, sedangkan pembayaran cicilan pokok dan bunga dihitung
dengan rupiah. Maka nilai tukar rupiah menurun mengalami terdepresiasi
terhadap mata uang dolar AS, maka ini dapat dibayarakan sehingga
mengalami pembengkak dan membebani anggaran karena pembayaran
cicilan pokok dan bunga pinjaman yang diambil akan bertambah, melebih
dari apa yang direncanakan semula atau pembayaran utang luar negeri
akan bertambah (Kuncoro, 2011)
e) Suku Bunga
Hubungannya suku bunga dengan defisit anggaran secara langsung ini
dapat dilihat dari pembiayaan utang melalui penerbitan Surat Berharga
Negara (SBN), baik melalui Surat Utang Negara (SUN) ataupun Surat
Berharga Syariah Negara (SBSN). Dimana keadaan pembayaran bunga
dan pokoknya dijamin oleh negara sesuai waktu yang ditentukan. Ketika
suku bunga naik, maka bebabn pembayaran bunga dan pokoknya
terhadap SBN yang dimunculkan cukup meningkat. Oleh karena itu secara
langsung akan bertambah menambah beban anggran sehingga dapat
membuat defisit anggaran meningkat (Lestari, 2011)
E. Kerangka Pemikiran
Kerangka pikir bertujuan untuk sebagai landasan berpikir analisis dalam
penelitian ini, yang merupakan kelanjutan dalam teoritis untuk memberikan
klarifikasi terkait Tantangan Crowding Out : Implikasi Utang Luar Negeri Dalam
Mendorong Pertumbuhan Ekonomi Indonesia. Kerangka pikir ini berperan
penting untuk membantu pemahaman dan mengkomunikasikan tujuan penelitian
kepada peneliti dan pembaca.
Penelitian ini diawali dengan beberapa faktor permasalahan yang dihadapi
masyarakat di latar belakang masalah. Selanjutnya permasalahan tersebut akan
dianalisis berdasarkan kerangka tersebut akan dinalisis berdasarkan kerangka
teori Utang Luar Negeri menyampaikan bahwa indikator tersebut antara lain
defisit anggaran, inflasi dan cadangan devisa. Ketiga variable yang diuraikan di
atas dianggap sebagai solusi untuk menjawab permasalah terkait utang luar
negeri di Indonesia. Diharapkan bahwa dalam kerangka pikir ini akan menjawab
semua permasalah masyarakat mengenai utang luar negeri.
Berdasarkan penjelasan diatas, maka dapat dijabarkan sebuah kerangak pikir
yaitu mempunyai fungsi penuntun, alur berpikit dan sebagai landasan pada
sebuah penelitian yaitu sebagai berikut :
Makro Ekonomi
D. Model Analisis
Berdasarkan permasalahan penelitian yang temukan sebelumnya,
maka penelitian ini bersifat (eksplanatory research), Membantu meningkatkan
pemahaman tentang crowding out terhadap utang luar negeri dalam
hubungan pertumbuhan ekonomi.
Untuk keperluan analisis deskriptif dan inferensial, maka data diolah
menggunakan SPSS (Statistical Package for Sosial Science). Untuk
mengetahui pengaruh utang luar negeri terhadap pertumbuhan ekonomi baik
secara langsung dan tidak langsung tiap jalur dalam model. Model dasar yang
dipergunakan dalam menguji hubungan utang luar negeri dengan
pertumbuhan ekonomi adalah metode analisis regresi sederhana serta
pendekatan dengan data tahun 2019 hingga 2022 sebagai berikut :
Coefficientsa
Standardized
Unstandardized Coefficients Coefficients
Model B Std. Error Beta t Sig.
1 (Constant) 435127.648 .000 . .
DefisitAnggaran 1.338 .000 2.002 . .
Inflasi 167.764 .000 1.117 . .
CadanganDevisa -533.639 .000 -2.441 . .
a. Dependent Variable: UtangLuarNegeri
a) Persamaan
Pada hasil perhitungan menunjukkan nilai pada independent variable
defisit anggaran 1.338, inflasi 167,764, dan cadangan devisa -533.639.
variabel x mempunyai pengaruh dengan variabel y dengan arah
perubahan positif.
b) Uji Signifikasi
Pada tabel diatas menujukkan bahwa dimana yang diperoleh t-hitung
sebesar 0 atau tidak signifikan, artinya H0 ditolak dan Ha ditolak maka
pengaruh antara utang luar negeri terhadap variabel independent yakni
defisit anggaran, inflasi, cadangan devisa. Demikian hipotesis dapat
menyatakan bahwa tidak berpengaruh kompensasi terhadap utang luar
negeri.
c) Koefisien Determinasi
Model Summary