Anda di halaman 1dari 17

PEMIKIRAN PENDIDIKAN ISLAM AL-KHATIB AL-

BAGDADI

Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas


Mata Kuliah Pengembangan Pemikiran Pendidikan Islam

Dosen Pengampu:
Johan Wahyu Tri Astuti, M. Pd.

Disusun Oleh:
MUHAMMAD FAUZAN RIVALDI
NIM: 201210275
MUHAMMAD SHODIQ NUR NGAINI
NIM: 201210282

JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM


FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI PONOROGO
2023
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Pendidikan merupakan elemen yang esensial bagi kehidupan manusia.
Dalam mempertahankan hidup agar lebih survive dalam menghadapi dan
melestarikan alam semesta, manusia membutuhkan pendidikan. Islam
memandang pendidikan sangat penting pada kedudukan yang tinggi.
Pendidikan Islam berperan sebagai sarana moderator dalam penyebaran
agama Islam yang disosialisasikan dan diakulturasikan kepada masyarakat
dalam berbagai tingkatannya.1
Penelusuran kembali pemikiran tentang pendidikan di kalangan umat
Islam sangat diperlukan. Hal tersebut karena akan mengingatkan kembali
tentang khazanah keilmuan yang pernah dimiliki oleh umat Islam zaman
dahulu. Kesadaran historis ini nantinya akan melahirkan kesinambungan dan
kontinuitas keilmuan, khususnya seputar pendidikan Islam yang dapat
diterapkan pada zaman sekarang. Pemikiran-pemikiran pendidikan Islam dan
pemikiran tokoh dalam bidang pendidikan Islam juga bisa dijadikan
pertimbangan dalam mengambil keputusan atau kebijakan sesuai kondisi
zaman saat ini. Sehingga hasil pokok pikiran dari para tokoh tersebut akan
mampu membenahi sistem pendidikan yang ada.2
Namun demikian, walaupun pendidikan Islam ini diakui sebagai suatu
bidang studi yang menarik para pembelajar, akan tetapi masih saja
bermunculan isu-isu tentang krisis pendidikan. Hal ini disebabkan adanya
kelalaian dalam merumuskan dan merancang sistem pendidikan Islam yang
sesuai dengan prinsip-prinsip Islam. Hal ini mengindikasikan bahwasanya

1
Muhammad Abdulloh, “Pembaharuan Pemikiran Mahmud Yunus Tentang Pendidikan
Islam Dan Relevansinya Dengan Pendidikan Modern,” Al Murabbi 5, no. 2 (2020): 22.
2
Fauzan, “Kurikulum Pendidikan Islam Dalam Perspektif Tokoh Pendidikan Islam,”
Jurnal Ilmiah Peuradeun 2, no. 1 (2014): 94.

1
pendidikan Islam memerlukan adanya sebuah penataan kembali sistem
pendidikannya secara konseptual.3
Berdasarkan uraian di atas, maka penting untuk melakukan pengkajian
lebih mendalam tentang pemikiran pendidikan Islam dari tokoh-tokoh
pendidikan Islam. Oleh karena itu, makalah ini akan membahas pemikiran
pendidikan Islam dari salah satu tokoh bernama Al-Khatib Al-Bagdadi.
Sehingga makalah ini mengangkat judul tentang “Pemikiran Pendidikan
Islam Al-Khatib Al-Bagdadi” yang di dalamnya akan memuat penjelasan
seputar biografi Al-Khatib Al-Bagdadi, keilmuan dan karya Al-Khatib Al-
Baghdadi, dan pemikiran pendidikan Islam Al-Khatib Al-Bagdadi.

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana biografi Al-Khatib Al-Bagdadi?
2. Bagaimana keilmuan dan karya-karya Al-Khatib Al-Bagdadi?
3. Bagaimana pemikiran pendidikan Islam Al-Khatib Al-Bagdadi?

Abdul Ghoni, “Pemikiran Pendidikan Naquib Al-Attas Dalam Pendidikan Islam


3

Kontemporer,” Jurnal Lentera 3, no. 1 (2017): 196.

2
BAB II

PEMBAHASAN

A. Biografi Al-Khatib Al-Bagdadi


Al-Khatib memiliki nama lengkap Abu Bakar Ahmad ibn ‘Ali ibn
Tsabit ibn Ahmad ibn Muhdi. Dilahirkan enam hari sebelum berakhirnya
bulan Jumadil Akhir pada tahun 392 H dan sebagian pendapat lain
menyatakan tahun 391 H. Ayahnya berasal dari Arab yaitu dari kabilah yang
terkenal dengan kebiasaan menunggang kuda yang bermukim di Hashhashah,
pinggiran Sungai Eufrat. Ayahnya bukanlah ilmuwan yang popular, tetapi
memiliki perhatian yang tinggi terhadap ilmu, Ia sering memberkan ceramah
di daerah Darzaijan (sebuah kota di Iraq) sehingga digelar dengan Al-Khatib
yang kemudian diwarisi oleh anaknya.
Al-Khatib mulai menuntut ilmu pada ayahnya yang mewajibkan Al-
Khatib membaca Al-Qur’an dan ilmu pengetahuan serta menghadiri majelis
ilmu. Selain itu, Al-Khatib juga berguru pada beberapa ulama, diantaranya
Al-Hilal ibn ‘Abd Allah al-Thayyibi, Abu Al-Hasan al-Bazzaz Muhammad
ibn Ahmad, Abu Hamid al-Isfarayayni, dan lain-lain.
Pada tahun 412 H dia memulai masa petualangan ilmiahnya. Mahmud
Al-Thahhan membaginya menjadi tiga tahapan, yaitu:
a. Bashrah dan Kufah, ulama yang dia temui yaitu al-Qadhi Abu ‘Umar Al-
Qasim ibn Ja’far Al-Hasyimi
b. Naisabur via Isfahan, Hamdzan, Ray, dan kembali ke Baghdad via
Dainur. Di antara guru-guru yang beliau temui yaitu Abu Na’im Al-
Isfahani.
c. Haji ke Makkah al-Mukarramah via Damaskus dan kembali ke Bagdad
via Bait al-Maqdis dan Shur. Saat itu beliau mendengarkan hadis dari
beberapa guru, seperti Abu Al-Hassan Muhammad Al-Tamimi.
Setelah itu, Al-Khatib mengumpulkan dan merapikan sebuah hadis
dan berbagai riwayat yang dikumpulkan dan menuliskannya. Beliau mulai

3
menyampaikan karya-karyanya terutama di Masjid Al-Manshur. Sehingga
sampai pada suatu ketika sebuah fitnah terjadi yang mengharuskan Al-Khatib
hijrah dari Baghdad menuju Damaskus. Setelah beberapa saat di Damaskus,
Al-Khatib memilih kota Shur sebagai tempat tinggal selanjutnya.
Saat berumur 70 tahun, Al-Khatib meninggalkan kota Shur dan
kembali ke Baghdad setelah keadaan normal untuk mememnuhi keinginannya
dikuburkan di dekat kuburan Basyr Al-Hafi (ulama besar di Baghdad). Ia pun
mulai mengajar dan kembali menyampaikan hadis di Masjid Al-Manshur, di
mana semua orang rindu berkumpul untuk mendengar pelajaran darinya.
Pada bulan Ramadhan tahun 463 H, Al-Khatib menderita sakit di
tempat tinggalnya dekat dengan sekolah Nizhamiyah. Sakitnya bertambah
parah pada awal bulan Zulhijjah, dan pada waktu dhuha tanggal 7 Zulhijjah ia
menghembuskan nafas terakhirnya.4

B. Keilmuan dan Karya Al-Khatib Al-Bagdadi


Banyak yang mengatakan bahwa Al-Khatib Al-Bagdadi adalah ulama
yang produktif. Beliau dikenal sebagai rijal al-hadits pada masanya. Di
samping itu, beliau juga dalam karya-karyanya juga membahas tentang
keilmuan seperti mantiq, fikih, tarikh, zuhd (adab), dan adab.
Karya terkemukakannya dalam musthalah al-hadits adalah Al-Kifayah
Fi ‘Ilm Riwayah. Sedangkan dalam bidang adab yaitu adab, beliau menulis
kitab Al-Jami’ Li Akhlaq Ar-Rawi Wa Adab As-Sami’. Adapun karya-
karyanya mengenai pendidikan dalam arti luas yaitu:
1. Iqtidha Al-Ilm Al-‘Amal
2. Al-Jami’ li Akhlaq Ar-Rawi wa Adab As-Sama’i
3. Syaraf Ahl Al-Hadits
4. Nasihat Ahl Al-Hadits
5. Taqyiid Al-‘Ilm
6. Ar-Rihlah fi Thalab Al-Hadits

4
Agus Firdaus Chandra and Buchari M, “Kriteria Ke-Shahih-an Hadis Menurut Al-
Khathib Al-Baghdadi Dalam Kitab Al-Kifayah Fi ‘Ilm Al-Riwayah,” Jurnal Ushuluddin 24, no. 2
(2016): 165.

4
7. Al-Faqih wa Al-Mutafaqqih5

C. Pemikiran Pendidikan Islam Al-Khatib Al-Bagdadi


Ada beberapa hal yang terkait dengan pendidikan yang dapat
diungkapkan dari buah pikiran Al-Khatib Al-Bagdadi, antara lain sebagai
berikut:
1. Dasar Pemikiran Pendidikan Islam
Pemikiran yang dilakukan oleh Al-Khatib Al-Bagdadi ini
didasarkan pada komponen besar dalam filsafat, yaitu Tuhan, manusia,
alam semesta, dan masyarakat.6 Oleh karena itu dasar pemikirannya
adalah sebagai berikut:
a. Konsep Tuhan
Kata Tuhan merujuk pada suatu zat abadi dan supranatural
yang mengawasi dan memerintah manusia serta alam semesta.
Dalam KBBI, Tuhan berarti zat yang menciptakan makhluk dan
seluruh alam semesta serta zat yang wajib disembah. Tuhan menurut
para filsuf adalah akal murni.7
Tuhan itu memiliki sifat yang mana terdapat perdebatan
mengenai sifat tersebut. Muncul dua pendapat yang saling diametral,
yaitu pendapat yang menyatakan adanya sifat dan yang
meniadakannya. Dari dua pendapat tersebut, Al-Khatib Al-Baghdadi
memilih jalan tengah diantara kedua pendapat tersebut, yaitu
menetapkan apa adanya seperti yang dikatakan Tuhan sendiri, tetapi
dengan tidak menanyakan bagaimana dan seperti apanya (bila
kaifiyat wa la tasybih). Pandangan ini menganggap Tuhan sebagai
dzat yang mutlak.8

5
Mahmud, Pemikiran Pendidikan Islam (Bandung: CV Pustaka Setia, 2011), 225.
6
Mahmud, 226.
7
Armin Tedy, “Tuhan Dan Manusia,” El-Afkar 6, no. 1 (2017): 41.
8
Mahmud, Pemikiran Pendidikan Islam, 226.

5
b. Konsep Alam Semesta
Islam memandang bahwa alam semesta adalah salah satu ayat
dari Allah Swt. yang dikenal dengan istilah ayat kauniyah. Mulai
dari air, tanah, api, tumbuh-tumbuhan, binatang, batu-batuan,
tambang, mineral, batu bara, bahan kimia, ruang angkasa, dan
kandungan-kandungan lainnya adalah ayat Allah. Karena di
dalamnya terdapat hikmah, hasiat, dan hukum-hukum yang dapat
digunakan manusia untuk menopang hidupnya.9
Agar potensi alam itu dapat didayagunakan secara maksimal,
manusia harus berusaha untuk mengenalinya melalui ilmu
pengetahuan. Caranya yaitu dengan memahami dan mengetahui
kenyataan-kenyataan dan fenomena-fenomena serta memahami
hikmah dari penciptaannya.
Al-Khatib Al-Bagdadi tampaknya juga menyadari akan hal
tersebut. Karena itu, dia banyak mengingatkan pentingnya ilmu dan
tujuannya, yaitu demi kebahagiaan dunia dan akhirat. Dia juga
mendorong setiap orang untuk mencari dan menunjukkan fungsi
alam terhadap kehidupan serta peranannya dalam menuju iman yang
sejati dan agama yang benar. Dalam melakukan penyadaran itu, dia
menggunakan Al-Qur’an, Al-Hadits, dan ucapan para ulama
pendahulunya.10
c. Konsep Manusia
Manusia merupakan makhluk yang istimewa. Hal tersebut
dikarenakan manusia tercipta dari dua unsur, yaitu unsur materi
berupa jasad dan unsur immateri berupa ruh. Selain itu,
keistimewaan manusia juga didapatkan kelebihan yang diberikan

9
Abuddin Nata, Pembaruan Pendidikan Islam Di Indonesia Edisi Pertama (Jakarta:
Prenamedia Grup, 2019), 60.
10
Mahmud, Pemikiran Pendidikan Islam, 227.

6
oleh Allah Swt. berupa akal dan perasaan sehingga dapat
membedakan mana yang baik dan buruk.11
Al-Khatib Al-Bagdadi melihat kelebihan yang dianugrahkan
kepada manusia, yaitu akal ini menjadi penerang batin dan kekuatan
lahir serta sebagai panduan dan penyeimbang dalam menjalani
kehidupan. Akal juga menjadi modal keutamaan dan sumber
peradaban manusia. Sehingga akal dipandang sebagai nur wa
bashiroh yang artinya bertempat di hati dan berfungsi seperti
penglihatan.
Selain itu, Al-Khatib Al-Bagdadi juga memandang manusia
sebagai makhluk yang memiliki kecerdasan, keunikan, dan tanggung
jawab. Kecerdasan dalam diri manusia atau disebut dengan adz-
dzaka ini menurutnya lebih berasal dari hereditas daripada
pembentukan atau perolehan. Akan tetapi, kecerdasan ini juga tidak
bisa menjadi sesuatu yang menjamin akan keberhasilan dalam
menuntut ilmu. Ada dua faktor yang juga harus dipenuhi dalam
mencapai keberhasilan, yaitu kuatnya motivasu dan taufik dari Allah
Swt.
Adapun sisi keunikan manusia menurut Al-Khatib Al-
Bagdadi ini disebabkan adanya kepastian akan peradaban yang
berbeda antara satu individu dengan individu yang lainnya. Sehingga
tidak heran jika Al-Khatib Al-Bagdadi selalu mengingatkan kepada
pendidik agar menghargai kelebihan, kemampuan, dan perbedaan
antar peserta didik dengan bijak dan telaten. Perbedaan tersebut
dapat terjadi dari segi kesiapannya, kemampuan akalnya, maupun
dalam karakternya.
Sedangkan sisi tanggung jawab dari manusia menurut Al-
Khatib Al-Bagdadi ini disebabkan adanya hadis yang berbunyi:

‫ُكلُّ ُكمْ َراعٍ َوُكلُّ ُكمْ َم ْسئُولٌ َعنْ َر ِعيَّتِه‬


11
Titis Rosowulan, “Konsep Manusia Dan Alam Serta Relasi Keduanya Dalam
Perspektif Al-Quran,” Cakrawala: Jurnal Studi Islam 14, no. 1 (2019): 37.

7
Hadis tersebut menjelaskan bahwasanya manusia memiliki tanggung
jawab. Tanggung jawab ini berfungsi sebagai penyeimbang
hubungan antara seseorang dengan lainnya, dengan lingkungannya,
dan dengan Tuhannya.12
d. Konsep Masyarakat
Secara bahasa, masyarakat berasal dari kata syaraka dalam
bahada Arab yang berarti ikut serta dan berpartisipasi. Masyarakat
juga berasal dari kata socius dalam bahasa Latin yang berarti kawan.
Sehingga masyarakat dapat diartikan sekumpulan manusia yang
berinteraksi dalam suatu hubungan sosial. Mereka memiliki
kesamaan budaya, wilayah, identitas, kebiasaan, tradisi, dan
perasaan persatuan yang diikat dengan adanya persamaan.13
Al-Khatib Al-Bagdadi dalam memandang masyarakat itu
menganjurkan agar semua elemen masyarakat, baik anak, istri,
ataupun pembantu diberikan kesempatan merata untuk menempuh
pendidikan. Hal ini ditunjukkan dengan kutipannya yang mengambil
dari perkataan Ibn Umar yang berkata, “Didiklah (addib) anakmu,
sesungguhnya engkau bertanggung jawab berbuat baik dan
ketaatannya terhadapmu”.
Selain berfokus terhadap pemerataan pendidikan, Al-Khatib
Al-Bagdadi juga mendorong agar anggota masyarakat giat dalam
bekerja. Hal tersebut menurutnya disebabkan anggota masyarakat
memiliki kedudukan dan peran masing-masing. Melalui hal itulah
dia akan bekerja sesuai dengan kedudukan dan perannya. Sehingga
mereka harus bekerja sama sesuai peran dan kedudukannya masing-
masing.
Al-Khatib Al-Bagdadi juga menganjurkan masyarakat agar
dapat bertanggung jawab untuk melindungi anggotanya yang lemah,
menjaga kepentingan-kepentingannya, dan memelihara yang fakir

12
Mahmud, Pemikiran Pendidikan Islam, 229.
13
Donny Prasetyo and Irwansyah, “Memahami Masyarakat Dan Perspektifnya,” Jurnal
Manajemen Pendidikan Dan IImu Sosial 1, no. 1 (2020): 164.

8
serta mengusahakan perbaikan kehidupannya. Dengan demikian,
masyarakat adalah satu kesatuan yang dinamis yang memiliki
kesadaran akan tanggung jawabnya. Bentuk tanggung jawab tersebut
diwujudkan dalam amar ma’ruf nahyi munkar.14
2. Pengertian Pendidikan Islam
Pendidikan Islam didefinisikan sebagai proses pembentukan
individu untuk mengembangkan fitrah keagamaannya yang secara
konseptual dipahami, dianalisis, serta dikembangkan dari ajaran Al-
Qur’an dan Al-Hadist melalui proses pembudayaan dan pewarisan serta
pengembangan kedua sumber Islam tersebut pada setiap generasi
muslim.15
Al-Khatib Al-Bagdadi melihat pendidikan Islam atau tarbiyah
Islamiyah sebagai sebuah wadah dan proses yang mengantarkan peserta
didik untuk memperoleh perkembangan dan kematangan pribadi secara
sempurna. Oleh karena itu, Al-Khatib Al-Bagdadi sangat bersemangat
dalam mendorong dan menjelaskan kepada para pencari ilmu untuk tidak
berhenti mencari ilmu selama napas masih dikandung badan. Makna
tersebut diperoleh Al-Khatib Al-Bagdadi dari surat Thaha ayat 114 yang
berbunyi:

﴾۱۱٤﴿ ‫ِن ِع ْلم‬ِِ ِ


ْ ‫… َوقُ ْل َّرب زْد‬
Ayat tersebut menurut Al-Khatib Al-Bagdadi menunjukkan bahwasanya
Allah Swt. memberikan isyarat agar selalu menambah ilmu.16
3. Tujuan Pendidikan Islam
Al-Khatib Al-Bagdadi menganjurkan bahwa mencari ilmu itu
hendaknya diniatkan dengan Ikhlas, semata-mata karena Allah Swt.
Demikian juga dalam aspek pengamalannya. Pengamalan ilmu

14
Mahmud, Pemikiran Pendidikan Islam, 231.
15
Moh Baidlawi, “Modernisasi Pendidikan Islam ( Telaah Atas Pembaharuan Pendidikan
Di Pesantren),” Tadris 1, no. 2 (2006): 156.
16
Mahmud, Pemikiran Pendidikan Islam, 232.

9
hendaknya sesuai dengan garis-garis yang telah ditetapkan oleh Allah
Swt. dan rasul-Nya.17
Dari pandangan tersebut, Al-Khatib Al-Bagdadi menjelaskan
bahwasanya tujuan dari pendidikan Islam adalah pengamalan dengan
ikhlas dan pengabdian kepada Allah Swt. Atau dengan kata lain,
pendidikan bertujuan untuk kebaikan manusia dalam kehidupannya di
dunia dan di akhirat (li sa’adat al-darain) yang merupakan cermin ridho
Allah Swt.18
4. Materi Pendidikan Islam
Menurut Al-Khatib Al-Bagdadi, materi pendidikan Islam terdiri
dari tiga lingkup, yaitu:
a. Pendidikan Akal
Al-Khatib Al-Bagdadi memandang akal sebagai aspek
penting dalam kehidupan manusia. Akal berfungsi sebagai aspek
yang melengkapi (mutakamil) dengan aspek-aspek lainnya. Jadi akal
bukan merupakan sesuatu yang berdiri sendiri. Sehingga Al-Khatib
Al-Bagdadi senantiasa mengaitkan kemampuan berpikir (kognitif)
dengan perasaan keimanan yang mana ini tidak dapat diperoleh dari
pendidikan sekuler kontemporer.
Al-Khatib Al-Bagdadi juga memiliki anggapan bahwa
perolehan ilmu sebagai keberhasilan pengembangan kognitif bukan
merupakan sebuah tujuan. Pengembangan akal yang ditandai dengan
perolehan ilmu baru bernilai jika diamalkan dengan baik.
Adapun tujuan dari pendidikan akal ini adalah sebagai
berikut:
1) Selalu menyadari keberadaan Allah dan Ikhlas dalam ibadah,
ucapan, dan tindakan.
2) Berhias dengan akhlak yang mulia.

17
Mahmud, 233.
Maskur H. Mansyur, “Tujuan Pendidikan Dalam Islam,” Jurnal Wahana Karya
18

Ilmiah_Pascasarjana (S2) PAI Uinsuka 4, no. 2 (2020): 706.

10
3) Memperoleh penambahan dan perkembangan daya pikir dan
daya nalar, memperoleh pencerahan jiwa, dan memperkuat
motivas untuk melanjutkan pengembangan ilmu dan berpikir.
4) Selalu berusaha untuk menambah ilmu dan pengetahuannya
tanpa henti.
5) Mengembangkan pandangan-pandangan ke arah positif melalui
cara berpikir yang logis dan berdasar.
b. Pendidikan Akhlak
Al-Khatib Al-Bagdadi menganggap akhlak sebagai sesuatu
yang sangat penting. Bahkan, akhlak dijadikannya sebagai inti dan
sekaligus identitas kehidupan. Dalam kitab-kitabnya, ia banyak
menuliskan keutamaan akhlak dan menyebutkan akhlak-akhlak
terpuji.
Diantara akhlak terpuji yang disebutkannya harus dimiliki
oleh pencari ilmu yaitu jujur, takwa, ikhlas, lemah lembut, amanah,
teliti, cinta ilmu, objektif, dan tegas dalam mencari kebenaran.
Dalam menyebutkan akhlak terpuji ini, Al-Khatib Al-Bagdadi
senantiasa menyebutkan hadis atau ungkapan ulama.
Adapun tujuan dari pendidikan akhlak itu sendiri yaitu:
1) Menciptakan hubungan yang harmonis, baik dengan Tuhan
maupun dengan sesama.
2) Menumbuhkan rasa ikhlas beramal untuk mendapat kebahagiaan
dunia akhirat.
3) Mengarahkan agar berakhlak sesuai ajaran agama Islam.
4) Menanamkan akhlak dan perilaku yang mulia.
5) Menanamkan rasa tanggung jawab untuk melaksanakan amar
ma’ruf nahi munkar.
6) Menanamkan semangat belajar dan bekerja.
7) Memperkuat motivasi dan memperluas tabiat.

11
c. Pendidikan Kemasyarakatan
Al-Khatib Al-Bagdadi sangat memperhatikan problematika-
problematika yang terjadi di masyarakat. Hal tersebut ditunjukkan
dalam karya-karyanya yang membahas seputar bagaimana
seharusnya pencari ilmu dikaitkan dengan kebutuhan hidupnya dan
tanggung jawab terhadap keluarga yang ditinggalkannya, bagaimana
hubungan seorang anak dengan kedua orang tuanya, dan bagaimana
sebaiknya hubungan persaudaraan dibina. Selain itu, terkait dengan
etika-etika dalam kemasyarakatan juga diperhatikan, seperti etika
berpakaian dan menggunakan perhiasan, etika menjaga kebersihan,
etika makan, dan etika berbicara serta berkumpul.
Adapun tujuan dari pendidikan kemasyarakatan adalah
sebagai berikut:
1) Membina hubungan kemasyarakatan yang langgeng atas dasar
takwa kepada Allah Swt. dan akhlak terpuji.
2) Mendorong rasa setia dan hormat kepada orang tua.
3) Mendorong semangat kerja keras dan berpartisipasi dalam
pengembangan diri dan masyarakatnya.
4) Mempertahankan warisan luhur di segala bidang.
5) Mengembangkan rasa tanggung jawab, baik secara pribadi
maupun sebagai bagian dari masyarakat.
6) Menumbuhkan kesadaran akan perlunya keseimbangan antara
aspek-aspek kemanusiaan dan kehidupannya.19
5. Bentuk-Bentuk Proses Belajar-Mengajar
Dalam kitab karya Al-Khatib Al-Bagdadi yaitu al-kifayah fiy ‘ilm
al-riwayah, disebutkan enam macam bentuk proses belajar mengajar
sebagai berikut:
a. Al-Sima’
Al-Sima’ yaitu cara memperoleh ilmu pengetahuan dengan
melakukan tatap muka atau mendengarkan langsung ilmu

19
Mahmud, Pemikiran Pendidikan Islam, 234.

12
pengetahuan dari seorang guru. Cara seperti ini dilakukan di
pendidikan formal mulai tingkat dasar sampai perguruan tinggi.
b. Al-Qiraah ‘Ala Al-Syaikh
Al-Qiraah ‘Ala Al-Syaikh adalah cara mendapatkan ilmu
pengetahuan dengan research yang dilakukan seorang murid, lalu
dikemukakan kepada seorang guru dan guru tersebut memeriksa dan
memberikan rekomendasi berdasarkan otoritasnya tentang hasil
research tersebut. Metode ini biasanya dilakukan pada perguruan
tinggi.
c. Al-Ijazah
Al-Ijazah adalah salah satu bentuk izin dari seorang guru
kepada muridnya untuk menyampaikan ilmu pengetahuan yang telah
diperolehnya kepada orang lain. Hal ini bagaikan akta atau izin
mengajar yang harus dimiliki oleh seorang guru.
d. Al-Munawalah
Al-Munawalah adalah bentuk proses belajar-mengajar dengan
menyerahkan sebuah kitab yang merupakan otoritasnya kepada
seorang murid. Bentuk ini jarang dijumpai dalam dunia pendidikan
formal.
e. Al-Mukatabah
Al-Mukatabah adalah salah satu bentuk proses belajar-
mengajar melalui surat-menyurat. Bentuk ini juga tidak ditemukan
dalam pendidikan formal.
f. Al-Wasyiyah
Al-Wasyiyah adalah salah satu bentuk proses belajar-
mengajar dengan sistem asisten dari seorang guru senior kepada
junior atau kadernya. Seorang guru mengajar muridnya melalui
asisten yang dipercayainya di saat dia tidak bisa langsung
memberikan pelajaran. Dalam hal ini, guru senior sudah meyakini

13
kemampuan asisten atau juniornya mampu untuk mengajarkan
materi yang akan diberikannya.20

20
Sri Chalida, “Paradigma Pemikiran Al-Khatib Al-Baghdadi Tentang Pendidikan
Islam,” At-Tarbiyah 1, no. 2 (2010): 261.

14
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
Al-Khatib Al-Bagdadi memiliki nama lengkap Abu Bakar Ahmad ibn
‘Ali ibn Tsabit ibn Ahmad ibn Muhdi. Menurut beberapa riwayat, Al-Khatib
dilahirkan pada tahun 392 H dan ada yang mengatakan 391 H. Al-Khatib
menuntut ilmu dari ayahnya lalu melakukan perjalanan untuk berguru pada
beberapa ulama, mulai dari Kufah dan Basrah, Naisabur via Isfahan,
Hamdzan, Ray, dan Mekkah Al-Mukarromah. Saat berumur 70 tahun, Al-
Khatib meninggalkan kota Shur dan kembali ke Baghdad. Kemudian pada 7
Dzulhijjah tahun 463 H beliau menghembuskan nafas terakhirnya.
Beliau dikenal sebagai rijal al-hadits pada masanya. Di samping itu,
beliau juga dalam karya-karyanya juga membahas tentang keilmuan seperti
mantiq, fikih, tarikh, zuhd (adab), dan adab. Diantara karya beliau yaitu Al-
Kifayah Fi ‘Ilm Riwayah, Al-Jami’ Li Akhlaq Ar-Rawi Wa Adab As-Sami’,
Iqtidha Al-Ilm Al-‘Amal, dan beberapa kitab pendidikan lainnya.
Adapun pandangan Al-Khatib tentang pendidikan itu ada beberapa
aspek, mulai dari dasar pemikirannya yang mendasarkan pada konsep Tuhan,
manusia, alam semesta, dan masyarakat, Adapun tentang pendidikan Islam
beliau berpandangan sebagai sebuah wadah dan proses yang mengantarkan
peserta didik untuk memperoleh perkembangan dan kematangan pribadi
secara sempurna. Sedangkan dalam hal tujuan pendidikan sebagai
pengamalan dengan ikhlas dan pengabdian kepada Allah Swt. Adapun terkait
materi pendidikan itu terdiri dari pendidikan akal, akhlak, dan kemasyarakat.
Sedangkan bentuk-bentuk proses pendidikan dapat melalui al-sima’, al-
qiro’ah ala al-syaikh, al-ijazah, al-munawalah, al-mukatabah, al-wasyiyah.

15
DAFTAR PUSTAKA

Abdul Ghoni. “Pemikiran Pendidikan Naquib Al-Attas Dalam Pendidikan Islam


Kontemporer.” Jurnal Lentera 3, no. 1 (2017): 196–211.
Abdulloh, Muhammad. “Pembaharuan Pemikiran Mahmud Yunus Tentang
Pendidikan Islam Dan Relevansinya Dengan Pendidikan Modern.” Al
Murabbi 5, no. 2 (2020): 22–33.
Baidlawi, Moh. “Modernisasi Pendidikan Islam ( Telaah Atas Pembaharuan
Pendidikan Di Pesantren).” Tadris 1, no. 2 (2006): 154–67.
Chalida, Sri. “Paradigma Pemikiran Al-Khatib Al-Baghdadi Tentang Pendidikan
Islam.” At-Tarbiyah 1, no. 2 (2010): 255–66.
Chandra, Agus Firdaus, and Buchari M. “Kriteria Ke-Shahih-an Hadis Menurut
Al-Khathib Al-Baghdadi Dalam Kitab Al-Kifayah Fi ‘Ilm Al-Riwayah.”
Jurnal Ushuluddin 24, no. 2 (2016): 162–74.
Fauzan. “Kurikulum Pendidikan Islam Dalam Perspektif Tokoh Pendidikan
Islam.” Jurnal Ilmiah Peuradeun 2, no. 1 (2014): 93–105.
Mahmud. Pemikiran Pendidikan Islam. Bandung: CV Pustaka Setia, 2011.
Mansyur, Maskur H. “Tujuan Pendidikan Dalam Islam.” Jurnal Wahana Karya
Ilmiah_Pascasarjana (S2) PAI Uinsuka 4, no. 2 (2020): 689–710.
Nata, Abuddin. Pembaruan Pendidikan Islam Di Indonesia Edisi Pertama.
Jakarta: Prenamedia Grup, 2019.
Prasetyo, Donny, and Irwansyah. “Memahami Masyarakat Dan Perspektifnya.”
Jurnal Manajemen Pendidikan Dan IImu Sosial 1, no. 1 (2020): 163–75.
Rosowulan, Titis. “Konsep Manusia Dan Alam Serta Relasi Keduanya Dalam
Perspektif Al-Quran.” Cakrawala: Jurnal Studi Islam 14, no. 1 (2019): 24–
39.
Tedy, Armin. “Tuhan Dan Manusia.” El-Afkar 6, no. 1 (2017): 41–52.

Anda mungkin juga menyukai