Anda di halaman 1dari 65

SINTESIS NANOPARTIKEL SENG OKSIDA DENGAN

TAMBAHAN SIRIH HIJAU (Piper betle Linn) DAN


SIRIH MERAH (Piper crocatum Ruiz & Pav) SEBAGAI
CAPPING AGENTS

TUGAS AKHIR
Karya tulis sebagai salah satu syarat
untuk memperoleh gelar Sarjana dari
Institut Teknologi Bandung

Oleh
SALMA ARIDHA MUFLIHAH
NIM 10218032

PROGRAM STUDI SARJANA FISIKA


FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT TEKNOLOGI BANDUNG
2023
ABSTRAK

SINTESIS NANOPARTIKEL SENG OKSIDA


DENGAN TAMBAHAN SIRIH HIJAU (Piper betle
Linn) DAN SIRIH MERAH (Piper crocatum Ruiz &
Pav) SEBAGAI CAPPING AGENTS

Oleh
Salma Aridha Muflihah
NIM: 10218032

Green synthesis nanopartikel seng oksida merupakan salah satu riset yang banyak
dilakukan dewasa ini karena keunggulannya yang ramah lingkungan dan sederhana.
Sirih hijau dan sirih merah dipilih karena kelimpahan kandungan fitokimianya yang
berpotensi menjadi bioreduktor dan capping agents serta ketersediannya yang
melimpah di Indonesia. Dalam penelitian ini dilakukan eksperimen yang bertujuan
untuk mempelajari peran sirih hijau dan sirih merah dalam green synthesis dan
karakteristik nanopartikel seng oksida yang dihasilkannya. Metode penelitian ini
meliputi tinjauan pustaka yang dilanjutkan dengan eksperimen dengan metode
green synthesis. Karakterisasi yang dilakukan meliputi Spektroskopi UV-Vis,
Spektroskopi Fotoluminesensi, Dynamic Light Scattering, X-Ray Diffraction,
Fourier-Transform Infrared Spectroscopy, dan uji antibakteri. Diperoleh hasil
bahwa sirih hijau dan sirih merah dapat berperan sebagai bioreduktor dan capping
agents. Penambahan konsentrasi menunjukkan peningkatan homogenitas sebaran
partikel yang mengindikasikan bahwa kedua ekstrak sirih berhasil menjadi capping
agent dalam eksperimen ini. Diperoleh semikristalin ZnO dengan sistem kristal
heksagonal.

Kata kunci: Green synthesis, nanopartikel ZnO, sirih hijau, sirih merah

i
ii
ABSTRACT

ZINC OXIDE NANOPARTICLES SYNTHESIS


WITH GREEN BETEL (Piper betle Linn) AND RED
BETEL (Piper crocatum Ruiz & Pav) ADDITION AS
CAPPING AGENTS

by
Salma Aridha Muflihah
NIM: 10218032

Green synthesis of zinc oxide nanoparticles is one of the most widely conducted
research nowadays due to its advantages, which are environmentally friendly and
simple. Green betel and red betel were chosen because of their abundance of
phytochemicals which are potential to be bioreductors and capping agents and their
abundant availability in Indonesia. In this study, experiments were carried out with
the aim of studying the role of green betel and red betel in green synthesis and the
characteristics of the zinc oxide nanoparticles they produced. This research method
included a literature review followed by experiments using green synthesis method.
The characterization carried out including UV-Vis Spectroscopy,
Photoluminescence Spectroscopy, Dynamic Light Scattering, X-Ray Diffraction,
Fourier-Transform Infrared Spectroscopy, and antibacterial tests. The results
showed that both of red betel and green betel can be used as bioreductors and
capping agents. The increasing of extract concentrations showed escalation in
particle size homogenity which indicated that both green betel and red betel extracts
succeeded to be the capping agents in this experiments. ZnO semicrystallines were
obtained and exhibit hexagonal crystal system.

Key words: Green betel, green synthesis, red betel, ZnO nanoparticles

iii
PENGESAHAN

SINTESIS NANOPARTIKEL SENG OKSIDA DENGAN


TAMBAHAN SIRIH HIJAU (Piper betle Linn) DAN
SIRIH MERAH (Piper crocatum Ruiz & Pav) SEBAGAI
CAPPING AGENTS

Oleh
Salma Aridha Muflihah
NIM 10218032

Program Studi Sarjana Fisika


Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam
Institut Teknologi Bandung

Dosen Pembimbing Menyetujui Substansi dari Buku Tugas Akhir

Bandung, 21 Februari 2023

Dosen Pembimbing 1, Dosen Pembimbing 2,

Dr. rer. nat. Akfiny Hasdi Aimon Dr. Euis Sustini


NIP 198404142015042002 NIP 195905101985032002

Tim Penguji:
1. Dr. Dhewa Edikresnha, Bc. Eng., M. Si.
2. Fahdzi Muttaqien, S. Si., M. Si., M. Sc., M. Eng., Ph. D.

iv
PEDOMAN PENGGUNAAN
BUKU TUGAS AKHIR

Buku Tugas Akhir Sarjana ini tidak dipublikasikan, namun terdaftar dan tersedia di
Perpustakaan Institut Teknologi Bandung. Buku ini dapat diakses umum, dengan
ketentuan bahwa penulis memiliki hak cipta dengan mengikuti aturan HaKI yang
berlaku di Institut Teknologi Bandung. Referensi kepustakaan diperkenankan
dicatat, tetapi pengutipan atau peringkasan hanya dapat dilakukan seizin penulis,
dan harus disertai dengan kebiasaan ilmiah untuk menyebutkan sumbernya.
Memperbanyak atau menerbitkan sebagian atau seluruh buku Tugas Akhir
harus atas izin Program Studi Sarjana Fisika, Fakultas Matematika dan Ilmu
Pengetahuan Alam, Institut Teknologi Bandung.

v
Tugas Akhir ini saya persembahkan untuk Mamah, Bapa, Fakhry, dan seluruh
pihak yang telah berkontribusi dalam perjalanan saya di kampus ini.

vi
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala. Atas ridha dan
kuasa-Nya, penulis mampu menyelesaikan tugas akhir dengan judul Sintesis
Nanopartikel Seng Oksida dengan Tambahan Sirih Hijau (Piper betle Linn) dan
Sirih Merah (Piper crocatum Ruiz & Pav) sebagai Capping Agents. Tugas Akhir
ini mampu diselesaikan atas bantuan dan kontribusi banyak pihak. Penulis
berterima kasih kepada

1. Ketua Program Studi Fisika, Dr. Fatimah Arofiati Noor atas bantuan dan
dukungannya dalam pengerjaan sidang tugas akhir penulis.
2. Dosen Pembimbing penulis, Dr. rer. nat. Akfiny Hasdi Aimon dan Dr.
Euis Sustini atas bantuan moril dan materiil yang diberikan kepada
penulis.
3. Dr. Eng. Ferry Iskandar, M. Eng. dan Prof. Dr. Eng. Mikrajuddin, M. Si.
atas izin akses terhadap fasilitas-fasilitas di laboratorium E2M dan Fisika
Interdisiplin yang diberikan sehingga penulis dapat menyelesaikan
penelitian ini.
4. Seluruh dosen Fisika ITB, dan dosen pengampu mata kuliah luar prodi
atas ilmu yang penulis terima.
5. Beasiswa Bidikmisi atas bantuan biaya pendidikan yang diberikan selama
pendidikan penulis di kampus ini.
6. Orang tua penulis, Mamah dan Bapa, atas do’a, dukungan, pengertian, dan
perhatian yang tidak pernah putus untuk penulis.
7. Adik penulis satu-satunya, Fakhry, atas dukungan dan bantuan yang
diberikan.
8. Keluarga besar, khususnya Bu Nina, Bi Cici, Amih, Mah Titim, Bapa Aki
atas motivasi serta bantuan yang diberikan kepada penulis.
9. Mah Aam dan Mah Yati atas akses untuk penggunaan daun sirih yang
penulis gunakan dalam penelitian ini.
10. Panitia KKN ITB 2021 ++: Yusron, Wanda, Alifya, Mida, Salman,
Shodiq, Alfira, Upi, Maruf, Nabhan, Nurul, Apipah, Gina, dkk.
11. Toko Saripudin: Zahro, Sabhita, Aisya, dan Kirei. Terima kasih sudah
menjadi teman di saat penulis mulai putus asa mengerjakan TA di
semester 8.
12. Sobat sambat Tepebebs: Yolanda, Rifqi, Dara.

vii
13. Teman-teman seperbimbingan, Nalia, Zahro, Kak Faiz atas diskusi-
diskusi dan bantuannya selama pengerjaan tugas akhir penulis.
14. Teman-teman Widyandra Gamayasa.
15. Dulur-dulur PSHT ITB.
16. Seluruh pihak yang telah berkontribusi secara langsung dan tidak
langsung dalam keseluruhan perjalanan penulis di kampus ini. Semoga
pembelajaran dan pengalaman yang penulis peroleh dapat bermanfaat
bagi banyak pihak.

Pada awalnya, penulis tidak berencana menjadi bagian dari mahasiswa fisika
ITB. Penulis bukanlah orang yang menyukai fisika, apalagi menguasai ilmu fisika.
Namun, melalui tugas akhir ini penulis mulai menemukan ketertarikan terhadap
ilmu fisika, khususnya di bidang nanomaterial. Penulis berharap, tulisan ini dapat
memberikan manfaat semaksimal mungkin bagi pembaca.
Dalam penelitian ini, penulis mempelajari karakteristik dan peran daun sirih
hijau serta sirih merah dalam sintesis nanopartikel ZnO. Karakteristik yang
dipelajari meliputi sifat antibakteri, sifat fisis, dan ikatan kimia dari sampel ZnO
yang dihasilkan. Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif berbasis
eksperimen pertama penulis. Besar kemungkinan akan terdapat kekurangan-
kekurangan dalam proses penelitian dan penulisan tugas akhir ini. Oleh karena itu,
penulis terbuka atas kritik dan saran untuk perbaikan di masa depan.

Bandung, 21 Februari 2023

Salma Aridha Muflihah


NIM 10218032

viii
DAFTAR ISI

ABSTRAK .......................................................................................................... i
ABSTRACT ...................................................................................................... iii
PENGESAHAN ................................................................................................ iv
PEDOMAN PENGGUNAAN ............................................................................v
BUKU TUGAS AKHIR......................................................................................v
KATA PENGANTAR...................................................................................... vii
DAFTAR ISI ..................................................................................................... ix
DAFTAR TABEL ............................................................................................. xi
DAFTAR GAMBAR ....................................................................................... xii
DAFTAR NOTASI ...........................................................................................xv
DAFTAR SINGKATAN................................................................................. xvi
PENDAHULUAN ...............................................................................................1
I.1 Latar Belakang .............................................................................................1
I.2 Rumusan dan Batasan Masalah ....................................................................3
I.3 Tujuan ..........................................................................................................4
I.4 Metodologi ...................................................................................................4
I.5 Sistematika Penulisan...................................................................................4
TINJAUAN PUSTAKA ......................................................................................5
II.1 Nanopartikel Seng Oksida............................................................................5
II.2 Green Synthesis ............................................................................................7
II.3 Bioreduktor ..................................................................................................8
II.4 Karakterisasi ...............................................................................................10
II.4.1 Dynamic Light Scattering (DLS) ................................................. 11
II.4.2 Spektroskopi UV-Vis ................................................................... 11
II.4.3 Spektroskopi Fotoluminesensi (PL) ............................................. 14
II.4.4 Fourier Transform Infrared Spectroscopy (FTIR) ....................... 15
II.4.5 X-Ray Diffraction (XRD) ............................................................. 16
II.4.6 Uji Aktivitas Antibakteri .............................................................. 19
METODOLOGI PENELITIAN ........................................................................21
III.1 Ekstraksi Sirih ............................................................................................21
III.2 Sintesis Nanopartikel Seng Oksida ............................................................22
III.3 Karakterisasi ...............................................................................................23
III.3.1 Uji Kualitatif Laser .................................................................. 23
III.3.2 Uji Kualitatif Lampu UV ......................................................... 24
III.3.3 Dynamic Light Scattering (DLS) ............................................. 24
III.3.4 Spektroskopi UV-Vis .............................................................. 24

ix
III.3.5 Spektroskopi Fotoluminesensi (PL) ........................................ 24
III.3.6 Fourier Transform Infrared Spectroscopy (FTIR) .................. 25
III.3.7 X-Ray Diffraction (XRD) ........................................................ 25
III.3.8 Uji Antibakteri ......................................................................... 25
HASIL DAN ANALISIS ..................................................................................26
IV.1 Foto Sampel ZnO .....................................................................................26
IV.2 Hasil Uji Kualitatif UV ............................................................................28
IV.3 Hasil Uji Laser .........................................................................................30
IV.4 Hasil Karakterisasi Dynamic Light Scattering (DLS) .............................32
IV.5 Hasil Karakterisasi Spektroskopi UV-Vis ...............................................34
IV.6 Hasil Karakterisasi Spektroskopi Fotoluminesensi (PL) .........................37
IV.7 Hasil Karakterisasi Fourier Transform Infrared Spectroscopy (FTIR)...39
IV.8 Hasil Karakterisasi X-Ray Diffraction (XRD) .........................................40
IV.9 Hasil Uji Antibakteri ................................................................................42
SIMPULAN DAN SARAN ..............................................................................44
V.1 Simpulan ....................................................................................................44
V.2 Saran ...........................................................................................................45
DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................46

x
DAFTAR TABEL

Tabel IV.1 Nilai celah energi optik sampel ...........................................................37


Tabel IV.2 Hasil analisis antibakteri ......................................................................43

xi
DAFTAR GAMBAR

Gambar II.1 Representasi struktur kristal ZnO (a) Rocksalt kubik, (b) Zincblende
kubik, dan (c) Wurtzite kubik (Morkoç, H. dan Ümit Özgür, 2009). ..................... 6
Gambar II.2 Diagram skematik green synthesis ZnO nanopartikel (Doan Thi, dkk.
2020). ...................................................................................................................... 8
Gambar II.3 Daun sirih hijau. ................................................................................. 9
Gambar II.4 Daun sirih merah. ............................................................................. 10
Gambar II.5 Skema UV-Vis. ................................................................................ 12
Gambar II.6 Kurva absorbansi UV-Vis ZnO dengan agen pereduksi kotoran
kambing (biru) dan kotoran domba (merah) (Chikkanna dkk., 2019). ................. 14
Gambar II.7 Kurva PL untuk sampel ZnO a) tanpa proses annealing, b) dengan
proses annealing) (Xiong dkk., 2006). .................................................................. 15
Gambar II.8 Spektrum FTIR sampel ZnO dengan ekstrak kulit jeruk a) variasi suhu,
b) variasi pH (Doan Thi dkk., 2020). .................................................................... 16
Gambar II.9 Skema produksi sinar X (M. A. Omar, 1975). ................................. 17
Gambar II.10 Kurva XRD sampel ZnO dengan ekstrak kulit jeruk a) variasi suhu,
b) variasi pH (Doan Thi dkk., 2020). .................................................................... 19
Gambar II.11 Zona hambat terhadap sampel nanopartikel ZnO dengan bakteri uji
a) Escherichia coli, b) Acinetobacter baumannii, c) Staphylococcus aureus, dan d)
Staphylococcus epidermidis (Naskar dkk., 2020). ................................................ 20
Gambar III.1 Diagram alir ekstraksi sirih...............................................................22
Gambar III.2 Diagram alir proses sintesis ZnO .....................................................23
Gambar IV.1 Sampel ekstrak sirih hijau 2% a) ZnO 0,01 M + CH3COOH, b)
Ekstrak, c) ZnO 0,01 M, d) ZnO 0,01 M + NaOH. 26
Gambar IV.2 Sampel ekstrak sirih merah 2% a) ZnO 0,01 M + CH3COOH, b)
Ekstrak, c) ZnO 0,01 M, d) ZnO 0,01 M + NaOH. ...............................................27
Gambar IV.3 Sampel ekstrak sirih merah 2% a) ZnO 0,01 M + CH3COOH, b)
Ekstrak, c) ZnO 0,01 M, d) ZnO 0,01 M + NaOH. ...............................................27
Gambar IV.4 Sampel ekstrak sirih merah 3% a) ZnO 0,01 M + CH3COOH, b)
Ekstrak, c) ZnO 0,01 M, d) ZnO 0,01 M + NaOH. ...............................................28

xii
Gambar IV.5 Hasil UV sirih hijau 2% a) ZnO 0,01 M + CH3COOH, b) Ekstrak, c)
ZnO 0,01 M, d) ZnO 0,01 M + NaOH. ..................................................................28
Gambar IV.6 Hasil UV ekstrak sirih hijau 3% a) ZnO 0,01 M + CH3COOH, b)
Ekstrak, c) ZnO 0,01 M, d) ZnO 0,01 M + NaOH. ...............................................29
Gambar IV.7 Hasil UV ekstrak sirih merah 2% a) ZnO 0,01 M + CH3COOH, b)
Ekstrak, c) ZnO 0,01 M, d) ZnO 0,01 M + NaOH. ...............................................29
Gambar IV.8 Hasil UV ekstrak sirih merah 3% a) ZnO 0,01 M + CH3COOH, b)
Ekstrak, c) ZnO 0,01 M, d) ZnO 0,01 M + NaOH. ...............................................30
Gambar IV.9 Hasil uji laser sirih hijau 2% a) ZnO 0,01 M + CH3COOH, b) Ekstrak,
c) ZnO 0,01 M, d) ZnO 0,01 M + NaOH. ..............................................................30
Gambar IV.10 Hasil uji laser ekstrak sirih merah 2% a) ZnO 0,01 M + CH3COOH,
b) Ekstrak, c) ZnO 0,01 M, d) ZnO 0,01 M + NaOH. ...........................................31
Gambar IV.11 Hasil uji laser ekstrak sirih hijau 3% a) ZnO 0,01 M + CH3COOH,
b) Ekstrak, c) ZnO 0,01 M, d) ZnO 0,01 M + NaOH. ...........................................31
Gambar IV.12 Hasil uji laser ekstrak sirih merah 3% a) ZnO 0,01 M + CH3COOH,
b) Ekstrak, c) ZnO 0,01 M, d) ZnO 0,01 M + NaOH. ...........................................32
Gambar IV.13 Hasil DLS ZnO 0,01 M dalam ekstrak sirih hijau 2% + NaOH (pH
= 8). ........................................................................................................................33
Gambar IV.14 Hasil DLS ZnO 0,01 M dalam ekstrak sirih merah 2% + NaOH (pH
= 8) .........................................................................................................................33
Gambar IV.15 Hasil DLS untuk ZnO 0,01 M dalam ekstrak sirih hijau 3% pada pH
= 5 dan pH = 7. ......................................................................................................34
Gambar IV.16 Hasil DLS ZnO 0,01 M dalam ekstrak sirih merah 3% + NaOH (pH
= 6). ........................................................................................................................34
Gambar IV.17 Spektrum UV-Vis untuk sampel a) sirih hijau 2%, b) sirih merah
2%, c) sirih hijau 3%, d) sirih merah 3%. ..............................................................36
Gambar IV.18 Hasil fotoluminesensi untuk sampel a) sirih hijau 2%, b) sirih merah
2%, c) sirih hijau 3%, d) sirih merah 3%. ..............................................................38
Gambar IV.19 Hasil FTIR sampel a) sirih hijau 2%, b) sirih merah 2%, c) sirih hijau
3%, d) sirih merah 3%. ..........................................................................................40
Gambar IV.20 Kurva XRD untuk sampel tanpa proses furnace dengan tambahan a)
sirih hijau 3%, b) sirih merah 3%. .........................................................................41

xiii
Gambar IV.21 Kurva XRD untuk sampel dengan proses furnace pada suhu 400 oC
dengan tambahan ekstrak a) sirih hijau 3%, b) sirih merah 3%. ............................42
Gambar IV.22 Zona hambat sampel dengan bakteri Staphylococcus aureus ........43

xiv
DAFTAR NOTASI

Notasi Arti
A Absorbansi
ε Absorptivitas molar
b Panjang kuvet
C Konsentrasi sampel
h Konstanta Planck
v Frekuensi
λ Panjang gelombang
c Kecepatan cahaya
𝜆0 Panjang gelombang datang
𝑣0 Frekuensi maksimum spektrum kontinyu
I Intensitas gelombang
𝐼0 Intensitas gelombang awal
α Koefisien absorbansi
x Panjang lintasan
a Jumlah awal sel
d Jumlah sel yang masih hidup
L Ukuran kristalin
β FWHM
θ Sudut Bragg

xv
DAFTAR SINGKATAN

Singkatan Arti
FTIR Fourier-Transform
Infrared Spectroscopy
FWHM Full Width at Half
Maxima
PL Photoluminescence
DLS Dynamic Light Scattering
UV-Vis Ultraviolet-Visible
XRD X-Ray Diffraction
ZnO Seng oksida

xvi
BAB I

PENDAHULUAN

I.1 Latar Belakang


Nanoteknologi merupakan bidang yang penelitiannya dilakukan secara masif pada
abad ini. Salah satu cabang nanoteknologi, yaitu nanomaterial, mempelajari
material-material berskala nano (1-100 nm) yang juga disebut sebagai nanopartikel.
Nanopartikel banyak diaplikasikan di berbagai bidang, mulai dari komunikasi,
elektronik, sensor, hingga medis (Umar dan Hahn, 2010).

Nanopartikel memiliki sifat yang berbeda dengan material bulk. Nanopartikel


memiliki rasio permukaan/volume yang tinggi, celah energi yang bisa diatur
dengan cara mengatur ukuran partikelnya, dan sifat optik dan magnetik yang sangat
baik. Seng oksida (ZnO) termasuk logam oksida yang sering disintesis menjadi
nanopartikel. Hal ini dikarenakan sifat antibakterial, antifungal, optik, listrik, dan
magnetiknya (Doan Thi dkk., 2020).

Sifat antibakterial nanopartikel ZnO bekerja lebih optimal pada kategori bakteri
gram-positif dibandingkan dengan nanopartikel lainnya dari kelompok unsur yang
sama. ZnO bekerja dengan cara merusak sel dan DNA mikroba melalui proses
difusi. Zat antimikroba untuk konsumsi manusia haruslah tidak beracun; tidak
bereaksi dengan makanan atau wadah; rasanya enak atau tawar; dan tidak memiliki
bau tidak sedap. Keempat aspek ini dipenuhi oleh nanopartikel ZnO (Siddiqi dkk.,
2018).

ZnO dapat disintesis menggunakan berbagai metode, di antaranya sol-gel,


microwave, dan presipitasi. Namun, metode-metode ini memiliki dampak negatif
terhadap lingkungan. Sehingga, diperlukan suatu metode ramah lingkungan untuk
menyintesis material yang disebut green synthesis (Doan Thi dkk., 2020; Joel dan
Badhusha, 2016).

1
Saat ini, green synthesis banyak digunakan karena ramah lingkungan, murah, dan
dapat melibatkan banyak bagian tanaman sebagai agen pembentuk nanopartikel.
Dalam metode ini, dibutuhkan suatu penstabil yang dapat menghasilkan repulsi
sterik antarpartikel agar tidak terjadi aglomerasi antara nanopartikel-nanopartikel
yang terbentuk. Penstabil ini dapat berupa surfaktan, molekul polimer, atau molekul
polimer terikat pada nanopartikel (Doan Thi dkk., 2020; Umar dan Hahn, 2010;
Vinayagam dkk., 2022).

Indonesia sebagai negara dengan keanekaragaman hayati yang tinggi memiliki


potensi besar untuk mengembangkan berbagai agen bioreduktor, katalis, penstabil,
maupun penyangga dalam green synthesis nanopartikel. Di antara bahan alam yang
berpotensi menjadi bioreduktor adalah suku sirih-sirihan (Piperaceae). Ada
setidaknya dua puluh tiga varietas sirih di Pulau Jawa, dua di antaranya adalah sirih
hijau (Piper betle L.) dan sirih merah (Piper crocatum Ruiz & Pav).

Sirih hijau berasal dari India. Daun dari tanaman ini banyak digunakan dalam
prosesi adat dan pengobatan tradisional seperti kegiatan nyirih, pengobatan batuk,
dan perawatan bau mulut. Hal ini dimungkinkan karena banyaknya komponen
penting yang terkandung dalam sirih hijau, seperti fenol, eugenol, chavicol, dan
vitamin (A, B, dan C). Fenol merupakan senyawa yang berpotensi menjadi agen
bioreduktor, bersifat antioksidan, dan kadarnya menentukan kualitas sirih hijau.
Eugenol bersifat antifungal, sedangkan chavicol memiliki sifat antibakterial yang
empat kali lebih kuat dibandingkan dengan asam karbolik (Begam dkk., 2018;
Kumar dkk., 2010).

Adapun sirih merah berasal dari Peru. Tanaman ini juga dikenal baik dalam
pengobatan tradisional. Beberapa manfaat sirih merah meliputi pengobatan
hipertensi, radang liver, keputihan, kanker payudara, pengontrol gula darah, dan
antiseptik untuk jamur kulit dan luka. Manfaat ini dapat diperoleh dari kandungan
flavonoid, alkaloid, taninpolifenol, steroid-terpenoid, dan saponin yang ada di
dalamnya (Fitriyani dan Winarti, 2011; Parfati dan Windono, 2017; Rachmawati,
2011; Safithri dan Fahma, 2008).

2
Hingga saat ini, belum banyak ditemukan jurnal ilmiah yang membahas aplikasi
sirih hijau dan merah dalam sintesis nanopartikel ZnO. Hal ini yang mendasari
penulis untuk melakukan riset terkait sintesis nanopartikel ZnO dengan tambahan
ekstrak sirih hijau (Piper betle Linn) dan sirih merah (Piper crocatum Ruiz & Pav)
sebagai capping agents. Dalam penelitian ini akan dilakukan investigasi untuk
mengetahui peran ekstrak sirih hijau dan sirih merah dalam sintesis nanopartikel
ZnO dengan metode green synthesis. Kemudian akan dilakukan beberapa uji dan
karakterisasi untuk menentukan sifat fisis, ikatan kimia, sifat antibakteri, dan
sebaran ukuran nanopartikel ZnO yang terbentuk. Hasil uji dan karakterisasi akan
dibandingkan dengan hasil eksperimen yang telah ada sebelumnya melalui tinjauan
pustaka.

I.2 Rumusan dan Batasan Masalah


Rumusan masalah yang akan dipelajari berdasarkan latar belakang adalah sebagai
berikut.
1. Bagaimana peran sirih hijau dan sirih merah dalam proses sintesis
nanopartikel seng oksida?
2. Bagaimana sifat fisis, ikatan kimia, dan sebaran ukuran nanopartikel seng
oksida yang dihasilkan?
3. Bagaimana pengaruh variasi pH, sirih hijau, dan sirih merah terhadap
nanopartikel seng oksida yang dihasilkan?

Adapun batasan masalah penelitian ini meliputi:


1. Metode yang digunakan adalah eksperimen menggunakan metode green
synthesis.
2. Eksperimen dilakukan pada suhu ruang.
3. Pelarut yang digunakan adalah air demineralisasi.
4. Variabel yang diteliti adalah pengaruh variasi pH dan bioreduktor.
5. Proses ekstraksi dilakukan dengan cara mendidihkan daun sirih selama 8
menit.
6. Konsentrasi prekursor yang digunakan adalah 0,01 M.

3
7. Dua jenis bioreduktor yang digunakan adalah sirih hijau dan sirih merah.
8. Prekursor yang digunakan adalah Zn(NO3)2. 6 H2O grade analis.
9. Uji antibakteri dilakukan dengan bakteri gram-positif S. aureus.

I.3 Tujuan
Tujuan yang hendak dicapai berdasarkan rumusan masalah adalah sebagai berikut.
1. Sintesis nanopartikel seng oksida yang ditambah sirih hijau dan sirih merah.
2. Menganalisis sifat fisis, ikatan kimia, sifat antibakteri, dan sebaran ukuran
nanopartikel seng oksida yang dihasilkan.
3. Mengidentifikasi pengaruh variasi pH, sirih hijau, dan sirih merah terhadap
nanopartikel seng oksida yang terbentuk.

I.4 Metodologi
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah eksperimen menggunakan
metode green synthesis. Alur metode penelitian diawali dengan tinjauan pustaka.
Selanjutnya, dilakukan eksperimen dan pengolahan data yang kemudian
dibandingkan dengan hasil tinjauan pustaka.

I.5 Sistematika Penulisan


Setelah pendahuluan pada Bab I ini, Bab II akan mengulas tentang Tinjauan Pustaka
yang mencakup nanopartikel, seng oksida, green synthesis, bioreduktor, dan
karakterisasi. Selanjutnya, pada Bab III akan dijelaskan Metode Penelitian yang
meliputi metode sintesis dan karakterisasi. Kemudian, pada Bab IV akan dijelaskan
Hasil dan Analisis dari eksperimen yang telah dilakukan. Terakhir, Bab V berisi
Kesimpulan dan Saran dari penelitian yang telah dilakukan.

4
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

Dalam bab ini akan dijelaskan tinjauan pustaka terkait konsep yang digunakan
dalam penelitian ini. Subbab pertama akan membahas terkait definisi, sifat, dan
aplikasi nanopartikel seng oksida. Kemudian, subbab kedua akan membahas
definisi, keunggulan, dan ekstrak yang digunakan dalam penelitian berbasis green
synthesis yang telah ada. Selanjutnya, subbab ketiga akan meninjau definisi
bioreduktor, jenis dan kandungan bioreduktor yang digunakan pada penelitian ini,
dan tinjauan dari penelitian sebelumnya. Terakhir, subbab keempat akan membahas
prinsip kerja dan landasan teori dari karakterisasi yang digunakan.

II.1 Nanopartikel Seng Oksida


Nanopartikel merupakan partikel berukuran 1-100 nm yang memiliki karakteristik
berbeda dengan material bulk-nya. Semakin kecil diameter suatu partikel, maka
nilai celah energinya akan semakin besar dan dalam hal ini mengalami blueshift
(Fakhari dkk., 2019). Nanopartikel banyak digunakan di bidang medis karena
kemampuannya dalam meningkatkan aktivitas dan dapat menyebabkan reaktivitas
terkontrol dibandingkan dengan bahan skala besar (Eswari dkk., 2022). Logam
oksida merupakan salah satu material yang paling banyak disintesis menjadi
nanopartikel. Salah satu logam oksida tersebut akan menjadi fokus dalam penelitian
ini, yaitu logam oksida ZnO.

ZnO merupakan material anorganik yang bersifat semikonduktor. Bahan ini dapat
ditemukan dalam tiga struktur kristal: wurtzite, zincblende, dan rocksalt (Doan Thi
dkk., 2020). ZnO memiliki celah energi sebesar 3,37 eV dengan energi eksiton 60
meV (Pudukudy dan Yaakob, 2015).

Struktur wurtzite memiliki sel satuan heksagonal dengan dua parameter kisi a dan
c dalam rasio 𝑐/𝑎 = √(8/3) = 1,633 (dalam struktur wurtzite ideal). Representasi
skematis dari struktur ZnO wurtzite ditunjukkan pada Gambar II.1. Struktur ini
5
terdiri dari dua subkisi hexagonal close-packed (hcp) (Morkoç, H. dan Ümit Özgür,
2009). Struktur ZnO ini merupakan struktur yang berbentuk tetrahedral dengan
empat buah atom O yang dipandang sebagai struktur yang stabil secara
termodinamik (Doan Thi dkk., 2020; S. B. Kulkarni dkk., 2011).

Struktur kristal selanjutnya yaitu struktur zincblende. Pada struktur ini, ZnO bersifat
metastabil dan dapat distabilkan hanya dengan pertumbuhan heteroepitaxial pada
substrat kubik. Hal ini mencerminkan kompatibilitas topologi untuk mengatasi
kecenderungan intrinsik membentuk fase wurtzite. Struktur zincblende terdiri dari
dua subkisi face-centered cubic (fcc). Ada empat atom per unit sel dan setiap atom
dari satu jenis (golongan II) dikoordinasikan secara tetrahedral dengan empat atom
dari jenis lainnya (golongan VI) (Morkoç, H. dan Ümit Özgür, 2009).

Struktur kristal yang lainnya adalah rocksalt. Seperti semikonduktor II-VI lainnya,
wurtzite ZnO dapat diubah menjadi struktur rocksalt pada tekanan hidrostatik
sekitar 10 GPa. Namun, struktur rocksalt tidak dapat distabilkan melalui
pertumbuhan epitaxial. Struktur ini termasuk struktur yang jarang ditemukan
(Morkoç, H. dan Ümit Özgür, 2009).

Gambar II.1 Representasi struktur kristal ZnO (a) Rocksalt kubik, (b) Zincblende
kubik, dan (c) Wurtzite kubik. Bola berwarna abu-abu dan hitam masing-masing
menunjukkan Zn dan O (Morkoç, H. dan Ümit Özgür, 2009).

Kristal merupakan bahan yang memiliki simetri dan keteraturan yang sempurna.
Jika suatu bahan memiliki keteraturan dan amorf dalam jumlah tertentu, maka

6
bahan tersebut dapat dikatakan sebagai semikristalin. Monokristal merupakan
kristal yang tersusun oleh 1 jenis unsur, sedangkan polikristal merupakan kristal
yang tersusun dari lebih 1 unsur (William D. Callister, Jr dan David G. Rethwisch,
1940).

Nanopartikel ZnO banyak digunakan karena keunggulannya yaitu toksisitas


rendah, murah, biokompatibilitas, dan fotostabilitas tinggi. Morfologi nanopartikel
ZnO juga dapat diatur dengan cara mengontrol proses sintesis (Asjadi and
Yaghoobi, 2022). Nanopartikel ZnO dapat disintesis melalui berbagai metode, baik
top down maupun bottom up. Salah satu metode yang sering digunakan adalah
metode green synthesis.

II.2 Green Synthesis


Green synthesis merupakan sebuah metode sintesis nanomaterial berbasis
penggunaan bahan biologis untuk aplikasi biomedis (Doan Thi dkk., 2020). Bahan
biologis yang dimaksud dapat berupa tumbuhan, alga, jamur, biomolekul, dll.
Metode ini sederhana, ramah lingkungan, biokompatibel, murah, stabil, dan aman
(Doan Thi dkk., 2020). Alih-alih agen kimia, ekstrak bahan biologis sebagai agen
hijau digunakan untuk menyempurnakan perilaku pembakaran, struktur mikro,
karakteristik produk, penstabil, bioreduktor, dan capping agent (Mustafa dkk.,
2022; Raza dkk., 2022).

Beberapa ekstrak yang digunakan dalam green synthesis nanopartikel ZnO adalah
Phoenix dactylifera. Dalam laporan Raza dkk., ekstrak ini berperan untuk
mengeliminasi anion metil orange. Penelitian Mustafa dkk. menggunakan ekstrak
daun dandelion sebagai pelarut prekursor. Jimenez-Rosado dkk. memanfaatkan
ekstrak polifenol yang diperoleh dari limbah Capsicum annuum untuk
menghasilkan nanopartikel ZnO dengan kemurnian yang lebih tinggi (Jiménez-
Rosado dkk., 2022; Mustafa dkk., 2022; Raza dkk., 2022).

Dalam penelitian yang dilakukan Doan Thi dkk., digunakan ekstrak kulit jeruk dan
prekursor Zn(NO3)2. Eksperimen ini dilakukan melalui metode green synthesis.

7
Skema eksperimen tersebut ditunjukkan pada Gambar II.2 berikut.

Gambar II.2 Diagram skematik green synthesis ZnO nanopartikel (Doan Thi dkk.,
2020).

II.3 Bioreduktor
Bioreduktor merupakan suatu senyawa yang diperoleh dari sumber biologis yang
bertujuan untuk mereduksi prekursor menjadi senyawa yang diinginkan. Beberapa
bioreduktor yang diduga berperan di antaranya adalah fenol dan turunannya,
protein, dan berbagai kombinasi biomolekul lainnya (Sari dkk., 2017). Dua di
antara bahan alam yang berpotensi menjadi bioreduktor adalah sirih hijau dan sirih
merah.

Sirih hijau merupakan tanaman tropis yang berbentuk hati dengan permukaan daun
mengkilap. Tanaman ini merambat, dapat tumbuh secara horizontal maupun
vertikal. Ketinggian tanaman ini dapat mencapai 10-15 kaki dari permukaan tanah.
Daun sirih banyak digunakan dalam pengobatan batuk, bau mulut, filariasis, dan
sesak napas (Begam dkk., 2018).

8
Gambar II.3 Daun sirih hijau.

Daun sirih hijau memiliki kandungan air, protein, karbohidrat, mineral, lemak, serat
dan vitamin (A, B, C). Senyawa lain yang terkandung dalam sirih hijau adalah
minyak esensial (safrole, allyl pyrocatechol monoacetate, eugenol, terpinen-4-ol
dan eugenyl asetat), tannin, alkaloid (arakene), asam nikotinik, thiamin, riboflavin,
kalsium, besi, iodin, fosfor, kalium, 1,8-cineole, cadinene, camphene,
caryophyllene, limonene, pinene, chavicol, allyl pyrocatechol, carvacrol, dan
chavibetol. Beberapa komponen lainnya dalam sirih hijau yaitu asam askorbat,
karoten fenol, terpena, tiosianat pati, diastases, gula, asam amino, dan komponen
steroidal (Bajpai dkk., 2010; Begam dkk., 2018; Kanjwani DG dkk., 2008;
Sugumaran M dkk., 2011).

Daun sirih hijau mengandung sifat antibakteri, antifungal, dan antioksidan. Hal ini
dipengaruhi oleh keberadaan senyawa chavicol, eugenol, dan fenol yang
terkandung dalam sirih hijau. Sifat antibakteri senyawa chavicol empat kali lebih
tinggi dari asam karbolik. Kandungan senyawa eugenol dalam kadar yang tinggi
memberikan sifat antifungal dalam sirih. Sedangkan, keberadaan fenol, khususnya
hydroxychavicol (4-allyl pyrocatechol) menghasilkan efek antioksidan pada sirih
hijau (Begam dkk., 2018; Kumar dkk., 2010).

Beberapa penelitian terkait penggunaan bioreduktor dalam sintesis nanopartikel


ZnO adalah sebagai berikut. Sari dkk. melaporkan penggunaan ekstrak Caulerpa

9
sp sebagai bioreduktor dan penstabil ZnO nanopartikel. Patil dkk. menggunakan
ekstrak Limonia acidissima yang menghasilkan ZnO nanopartikel berbentuk sferis
dengan ukuran 12-53 nm (Patil dan Taranath, 2016; Sari dkk., 2017).

Gambar II.4 Daun sirih merah.

Sirih merah (Piper crocatum Ruiz & Pav) merupakan tanaman yang berasal dari
Peru namun telah banyak ditemukan di Indonesia. Sirih merah telah banyak
dimanfaatkan dalam pengobatan tradisional. Kandungan dalam sirih merah antara
lain senyawa fenolik, monoterpena, sesquiterpena, amida fenolik glikosida,
neolignan, dan flavonoid C-glikosida (Li dkk., 2019). Karena kandungannya ini,
sirih merah berpotensi untuk mempercepat proses penyembuhan luka diabetik,
bersifat antibakteri, dan juga antifungal (Setyawati dkk., 2021).

II.4 Karakterisasi
Karakterisasi dilakukan untuk mengetahui sifat-sifat nanopartikel, meliputi sifat
optik, sifat fisis, morfologi, dan lain-lain. Terdapat beberapa aspek yang dapat
meningkatkan hasil karakterisasi nanopartikel ZnO, di antaranya suhu, waktu
aging, unsur doping, efek quenching, dan pH (N. Verma dkk., 2017). Dalam subbab
ini akan dibahas karakterisasi DLS, Spektroskopi UV-Vis, Spektroskopi PL, FTIR,
XRD, dan uji antibakteri. Prinsip kerja dan basis teori karakterisasi yang digunakan
dalam penelitian ini adalah sebagai berikut.

10
II.4.1 Dynamic Light Scattering (DLS)
Prinsip kerja DLS adalah ketika seberkas cahaya monokromatik bertemu dengan
larutan yang mengandung makromolekul, cahaya akan menyebar ke segala arah
sebagai fungsi dari ukuran dan bentuk makromolekul. Jika fluktuasi intensitas
(disebabkan karena gerak Brown makromolekul dalam larutan) dari cahaya yang
tersebar dianalisis, koefisien difusi yang terkait dengan ukuran hidrodinamik
makromolekul dapat diperoleh. DLS merupakan teknik yang mengukur gerak
Brown makromolekul dalam larutan yang timbul karena pengeboman dari molekul
pelarut, dan menghubungkan gerak ini dengan ukuran (atau koefisien difusi) dari
partikel. Gerakan makromolekul ini tergantung pada ukuran, suhu, dan viskositas
pelarutnya (Harding dan Jumel, 1998). Ketika pergerakan partikel diamati selama
rentang waktu tertentu, informasi tentang ukuran makromolekul dapat diperoleh.
Hal ini terjadi karena partikel besar berdifusi perlahan, menghasilkan posisi serupa
pada titik waktu berbeda, berbanding terbalik dengan partikel kecil (seperti molekul
pelarut) yang bergerak lebih cepat sehingga tidak mengambil posisi tertentu
(Stetefeld dkk., 2016).

Dalam instrumen DLS, ketika sinar laser bertemu dengan makromolekul, cahaya
yang datang menyebar ke segala arah dan intensitas hamburan direkam oleh
detektor. Cahaya monokromatik yang datang akan mengalami fenomena yang
disebut pelebaran Doppler karena makromolekul bergerak terus menerus dalam
larutan (Harding dan Jumel, 1998). Cahaya yang tersebar akan menghasilkan fase
yang destruktif atau konstruktif untuk menghasilkan sinyal yang dapat dideteksi.
Autokorelator digital kemudian mengkorelasikan fluktuasi intensitas cahaya yang
tersebar terhadap waktu (ns-μs) untuk menentukan seberapa cepat intensitas
berfluktuasi, yang terkait dengan perilaku difusi makromolekul (Stetefeld dkk.,
2016).

II.4.2 Spektroskopi UV-Vis


Prinsip dasar spektroskopi UV-Vis adalah absorpsi cahaya dalam rentang UV (1
nm hingga 390 nm) dan Visible (390 nm hingga 780 nm) oleh sampel. Sebagian
cahaya akan diserap, sebagian ditransmisikan dan dicatat sebagai fungsi panjang

11
gelombang oleh detektor yang sesuai, yang menghasilkan spektrum UV/Vis
sampel. Karena setiap zat menyerap cahaya secara berbeda, ada hubungan yang
unik dan spesifik antara zat tersebut dengan spektrum UV/Vis-nya. Spektroskopi
kemudian dapat digunakan untuk mengidentifikasi atau mengukur suatu zat.
(Cosimo A. De Caro dan Haller Claudia, 2015; William D. Callister, Jr dan David
G. Rethwisch, 2014).

Spektrofotometer UV-Vis mengukur intensitas cahaya yang ditransmisikan melalui


larutan sampel dalam kuvet dan membandingkannya dengan intensitas cahaya
sebelum melewati sampel. Komponen utama spektrofotometer UV-Vis adalah
sumber cahaya, wadah sampel, perangkat dispersi untuk memisahkan panjang
gelombang cahaya yang berbeda (misalnya monokromator), dan detektor yang
sesuai (Cosimo A. De Caro dan Haller Claudia, 2015).

Gambar II.5 Skema UV-Vis.

Saat melewati kuvet transparan yang berisi larutan sampel, intensitas cahaya
Skema UV-Vis
dikurangi secara proporsional dengan konsentrasi sampel. Dengan kata lain, larutan
sampel dengan konsentrasi lebih tinggi akan menyerap lebih banyak cahaya. Selain
itu, atenuasi juga sebanding dengan panjang kuvet; kuvet yang lebih panjang akan
menghasilkan penyerapan cahaya yang lebih tinggi. Pernyataan ini merupakan
hukum Lambert-Beer yang dituliskan sebagai berikut:
A  bC (II.1)

dengan A merupakan absorbansi, ε absorptivitas molar (L/mol.cm), b panjang kuvet


(cm), dan C merupakan konsentrasi sampel (mol/L).

Fakhari dkk. melaporkan puncak UV-Vis nanopartikel ZnO yang diperoleh melalui
metode green synthesis dengan ekstrak L. Nabilis. Penelitian tersebut

12
membandingkan dua prekursor, yaitu seng nitrat dan seng asetat yang keduanya
menghasilkan puncak absorpsi 350 nm. Nilai ini mengalami pergeseran
dibandingkan dengan puncak ZnO bulk yang berada di kisaran 385 nm disebabkan
adanya proses penurunan ukuran partikel secara drastis menjadi skala nano.
Sehingga, hal ini sesuai dengan teori yang menyatakan bahwa ukuran partikel
sebanding dengan panjang gelombang absorpsi (Fakhari dkk., 2019).

Pada penelitian lain, Patil dkk. menggunakan ekstrak Limonia acidissima dan
memperoleh nilai puncak absorpsi 374 nm. Nanopartikel ZnO yang diperoleh
diinvestigasi sifat antibakterialnya terhadap Mycobacterium tuberculosis (TB).
ZnO nanopartikel dengan konsentrasi 12,5-100 𝜇𝑔/𝑚𝐿 menunjukkan sensitivitas
bakteri TB yang mengindikasikan adanya sifat anti-TB yang baik (Patil dan
Taranath, 2016).

Penelitian Chikkanna dkk. menggunakan kotoran kambing dan domba sebagai agen
pereduksi dalam sintesis nanopartikel ZnO. Spektrum absorbansi UV-Vis-nya
ditampilkan pada Gambar II.6. Pada sampel nanopartikel ZnO yang menggunakan
kotoran kambing sebagai bioreduktor, puncak-puncak yang teramati adalah 217,45
nm, 298,57 nm, 304,64 nm, 312,66 nm, 316,07 nm, 324,23 nm, 335,96 nm, 339,88
nm, 346,08 nm, 352,60 nm, dan 353,57 nm. Sedangkan untuk sampel nanopartikel
ZnO yang berhasil direduksi oleh kotoran domba puncak-puncak absorbansinya
adalah 213,87 nm, 224,75 nm, 232,58 nm, 298,28 nm, 304,82 nm, 311,33 nm,
316,98 nm, 323,97 nm, 335,25 nm, 337,45 nm, 339,62 nm, 351,38 nm, 352,67 nm,
dan 356,60 nm. Hasil ini mengindikasikan bahwa kotoran kambing dan domba
berhasil menjadi agen pereduksi dalam sintesis nanopartikel ZnO (Chikkanna dkk.,
2019).

13
Gambar II.6 Kurva absorbansi UV-Vis ZnO dengan agen pereduksi kotoran kambing
(biru) dan kotoran domba (merah) (Chikkanna dkk., 2019).

II.4.3 Spektroskopi Fotoluminesensi (PL)


Spektroskopi PL memanfaatkan fenomena fluoresensi dan fosforesensi. PL banyak
digunakan dalam biokimia dan biologi molekuler untuk mengkarakterisasi molekul
kompleks, lingkungannya, atau lokasinya. PL dapat digunakan untuk
mengkarakterisasi sifat optoelektronik semikonduktor. Energi dari foton yang
dipancarkan merupakan ukuran langsung dari perbedaan energi antara orbital atau
pita yang terlibat. Dengan cara ini, celah pita langsung semikonduktor atau celah
HOMO-LUMO dalam molekul dapat ditentukan (A Erbe dkk., 2018).

Studi mengenai karakteristik fotoluminesensi sampel nanopartikel ZnO dilakukan


oleh Xiong dkk. Gambar II.7 menunjukkan kurva PL untuk sampel yang disintesis
pada suhu ruang, dan sampel yang melalui proses annealing. Masing-masing
spektrum terdiri dari beberapa pita lebar di wilayah panjang gelombang terlihat.
Puncak yang berpusat pada sekitar 2,5 eV dikenal sebagai pendaran cacat hijau
ZnO. Puncak lain yang berpusat pada 2,8 eV juga ditemukan, terutama untuk
spektrum yang melalui proses annealing dari sampel 43 nm seperti ditunjukkan
pada Gambar II.7 b. Puncak di wilayah UV sekitar 3,26 eV adalah replika fonon
dari luminesensi eksiton bebas. Pada sampel yang tidak mengalami proses
annealing, intensitas terintegrasi dari eksiton dan pita pendaran cacat secara
monoton meningkat seiring dengan bertambahnya ukuran partikel. Hal ini
14
didukung oleh hasil penelitiannya yang menunjukkan bahwa pada ukuran partikel
yang besar, jumlah pengotor hidroksil dan karboksilatnya semakin sedikit. Kotoran
dan cacat ini kemungkinan besar berfungsi sebagai pusat rekombinasi atau
perangkap non-radiasi untuk bersaing dengan rekombinasi radiatif (Xiong dkk.,
2006).

Gambar II.7 Kurva PL untuk sampel ZnO a) tanpa proses annealing, b) dengan proses
annealing) (Xiong dkk., 2006).

II.4.4 Fourier Transform Infrared Spectroscopy (FTIR)


FTIR merupakan metode yang sering digunakan untuk mengetahui ikatan-ikatan
kimia dalam sebuah sampel. Spektrometer FTIR terdiri dari sumber, interferometer,
kompartemen sampel, detektor, amplifier, konverter A/D, dan komputer. Sumber
menghasilkan radiasi yang melewati sampel melalui interferometer dan mencapai
detektor. Kemudian sinyal tersebut diperkuat dan diubah menjadi sinyal digital
masing-masing oleh amplifier dan konverter analog-ke-digital. Akhirnya, sinyal
ditransfer ke komputer di mana transformasi Fourier dilakukan (NICE CXone
Expert, 2022).

Telah dilakukan karakterisasi FTIR pada ZnO yang mengandung ekstrak kulit
jeruk. Penelitian yang dilakukan oleh Doan Thi dkk. ini menghasilkan spektrum
FTIR sebagaimana ditunjukkan pada Gambar II.8 (Doan Thi dkk., 2020). Pada
eksperimen dengan variasi suhu pemanasan, keseluruhan sampel memiliki pita
vibrasi pada bilangan gelombang 450 cm-1 yang merupakan vibrasi stretching dari

15
ikatan Zn-O. Bilangan gelombang 1640 cm-1 pada spektrum ekstrak kulit jeruk
menunjukkan adanya pita stretching C=C dan gugus fungsional C=O. Pita ini juga
teramati pada semua sampel yang mengindikasikan bahwa ekstrak jeruk belum
terdekomposisi sepenuhnya. Puncak pada bilangan gelombang 3500 cm-1 muncul
karena proses absorpsi CO2 dan air. Pengaruh suhu pemanasan adalah semakin
tinggi suhu yang digunakan, semakin tinggi intensitas puncak FTIR yang diamati
dan puncaknya bergeser ke bilangan gelombang lebih rendah (energi lebih tinggi)
(Doan Thi dkk., 2020).

a) b)
Gambar II.8 Spektrum FTIR sampel ZnO dengan ekstrak kulit jeruk a) variasi suhu,
b) variasi pH (Doan Thi dkk., 2020).

Pada studi pengaruh pH, masih ditemukan gugus fungsional dari ekstrak kulit jeruk.
Pengaruh pH yang dapat diamati adalah semakin tinggi nilai pH, semakin rendah
intensitas pita O-H pada spektrum FTIR. Fitur utama dari semua sampel adalah
penampilan puncak osilasi ZnO yang berbeda (Doan Thi dkk., 2020).

II.4.5 X-Ray Diffraction (XRD)


Sinar X merupakan gelombang elektromagnetik yang panjang gelombangnya
mendekati 1 Angstrom. Panjang gelombang sinar X memiliki orde yang sama
dengan konstanta kisi kristal, sehingga sinar X dapat digunakan untuk analisis
struktur kristal. Energi foton sinar X dapat dinyatakan melalui hubungan

16
c (II.2)
E  hv 

dengan E merupakan energi foton, h merupakan konstanta Planck, dan 𝜈 adalah


frekuensi, c merupakan kecepatan cahaya, dan 𝜆 merupakan panjang gelombang.

Cara kerja XRD ditunjukkan oleh Gambar II.9. Elektron yang dipancarkan dari
tabung vakum dipercepat oleh potensial besar yang bekerja melintasi tabung.
Elektron akan memperoleh energi kinetik yang tinggi dan ketika menumbuk target
logam, akan membentuk anoda di ujung tabung, semburan sinar X dipancarkan dari
target (M. A. Omar, 1975).

Gambar II.9 Skema produksi sinar X (M. A. Omar, 1975).

Beberapa radiasi sinar-X kemudian diekstraksi dari tabung dan digunakan untuk
Skema produksi X-Ray
tujuan yang dimaksudkan. Radiasi yang dipancarkan memiliki spektrum kontinu
yang luas, yang di atasnya ditumpangkan serangkaian garis diskrit. Spektrum
kontinu disebabkan oleh emisi radiasi oleh elektron yang datang karena dibelokkan
oleh muatan nuklir di target, sedangkan garis diskrit disebabkan karena emisi oleh
atom di target setelah mereka tereksitasi oleh elektron yang datang. Frekuensi
maksimum spektrum kontinu 𝑣𝑜 terkait dengan energi percepatan foton 𝑒𝑉 = ℎ𝑣𝑜 .
Karena energi maksimum foton tidak dapat melebihi energi kinetik elektron datang,
maka panjang gelombang 𝜆𝑜 diberikan oleh persamaan berikut (M. A. Omar,
1975).
12,3 (II.3)
0  Å
V

dengan V dalam satuan kilovolt.

17
Ketika sinar X melewati suatu bahan, sebagian sinar akan diserap. Pelemahan
intensitas sinar dinyatakan oleh hubungan:

I  I 0 e x (II.4)

dengan 𝐼0 merupakan intensitas awal sinar X pada permukaan medium, x


merupakan panjang lintasan, dan 𝛼 merupakan koefisien absorbansi. Pelemahan ini
disebabkan oleh hamburan dan absorpsi berkas sinar oleh atom pada medium.

Analisis pola difraksi berkas radiasi yang datang pada kristal dapat dilakukan untuk
menentukan struktur kristal. Difraksi sinar hanya terjadi pada arah tertentu.
Sehingga, dengan mengukur arah difraksi dan intensitas yang sesuai, dapat
diperoleh informasi mengenai struktur kristal suatu nanopartikel (M. A. Omar,
1975).

Dari hasil karakterisasi XRD, dapat ditentukan ukuran kristalin melalui persamaan
Scherrer berikut.
L  (0,9   ) /(   cos ) (II.5)

dengan L merupakan ukuran kristalin (Å), λ merupakan panjang gelombang Cu Kα


= 1,5406 Å, dan β merupakan full width at half maxima (rad), dan θ merupakan
sudut difraksi (derajat).

Doan Thi dkk meneliti karakteristik XRD sampel ZnO yang disintesis dengan
bantuan ekstrak kulit jeruk seperti ditampilkan pada Gambar II.10. Pada hasil XRD
untuk sampel dengan variasi pH, sampel yang tidak diberikan perlakuan termal
memiliki kristalinitas yang rendah. Sedangkan pada sampel dengan pemanasan 300
o
C hingga 900 oC diperoleh sampel XRD yang memiliki kristalinitas baik. Puncak-
puncak XRD yang diperoleh bertepatan dengan bidang kisi (102), (110), (103),
(200), (112), dan (201). Dengan menggunakan persamaan Scherrer, diperoleh nilai
rata-rata ukuran kristalin untuk sampel tanpa pemanasan dan dengan pemanasan
dari 300 oC hingga 900 oC adalah 12, 22, 24, 40, 44, 55, 70, dan 95 nm. Penelitian
ini menunjukkan bahwa semakin tinggi suhu pemanasan, semakin tinggi

18
kristalinitas ZnO yang dihasilkan dan semakin besar ukuran kristalin yang
terbentuk (Doan Thi dkk., 2020).

Gambar II.10 Kurva XRD sampel ZnO dengan ekstrak kulit jeruk a) variasi suhu, b)
variasi pH (Doan Thi dkk., 2020).

Pada percobaan dengan variasi pH, diperoleh hasil bahwa keseluruhan sampel
memiliki struktur kristal wurtzite heksagonal. Kebanyakan ukuran kristalin yang
dihasilkan berada di bawah 30 nm. Sedangkan pada pH 6, ukuran kristalinnya 39,6
nm. Secara umum, tidak ada pengaruh pH secara linear terhadap hasil XRD (Doan
Thi dkk., 2020).

II.4.6 Uji Aktivitas Antibakteri

Uji antibakteri dilakukan dengan menggunakan bakteri gram-positif S. Aureus


dengan metode Kirby-Bauer. Kirby-Bauer Antibiotic Sensitivity Test merupakan
metode yang sering digunakan untuk menganalisis sifat antimikroba suatu bahan.
Metode ini digunakan untuk mengamati zona hambat, yang merupakan area di
sekitar kertas cakram dimana bakteri mati. Semakin besar zona hambat, semakin
baik sifat antibakteri suatu bahan tersebut. Aktivitas antibakteri dapat dihitung
melalui persamaan:
 (a  d )  (II.6)
Aktivitas antibakteri (%)    100
 a 
dengan a merupakan jumlah awal sel dan d merupakan jumlah sel yang masih hidup
(Doan Thi dkk., 2020).

19
Gambar II.11 Zona hambat terhadap sampel nanopartikel ZnO dengan bakteri uji a)
Escherichia coli, b) Acinetobacter baumannii, c) Staphylococcus aureus, dan d)
Staphylococcus epidermidis (Naskar dkk., 2020).

Penelitian mengenai aktivitas antibakteri suatu sampel biasa dilakukan terhadap


beberapa jenis bakteri. Studi yang dilakukan oleh Naskar, dkk menggunakan
bakteri uji Escherichia coli, Acinetobacter baumannii, Staphylococcus aureus, dan
Staphylococcus epidermidis. Zona hambat dari bakteri-bakteri tersebut dalam
sampel ZnO ditunjukkan pada Gambar II.11. Huruf (i), (ii), (iii), (iv), dan (v) secara
berurutan menyatakan sampel ZnO, 2Ni-ZnO, 5Ni-ZnO, antibiotik, polimiksin B,
dan dimetil sulfoksida. Diperoleh diameter zona hambat rata-rata untuk ZnO
terhadap bakteri S. aureus adalah 13 mm. Sedangkan untuk ketiga bakteri lainnya
tidak terdeteksi (Naskar dkk., 2020).

20
BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

Metode penelitian yang dilakukan meliputi tiga tahap, yaitu ekstraksi, sintesis, dan
karakterisasi. Metode green synthesis digunakan dalam penelitian ini sehingga
diperlukan proses awal berupa pembuatan larutan ekstrak sirih merah dan sirih
hijau. Proses sintesis melibatkan Zn(NO3)2.6H2O sebagai prekursor yang
ditambahkan pada larutan ekstrak. Eksperimen dilakukan di Laboratorium Fisika
Interdisipliner dan Energy and Environmental Materials Laboratory.

Karakterisasi yang digunakan meliputi Spektroskopi UV-Vis dan Spektroskopi


Fotoluminesensi yang dilakukan di Energy dan Environmental Materials
Laboratory, Particle Size Analyzer di Pusat Penelitian Nanosains dan
Nanoteknologi (PPNN), Fourier-Transform Infrared Spectroscopy di
Laboratorium Teknik Material dan Metalurgi, X-Ray Diffraction di Laboratorium
GreenLabs, dan uji antibakteri di Laboratorium Bioremediasi Prodi Mikrobiologi.

III.1 Ekstraksi Sirih


Daun sirih mula-mula dicuci di bawah air keran untuk menghilangkan debu dan
kotoran yang menempel kemudian dibilas dengan air demineralisasi. Daun sirih
kemudian dipotong kecil-kecil. Selanjutnya, 3 gram daun sirih dididihkan dalam
150 mL air demineralisasi menggunakan tabung erlenmeyer selama 8 menit.
Larutan kemudian didinginkan hingga mencapai suhu ruang sebelum disaring
menggunakan kertas saring Whatmann No. 1. Dari tahap ini diperoleh ekstrak sirih
dengan konsentrasi 2%. Untuk konsentrasi 3%, 4,5 gram daun sirih dididihkan
dalam 150 mL air demineralisasi, dan tahap selanjutnya sama dengan konsentrasi
2%. Diagram alir proses ekstraksi sirih ditampilkan pada Gambar III.1.

21
Gambar III.1 Diagram alir ekstraksi sirih

III.2 Sintesis Nanopartikel Seng Oksida


Material yang digunakan dalam proses ini adalah Zn(NO3)2.6H2O yang digunakan
sebagai prekursor, CH3COOH, NaOH, air demineralisasi, dan ekstrak sirih hijau
dan merah yang diperoleh pada tahap sebelumnya. Metode sintesis ini merujuk
pada penelitian yang dilakukan oleh Doan Thi dkk. dengan beberapa modifikasi.

Proses sintesis melibatkan Zn(NO3)2.6H2O sebagai prekursor yang ditambahkan


pada larutan ekstrak. 0,446 gram prekursor ditambahkan ke dalam 150 mL ekstrak
untuk memperoleh ZnO 0,01 M. Campuran kemudian diaduk selama 60 menit
dengan kecepatan 500 rpm menggunakan magnetic stirrer. Setelahnya, campuran
tersebut dipanaskan dengan teknik water bath pada suhu 60 oC selama 60 menit.
Lalu larutan didinginkan hingga suhu ruang sebelum ditambahkan CH3COOH atau
NaOH untuk mengatur pH yang diharapkan. Sampel dengan tambahan NaOH
kemudian disentrifugasi pada kecepatan 2500 rpm selama 15 menit. Pelet yang
terbentuk dibilas menggunakan air demineralisasi, lalu dikeringkan pada suhu 200
22
o
C selama 1,5 jam. Terakhir, sampel yang sudah berbentuk powder dikalsinasi

selama 1 jam pada suhu 400 oC menggunakan furnace carbolite. Diagram alir

proses sintesis ditunjukkan pada Gambar III.2 berikut.

Gambar III.2 Diagram alir proses sintesis ZnO.

III.3 Karakterisasi
Karakterisasi yang dilakukan untuk data pada Tugas Akhir ini adalah uji kualitatif
dengan laser dan lampu UV, DLS, Spektroskopi UV-Vis, Spektroskopi PL, FTIR,
XRD, dan uji antibakteri.

III.3.1 Uji Kualitatif Laser


Uji kualitatif laser dilakukan untuk mengamati gerak Brown pada sampel. Sampel

23
yang diperoleh disinari oleh laser dengan panjang gelombang 650 nm. Garis lurus
yang dihasilkan menunjukkan adanya partikel terdispersi dalam sampel.

III.3.2 Uji Kualitatif Lampu UV


Uji kualitatif lampu UV dilakukan sebelum sampel dikarakterisasi spektroskopi
UV-Vis dan PL. Karakterisasi ini dilakukan untuk mengetahui pendaran pada
sampel. Sampel yang diperoleh diletakkan di bawah sinar UV dalam ruangan gelap
untuk proses pengujian ini.

III.3.3 Dynamic Light Scattering (DLS)


Sampel yang telah diperoleh dikarakterisasi DLS untuk mengetahui sebaran ukuran
partikel yang terkandung di dalamnya. Terlebih dahulu, sampel disonikasi agar
partikel yang terdispersi dalam sampel bersifat lebih homogen. DLS dilakukan di
Pusat Penelitian Nanosains dan Nanoteknologi (PPNN). Alat yang digunakan
adalah spektrofotometer dari Horiba.

III.3.4 Spektroskopi UV-Vis


Sampel larutan yang telah dihasilkan dari proses sebelumnya kemudian
dikarakterisasi UV-Vis. Pengukuran spektroskopi UV-Vis dilakukan di Energy
dan Environmental Materials Laboratory. 4 mL sampel dimasukkan ke dalam
kuvet, kemudian diukur nilai absorbansinya. Output yang diperoleh adalah kurva
absorbansi terhadap panjang gelombang (200 nm – 600 nm). Kurva absorbansi
menunjukkan pita serapan panjang gelombang.

III.3.5 Spektroskopi Fotoluminesensi (PL)


Sampel larutan yang telah dihasilkan dari proses sebelumnya kemudian
dikarakterisasi PL. Pengukuran spektroskopi PL dilakukan di Energy dan
Environmental Materials Laboratory. Spektrofotometer yang digunakan
merupakan Cary Eclipse Photoluminescence Spectrometer. 4 mL sampel
dimasukkan ke dalam kuvet, kemudian diukur nilai intensitas PL-nya. Nilai
eksitasi yang digunakan adalah 365 nm.

24
III.3.6 Fourier Transform Infrared Spectroscopy (FTIR)

Sampel yang telah diperoleh dikarakterisasi FTIR untuk mengetahui gugus fungsi
yang terkandung di dalamnya. FTIR dilakukan di Laboratorium Teknik Material
dan Metalurgi menggunakan sampel berfasa larutan dan suspensi. Hasil dari
karakterisasi FTIR merupakan spektrum dengan bilangan gelombang 500 – 4000
cm-1.

III.3.7 X-Ray Diffraction (XRD)


Sampel berbentuk powder yang belum dan telah dikalsinasi pada suhu 400 oC
dikarakterisasi XRD di Laboratorium GreenLabs. XRD dilakukan untuk
mengetahui jenis senyawa yang ada melalui fase yang terukur dan kristalinitas
bahan. Sudut 2𝜃 yang digunakan adalah 20o – 90o. Data XRD yang diperoleh
kemudian dianalisis secara kualitatif menggunakan perangkat lunak Match! 3.

III.3.8 Uji Antibakteri


Uji antibakteri dilakukan dengan metode analisis Kirby-Bauer Antibiotic Sensitivity
Test dengan bakteri uji Staphylococcus aureus di Laboratorium Bioremediasi.
Spesifikasi komponen yang digunakan antara lain kertas cakram berdiameter 6 mm,
Sediaan bakteri yang telah berusia 24 jam diswab pada cawan petri. Kemudian, tiga
buah kertas cakram yang sebelumnya dicelupkan pada sampel dengan volume
minimal 10 mL, diletakkan pada masing-masing cawan petri.

25
BAB IV

HASIL DAN ANALISIS

IV.1 Foto Sampel ZnO


Sampel yang telah disintesis diambil gambarnya untuk mengamati tampilan
fisiknya secara kualitatif. Pada Gambar IV.1, sampel dengan tambahan ekstrak sirih
hijau 2% secara umum tidak berwarna (bening), yaitu sampel yang ditambah
CH3COOH (pH = 3), ekstrak sirih 2% (pH = 5), dan sampel ZnO tanpa perlakuan
perubahan pH (pH = 5). Sampel yang ditambah NaOH (pH = 8) memiliki warna
kuning pekat dengan endapan di bagian dasar sampel. Hasil ini disebabkan karena
penambahan basa cenderung membuat sampel mengalami koagulasi.

pH = 3 pH = 5 pH = 5 pH = 8

a) b) c) d)

Gambar IV.1 Sampel ekstrak sirih hijau 2% a) ZnO 0,01 M + CH3COOH, b) Ekstrak,
c) ZnO 0,01 M, d) ZnO 0,01 M + NaOH.

Hasil serupa teramati untuk sampel dengan tambahan ekstrak sirih hijau 3% pada
Gambar IV.2. Sampel dengan tambahan ekstrak sirih hijau 2% secara umum
berwarna bening sedikit kekuningan, yaitu sampel yang ditambah CH3COOH (pH
= 4), ekstrak sirih 2% (pH = 5), dan sampel ZnO tanpa perlakuan perubahan pH
(pH = 5). Sampel yang ditambah NaOH (pH = 7) memiliki warna kuning pekat
dengan endapan di bagian dasar sampel.

26
pH = 4 pH = 5 pH = 5 pH = 7

a) b) c) d)
Gambar IV.2 Sampel ekstrak sirih hijau 3% a) ZnO 0,01 M + CH3COOH, b) Ekstrak,
c) ZnO 0,01 M, d) ZnO 0,01 M + NaOH.

Pada sampel dengan tambahan ekstrak sirih merah 2%, tampak bahwa perubahan
pH memberikan efek pada tampilan sampel. Gambar IV.3 menunjukkan bahwa
penambahan NaOH mengubah warna sampel menjadi keruh dengan warna hijau
keabuan dan terbentuk endapan (pH = 8). Sedangkan, penambahan asam cuka
mengubah warna sampel menjadi lebih keunguan tanpa endapan (pH = 3). Larutan
ekstrak (pH = 6) dan ZnO (pH = 5) memiliki warna bening kecokelatan.

pH = 3 pH = 6 pH = 5 pH = 8

a) b) c) d)

Gambar IV.3 Sampel ekstrak sirih merah 2% a) ZnO 0,01 M + CH3COOH, b)


Ekstrak, c) ZnO 0,01 M, d) ZnO 0,01 M + NaOH.

Sampel dengan tambahan ekstrak sirih merah 3% tampak memiliki perubahan pada
tampilan sampel seiring dengan perubahan pH. Gambar IV.4 menunjukkan bahwa
penambahan NaOH mengubah warna sampel menjadi keruh kehijauan dan
terbentuk endapan. Sedangkan, penambahan CH3COOH mengubah warna sampel
menjadi lebih bening keunguan tanpa endapan. Warna larutan ekstrak dan ZnO
adalah cokelat keunguan.

27
pH = 4 pH = 5 pH = 5 pH = 6

a) b) c) d)

Gambar IV.4 Sampel ekstrak sirih merah 3% a) ZnO 0,01 M + CH3COOH, b)


Ekstrak, c) ZnO 0,01 M, d) ZnO 0,01 M + NaOH.

IV.2 Hasil Uji Kualitatif UV


Sampel yang telah disintesis selanjutnya melalui uji kualitatif menggunakan sinar
UV dengan panjang gelombang 365 nm sebelum dikarakterisasi lebih lanjut
menggunakan spektroskopi UV-Vis dan spektroskopi PL. Hasil UV untuk masing-
masing sampel dengan variasi tambahan ekstrak sirih hijau 2%, sirih hijau 3%, sirih
merah 2%, dan sirih merah 3% secara berturut-turut ditunjukkan oleh Gambar IV.5,
Gambar IV.6, Gambar IV.7, dan Gambar IV.8. Teramati bahwa sampel yang
berpendar secara keseluruhan memiliki warna pendaran kebiruan.

pH = 3 pH = 5 pH = 5 pH = 8

a) b) c) d)

Gambar IV.5 Hasil UV sirih hijau 2% a) ZnO 0,01 M + CH3COOH, b) Ekstrak, c)


ZnO 0,01 M, d) ZnO 0,01 M + NaOH.

Pada sampel dengan tambahan ekstrak sirih hijau 2%, satu-satunya sampel yang
memiliki pendaran berwarna kebiruan adalah sampel ZnO tanpa perubahan pH.
Warna biru yang dihasilkan dalam uji UV ini dapat berasal dari keberadaan sel

28
biologis yang terkandung dalam bioreduktor digunakan. Ketiga sampel lainnya
tidak memiliki pendaran (Lu dkk., 2011; Schneider dkk., 2011).

pH = 4 pH = 5 pH = 5 pH = 7

a) b) c) d)

Gambar IV.6 Hasil UV ekstrak sirih hijau 3% a) ZnO 0,01 M + CH3COOH, b)


Ekstrak, c) ZnO 0,01 M, d) ZnO 0,01 M + NaOH.

Sampel dengan tambahan ekstrak sirih hijau 3% memiliki pendaran pada setiap
variasi pH. Pendaran paling solid ditunjukkan oleh sampel dengan tambahan NaOH
(pH = 7). Ketiga sampel lainnya memiliki pendaran warna biru. Hingga saat ini,
masih dilakukan studi mengenai penyebab terjadinya pendaran pada sampel. Pada
penelitian Norberg, dkk. dilaporkan bahwa emisi yang terlihat dapat terjadi akibat
adanya ikatan hidroksida yang terikat pada permukaan (OH – S) (Norberg dan
Gamelin, 2005).

Gambar IV.7 Hasil UV ekstrak sirih merah 2% a) ZnO 0,01 M + CH3COOH, b)


Ekstrak, c) ZnO 0,01 M, d) ZnO 0,01 M + NaOH.

Untuk sampel dengan tambahan ekstrak sirih merah 2%, pendaran hanya teramati
pada sampel dengan tambahan NaOH, dengan warna ungu kebiruan. Ketiga sampel
lainnya tidak berpendar. Shahine dkk. melaporkan bahwa warna pendaran berbeda

29
yang diperoleh dari produk fabrikasi mengungkapkan perbedaan sifat optik yang
berkaitan dengan dimensi partikel nano yang berbeda (Shahine dkk., 2019).

Gambar IV.8 Hasil UV ekstrak sirih merah 3% a) ZnO 0,01 M + CH3COOH, b)


Ekstrak, c) ZnO 0,01 M, d) ZnO 0,01 M + NaOH.

Hasil UV untuk sirih merah 3% memiliki sedikit pendaran pada sampel ekstrak.
Ketiga sampel lainnya tidak memiliki pendaran. Warna pendaran pada sampel
dapat bervariasi. Hal ini menunjukkan bahwa emisi sampel memiliki potensi besar
untuk diaplikasikan dalam pelabelan senyawa biologis (Shahine dkk., 2019).

IV.3 Hasil Uji Laser


Gambar IV.9, Gambar IV.10, Gambar IV.11, dan Gambar IV.12 menunjukkan hasil
uji kualitatif menggunakan laser untuk sampel. Terdapat garis tegas untuk keempat
variasi pH dari semua variasi agen bioreduktor. Namun, garis paling tegas secara
umum ditunjukkan pada sampel yang ditambah NaOH.
pH = 3 pH = 5 pH = 5 pH = 8

a) b) c) d)

Gambar IV.9 Hasil uji laser sirih hijau 2% a) ZnO 0,01 M + CH3COOH, b) Ekstrak, c)
ZnO 0,01 M, d) ZnO 0,01 M + NaOH.

30
Uji kualitatif ini menggunakan sinar laser dengan panjang gelombang 650 nm.
Garis tegas yang ditunjukkan mengindikasikan adanya partikel terdispersi (ZnO)
dalam medium pendispersi (ekstrak sirih) dan stabilitas koloidal yang baik
Fenomena ini didasari oleh gerak Brown dan efek Tyndall yang kemudian
divalidasi dengan karakterisasi DLS yang akan dipaparkan pada subbab selanjutnya
(Hassan dkk., 2022).

pH = 3 pH = 6 pH = 5 pH = 8

a) b) c) d)

Gambar IV.10 Hasil uji laser ekstrak sirih merah 2% a) ZnO 0,01 M + CH3COOH, b)
Ekstrak, c) ZnO 0,01 M, d) ZnO 0,01 M + NaOH.

Hasil uji kualitatif menggunakan laser dengan panjang gelombang 650 nm. Pada
sampel dengan tambahan ekstrak sirih hijau 3%, garis laser paling terang teramati
pada sampel dengan tambahan NaOH. Sementara itu, keempat sampel lainnya
menunjukkan garis samar. Hal ini mengindikasikan bahwa jumlah partikel
terdispersi dalam ketiga sampel tersebut relatif lebih sedikit dibanding dengan
sampel yang ditambah NaOH.
pH = 4 pH = 5 pH = 5 pH = 7

a) b) c) d)

Gambar IV.11 Hasil uji laser ekstrak sirih hijau 3% a) ZnO 0,01 M + CH3COOH, b)
Ekstrak, c) ZnO 0,01 M, d) ZnO 0,01 M + NaOH.

31
Hasil uji laser pada sampel dengan tambahan ekstrak sirih merah 3% ditunjukkan
pada Gambar IV.12. Teramati bahwa masing-masing variasi pH memiliki garis
laser yang jelas dan hampir mirip. Hal ini menunjukkan bahwa secara umum,
sampel dengan tambahan ekstrak sirih merah memiliki kestabilan koloidal yang
baik.
pH = 4 pH = 5 pH = 5 pH = 6

a) b) c) d)

Gambar IV.12 Hasil uji laser ekstrak sirih merah 3% a) ZnO 0,01 M + CH3COOH, b)
Ekstrak, c) ZnO 0,01 M, d) ZnO 0,01 M + NaOH.

IV.4 Hasil Karakterisasi Dynamic Light Scattering (DLS)


Gambar IV.13, Gambar IV.14, dan Gambar IV.15 menampilkan terbentuknya 2
puncak pada masing-masing sampel. Terdapat masing-masing 1 puncak tajam dan
puncak lebar. Hal ini mengindikasikan ketidakhomogenan sebaran ukuran partikel
ZnO dalam sampel. Hal ini dapat disebabkan karena beberapa partikel terlarut
dalam sampel dan tidak terdispersi dengan baik. Tidak adanya partikel terdispersi
berarti tidak ada gerak Brown yang dapat dideteksi oleh DLS.

Pada sampel dengan tambahan ekstrak sirih hijau 2%, terdapat 2 puncak dengan
ukuran dan intensitas berbeda. Nilai puncak pertama yaitu 356,2 nm dan puncak
keduanya 7539,9 nm pada sampel ZnO 0,01 M dalam ekstrak sirih hijau 2% yang
ditambah NaOH. Puncak dengan intensitas yang lebih tinggi menunjukkan bahwa
sebaran ukuran partikel lebih homogen pada ukuran 74539,9 nm.

32
Gambar IV.13 Hasil DLS ZnO 0,01 M dalam ekstrak sirih hijau 2% + NaOH (pH =
8).
Pada sampel ZnO 0,01 M dalam ekstrak sirih merah 2% + NaOH (pH = 8) yang
ditunjukkan oleh Gambar IV.13, kedua puncak masing-masing bernilai 945,74 nm
dan 5901,02 nm. Sebaran partikel terindikasi lebih homogen pada ukuran 945,74
nm. Hal ini menunjukkan bahwa sampel memiliki ukuran yang dominan cukup
kecil dan dapat diselidiki lebih jauh sebagai nanopartikel.

Gambar IV.14 Hasil DLS ZnO 0,01 M dalam ekstrak sirih merah 2% + NaOH (pH =
8).
Kurva DLS untuk sampel ZnO 0,01 M dengan tambahan ekstrak sirih hijau 3%
diukur untuk 2 kondisi pH, yaitu pH = 5 dan pH = 7. Nilai masing- masing
puncaknya adalah 134,16 nm dan 3205,35 nm (pH = 5) dan 315,27 nm dan 5901,02
nm (pH = 7). Pada sampel dengan pH = 5, ukuran partikel tersebar homogen pada
ukuran 3205,35 nm. Sedangkan, untuk sampel dengan tambahan NaOH (pH = 7),
sebaran partikelnya homogen pada diameter 5901,02 nm.

33
Gambar IV.15 Hasil DLS untuk ZnO 0,01 M dalam ekstrak sirih hijau 3% pada pH =
5 dan pH = 7.

Hasil berbeda ditunjukkan oleh sampel ZnO 0,01 M dalam ekstrak sirih merah 3%
+ NaOH (pH = 6). Terbentuknya 1 puncak dengan diameter partikel 1200 nm
mengindikasikan bahwa partikel ZnO yang terbentuk secara umum bersifat
homogen. sirih merah. Secara umum, sampel ZnO dengan tambahan ekstrak sirih
merah bersifat lebih homogen. Namun, secara ukuran partikel, sampel dengan
tambahan ekstrak sirih hijau berukuran lebih kecil dengan intensitas puncak lebih
rendah. Penambahan konsentrasi ekstrak secara umum menunjukkan homogenitas
yang lebih baik yang mengindikasikan bahwa kedua ekstrak berhasil menjadi
capping agents.

Gambar IV.16 Hasil DLS ZnO 0,01 M dalam ekstrak sirih merah 3% + NaOH (pH =
6).

IV.5 Hasil Karakterisasi Spektroskopi UV-Vis


Hasil UV-Vis yang dilakukan dalam rentang 200 – 600 nm menunjukkan adanya
pita absorbansi pada rentang 200 – 375 nm. Dilansir dari situs resmi WHO (World

34
Health Organization), terdapat tiga jenis UV, yaitu UV A (315-400 nm), UV B
(280-315 nm), dan UV C (100-280 nm). Secara umum, sampel yang diamati dapat
menyerap sinar UV C, UV B, dan sebagian UV A.

Untuk sampel ZnO dengan konsentrasi ekstrak sirih hijau 2%, dapat diamati bahwa
selain pada sampel dengan tambahan NaOH, terdapat pita absorbansi pada rentang
200 – 360 nm. Nilai tersebut berada dalam rentang UV B, serta sebagian sinar UV
A dan C. Sampel dengan tambahan NaOH tidak memiliki nilai cut-off dan masih
mengabsorpsi cahaya hingga panjang gelombang 600 nm. Hal ini dapat
mengindikasikan adanya sifat konduktif dalam sampel tersebut.

Pada sampel ZnO dengan konsentrasi ekstrak sirih merah 2%, menunjukkan pita
absorbansi dalam rentang 200 – 370 nm. Nilai tersebut berada dalam rentang UV
B, serta sebagian sinar UV A dan C. Terdapat dua pita pada sampel yang ditambah
NaOH, yaitu 200 – 240 nm (UV C), dan 250-280 nm (UV C).

35
Gambar IV.17 Spektrum UV-Vis untuk sampel a) sirih hijau 2%, b) sirih merah 2%,
c) sirih hijau 3%, d) sirih merah 3%.

Untuk sampel ZnO dengan konsentrasi ekstrak sirih hijau 3%, pita absorbansi UV
berada dalam rentang nilai 200 – 350 nm. Nilai tersebut berada dalam rentang UV
B, serta sebagian sinar UV A dan C. Sampel yang ditambah NaOH (pH = 7)
memiliki intensitas lebih tinggi dibandingkan sampel lainnya, dan memiliki rentang
absorpsi hingga 600 nm. Hal ini menunjukkan tidak adanya nilai cut-off yang
mengindikasikan sifat konduktif dari sampel ini. Pada sampel tanpa tambahan
NaOH, terdapat puncak tambahan pada 350 nm sebelum cut-off.

Spektrum absorbansi sampel ZnO dengan konsentrasi ekstrak sirih merah 3%


hampir serupa dengan ekstrak sirih hijau 2%. Terdapat dua pita absorbansi, yaitu
pada 200-350 nm (sebagian UV A, UV B, dan sebagian UV C) dan 350-375 nm
(UV A) untuk sampel tanpa tambahan NaOH. Secara keseluruhan, sampel dengan
ekstrak sirih merah memiliki pita absorbansi UV yang lebih lebar dan berpotensi
untuk dikembangkan lebih jauh menjadi komponen utama dalam tabir surya.

36
Dari spektrum UV-Vis yang diperoleh, dilakukan analisis tauc plot menggunakan
OriginLab sehingga diperoleh hasil celah energi optik sampel sebagaimana
ditampilkan pada Tabel IV.1. Hasil tauc plot sampel basa pada konsentrasi sirih
hijau 2% dan 3% serta sirih merah 2% tidak dapat diamati dengan baik. Hal ini
dapat disebabkan karena material yang terbentuk bersifat konduktor. Pada kurva
absorbansi sampel, terlihat bahwa nilai absorbansi sampel-sampel tersebut tidak
memiliki nilai cut-off seperti sampel lainnya.

Tabel IV.1 Nilai celah energi optik sampel

Celah energi optik (eV)


Sampel Sirih hijau Sirih merah
2% 3% 2% 3%
ZnO 0,01 M + asam 3,4565 3,3418 3,2120 3,1790
Ekstrak sirih 3,4158 3,3144 3,2031 3,1465
ZnO 0,01 M 3,4651 3,3037 3,2120 3,1766
ZnO 0,01 M + basa - - - 3,1159

IV.6 Hasil Karakterisasi Spektroskopi Fotoluminesensi (PL)


Gambar IV.18 menunjukkan spektrum PL untuk sampel dengan ekstrak sirih.
Terdapat puncak dalam rentang 375– 650 nm. Penambahan NaOH menyebabkan
terjadinya pergeseran puncak ke arah panjang gelombang lebih besar (redshift).
Fenomena ini terjadi pada keempat variasi jenis dan konsentrasi ekstrak.
Penambahan CH3COOH memiliki pengaruh yang berbeda kepada masing-masing
sampel. Pada sampel dengan ekstrak sirih hijau 2% dan 3%, puncak PL yang
ditambah CH3COOH sama dengan puncak PL pada sampel tanpa tambahan
CH3COOH. Sedangkan, pada sampel dengan ekstrak sirih merah 2%, terjadi
pergeseran puncak ke arah panjang gelombang lebih kecil (blueshift). Hal ini dapat
disebabkan karena ukuran partikel ZnO yang terbentuk mengecil. Pada sampel
dengan ekstrak sirih merah 3%, terjadi fenomena redshift.

37
Gambar IV.18 Hasil fotoluminesensi untuk sampel a) sirih hijau 2%, b) sirih merah
2%, c) sirih hijau 3%, d) sirih merah 3%.

Pada sampel dengan tambahan ekstrak sirih hijau 2%, nilai puncak berada pada
panjang gelombang 450 nm (sampel dengan tambahan CH3COOH dan sampel
tanpa perubahan pH), dan 460 nm (ekstrak sirih hijau 2%), dan 470 nm (sampel
dengan tambahan NaOH). Pada sampel dengan tambahan ekstrak sirih merah 2%,
nilai puncak berada pada panjang gelombang 450 nm (sampel dengan tambahan
CH3COOH) dan 460 nm (sampel dengan tambahan NaOH, ekstrak sirih merah 2%,
dan sampel tanpa perubahan pH). Pada sampel dengan tambahan ekstrak sirih hijau
3%, nilai puncak berada pada panjang gelombang 480 nm (sampel dengan
tambahan NaOH), dan 450 nm (sampel dengan tambahan CH3COOH, ekstrak sirih
merah 2%, dan sampel tanpa perubahan pH). Pada sampel dengan tambahan ekstrak
sirih merah 3%, nilai puncak berada pada panjang gelombang 460 nm (ekstrak sirih
merah 2%, dan sampel tanpa perubahan pH), 475 nm (sampel dengan tambahan
NaOH), dan 480 nm (sampel dengan tambahan CH3COOH).

Puncak PL yang lebar menunjukkan adanya cacat (defect) dalam rentang warna
ungu dan hijau (panjang gelombang 450 – 550 nm). Emisi hijau biasanya sesuai

38
dengan tingkat energi cacat intrinsik (kekosongan oksigen VO yang dihasilkan dari
rekombinasi photo-generated hole dengan keadaan muatan terionisasi tunggal dari
cacat ini, dan/atau kekosongan seng VZn). Cacat-cacat ini terjadi karena sampel
yang diukur masih memiliki senyawa-senyawa yang belum terdekomposisi karena
tidak melalui proses annealing (Shahine dkk., 2019)

IV.7 Hasil Karakterisasi Fourier Transform Infrared


Spectroscopy (FTIR)
Hasil pengukuran FTIR pada sampel dengan ekstrak sirih merah 2% menunjukkan
adanya ikatan gugus fungsi yang ditandai pada bilangan gelombang 3316 cm-1,
3300 cm-1, 3298 cm-1, 1635 cm-1, 619 cm-1, 618 cm-1, 607 cm-1, 582 cm-1, 515 cm-
1. Sedangkan, pada sampel dengan ekstrak sirih hijau 2% terdapat ikatan gugus
fungsi yang ditandai dengan bilangan gelombang 3314 cm-1, 3283 cm-1, 3275 cm-
1
, 3267 cm-1, 1635 cm-1, 650 cm -1, 621 cm-1, 603 cm-1, 576 cm-1, 519 cm-1, dan 506
cm-1. Untuk sampel dengan konsentrasi ekstrak 3% menunjukkan adanya puncak
pada bilangan gelombang 3296, 3287 cm-1, 3285 cm-1, 1635 cm-1, 607 cm-1, 584
cm-1, 562 cm-1, 556 cm-1, 517 cm-1, dan 506 cm-1.

39
a) b)

c) d)

Gambar IV.19 Hasil FTIR sampel a) sirih hijau 2%, b) sirih merah 2%, c) sirih hijau
3%, d) sirih merah 3%.

Puncak kuat dan lebar pada kisaran nilai 3267 cm-1 sampai 3316 cm-1
mengindikasikan adanya absorpsi CO2 dan O-H stretching akibat keberadaan
molekul air (Eswari dkk., 2022). Nilai 1635 cm-1 menunjukkan adanya pita
stretching gugus fungsional C=C dan C=O (Gao dkk., 2020; Zapata dkk., 2009).
Sedangkan bilangan gelombang 506 cm-1 sampai 650 cm-1 merupakan daerah
fingerprint yang menunjukkan adanya ikatan metal oksida (Zn-O stretching) (Doan
Thi dkk., 2020). Perbedaan nilai ini mengindikasikan adanya perbedaan ukuran
partikel dalam sampel (Eswari dkk., 2022).

IV.8 Hasil Karakterisasi X-Ray Diffraction (XRD)


Hasil XRD untuk sampel tanpa proses furnace menunjukkan bahwa ZnO belum
terbentuk. Hal ini dikarenakan proses kalsinasi belum terjadi sehingga agen
bioreduktor masih belum sepenuhnya terdekomposisi. Pada sampel dengan sirih
hijau 3%, terdeteksi senyawa seng klorat hidrat, tetrametilammonium alumunium
silikat hidrat, dan N-(2-Hydroxy-4-methoxybenzylidene)-p-propylaniline.

40
Sedangkan pada sampel dengan sirih merah 3%, senyawa yang terbentuk adalah
seng klorat hidrat, seng perak tiosianat, 4-cholesten-6beta-ol-3-one, dan n-
docosanic acid.

Kurva XRD sampel dengan sirih hijau 3% (tanpa furnace)


180 Kurva XRD sampel dengan sirih merah 3% (tanpa furnace)
250

160

200 140
Intensitas (a.u.)

Intensitas (a.u.)
120
150
100

80
100
60

40
50
20

0 0
0 20 40 60 80 0 20 40 60 80

2 (derajat) 2 (derajat)

Gambar IV.20 Kurva XRD untuk sampel tanpa proses furnace dengan tambahan a)
sirih hijau 3%, b) sirih merah 3%.
Hasil lainnya diperoleh dari sampel yang disintesis dengan tambahan ekstrak sirih
hijau 3% dan telah dikalsinasi pada suhu 400 oC. Analisis fase yang dilakukan
menunjukkan terbentuknya semikristalin ZnO dengan puncak-puncak 2𝜃 bernilai
29,40o, 31,96o, 34,54o, 36,41o, 47,85o, 56,77o, 63,03o, 66,54o, 68,10o, 68,2o, 69,24o,
77,00o, dan 89,90o sebagaimana dapat diamati pada Gambar IV.21. Terlihat bahwa
puncak yang dihasilkan tidak terlalu tajam. Hal ini mengindikasikan bahwa masih
terdapat struktur amorf di dalam ZnO yang terbentuk, sehingga dapat dikategorikan
sebagai semikristalin ZnO.

Hasil XRD juga diperoleh dari sampel yang disintesis dengan tambahan ekstrak
sirih merah 3% dan telah dikalsinasi pada suhu 400 oC. Analisis fase yang dilakukan
menunjukkan terbentuknya semikristalin ZnO dengan puncak-puncak 2𝜃 bernilai
31,94o, 34,56o, 36,39o, 47,62o, 56,71o, 63,02o, dan 67,88o. Puncak paling tinggi
berada pada bidang kisi (101) untuk sampel dengan tambahan ekstrak sirih hijau
3% dan sirih merah 3% yang dikalsinasi pada suhu 400 oC. Hal ini menunjukkan
bahwa semikristalin yang terbentuk merupakan sistem kristal heksagonal (Doan
Thi dkk., 2020).

41
Kurva XRD sampel dengan sirih hijau 3% (suhu furnace 400 oC) 250
Kurva XRD sampel dengan sirih merah 3% (suhu furnace 400 oC)
400
(101)

200 (101)

(100) (100)
Intensitas (a.u.)

Intensitas (a.u.)
300
(002)
(002) 150

200
(110) 100 (110) (112)
(112) (013)
(013)
(012) (012)
100
50

0 0
0 20 40 60 80 0 20 40 60 80
2 (derajat) 2 (derajat)

a) b)
Gambar IV.21 Kurva XRD untuk sampel dengan proses furnace pada suhu 400 oC
dengan tambahan ekstrak a) sirih hijau 3%, b) sirih merah 3%.

Data yang diperoleh dari proses karakterisasi XRD selanjutnya digunakan untuk
menentukan ukuran kristalin pada sampel. Proses ini melibatkan persamaan
Scherrer (II.2). Dengan terlebih dahulu mengubah satuan FWHM ke dalam radian,
diperoleh hasil sebagai berikut.

Untuk sampel dengan sirih hijau 3% dengan proses furnace, diperoleh nilai rata-
rata ukuran kristalin yang dihitung dari data pada puncak dengan intensitas
tertingginya adalah 9,5 nm. Sedangkan untuk sampel dengan sirih hijau 3% dengan
proses furnace, besar ukuran kristalinnya adalah 9,9 nm. Karena sampel yang
disintesis bukan merupakan sampel monokristalin, maka ukuran kristalin tidak
sama dengan ukuran partikelnya (Doan Thi dkk., 2020).

IV.9 Hasil Uji Antibakteri


Hasil uji antibakteri ditampilkan pada Gambar IV.22 dan Tabel IV. 2. Dari hasil
tersebut, dapat diamati bahwa zona hambat yang terbentuk berukuran sangat kecil.
Data ini mengindikasikan bahwa sampel yang digunakan tidak memiliki sifat
antibakteri yang kuat. Hal tersebut dapat disebabkan karena karakterisasi dilakukan
pada sampel Zn(OH)2 yang belum menjadi nanopartikel ZnO.

Hasil studi yang dilakukan oleh Doan Thi dkk menunjukkan bahwa nanopartikel

42
ZnO secara umum memiliki sifat antibakteri yang baik. Sifat antibakterinya
dipengaruhi oleh beberapa hal, di antaranya adalah temperatur dan ukuran partikel.
Semakin kecil ukuran nanopartikel, semakin tinggi sifat antibakterialnya (Doan Thi
dkk., 2020).

Zona hambat = 3 mm Zona hambat = 1 mm

a) b)
Gambar IV.22 Zona hambat sampel dengan bakteri Staphylococcus aureus

Tabel IV. 2 Hasil analisis antibakteri

Nama Sampel Bakteri uji Zona hambat (mm)


Zn(OH)2 + ekstrak
Staphylococcus aureus 3
sirih hijau 3%
Zn(OH)2 + ekstrak
Staphylococcus aureus 1
sirih merah 3%

43
BAB V

SIMPULAN DAN SARAN

V.1 Simpulan
Dari hasil penelitian yang telah dilakukan, diperoleh beberapa kesimpulan sebagai
berikut.
1. Semikristalin ZnO dengan sistem kristal heksagonal berhasil disintesis
menggunakan sirih hijau 3% dan sirih merah 3% melalui proses furnace
pada suhu 400 oC.
2. Karakteristik sampel ZnO yang dihasilkan berhasil diamati. Keseluruhan
sampel memiliki stabilitas koloidal yang baik berdasarkan uji kualitatif
menggunakan laser. Sebaran ukuran partikel cenderung lebih homogen
pada sampel ZnO dengan tambahan ekstrak sirih merah 3%, namun ukuran
partikel lebih kecil muncul pada sampel dengan tambahan ekstrak sirih hijau
3%. Intensitas puncak spektrum PL pada sampel ZnO dengan tambahan
ekstrak sirih hijau lebih tinggi dibandingkan dengan sampel ZnO yang
ditambah ekstrak sirih merah. Terjadi fenomena redshift pada sampel
dengan tambahan NaOH. Pita absorbansi UV-Vis secara umum memiliki
cakupan yang lebar meliputi sebagian UV A, UV B, dan sebagian UV C.
Zona hambat kedua sampel terhadap bakteri S. aureus menunjukkan bahwa
sampel Zn(OH)2 tidak memiliki sifat antibakteri yang baik. Hasil XRD
menunjukkan keberadaan semikristalin ZnO pada sampel dengan tambahan
ekstrak sirih hijau 3% dan ekstrak sirih merah 3% yang telah dikalsinasi
pada suhu 400 oC. Ukuran kristalin dari ZnO dengan tambahan ekstrak sirih
hijau 3% adalah 9,5 nm sedangkan untuk ZnO dengan tambahan ekstrak
sirih merah adalah 9,9 nm. Hasil FTIR menunjukkan adanya ikatan logam
oksida pada daerah fingerprint dan residu senyawa organik dari sirih merah
dan sirih hijau yang belum terdekomposisi.
3. Pengaruh pH terhadap ZnO adalah semakin tinggi pH, semakin besar
kemungkinan aglomerasi yang terjadi pada sampel. Sirih hijau dan sirih
merah dapat menjadi agen bioreduktor ketika sampel diberikan perlakuan

44
panas pada suhu 400 oC. Penambahan konsentrasi ekstrak meningkatkan
homogenitas ukuran partikel yang mengindikasikan bahwa ekstrak dapat
berperan sebagai capping agents.
V.2 Saran
Untuk memperoleh nanopartikel ZnO dengan kristalinitas lebih baik, suhu kalsinasi
dapat ditingkatkan hingga minimal 500 oC agar bioreduktor yang digunakan
terdekomposisi seluruhnya. Uji antibakteri seharusnya dilakukan dengan bakteri
jenis gram positif dan gram negatif, menggunakan beberapa sampel (ZnO tanpa
ekstrak, ZnO dengan tambahan ekstrak, dan ekstrak) dan menggunakan metode
sumur difusi agar hasil yang diperoleh lebih akurat.

45
DAFTAR PUSTAKA

A, Erbe dkk. 2018. How to Probe Structure, Kinetics, and Dynamics at Complex
Interfaces In Situ and Operando by Optical Spectroscopy.
(https://doi.org/10.1016/B978-0-12-409547-2.14061-2).
Asjadi, F., dan Yaghoobi, M. 2022. Characterization and dye removal capacity of
green hydrothermal synthesized ZnO nanoparticles. Ceramics
International. 48(18). hlm. 27027–27038.
Bajpai, V. dkk. 2010. Profiling of Piper betle Linn. cultivars by direct analysis in
real time mass spectrometric technique. Biomedical Chromatography,
24(12). hlm. 1283–1286.
Begam, K. M. F., Ravichandran, P., dan Manimekalai, V. 2018. Phytochemical
Analysis of Some Selected Varieties of Piper Betle L., International Journal
of Current Pharmaceutical Research. 10(2). hlm. 89.
Chikkanna, M. M., Neelagund, S. E., dan Rajashekarappa, K. K. 2019. Green
synthesis of Zinc oxide nanoparticles (ZnO NPs) and their biological
activity, SN Applied Sciences. 1(1). hlm. 117.
Cosimo A. De Caro dan Haller Claudia. 2015. UV-Vis Spectrophotometry -
Fundamentals and Applications.
(https://www.researchgate.net/publication/321017142_UVVIS_Spectroph
otometry_-_Fundamentals_and_Applications).
Doan Thi, T. U. dkk. 2020. Green synthesis of ZnO nanoparticles using orange fruit
peel extract for antibacterial activities. RSC Advances. 10(40). hlm. 23899–
23907.
Eswari, K. M. dkk. 2022. Green synthesis of ZnO nanoparticles using Abutilon
Indicum and Tectona Grandis leaf extracts for evaluation of anti-diabetic,
anti-inflammatory and in-vitro cytotoxicity activities.
(https://doi.org/10.1016/j.ceramint.2022.07.308)
Fakhari, S., Jamzad, M., dan Kabiri Fard, H. 2019. Green synthesis of zinc oxide
nanoparticles: a comparison. Green Chemistry Letters and Reviews. 12(1).
hlm. 19–24.
Fitriyani, A., dan Winarti, L. 2011. Anti-Inflammatory Activity of Piper Crocatum
Ruiz & Pav. Leaves. Majalah Obat Tradisional. hlm. 9.
Gao, Y. dkk. 2020. Green Synthesis of Zinc Oxide Nanoparticles Using Citrus
Sinensis Peel Extract and Application to Strawberry Preservation: A
Comparison Study. LWT. 126. hlm. 109297.
Harding, S. E. dan Jumel, K. 1998. Light Scattering, Current Protocols in Protein
Science. (https://doi.org/10.1002/0471140864.ps0708s11)
Hassan, S. M. dkk. 2022. Physical Properties of PEG Coated Y doped ZnO
Nanoparticles and Their Potential as High Gamma Dose
Thermoluminescence Material. Journal of King Saud University - Science.
34(4). hlm. 101958.
Jiménez-Rosado, M. dkk. 2022. Green Synthesis of ZnO Nanoparticles Using
Polyphenol Extracts from Pepper Waste (Capsicum annuum). Journal of
Cleaner Production. 350. hlm. 131541.
Joel, C. dan Badhusha, M. S. M. 2016. Green Synthesis of ZnO Nanoparticles

46
Using Phyllanthus Embilica Stem Extract and Their Antibacterial Activity.
hlm. 6.
Kanjwani DG dkk. 2008. Evaluation of Immunomodulatory Activity of Methanolic
Extract of Piper betle. 67. hlm. 589–593.
Kumar, N. dkk. 2010. Piper betle Linn. A Maligned Pan-Asiatic Plant with An
Array of Pharmacological Activities and Prospects for Drug Discovery.
CURRENT SCIENCE. 99(7). hlm. 12.
Li, H. X. dkk. 2019. Chemical Constituents of the Piper crocatum Leaves and Their
Chemotaxonomic Significance. Biochemical Systematics and Ecology. 86.
hlm. 103905.
Lu, P. dkk. 2011. Investigation on the Stability of Water-soluble ZnO Quantum
Dots in KB Cells by X-ray Fluorescence and Absorption Methods. Nuclear
Instruments and Methods in Physics Research Section B: Beam Interactions
with Materials and Atoms. 269(17). hlm. 1940–1943.
M. A. Omar. 1975. Elementary Solid State Physics: Principles and Applications.
Addison - Wesley.
Morkoç, H. dan Ümit Özgür. 2009. Zinc Oxide: Fundamentals, Materials and
Device Technology. Weinheim: WILEY-VCH Verlag GmbH & Co. KGaA.
Mustafa, S. M. dkk. 2022. Green Synthesis of Ni-doped ZnO Nanoparticles Using
Dandelion Leaf Extract and Its Solar Cell Applications.
(https://doi.org/10.1016/j.ceramint.2022.05.202)
N. Verma, S. Bhatia, dan R. K. Bedi. 2017. Role of pH on Electrical, Optical and
Photocatalytic Properties of ZnO Based Nanoparticles. 28(13). hlm. 9788–
9797.
Naskar, A., Lee, S., dan Kim, K. 2020. Antibacterial Potential of Ni-doped Zinc
Oxide Nanostructure: Comparatively More Effective Against Gram-
negative Bacteria Including Multi-drug Resistant Strains. RSC Advances.
10(3). hlm. 1232–1242.
NICE CXone Expert. 2022. How an FTIR Spectrometer Operates.
(https://chem.libretexts.org/Bookshelves/Physical_and_Theoretical_Chemi
stry_Textbook_Maps/Supplemental_Modules_(Physical_and_Theoretical_
Chemistry)/Spectroscopy/Vibrational_Spectroscopy/Infrared_Spectroscop
y/How_an_FTIR_Spectrometer_Operates).
Norberg, N. S., dan Gamelin, D. R. 2005. Influence of Surface Modification on the
Luminescence of Colloidal ZnO Nanocrystals. The Journal of Physical
Chemistry B. 109(44). hlm. 20810–20816.
Parfati, N., dan Windono, T. 2017. Sirih Merah (Piper crocatum Ruiz & Pav.)
Kajian Pustaka Aspek Botani, Kandungan Kimia, dan Aktivitas
Farmakologi. MPI (Media Pharmaceutica Indonesiana). 1(2). hlm. 106–
115.
Patil, B. N., dan Taranath, T. C. 2016. Limonia acidissima L. Leaf Mediated
Synthesis of Zinc Oxide Nanoparticles: A Potent Tool Against
Mycobacterium tuberculosis. International Journal of Mycobacteriology,
5(2). hlm 197–204.
Pudukudy, M., dan Yaakob, Z. 2015. Facile Synthesis of Quasi Spherical ZnO
Nanoparticles with Excellent Photocatalytic Activity. Journal of Cluster
Science. 26(4). hlm. 1187–1201.
Rachmawati, I. S. 2011. Isolasi Senyawa Antioksidan dari Daun Sirih Merah (Piper

47
Crocatum). hlm. 7.
Raza, A. dkk. 2022. Phoenix dactylifera Mediated Green Synthesis of Mn-doped
ZnO Nanoparticles and Its Adsorption Performance for Methyl Orange Dye
Removal: A Comparative Study. Materials Chemistry and Physics. 286.
hlm. 126173.
S. B. Kulkarni dkk. 2011. Temperature Impact on Morphological Evolution of ZnO
and Its Consequent Effect on Physicochemical Properties. 509(8). hlm.
3486–3492.
Safithri, M., dan Fahma, F. 2008. Potency of Piper crocatum Decoction as an
Antihiperglycemia in Rat Strain Sprague dawley. HAYATI Journal of
Biosciences. 15(1). hlm. 45–48.
Sari, R. N., Saridewi, N., dan Shofwatunnisa, S. 2017. Biosynthesis and
Characterization of ZnO Nanoparticles with Extract of Green Seaweed
Caulerpa sp. Jurnal Perikanan Universitas Gadjah Mada. 19(1). hlm. 17.
Schneider, R., Balan, L., dan Aldeek, F. 2011. Synthesis, Characterization and
Biological Applications of Water-Soluble ZnO Quantum Dots.
(https://doi.org/10.5772/27238)
Setyawati, A. dkk. 2021. Piper crocatum Ruiz & Pav. Ameliorates Wound Healing
through p53, E-cadherin and SOD1 Pathways on Wounded Hyperglycemia
Fibroblasts. Saudi Journal of Biological Sciences. 28(12). hlm. 7257–7268.
Shahine, I. dkk. 2019. Pure, Size Tunable ZnO Nanocrystals Assembled into Large
Area PMMA Layer as Efficient Catalyst. Catalysts. 9(2).hlm. 162.
Siddiqi, K. S. dkk. 2018. Properties of Zinc Oxide Nanoparticles and Their Activity
Against Microbes. Nanoscale Research Letters. 13(1). hlm. 141.
Stetefeld, J., McKenna, S. A., dan Patel, T. R. 2016. Dynamic Light Scattering: A
Practical Guide and Applications in Biomedical Sciences. Biophysical
Reviews. 8(4). hlm. 409–427.
Sugumaran, M. dkk. 2011. Chemical Composition and Antimicrobial Activity of
Sirugamani Variety of Piper betle Linn Leaf Oil. 4. hlm. 3424–3426.
Umar, A. dan Hahn, Y.-B. 2010. Metal oxide nanostructures and their applications.
Los Angeles: American Scientific Publ.
Vinayagam, R. dkk. 2022. Rapid Photocatalytic Degradation of 2, 4-
Dichlorophenoxy Acetic Acid by ZnO Nanoparticles Synthesized Using the
Leaf Extract of Muntingia calabura. Journal of Molecular Structure. 1263.
hlm. 133127.
William D. Callister, Jr. dan David G. Rethwisch. 1940. Materials Science and
Engineering: An Introduction (8th ed.). John Wiley & Sons, Inc.
Xiong, G. dkk. 2006. Photoluminesence and FTIR study of ZnO Nanoparticles: the
Impurity and Defect Perspective. Physica Status Solidi c. 3(10). hlm. 3577–
3581.
Zapata, B. dkk. 2009. Thermo-kinetics Study of Orange Peel in Air, Journal of
Thermal Analysis and Calorimetry. 98(1). hlm. 309–315.

48

Anda mungkin juga menyukai