Anda di halaman 1dari 77

LAPORAN PRAKTIKUM

ILMU TANAH AKUAKULTUR

NAMA : ARZI NUR BINTANG


NIM : 225080500111004
KELOMPOK : 1
ASISTEN : NAJMUTH THAKIP

PROGRAM STUDI BUDIDAYA PERAIRAN


FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2023
LEMBAR PENGESAHAN

LAPORAN PRAKTIKUM
ILMU TANAH AKUAKULTUR

Oleh :
ARZI NUR BINTANG

Menyetujui, Mengetahui,
Dosen Penanggung Jawab Mata Kuliah Koordinator Praktikum

Prof. Dr. Ir. Sri Andayani, M.S. Najmuth Thakip


NIP. 19611106 198602 2 001 NIM. 215080507111025

ii
KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
Jalan Veteran, Malang, 65145, Indonesia
Telp. +62-341-553512 Fax. +62-341-557837
E-mail : faperik@ub.ac.id http://www.fpik.ub.ac.id

KARTU KENDALI PRAKTIKUM


ILMU TANAH AKUAKULTUR

Nama : Arzi Nur Bintang


NIM : 225080500111004
Kelompok :1
Nama Asisten Kelompok : Najmuth Thakip

No Acara Praktikum Tanggal Praktikum Keterangan Paraf Asisten


1 Briefing Praktikum
2 Pengambilan contoh
tanah tidak terganggu
3 Pengambilan contoh
agregat tanah tidak
terganggu
4 Pengambilan contoh
tanah terganggu
5 Penentuan biologi
Tanah
6 Persiapan contoh
tanah tidak terganggu
7 Persiapan contoh
agregat tanah tidak
terganggu
8 Persiapan contoh
tanah terganggu
9 Penetapan berat
volume tanah
10 Penetapan berat jenis
Tanah

iii
KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
Jalan Veteran, Malang, 65145, Indonesia
Telp. +62-341-553512 Fax. +62-341-557837
E-mail : faperik@ub.ac.id http://www.fpik.ub.ac.id

11 Penentuan porositas
Tanah

12 Penentuan tekstur
Tanah

13 Penentuan konsistensi
Tanah

14 Penentuan kapasitas
tanah menahan air

15 Penentuan reaksi
tanah (pH tanah)

16 Pengesahan laporan
praktikum

17 Ujian akhir praktikum

CATATAN ASISTEN:

iv
iv
KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
Jalan Veteran, Malang, 65145, Indonesia
Telp. +62-341-553512 Fax. +62-341-557837
E-mail : faperik@ub.ac.id http://www.fpik.ub.ac.id

TATA TERTIB PRAKTIKUM


ILMU TANAH AKUAKULTUR
PRODI BUDIDAYA PERAIRAN
JURUSAN MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN

1. Praktikan boleh mengikuti praktikum apabila sudah memenuhi syarat administrasi.


2. Praktikan harus datang 15 menit sebelum praktikum dimulai.
3. Praktikan harus selalu membawa kartu dan modul praktikum.
4. Praktikan harus mengikuti seluruh rangkaian praktikum, termasuk pre-test, seluruh
acara praktikum, post-test, laporan praktikum, dan ujian akhir praktikum.
5. Praktikan yang tidak mengikuti satu atau lebih dari materi/acara praktikum, tidak
diperbolehkan untuk mengikuti ujian akhir praktikum.
6. Selama pelaksanaan praktikum di laboratorium, praktikan:
a. Diwajibkan mengenakan jas laboratorium.
b. Dilarang membuat gaduh, makan, minum, atau merokok.
c. Diwajibkan menjaga keamanan dan kebersihan peralatan yang digunakan.
7. Kerusakan alat yang digunakan, karena kelalaian, menjadi tanggung jawab praktikan
secara kelompok atau pri badi.
8. Setiap selesai melaksanakan praktikum, alat-alat dan yang digunakan harus
dibersihkan kembali.
9. Setiap selesai praktikum, praktikan wajib meminta tanda tangan kartu praktikum
kepada asisten meja/kelompok.
10. Tata tertib yang telah ditetapkan, harap dipatuhi dan dilaksanakan

v
RINGKASAN

Tanah atau soil adalah komponen yang meliputi lapisan tipis atau
material bebas dengan kandungan unsur pokok mineral yang terletak di
dalamnya. Tanah merupakan bahan utama dalam pembuatan dasar kolam dan
tanggul untuk menampung air bagi budidaya ikan. Proses pembentukan tanah ini
meliputi penambahan (addition), kehilangan (losses) perubahan bentuk
(transformation), pemindahan lokasi (translocation). Peran tanah sangat penting
salah satunya sebagai sumber nutrisi air dalam budidaya perikanan.
Pengambilan sampel dilakukan pada tanah tidak terganggu, tanah agregat tidak
terganggu, dan tanah terganggu. Proses penentuan tekstur tanah melibatkan tiga
metode, yaitu metode feeling, metode pipet, dan metode hydrometer. Konsistensi
tanah dapat dibagi menjadi tiga tingkat, yaitu konsistensi kering, konsistensi
lembab, dan konsistensi basah. Proses penentuan kapasitas tanah dalam
menahan air dilakukan untuk menentukan kemampuan maksimal tanah dalam
mempertahankan kandungan airnya. Pengambilan contoh tanah dilakukan oleh
kelompok 1 dan kelompok 8 sebagai kelompok pembanding dengan sampel
tanah tidak terganggu menggunakan ring sample, tanah agregat tidak terganggu
diambil satu bongkahan tanah, dan tanah terganggu diambil sebanyak 1
kilogram. Penentuan biologi tanah yang dilakukan oleh kelompok 1 didapatkan
hasil 88 individu/cm 3. Penentuan berat volume tanah oleh kelompok 1 didapatkan
hasil 0,98 gr/cm3. Penentuan berat jenis oleh kelompok 1 didapatkan hasil 2,01
gr/cm3. Penentuan porositas tanah oleh kelompok 1 didapatkan hasil 54%.
Tekstur tanah yang didapatkan oleh kelompok 1 adalah liat berpasir. Penentuan
konsistensi tanah dilakukan oleh kelompok 1 didapatkan hasil konsistensi tanah
kering sangat keras, konsistensi tanah lembab teguh, dan konsistensi tanah
basah lekat dengan plasitisitas agak plastis. Penentuan kapasitas tanah
menahan air dilakukan oleh kelompok 1 didapatkan hasil 60 ml. Penentuan pH
tanah dilakukan oleh kelompok 1 didapatkan hasil 4 yang berarti pH tanah
tersebut luar biasa asam, nilai pH tanah merupakan factor penting yang dapat
mempengaruhi produktivitas tanah dan air disekitarnya.

vi
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala limpahan

rahmat dan karunianya sehingga kami dapat menyelesaikan laporan Praktikum

Ilmu Tanah Akuakultur dengan tepat waktu sebagai syarat untuk memenuhi

penugasan Praktikum Ilmu Tanah Akuakultur di Fakultas Perikanan dan Ilmu

Kelautan Universitas Brawijaya.

Laporan ini diharapkan dapat bermanfaat bagi pembaca dalam rangka

menambah wawasan serta pengetahuan mengenai ilmu tanah akuakultur. Kami

menyadari bahwa masih banyak kekurangan dalam penulisan laporan ini. Kami

mengharapkan kritik serta saran dari berbagai pihak demi perbaikan laporan ini

kedepannya.

Malang, 5 Oktober 2023

Penyusun

vii
DAFTAR ISI

Halaman
LEMBAR PENGESAHAN .......................................................................................ii
KARTU KENDALI PRAKTIKUM ...........................................................................iii
TATA TERTIB PRAKTIKUM...................................................................................v
RINGKASAN ..........................................................................................................vi
KATA PENGANTAR .............................................................................................vii
DAFTAR ISI ..........................................................................................................viii
1. PENDAHULUAN .................................................................................................1
1.1 Latar Belakang ......................................................................................... 1
1.2 Maksud dan Tujuan .................................................................................. 2
1.3 Manfaat ..................................................................................................... 2
1.4 Waktu dan Tempat ................................................................................... 2
2. TINJAUAN PUSTAKA ........................................................................................3
2.1 Pengertian Tanah ..................................................................................... 3
2.2 Proses Pembentukan Tanah ................................................................... 3
2.3 Jenis-jenis Tanah ..................................................................................... 4
2.4 Peran Tanah dalam Budidaya Perairan................................................... 5
3. METODOLOGI ....................................................................................................6
3.1 Pengambilan Contoh Tanah .................................................................... 6
3.2 Penentuan Biologi Tanah ......................................................................... 7
3.3 Penentuan Berat Volume Tanah.............................................................. 8
3.4 Penentuan Berat Jenis Tanah ................................................................. 9
3.5 Penentuan Porositas Tanah .................................................................. 10
3.6 Penentuan Tekstur Tanah...................................................................... 11
3.7 Penentuan Konsistensi Tanah ............................................................... 12
3.8 Penentuan Kapasitas Tanah Menahan Air ............................................ 13
3.9 Penentuan pH Tanah ............................................................................. 14
4. HASIL DAN PEMBAHASAN ............................................................................16
4.1 Pengambilan Contoh Tanah .................................................................. 16
4.2 Penentuan Biologi Tanah ....................................................................... 18
4.3 Penentuan Berat Volume Tanah............................................................ 20
4.4 Penentuan Berat Jenis Tanah ............................................................... 22
4.5 Penentuan Porositas Tanah .................................................................. 23
4.6 Penentuan Tekstur Tanah...................................................................... 26
4.7 Penentuan Konsistensi Tanah ............................................................... 28
4.8 Penentuan Kapasitas Tanah Menahan Air ............................................ 30
4.9 Penentuan pH Tanah ............................................................................. 32
5. PENUTUP ..........................................................................................................35
5.1 Kesimpulan ............................................................................................. 35
5.2 Saran ...................................................................................................... 36

viii
DAFTAR PUSTAKA ..............................................................................................38
LAMPIRAN ............................................................................................................40

ix
1. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Tanah menurut Rocha, et al. (2022), merupakan campuran kompleks

terdiri atas beberapa bahan seperti organisme hidup, bahan organik, mineral, air

dan udara. Tanah terbuat dari partikel organik tumbuh-tumbuhan dan hewan

yang membusuk. Partikel mineral yang membentuk tanah seperti pasir, tanah

liat, batu atau kerikil dulunya merupakan bagian dari batuan yang lebih besar.

Kualitas tanah sangat penting dalam kegiatan akuakultur bagi pembudidaya,

khususnya bagi pembudidaya yang ingin membangun kolam budidaya ikan semi

intensif dengan memanfaatkan kolam tanah. Kegiatan budidaya ikan semi

intensif bergantung pada komposisi tanah yang tepat untuk membentuk kolam

tanah yang stabil serta kedap air sebab komposisi tanah yang tepat sangat

mempengaruhi kekuatan tanah dalam menjaga air didalam kolam. Kolam tanah

dirasa cara paling efisien untuk menahan air dalam kegiatan budidaya ikan.

Faktor pembentuk tanah menurut Dror, et al. (2021), pertama kali

dijelaskan oleh Dokuchaev dan Darwin dan dikembangkan lebih lanjut oleh

nenek moyang ilmu tanah, termasuk Hilgard dan Jenny. Faktor-faktor pembentuk

tanah adalah materi induk, waktu, iklim, topografi dan relief, dan organisme.

Semua faktor bekerja sama untuk mempengaruhi kecepatan dan pembentukan

tanah. Materi induk yang berupa batuan akan berubah menjadi tanah dengan

seiring berjalannya waktu akibat faktor kimia dan fisika, pelapukan serta

transformasi mineral. Organisme berupa vegetasi utamanya sangat penting

perannya dalam proses pembentukan tanah. Dampak organisme pada waktu

yang singkat sudah cukup terlihat, seperti melapukkan batuan baik dari segi fisik

maupun kimia. Segi fisik berupa mempengaruhi pelapukan batuan sedangkan

1
dari segi kimia berupa peningkatan asam organik yang dapat mempercepat

pelapukan. Rentang waktu membedakan indeks pelapukan, gradien bahan kimia

dan kumpulan mineral di dalam tanah. Topografi berupa tinggi rendahnya suatu

dataran berpengaruh terhadap pelapukan. Topografi yang miring menyebabkan

air berjalan dengan cepat sehingga menghambat proses pelapukan.

1.2 Maksud dan Tujuan

Maksud dari praktikum Ilmu Tanah Akuakultur yaitu agar praktikan

mengetahui cara pengambilan contoh tanah serta menentukan tekstur tanah,

konsistensi tanah, pH tanah, berat volume, berat jenis, dan kapasitas tanah

menahan air. Tujuan dari praktikum Ilmu Tanah Akuakultur yaitu agar praktikan

dapat mengaplikasikan Ilmu Tanah Akuakultur dalam kehidupan sehari-hari.

1.3 Manfaat

Manfaat dari praktikum Ilmu Tanah Akuakultur dapat memperkenalkan

perbedaan mendasar dari contoh tanah terganggu dan tidak terganggu, serta

menentukan tekstur dan konsistensi tanah secara kualitatif. Diharapkan

mahasiswa mampu menguasai teknik tersebut tersebut sehingga mampu

mengaplikasikannya dengan baik.

1.4 Waktu dan Tempat

Praktikum Ilmu Tanah Akuakultur dilaksanakan pada hari Sabtu, 10

September 2023 di Laboratorium Perikanan Air Tawar Sumberpasir dan tanggal

12, 13, 14, dan 15 September 2023 di Laboratorium Budidaya Ikan Divisi Parasit

dan Penyakit Ikan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Universitas Brawijaya.

2
2. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengertian Tanah

Tanah menurut Shafi, et al. (2021), merupakan bahan utama dalam

pembuatan dasar kolam dan tanggul sebagai menampung air bagi budidaya

ikan. Tanah dasar bersifat membentuk dan menjaga keseimbangan ekosistem

kolam. Tanah sangat mempengaruhi pertumbuhan dan kelangsungan hidup

spesies yang dibudidayakan. Tanah kolam tidak hanya bertindak sebagai filter

biologis tetapi juga sebagai penyimpan dan penyedia nutrisi bagi organisme

tingkat dasar dalam rantai makanan autotrofik dan heterofik yang berada di

kolam. Karakteristik fisik dan kimia tanah mengontrol stabilitas dasar tambak dan

parameter kimianya air yang berada di atasnya.

2.2 Proses Pembentukan Tanah

Proses pembentukan tanah menurut Hasibuan (2021), menjadi dua yaitu

perubahan massa padat (buatan) menjadi material yang halus dan perubahan

material yang halus menjadi tanah seiring dengan berjalannya waktu atau

disebut dengan perkembangan tanah (soil development). Pembentukan tanah

(soil formation) merupakan pembentukan material yang tidak padat dengan

adanya proses pelapukan dan pembentukan profil tanah (termasuk

perkembangan horison). Profil tanah merupakan penampang tegak lurus atau

vertikal tanah yang menunjukkan lapisan-lapisan tanah atau horison. Horison

merupakan lapisan tanah yang kurang lebih sejajar dengan permukaan bumi dan

berbeda dengan lapisan yang berdekatan. Proses pembentukan tanah dapat

berupa penambahan (addition), kehilangan (losses) perubahan bentuk

(transformation), pemindahan lokasi (translocation). Addition dapat terjadi melalui

3
penambahan air (hujan, irigasi), nitrogen dari bakteri pengikat N, energi dari sinar

matahari, dan sebagainya. Losses dihasilkan dari kemikalia yang larut dalam air,

adanya erosi, pemanenan atau penggembalaan, denitrifikasi dan lain-lain.

Transformation dapat terjadi karena banyak reaksi kimia dan biologi pada proses

dekomposisi bahan organik, pembentukan material tidak larut dari material yang

larut. Translocation dapat terjadi karena adanya gerakan air maupun organisme

di dalam tanah misalnya clay bergerak ke lapisan yang lebih dalam atau gerakan

garam terlarut ke permukaan karena evaporasi.

2.3 Jenis-jenis Tanah

Tanah menurut Rejeki (2019), memiliki peranan yang sangat penting

bagi kegiatan budidaya. Tanah sangat mempengaruhi kegiatan budidaya, mulai

dari pembuatan kolam hingga penghasil pakan alami untuk ikan yang

dibudidayakan. Tanah yang biasanya digunakan untuk kegiatan budidaya dibagi

menjadi dua zona yaitu, zona intertidal dan supratidal. Zona intertidal terdiri dari

wilayah rawa dan mangrove dengan jenis tanah yang memiliki kadar asam sulfat

yang tinggi serta kandungan pirit dan gambut yang juga tinggi, karena adanya

pengendapan sisa bahan bahan organik dan tanah zona ini masuk dalam tipe

tanah organosol. Zona supratidal merupakan zona dengan tanah yang tidak

memiliki kadar asam sulfat, serta terletak pada daerah beririgasi dan dataran

kering, dimana tanah ini kemungkinan masuk kedalam tanah litosol. Kedua zona

diatas memiliki dampak bagi kegiatan budidaya, dimana zona intertidal memiliki

permasalahan, dimana tanah yang memiliki kadar asam sulfat yang tinggi sulit

untuk langsung digunakan pada kegiatan budidaya karena memerlukan waktu

yang cukup lama untuk menghilangkan kadar asamnya, diperlukan reklamasi

dan pengeringan dasar tanah yang lama dan dapat merusak hutan mangrove,

sedangkan zona supratidal pengolahan, pengeringan serta pemeliharaan

4
tanahnya lebih mudah karena tidak memiliki kadar asam sulfat serta dapat

meningkatkan salinitas tanah dan sumber air tanah.

2.4 Peran Tanah dalam Budidaya Perairan

Tanah menurut Hasibuan, et al. (2013), memiliki beberapa peran pada

kolam, salah satunya sebagai sumber nutrisi air dalam budidaya perikanan.

Peran tanah lainnya adalah sebagai sumber dari filter biologis. Filter biologis ini

berperan dalam menyerap sisa-sisa kotoran ikan, bahan organik, dan sisa

pakan. Konsentrasi penting bagi kesuburan tanah dasar kolam air tawar adaIah

konsentrasi nitrogen, kandungan bahan organik, rasio zat C atau N dan zat

terlarut fosfor. Fosfor pada perairan tawar ini berasal dari presipitasi atmosfer

dari limpasan permukaan dan dari air tanah.

5
3. METODOLOGI

3.1 Pengambilan Contoh Tanah

Proses pengambilan contoh tanah dilakukan menggunakan beberapa alat

dan bahan. Alat yang digunakan untuk pengambilan contoh tanah berbeda-beda

tergantung dari sampel tanah yang akan diambil. Tanah yang diambil terdiri atas

tanah terganggu, tanah agregat terganggu, dan tanah tidak terganggu. Alat yang

digunakan terdiri dari cangkul atau sekop, plastik, dan kertas label. Sampel tanah

tidak terganggu membutuhkan ring sample dan cutter untuk proses pengambilan

tanah tersebut. Tanah agregat terganggu membutuhkan kotak plastik untuk

proses pengambilan tanah tersebut, sedangkan tanah terganggu menggunakan

plastik dalam melakukan pengambilan sampelnya.

Langkah pertama dalam pengambilan tanah dimulai dengan tanah

diratakan dari semua yang ada di permukaan tanah. Langkah berikutnya gali

tanah yang akan diambil pada kedalaman 5 − 10 cm di sekitar tabung logam.

Tanah kemudian diratakan dengan pisau setelah keadaan tanah mulai lembab.

Ring sample pertama diletakkan tegak lurus permukaan tanah dengan bagian

mata cincin ditekan masuk di bagian bawah tanah. Ring sample kedua di atas

bagian ring sample pertama dengan kedalaman ±1 cm di dalam tanah. Tanah

yang berada di sekeliling ring sample diangkat dengan cangkul secara perlahan,

kemudian dipotong dengan cutter ±1 cm di bawah ujung cincin sampel pertama

dan sekop semen sebagai penahan tanah. Ring cincin kedua dipisahkan dengan

ring cincin pertama dan iris kelebihan tanah bagian atas terlebih dahulu dengan

hati-hati. Tutup ring sample menggunakan tutup plastik yang sudah dipersiapkan.

Kelebihan tanah pada cincin bawah diiris dan dipotong dengan cara yang sama

dan tutup permukaannya. Label direkatkan di atas tutup ring sample yang berisi

6
informasi kedalaman, tanggal, dan lokasi pengambilan contoh tanah. Contoh

tanah dalam ring sample disusun dalam kotak dengan jumlah maksimal 4 sampel

cincin. Pada bagian dasar kotak dan di atas contoh tanah diberi pelindung dari

gabus atau bahan lain yang dapat mengurangi getaran selama perjalanan.

3.2 Penentuan Biologi Tanah

Proses penentuan biologi tanah dilakukan menggunakan beberapa alat.

Alat yang digunakan yaitu transek dengan ukuran 30 x 30 cm, kalkulator,

nampan, cangkul, dan kamera. Transek dengan ukuran 30 x 30 cm digunakan

untuk menentukan lokasi tanah. Kalkulator digunakan untuk menghitung

perbandingan antara jumlah biota yang ditemukan dengan luas zona yang

diamati. Nampan digunakan sebagai tempat untuk biota yang ditemukan di

dalam tanah. Cangkul digunakan untuk menggali tanah agar biota didalam tanah

dapat keluar dan terlihat. Kamera digunakan untuk dokumentasi seluruh kegiatan

yang dilakukan dalam proses menentukan biologi tanah.

Langkah pertama dalam proses menentukan biologi tanah dilakukan

dengan memilih lokasi yang akan diamati biotanya. Langkah berikutnya

meletakkan transek dengan ukuran 30 x 30 cm di lokasi yang sudah ditentukan.

Langkah berikutnya menggali tanah di dalam lokasi transek menggunakan

cangkul hingga terlihat biota yang terdapat didalam tanah. Langkah berikutnya

biota yang ditemukan dari dalam tanah diletakkan pada nampan. Langkah

berikutnya menghitung kepadatannya dengan perbandingan antara jumlah biota

yang ditemukan dan luas zona yang diamati menggunakan kalkulator. Langkah

terakhir yaitu mencatat hasil perhitungan kemudian didokumentasikan.

7
3.3 Penentuan Berat Volume Tanah

Proses penentuan berat volume tanah dapat ditentukan menggunakan

beberapa metode, yaitu metode lilin, metode ring sample, dan metode air raksa.

Proses penentuan berat volume tanah pada praktikum Ilmu Tanah Akuakultur

menggunakan metode ring sample. Metode ini digunakan karena lebih mudah

dari pada metode-metode lainnya, dimana untuk mengetahui berat dan volume

tanah tersebut berdasarkan tinggi dan diameter dari ring sample. Proses

penentuan berat volume tanah dilakukan menggunakan beberapa alat. Alat yang

digunakan yaitu ring sample, penggaris, jangka sorong, timbangan digital, oven,

desikator, serbet, nampan, kalkulator, dan kamera.

Langkah pertama dalam proses penentuan berat volume tanah adalah

mengambil sampel tanah menggunakan ring sample. Sampel tanah yang diambil

merupakan jenis tanah basah yang diambil dari lapang. Langkah berikutnya

sampel tanah dimasukkan kedalam oven dengan suhu 105° – 110° C selama

minimal 4 jam atau hingga sampel tanah kering mutlak. Langkah berikutnya

sampel tanah dimasukkan kedalam desikator untuk menjaga sampel tanah tetap

kering karena desikator mampu menyerap kelembapan udara disekitarnya.

Langkah berikutnya sampel tanah beserta ring sample ditimbang, kemudian

keluarkan tanah dari ring sample dan ditimbang menggunakan timbangan digital.

Langkah terakhir menghitung berat volume tanah menggunakan rumus berikut:

Volume ring sample (cm3) = πr2t

Keterangan:

c = Berat sampel tanah dan ring sample

8
a = Berat ring sample kosong

π = 3,14

r = Jari-jari ring sample

t = Tinggi ring sample

3.4 Penentuan Berat Jenis Tanah

Proses penentuan berat jenis tanah dilakukan dengan menghitung berat

jenis partikel berdasarkan pengukuran massa dan volume partikel tanah. Proses

penentuan berat jenis tanah dapat ditentukan menggunakan beberapa metode.

Metode piknometer yaitu volume partikel dihitung dari massa dan berat jenis zat

cair yang dipisahkan oleh partikel tanah. Metode perendaman atau submersion

yaitu volume zat cair yang dipisahkan partikel tanah. Proses penentuan berat

jenis tanah dilakukan menggunakan beberapa alat dan bahan, yaitu ayakan lolos

diameter 0,5 mm, nampan, sendok besi, palu, kabel roll, heater, gelas ukur 50 ml

atau 100 ml, akuades, contoh tanah tidak terganggu, spatula, timbangan digital,

corong, koran bekas, kalkulator, dan kamera.

Langkah pertama dalam proses penentuan berat jenis tanah adalah

persiapan sampel tanah tidak terganggu. Tanah tidak terganggu diambil setelah

dikeringkan dari dalam oven kemudian didinginkan didalam desikator. Langkah

berikutnya sampel tanah dihaluskan menggunakan palu dengan alas koran

bekas kemudian disaring menggunakan ayakan berdiameter 0,5 mm. Langkah

berikutnya gelas ukur diisi dengan 30 ml akuades yang sudah dipanaskan

menggunakan heater. Langkah berikutnya menambahkan 20 gram sampel tanah

yang sudah dihaluskan kemudian diaduk menggunakan spatula hingga

gelembung udara menghilang. Langkah berikutnya setelah didiamkan selama 10

menit diamati volume suspense air dan tanah pada gelas ukur. Langkah terakhir

menghitung berat jenis tanah menggunakan rumus berikut:

9
Keterangan:

Ms = Berat tanah halus yang dimasukkan kedalam gelas ukur

V1 = Volume akuades yang dimasukkan kedalam gelas ukur

V2 = Volume suspense air dan tanah

3.5 Penentuan Porositas Tanah

Proses penentuan porositas tanah dilakukan menggunakan beberapa alat

dan bahan. Alat yang digunakan yaitu koran bekas, ayakan lolos diameter 0,5

mm, akuades, sendok besi, palu, nampan, dan kamera. Bahan yang digunakan

yaitu sampel tanah tidak terganggu. Porositas bisa dikatakan sebagai pori-pori

tanah yang bisa terisi oleh air maupun udara. Nilai porositas tanah dapat

dipengaruhi oleh kandungan bahan organik yang terdapat didalam tanah.

Nilai porositas tanah juga bergantung pada fraksi pembentuk tanah.

Porositas tanah ini erat hubungannya dengan permeabilitas tanah. Skema kerja

penentuan porositas tanah terdiri atas tiga tahapan. Tahap pertama adalah

menghitung berat volume tanah tidak terganggu (bulk density). Tahap kedua

yaitu menentukan berat jenis tanah tidak terganggu (particle density). Tahap

selanjutnya adalah menghitung nilai porositas tanah dengan rumus:

Keterangan:

BV = Berat volume tanah

BJ = Berat jenis tanah

10
3.6 Penentuan Tekstur Tanah

Proses penentuan tekstur tanah dilakukan menggunakan tiga metode,

yaitu metode feeling, metode pipet, dan metode hydrometer. Metode feeling yaitu

metode yang dilakukan berdasarkan kepekaan dari indra perasa seperti kulit jari

jempol dan telunjuk. Metode pipet yaitu metode yang bisa dianggap sebagai

metode kurang teliti. Metode hydrometer yaitu metode yang dilakukan

berdasarkan perbedaan kecepatan jatuhnya partikel-partikel tanah didalam air.

Proses penentuan tekstur tanah dilakukan menggunakan beberapa alat dan

bahan, yaitu sampel tanah terganggu kering angin, ayakan lolos diameter 0,5

mm, nampan, sendok besi, palu, washing bottle, akuades, penggaris, dan

kamera untuk dokumentasi.

Langkah pertama dalam proses penentuan tekstur tanah adalah

persiapan sampel tanah terganggu. Tanah terganggu diambil setelah dikeringkan

dari dalam oven kemudian didinginkan didalam desikator. Langkah berikutnya

sampel tanah dihaluskan menggunakan palu dengan alas koran bekas kemudian

disaring menggunakan ayakan berdiameter 0,5 mm. Langkah berikutnya tanah

halus ditambahkan air sedikit demi sedikit sambil diremas-remas hingga sifat ke-

liat-an (plasticity) muncul. Langkah berikutnya tanah dibentuk hingga seperti

bola, apabila tidak dapat terbentuk bola maka tanah tersebut tersusun oleh pasir.

Langkah berikutnya tanah yang sudah terbentuk seperti bola kemudian dibentuk

memanjang seperti pita, apabila tidak dapat memanjang seperti pita maka tanah

tersusun oleh pasir berlempung. Langkah berikutnya tanah yang sudah

berbentuk memanjang seperti pita diukur panjangnya menggunakan penggaris,

apabila tanah berukuran 0,5-2,5 cm tanah memiliki tekstur kasar (lempung

berpasir), halus licin (lempung berdebu), halus licin mutlak (debu), sama rasa

(lempung). Tanah yang memiliki ukuran 2,5-5,5 cm tanah memiliki tekstur kasar

11
(lempung liat berpasir), halus licin (lempung liat berdebu), halus licin mutlak (

debu), sama rasa (lempung berliat). Tanah yang memiliki ukuran lebih dari 5 cm

tanah memiliki tekstur kasar (liat berpasir), halus licin (liat berdebu), halus licin

mutlak (debu), sama rasa (liat).

3.7 Penentuan Konsistensi Tanah

Konsistensi tanah dapat ditentukan menjadi konsistensi kering,

konsistensi lembab, konsistensi basah. Konsistensi kering yaitu dimana kadar air

kurang dari titik laju permanen. Konsistensi lembab yaitu dimana kandungan air

tanah berada antara kering (titik laju) dan kapasitas lapang. Konsistensi basah

dibagi menjadi kelekatan (sticknes) yaitu menunjukkan derajat gaya adhesi tanah

dan plastisitas (plasticity) yang menunjukkan derajat gaya kohesi tanah. Proses

penentuan konsistensi tanah dilakukan menggunakan beberapa alat dan bahan,

yaitu sampel tanah agregat tidak terganggu, sampel tanah terganggu, koran

bekas, ayakan lolos diameter 0,5 mm, nampan, washing bottle, akuades, sendok

besi, palu, dan kamera.

Langkah pertama dalam proses penentuan konsistensi tanah adalah

sampel tanah terganggu yang sudah dihaluskan dan sampel tanah agregat tidak

terganggu. Langkah berikutnya untuk menentukan konsistensi kering sampel

tanah agregat diremas menggunakan telapak tangan, setiap kondisi tanah

setelah diremas menggunakan telapak tangan menunjukkan kelas konsistensi

yang berbeda-beda seperti lepas-lepas, lunak, agak keras, keras, sangat keras,

dan sangat keras sekali. Langkah berikutnya untuk menentukan konsistensi

lembab sampel tanah tanah terganggu disemprot dengan akuades hingga

lembab kemudian dipijat dengan telapak tangan, setelah dipijat menggunakan

telapak tangan menunjukkan kelas konsistensi yang berbeda-beda seperti lepas,

sangat gembur, gembur, teguh, sangat teguh, dan sangat teguh sekali. Langkah

12
terakhir yaitu untuk menentukan konsistensi basah sampel tanah terganggu

disemprot menggunakan akuades hingga basah kemudian dipijat menggunakan

ibu jari dan telunjuk, setelah dipijat menggunakan ibu jari dan telunjuk

menunjukkan kelas konsistensi yang berbeda-beda pada kelekatan menunjukkan

tidak melekat, agak melekat, lekat, dan sangat lekat, pada plastisitas

menunjukkan tidak plastis, agak plastis, plastis, dan sangat plastis

3.8 Penentuan Kapasitas Tanah Menahan Air

Proses penentuan kapasitas tanah menahan air dilakukan untuk

mengetahui kemampuan tanah menahan kandungan air dengan kapasitas

maksimal atau lapang. Tanah memiliki sifat-sifat yang dapat mempengaruhi

hubungan air dengan tanah. Pengaruh pertama yaitu Gerakan air masuk

kedalam tanah dan gerakannya didalam tanah. Pengaruh kedua yaitu

kemampuan tanah untuk menahan kandungan air. Pengaruh terakhir yaitu

tersedianya air tanah untuk memenuhi kebutuhan budidaya. Proses penentuan

penentuan kapasitas tanah menahan air dapat dilakukan menggunakan

beberapa alat dan bahan, yaitu beaker glass, sampel tanah terganggu, koran

bekas, sendok besi, palu, gelas ukur 100 ml, timbangan digital, akuades,

washing bottle, dan kamera.

Langkah pertama dalam proses penentuan kapasitas tanah menahan air

adalah sampel tanah terganggu dikering anginkan diatas koran bekas dan tidak

boleh terkena sinar matahari langsung. Langkah berikutnya sampel tanah kering

dihaluskan menggunakan palu kemudian disaring menggunakan ayakan

berdiameter 0,5 mm. Langkah berikutnya sampel tanah terganggu yang sudah

dihaluskan ditimbang menggunakan timbangan digital sebanyak 150 gram.

Langkah berikutnya sampel tanah tersebut dimasukkan kedalam beaker glass

250 ml. Langkah berikutnya menambahkan sedikit demi sedikit akuades kedalam

13
beaker glass hingga air menggenang diatas permukaan tanah. Langkah terakhir

diukur volume air yang dituang hingga air menggenang diatas permukaan tanah

kemudian dicatat dan didokumentasikan.

3.9 Penentuan pH Tanah

Proses penentuan pH tanah dapat dilakukan menggunakan dua metode

yaitu metode kalorimeter dan elektrometer. Metode kalorimeter merupakan

metode yang menggunakan indikator warna dalam menentukan pH. Prinsip

metode kalorimeter yaitu mengukur warna larutan tanah kemudian dibandingkan

dengan warna standar yang telah diketahui nilai pH nya. Metode elektrometer

merupakan metode yang dilakukan menggunakan alat yang disebut pH meter.

Proses penentuan pH tanah dilakukan menggunakan beberapa alat dan bahan,

yaitu sampel tanah terganggu, koran bekas, sendok besi, palu, ayakan lolos

diameter 0,5 mm, beaker glass 250 ml, gelas ukur 100 ml, timbangan digital,

kertas lakmus/pH paper, akuades, washing bottle, kotak standar pH, spatula, dan

kamera sebagai dokumentasi.

Langkah pertama dalam penentuan pH tanah adalah sampel tanah

terganggu dikering anginkan diatas koran bekas dan tidak boleh terkena sinar

matahari secara langsung, Langkah berikutnya sampel tanah dihaluskan

menggunakan palu kemudian disaring menggunakan ayakan berdiameter 0,5

mm. Langkah berikutnya sampel tanah yang sudah dikering anginkan dan

dihaluskan ditimbang sebanyak 50 gram dan dimasukkan ke dalam beaker glass.

Langkah berikutnya menambahkan akuades sebanyak 50 ml yang sudah diukur

menggunakan gelas ukur. Langkah berikutnya sampel dihomogenkan

menggunakan spatula dan dibiarkan selama 15 menit. Langkah berikutnya diukur

pH larutan menggunakan kertas lakmus atau pH paper, kemudian kertas lakmus

dikibaskan dan ditunggu kurang lebih satu menit. Langkah terakhir kertas lakmus

14
dicocokkan dengan warna pH pada kotak standar kemudian dicatat dan

didokumentasikan hasilnya.

15
4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Pengambilan Contoh Tanah

Dalam Praktikum Ilmu Tanah Akuakultur, proses Pengambilan Contoh

Tanah melibatkan tiga metode pengambilan sampel yang berbeda, yaitu

pengambilan sampel tanah terganggu, tanah agregat tidak terganggu, dan tanah

tidak terganggu. Pada tahap pengambilan contoh tanah tidak terganggu,

langkah-langkah yang diikuti adalah sebagai berikut: Pertama, permukaan tanah

harus diratakan dan dibersihkan dari rumput atau serasah. Selanjutnya, tanah

digali hingga kedalaman tertentu, biasanya sekitar 5-10 cm di sekitar lokasi yang

akan menjadi calon ring sample. Tanah kemudian diratakan dengan

menggunakan pisau. Jika tanah dalam keadaan kering, disarankan untuk disiram

terlebih dahulu dengan air secukupnya hingga sedikit lembab. Setelah itu, ring

sample pertama diletakkan di atas permukaan tanah secara tegak lurus, dengan

mata ring sample (bagian yang tajam) menghadap ke bawah dan ditekan hingga

sekitar ¾ bagian dari ring sample tersebut masuk ke dalam tanah. Selanjutnya,

ring sample kedua ditempatkan di atas ring sample pertama dan ditekan hingga

masuk sekitar 1 cm ke dalam tanah. Kemudian, dengan hati-hati, tanah di

sekeliling ring sample digali dengan sekop atau cangkul hingga melebihi ujung

ring sample, sehingga tanah di bawah ring sample ikut terangkat. Tanah

kemudian dipotong dengan menggunakan pisau atau cutter sekitar 1 cm di

bawah ujung ring sample pertama dan diangkat dengan hati-hati menggunakan

sekop atau cetok semen sebagai penahan. Ring sample kedua kemudian

dipisahkan dari ring sample pertama. Selanjutnya, kelebihan tanah bagian atas

diiris dengan hati-hati agar permukaan tanah pada ring sample tersebut sama

dengan permukaan ring sample itu sendiri, dan ring sample ditutup dengan tutup

16
plastik yang tersedia. Langkah berikutnya adalah mengiris dan memotong

kelebihan tanah bagian bawah dengan cara yang sama dan menutup ring

sample tersebut. Pada tahap akhir, label dengan informasi mengenai kedalaman,

tanggal, dan lokasi pengambilan contoh tanah ditempatkan di atas tutup ring

sample. Untuk pengambilan contoh tanah agregat tidak terganggu, langkah

pertama adalah mengambil sampel tanah dengan menggunakan cangkul atau

sekop pada kedalaman 0-20 cm. Bongkahan contoh tanah kemudian

dimasukkan ke dalam kotak plastik tebal. Selama proses pengangkutan, perlu

dilakukan dengan hati-hati agar bongkahan tanah tidak mengalami kerusakan

dalam perjalanan. Selain itu, pada bagian dasar kotak dan di atas contoh tanah,

diberikan pelindung berupa gabus atau bahan lain yang dapat mengurangi

getaran selama pengangkutan.

Pengambilan contoh tanah tidak terganggu, sesuai dengan penelitian

Khodaverdiloo, et al. (2017), dilakukan dengan memanfaatkan suatu perangkat

berbentuk ring atau silinder yang dimasukkan ke dalam tanah hingga mencapai

kedalaman yang telah ditetapkan. Metode ini terpilih sebagai metode utama

karena beberapa pertimbangan mendasar, termasuk kemudahan pelaksanaan,

tingkat akurasi yang tinggi, efisiensi dalam hal kecepatan eksekusi, dan biaya

yang ekonomis. Suksesnya implementasi metode ini sangat bergantung pada

dimensi ring yang digunakan, yang secara signifikan memengaruhi volume tanah

yang dapat diambil dengan tanpa gangguan. Pemilihan tanah yang akan diambil

sampelnya harus memenuhi syarat memiliki stabilitas yang optimal, sehingga

tetap kokoh dan tidak mengalami kerusakan yang signifikan saat proses

penetrasinya dengan menggunakan ring tersebut.

Dalam praktikum ilmu tanah akuakultur, pengambilan sampel tanah terdiri

dari tiga metode yang berbeda, yaitu pengambilan sampel tanah terganggu,

tanah agregat tidak terganggu, dan tanah tidak terganggu. Pada pengambilan

17
sampel tanah tidak terganggu, langkah-langkah melibatkan persiapan

permukaan tanah, penggalian hingga kedalaman yang ditargetkan, penggunaan

ring sample, dan prosedur pemotongan serta penutupan sampel dengan label

yang mencatat informasi kedalaman, tanggal, dan lokasi pengambilan. Metode

pengambilan sampel tanah agregat tidak terganggu mengandalkan penggunaan

perangkat berbentuk ring atau silinder yang dimasukkan ke dalam tanah sesuai

dengan kedalaman yang diinginkan. Pemilihan metode pengambilan sampel

tanah tidak terganggu didasarkan pada pertimbangan praktis, seperti efisiensi,

akurasi, kecepatan, dan biaya. Keberhasilan pengambilan sampel ini sangat

tergantung pada dimensi ring yang digunakan, yang memiliki dampak signifikan

terhadap volume tanah yang bisa diambil tanpa gangguan. Pemilihan tanah yang

memenuhi syarat stabilitas sangat penting, sehingga ring sample dapat

ditempatkan dengan aman tanpa mengakibatkan kerusakan yang berarti.

Pengambilan sampel tanah dalam praktikum ini merupakan proses yang

memerlukan perhatian terperinci terhadap metode dan pemilihan tanah yang

tepat.

4.2 Penentuan Biologi Tanah

Dalam Praktikum Ilmu Tanah Akuakultur yang berkaitan dengan

Penentuan Biologi Tanah, data yang dihimpun dari kelompok 1 mencakup jumlah

individu sebanyak 8 dan luas zona pengamatan seluas 30x30 cm2. Melalui

perhitungan biologi tanah, hasil yang diperoleh adalah jumlah biota sebanyak

0,88 individu per cm2. Kelompok 8 berfungsi sebagai kelompok pembanding

dengan hanya 1 individu yang teramati dan luas zona pengamatan yang sama,

yaitu 30x30 cm2. Dalam langkah berikutnya, data ini dimasukkan ke dalam rumus

perhitungan biologi tanah, menghasilkan angka sekitar 0,001 individu per cm2.

Penting untuk dicatat bahwa data yang dihasilkan dari kedua kelompok

18
menunjukkan perbedaan yang signifikan. Kelompok 1 menghadirkan jumlah biota

yang jauh lebih banyak dibandingkan dengan kelompok 8 dalam wilayah

pengamatan yang sama.

Fauna tanah menurut Mbau, et al. (2015), merupakan komponen penting

dari kesehatan tanah dimana mereka menjalankan fungsi ekosistem yang

penting seperti dekomposisi bahan organik, modifikasi struktur tanah, dan

pengendalian biologis tanah hama. Macam-macam komponen kesehatan tanah

ini merupakan ekspresi dampak yang ditimbulkan biota tanah sebuah ekosistem.

Namun kesehatan tanah sering kali dikaitkan dengan hal ini dengan praktik

pengelolaan yang diterapkan pada tanah. Dalam hal ini, makrofauna tanah

seperti cacing tanah digunakan sebagai bio-indikator gangguan tanah.

Makrofauna tanah seperti cacing tanah dan rayap terbukti bergantung padanya

masukan organik tanah dan dinamika makannya di dalam tanah dapat

dipengaruhi oleh praktik pengelolaan tanah. Misalnya, fauna tanah menyebabkan

dekomposisi yang membuat tanah menjadi subur. posisi bahan organik dan

akibatnya redistribusi penyerapan bahan organik tanah melalui ekskresinya

berkontribusi pada agregasi unit struktural tanah. Seperti kegiatan memperbaiki

struktur tanah dan fungsi terkait dalam pengaturan aerasi, penetrasi akar, air,

dan nutrisi ketersediaan dan kemudahan penyerapan unsur hara oleh tanaman

yang tumbuh pada tanah tersebut.

Dalam praktikum Ilmu Tanah Akuakultur, dua kelompok diamati dengan

luas zona pengamatan yang sama, yaitu 30x30 cm2. Kelompok 1 memiliki jumlah

individu biota sebanyak 8, dengan hasil perhitungan biologi tanah mencapai 0,88

individu per cm 2, sedangkan kelompok 8, sebagai kelompok pembanding, hanya

memiliki 1 individu yang teramati dan hasil perhitungan biologi tanah sekitar

0,001 individu per cm 2. Perbedaan signifikan ini menunjukkan bahwa kelompok 1

memiliki populasi biota yang jauh lebih tinggi dalam zona pengamatan yang

19
sama. Selain itu, fauna tanah, seperti cacing tanah, memiliki peran penting dalam

menjaga kesehatan tanah dengan berkontribusi pada dekomposisi bahan

organik, meningkatkan ketersediaan nutrisi bagi tanaman, serta memperbaiki

struktur tanah melalui promosi agregasi tanah. Praktik pengelolaan tanah sangat

memengaruhi kesehatan tanah dan peran fauna tanah dapat menjadi panduan

dalam meningkatkan kualitas tanah dalam konteks ekosistem.

4.3 Penentuan Berat Volume Tanah

Dalam Praktikum Ilmu Tanah Akuakultur, kita mempelajari Penentuan

Berat Volume yang dapat dihitung dengan mengurangkan berat tanah kering dari

berat ring sample, kemudian hasilnya dapat dibagi dengan volume ring sample.

Hasil Berat Volume dari kelompok 1 adalah sekitar 0,98 gr/cm 3, yang

mengindikasikan bahwa kelompok 1 menggunakan jenis tanah mineral dengan

tekstur kasar. Hasil Berat Volume dari kelompok pembanding, yaitu kelompok 8,

adalah sekitar 1,03 gr/cm 3, yang juga menunjukkan penggunaan jenis tanah

mineral dengan tekstur kasar. Volume tanah terdiri dari volume yang berisi bahan

padat dan volume ruang di antaranya. Penentuan Berat Volume ini memiliki

peran penting dalam menentukan nilai dan batasan tanah dalam memengaruhi

kemampuan akar tanaman untuk menembus (penetrasi) tanah, serta untuk

menentukan kadar batasan tanah yang ideal dalam konteks budidaya perairan.

Faktor-faktor yang memengaruhi nilai BV (Bahan Organik dan Volume)

dalam konteks penelitian Hasibuan, et al. (2019), melibatkan pertimbangan

mengenai tekstur tanah dasar kolam. Tekstur tanah memiliki peran penting

dalam menentukan kesesuaian tanah sebagai dasar kolam. Komposisi bahan

organik dan mineral dalam tanah dasar kolam memiliki peran yang krusial dalam

menjaga kesuburan tanah tersebut. Lebih lanjut, perubahan dalam kandungan

mineral sekunder terkait positif dengan peningkatan kadar lempung dalam tanah,

20
sementara peningkatan bahan organik dan kandungan lempung berhubungan

secara negatif dengan nilai BV pada tanah dasar kolam. Proses pembentukan

tanah dasar kolam dipengaruhi oleh volume tanah, termasuk jumlah dan jenis

partikel dalam fraksi tanah. Pengelolaan yang tepat pada tanah dasar kolam

terutama dalam hal pengeringan menurut Hasibuan dan Syafriadiman (2013),

sangat penting untuk menghindari akumulasi sedimen lunak di bagian yang lebih

dalam dari kolam. Kegagalan dalam pengelolaan ini dapat menghasilkan

masalah yang serius dalam budidaya jangka panjang, hingga 15-20 tahun ke

depan. Untuk mengatasi akumulasi sedimen di dasar kolam, salah satu solusi

yang dapat diambil adalah pemberian kapur. Bahan organik juga dapat

mengendap di dasar kolam dan membentuk lapisan flokulan yang mirip dengan

sedimen organik di permukaan tanah daratan. Kondisi ini dapat memiliki dampak

negatif pada pH dan kapasitas tukar kation. Untuk mengatasi permasalahan ini,

pemberian kapur selama proses pengeringan dapat menjadi tindakan yang

efektif. Selain itu, pemberian pupuk dapat meningkatkan kapasitas tukar kation

yang pada gilirannya dapat meningkatkan produktivitas kolam secara

keseluruhan.

Dalam praktikum Ilmu Tanah Akuakultur, kita belajar mengenai

Penentuan Berat Volume, yang dapat dihitung dengan mengurangkan berat

tanah kering dari berat ring sample, kemudian hasilnya dapat dibagi dengan

volume ring sample. Hasil penentuan Berat Volume menunjukkan bahwa

kelompok 1 dan kelompok pembanding (kelompok 8) menggunakan jenis tanah

mineral dengan tekstur kasar, meskipun terdapat sedikit perbedaan dalam nilai

Berat Volume antara keduanya. Dalam penelitian yang dilakukan terkait faktor-

faktor yang memengaruhi nilai BV (Bahan Organik dan Volume) pada tanah

dasar kolam, ditemukan bahwa tekstur tanah memegang peran penting dalam

21
menentukan kesesuaian tanah sebagai dasar kolam. Kandungan bahan organik

dan mineral dalam tanah dasar kolam juga memiliki pengaruh signifikan terhadap

nilai BV. Lebih lanjut, perubahan dalam kandungan mineral sekunder

berhubungan positif dengan peningkatan kadar lempung dalam tanah,

sementara peningkatan bahan organik dan kandungan lempung berhubungan

negatif dengan nilai BV. Pengelolaan yang baik pada tanah dasar kolam,

terutama dalam hal pengeringan, sangat penting untuk menghindari akumulasi

sedimen lunak di dalam kolam. Pemberian kapur selama proses pengeringan

dan pemberian pupuk dapat menjadi solusi untuk mengatasi permasalahan ini,

yang pada akhirnya dapat meningkatkan produktivitas kolam secara

keseluruhan.

4.4 Penentuan Berat Jenis Tanah

Dalam praktikum Ilmu Tanah Akuakultur, kami melakukan penentuan

berat jenis tanah pada dua kelompok, yaitu kelompok 1 dan kelompok 8 sebagai

kelompok pembanding. Hasil penentuan berat jenis tanah pada kelompok 1

menunjukkan nilai sekitar 2,1 gr/cm3, yang masuk ke dalam kategori jenis tanah

mineral liat. Kelompok pembanding (kelompok 8) juga memiliki nilai berat jenis

tanah sekitar 2,5 gr/cm 3, yang termasuk dalam jenis mineral liat. Nilai berat jenis

yang tinggi ini memiliki dampak pada tingginya kerapatan pori-pori tanah, yang

mengakibatkan kapasitas celah untuk keluarnya air menjadi semakin kecil.

Penentuan berat jenis tanah memiliki relevansi penting dalam konteks

budidaya, baik dalam sistem tradisional maupun semi-modern, karena dapat

membantu menentukan kemampuan tanah dalam menahan air. Selain itu, berat

jenis tanah berdasarkan Mehmood, et al. (2023), juga dipengaruhi oleh faktor-

faktor tertentu, salah satunya adalah kandungan bahan organik dalam tanah.

Nilai berat jenis tanah dipengaruhi oleh beberapa faktor lainnya, seperti struktur

22
tanah yang kurang mantap, kandungan bahan organik yang rendah, berat jenis

partikel, dan porositas tanah. Struktur tanah yang kurang mantap dapat

menyebabkan dispergensi tanah, yang mengakibatkan penyumbatan pori-pori

tanah. Selain itu, struktur yang kurang mantap juga dapat meningkatkan

kepadatan tanah dan massa tanah. Pengurangan ruang pori tanah, seiring

dengan peningkatan nilai berat jenis tanah, dapat menghasilkan peningkatan

massa tanah secara keseluruhan.

Dalam praktikum Ilmu Tanah Akuakultur, penentuan berat jenis tanah

pada kelompok 1 dan kelompok 8 menghasilkan nilai berat jenis sekitar 2,1

gr/cm3 dan 2,5 gr/cm3, masing-masing masuk dalam kategori jenis tanah mineral

liat. Hal ini mengindikasikan bahwa kedua kelompok menggunakan jenis tanah

dengan tekstur yang sama, yaitu mineral liat. Relevansi penentuan berat jenis

tanah dalam budidaya tanaman, baik dalam sistem tradisional maupun semi-

modern, adalah untuk menilai kemampuan tanah dalam menahan air. Nilai berat

jenis tanah dipengaruhi oleh berbagai faktor, termasuk kandungan bahan

organik, struktur tanah, berat jenis partikel, dan porositas tanah. Struktur tanah

yang kurang mantap dapat mengakibatkan dispersi tanah dan penyumbatan pori-

pori, sementara berat jenis tanah yang tinggi dapat meningkatkan kepadatan dan

massa tanah. Hasil penelitian ini memperlihatkan bahwa perubahan nilai berat

jenis tanah dapat memiliki dampak signifikan terhadap kapasitas tanah dalam

mengatur air, dan pemahaman ini penting dalam pengelolaan budidaya tanaman.

4.5 Penentuan Porositas Tanah

Dalam praktikum Ilmu Tanah Akuakultur, telah dilakukan penentuan nilai

porositas tanah pada dua kelompok, yaitu kelompok 1 dan kelompok 4 sebagai

kelompok pembanding. Hasil penentuan porositas tanah menunjukkan bahwa

kelompok 1 memiliki nilai porositas sebesar 54%, sementara kelompok

23
pembanding (kelompok 4) memiliki nilai porositas tanah sebesar 58,8%. Nilai

porositas tanah memiliki hubungan yang berlawanan dengan berat jenis (BJ) dan

berat volume (BV) suatu tanah. Dengan kata lain, semakin rendah nilai BV dan

BJ dari suatu tanah, maka nilai porositas tanah akan semakin tinggi, sedangkan

semakin tinggi nilai BV dan BJ di suatu tanah, maka nilai porositas tanah akan

semakin rendah. Selain faktor BJ dan BV, aktivitas biota tanah juga memainkan

peran dalam menentukan nilai porositas tanah. Bakteria, cendawan, ganggang

yang berukuran kecil, serta biota tanah seperti protozoa, nematoda, dan cacing

tanah dapat memengaruhi nilai porositas tanah melalui interaksi dan perubahan

yang terjadi dalam matriks tanah tersebut.

Tekstur tanah menurut Mustafa, et al. (2015), memiliki peran yang

signifikan dalam memengaruhi porositas tanah dan pertumbuhan organisme

seperti klekap yang merupakan salah satu sumber makanan bagi ikan dan

udang. Tambak dengan tanah bertekstur kasar, seperti pasir berlempung dan

pasir, cenderung memiliki tingkat porositas yang tinggi. Akibatnya, tambak-

tambak tersebut tidak mampu menahan air dengan baik. Sebaliknya, tanah

tambak umumnya memiliki tekstur halus dengan fraksi liat minimal 20% – 30%

untuk efektif menahan peresapan air. Dalam konteks budidaya tambak yang

dikelola secara tradisional, jenis tanah yang dianggap cocok antara lain adalah

liat, lempung berliat, lempung liat berdebu, lempung berdebu, dan lempung liat

berpasir. Tanah berpasir cenderung memiliki banyak pori makro yang tidak

efektif dalam menahan air. Namun, dengan penambahan bahan organik, pori

berukuran menengah dapat meningkat, sedangkan pori makro dapat berkurang.

Hal ini meningkatkan kemampuan tanah dalam menahan air. Pengayaan tanah

dengan konsentrasi bahan organik yang sesuai dapat mengurangi porositas

pematang tambak. Ketinggian air dalam tambak dapat dipertahankan pada

tingkat yang sesuai, yang pada gilirannya memengaruhi kondisi dan produktivitas

24
tambak ikan. Kondisi tanah lempung berpasir yang memiliki tekstur kasar dan

kandungan bahan organik yang relatif rendah dapat diperbaiki melalui pemberian

pupuk organik, yang akan memperbaiki struktur tanah dan mengurangi tingkat

porositas di dalam pematang tambak.

Porositas tanah menurut Muruganandam, et al. (2019), merupakan salah

satu aspek penting yang harus dipertimbangkan dalam pembuatan kolam

budidaya. Terjadinya rembesan air merupakan masalah yang sering dihadapi

pada tanah berpori, di mana tingkat penurunan kadar air sering kali lebih besar

daripada jumlah air yang dapat diserap melalui hujan atau sumber air lainnya.

Untuk mengatasi masalah ini, penambahan beberapa bahan tambahan yang

dapat dicampurkan dengan lapisan tanah yang ada dapat mengurangi porositas

tanah. Hal ini membantu dalam menjaga air di dalam kolam atau meningkatkan

kapasitas tanah untuk menahan air. Beberapa bahan tambahan yang dapat

digunakan untuk mengurangi porositas tanah termasuk bahan-bahan nano

seperti nano-silika (nS), silika halus, zeolit, dan nano clay. Bahan-bahan nano ini

dapat digunakan sebagai komponen konstruksi bersama dengan semen

konvensional untuk meningkatkan kekuatan dan ketahanan konstruksi tambak.

Tanah dan lahan yang sebelumnya tidak cocok untuk budidaya ikan karena

tingkat porositas yang tinggi, masalah rembesan air, biaya operasional yang

tinggi, dan dampak lingkungan dapat diubah menjadi tanah dengan tingkat

porositas yang sesuai untuk budidaya. potensi penggunaan bahan-bahan ini

dalam mengatasi masalah air yang merembes pada kolam tambak.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa kelompok 1 memiliki nilai porositas

tanah sebesar 54%, sementara kelompok pembanding (kelompok 4) memiliki

nilai porositas tanah sebesar 58,8%. Hubungan antara berat jenis (BJ), berat

volume (BV), dan porositas tanah mengikuti prinsip bahwa semakin rendah BV

25
dan BJ dari suatu tanah, maka nilai porositas tanah akan semakin tinggi. Di

dalam konteks tambak, tanah sering kali memiliki tekstur yang halus dengan

fraksi liat minimal sekitar 20% – 30% agar dapat menahan peresapan air.

Penambahan bahan organik pada tanah dapat meningkatkan porositas dengan

meningkatkan jumlah pori berukuran menengah dan mengurangi pori berukuran

makro. Hal ini secara signifikan meningkatkan kemampuan tanah dalam

mempertahankan air. Pencegahan rembesan air menjadi faktor yang sangat

penting untuk mencegah masalah pada tanah yang berpori, di mana sering kali

terjadi penurunan kadar air yang lebih besar daripada jumlah air yang dapat

diserap melalui hujan atau sumber air lainnya.

4.6 Penentuan Tekstur Tanah

Dalam Praktikum Ilmu Tanah Akuakultur, kami melakukan penentuan

tekstur tanah dengan membandingkan hasil antara kelompok 1 dan kelompok 8.

Kelompok 1 memperoleh tekstur tanah yang dapat dikategorikan sebagai liat

berdebu, sedangkan kelompok pembanding, yaitu kelompok 8, mendapatkan

tekstur tanah yang juga termasuk dalam kategori liat berdebu. Perbedaan dalam

tekstur tanah ini memiliki dampak signifikan terhadap kemampuan tanah dalam

menyerap air. Tanah yang diperoleh oleh kelompok 1 dapat dianggap sebagai

tanah yang lebih lunak, dengan berat volume (BV) sekitar 0,98 gr/cm 3, berat jenis

(BJ) sekitar 2,1 gr/cm 3, dan memiliki tingkat porositas sebesar 54%. Karakteristik

ini mengindikasikan bahwa tanah tersebut memiliki tingkat kekayaan bahan

organik yang tinggi, yang mendukung pertumbuhan alga, dan memiliki

kemampuan retensi air yang sangat baik. tanah ini sangat cocok atau memenuhi

kriteria tanah untuk keperluan budidaya. Tanah yang digunakan oleh kelompok 8

memiliki karakteristik yang lebih mirip dengan tanah liat berdebu, dengan sifat

yang licin dan halus. Hubungan antara aktivitas biota tanah dengan nilai berat

26
volume (BV), berat jenis (BJ), dan porositas dapat diawali dengan bahan organik

yang terkandung dalam tanah. Kehadiran bahan organik dalam tanah dapat

membuat tekstur tanah menjadi lebih gembur, yang seringkali menjadi indikator

tingginya aktivitas biota di dalam tanah. Kondisi tanah yang semakin gembur

mengindikasikan adanya banyak pori-pori yang dihasilkan oleh aktivitas biota

tanah.

Sebaran tekstur tanah, seperti yang dikemukakan oleh Ahmed (2015),

mencakup berbagai tipe tanah seperti berpasir, liat, liat tanah, dan variasi

lainnya. Penentuan tipe tekstur tanah ini dapat bervariasi tergantung pada

pengelolaan dan pemanfaatan tanah yang bersangkutan. Sebagai ilustrasi,

gambaran tentang tekstur tanah di suatu wilayah seringkali bergantung pada

tujuan penggunaan lahan tersebut. Faktor-faktor seperti karakter geologi, sistem

pertanian yang diterapkan, dan manajemen tanah yang dilakukan oleh manusia

memiliki peran penting dalam menentukan batas-batas tipe tekstur tanah.

Kehadiran bahan organik dalam tanah juga memiliki dampak signifikan terhadap

penilaian status kesuburan tanah di suatu daerah. Menurut Tantu et al. (2019),

tanah kolam yang memiliki rentang pH antara 6,5 hingga 8,5 dapat dikategorikan

sebagai tanah dalam kondisi baik. Kandungan nutrisi dalam tanah, stabilitas

tanah, dan ketersediaan oksigen dalam tanah sangat dipengaruhi oleh tingkat

bahan organik yang ada dalam tanah tersebut. Dalam konteks pembuatan kolam

budidaya, penting untuk mempertimbangkan tekstur tanah yang digunakan.

Tanah yang memiliki porositas tinggi, terutama akibat karakteristik kasarnya,

dapat memiliki kesulitan dalam menahan air. Pemilihan tanah dengan tekstur

yang sesuai sangat relevan. Tanah yang cocok untuk pembuatan kolam

budidaya umumnya termasuk tanah dengan tipe tekstur seperti tanah liat, tanah

liat berpasir, tanah liat berpasir lempung, dan tanah liat berdebu, dengan

kandungan tanah liat minimal sekitar 20 – 30%.

27
Tekstur tanah yang diamati oleh kelompok 1 adalah liat berdebu,

sedangkan kelompok pembanding, yaitu kelompok 8, mendapati tekstur tanah

yang juga berupa liat berdebu. Dalam konteks budidaya, tekstur tanah berperan

penting dalam menentukan kemampuan tanah dalam menyerap air. Tanah yang

dimiliki oleh kelompok 1 memiliki karakteristik sebagai tanah lunak dengan berat

volume (BV) sekitar 0,98 gr/cm 3, berat jenis (BJ) sebesar 2,1 gr/cm 3, serta tingkat

porositas mencapai 54%. Hal ini mengindikasikan bahwa tekstur tanah yang

berjenis lempung memiliki kandungan bahan organik yang tinggi, memungkinkan

pertumbuhan alga, dan memiliki kemampuan retensi air yang sangat baik,

sehingga cocok untuk kegiatan budidaya. Selain itu, tekstur tanah yang semakin

gembur menandakan adanya aktivitas biota di dalamnya. Kehadiran bahan

organik di tanah memengaruhi berbagai aspek, seperti kandungan nutrisi tanah,

stabilitas tanah, serta ketersediaan oksigen dalam tanah. Bahan organik tanah

menjadi faktor penting dalam menentukan tingkat kesuburan tanah di suatu

wilayah. Dalam budidaya tanaman atau hewan akuakultur, pemahaman

mengenai tekstur tanah dan peranannya dalam menjaga stabilitas ekosistem

tanah adalah hal yang sangat relevan dan berdampak besar pada keberhasilan

budidaya.

4.7 Penentuan Konsistensi Tanah

Dalam Praktikum Ilmu Tanah Akuakultur, khususnya dalam penentuan

konsistensi tanah. Kelompok 1 memperoleh hasil berikutkonsistensi tanah pada

kondisi kering adalah sangat keras, pada kondisi lembab adalah teguh, dan pada

kondisi basah adalah lekat dengan tingkat plasitisitas agak plastis. Hal ini

menghasilkan kelas konsistensi tanah Kelompok 1 menjadi sangat keras, teguh,

lekat, dan agak plastis. Pada Kelompok 8, yang berperan sebagai kelompok

pembanding, diperoleh hasil konsistensi tanah sebagai berikut: pada kondisi

28
kering adalah agak keras, pada kondisi lembab adalah gembur, dan pada kondisi

basah adalah agak plastis. Hasil penentuan ini menunjukkan bahwa konsistensi

tanah Kelompok 8 adalah agak keras, gembur, dan agak plastis. Kedua

kelompok ini memiliki tekstur tanah yang sama, yaitu liat berdebu.

Kadar air dalam tanah, sebagaimana diuraikan oleh Permana, et al.

(2016), memiliki pengaruh signifikan terhadap konsistensi dan plastisitas tanah.

Kadar air memainkan peran utama dalam menentukan kondisi fisik tanah,

terutama untuk jenis tanah lempung dan tanah kohesif (kekompakan).

Karakteristik tanah bervariasi dari bentuk cair hingga sangat padat. Sifat fisik

tanah, khususnya pada batas Atterberg, bergantung pada jumlah air yang

terkandung di dalamnya. Jenis mineral yang terdapat dalam komposisi tanah

juga turut memengaruhi sifat-sifat khas suatu jenis tanah. Tanah yang terdapat di

dasar kolam, seperti yang dikemukakan oleh Hasibuan, et al. (2023), memiliki

peran yang sangat penting dalam konteks budidaya akuakultur. Tanah di dasar

kolam berfungsi sebagai penyedia nutrisi, penyangga air, dan filter biologis yang

mampu menyerap sisa-sisa organik seperti pakan, ekskresi ikan, dan produk

alga. Ketersediaan nutrisi di dalam tanah serta fungsi tanah sebagai filter yang

mempengaruhi kualitas air sangat tergantung pada konsistensi tanah.

Hasil praktikum Ilmu Tanah Akuakultur menunjukkan bahwa Kelompok 1

memiliki konsistensi tanah yang sangat keras dalam kondisi kering, teguh dalam

kondisi lembab, dan lekat dengan tingkat plasitisitas agak plastis dalam kondisi

basah. Hal ini mengklasifikasikan konsistensi tanah Kelompok 1 sebagai sangat

keras, teguh, lekat, dan agak plastis. Kelompok 8 sebagai kelompok pembanding

menunjukkan konsistensi agak keras dalam kondisi kering, gembur dalam

kondisi lembab, dan agak plastis dalam kondisi basah. Kedua kelompok ini

memiliki tekstur tanah yang sama, yaitu liat berdebu. Selain itu, studi mengenai

kadar air dalam tanah menegaskan pengaruh yang signifikan terhadap

29
konsistensi dan plastisitas tanah. Kadar air memainkan peran kunci dalam

menentukan karakteristik fisik tanah, terutama pada jenis tanah lempung dan

tanah kohesif. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa tanah di dasar kolam

memiliki peran vital dalam konteks budidaya akuakultur. Tanah ini berfungsi

sebagai penyedia nutrisi, penyangga air, dan filter biologis yang mampu

menyerap sisa-sisa organik seperti pakan, ekskresi ikan, dan produk alga.

Ketersediaan nutrisi di dalam tanah serta fungsi tanah sebagai filter yang

mempengaruhi kualitas air sangat bergantung pada konsistensi tanah.

4.8 Penentuan Kapasitas Tanah Menahan Air

Dalam Praktikum Ilmu Tanah Akuakultur yang dilakukan oleh Kelompok 1

dan Kelompok 8 sebagai kelompok pembanding, diperoleh data berikut.

Kelompok 1 mendapatkan nilai kapasitas tanah menahan air sebesar 60 ml

dengan tekstur tanah yang tergolong sebagai liat berdebu. Kelompok 8 mencatat

nilai kapasitas tanah menahan air sebesar 105 ml dengan tekstur tanah yang

juga tergolong sebagai liat berdebu. Penting untuk mencatat bahwa tekstur tanah

lempung adalah pilihan yang baik untuk kegiatan budidaya, karena mampu

mengikat berbagai mineral dengan kuat dan tidak mudah tererosi oleh air hujan.

Penentuan kapasitas tanah menahan air ini bertujuan untuk mengidentifikasi

jenis tanah yang optimal untuk kegiatan budidaya, sekaligus berfungsi sebagai

langkah preventif dalam menghindari potensi kebocoran kolam akibat erosi

berlebih selama proses budidaya.

Peningkatan kapasitas air tanah berpasir menurut Gul, et al. (2015),

mengatakan bahwa peningkatan kapasitas air tanah berpasir dapat dicapai

melalui penggabungan biochar dengan tanah yang memiliki kandungan liat atau

lempung. Dalam eksperimen, penggabungan 10% tanah lempung dan biochar

terbukti lebih ekonomis efisien dalam meningkatkan kemampuan tanah berpasir

30
untuk menahan air. Selain itu, peningkatan kapasitas retensi air juga dapat

diperoleh dengan mencampurkan 15% tanah liat dan 1,5% biochar. Namun,

perlu diperhatikan bahwa semakin tinggi konsentrasi tanah liat dan biochar yang

digunakan, semakin signifikan peningkatan kemampuan tanah untuk menahan

air.Pengaplikasian metode ini tidak hanya memberikan dampak positif pada

kapasitas retensi air, tetapi juga mempengaruhi sifat fisika-kimia tanah dan

meningkatkan produktivitas tanaman. Campuran tanah yang kaya akan

kandungan liat dengan biochar juga dapat diterapkan dalam usaha reklamasi

tanah berpasir, sekaligus meningkatkan total ketersediaan kation tukar (KTK),

materi organik (OM), nitrogen (N), dan fosfor (P) dalam tanah tersebut.

Dalam praktikum Ilmu Tanah Akuakultur, Kelompok 1 dan Kelompok 8

melakukan penelitian terkait kapasitas tanah menahan air. Hasil penelitian

menunjukkan bahwa Kelompok 1 memiliki kapasitas sebesar 60 ml dengan

tekstur tanah liat berdebu, sedangkan Kelompok 8 mencapai 105 ml dengan

tekstur yang serupa. Peningkatan kapasitas air pada tanah berpasir dapat

dicapai melalui penggabungan dengan biochar, terutama pada tanah yang

mengandung liat atau lempung. Campuran dengan konsentrasi 10% tanah

lempung dan biochar terbukti efisien secara ekonomis dalam meningkatkan

kemampuan tanah berpasir dalam menahan air. Sementara pencampuran 15%

tanah liat dan 1,5% biochar juga menghasilkan peningkatan yang signifikan.

Selain dari peningkatan kapasitas retensi air, metode ini juga mempengaruhi sifat

fisika-kimia tanah dan produktivitas tanaman. Campuran tanah yang kaya akan

kandungan liat dengan biochar juga berpotensi digunakan dalam reklamasi tanah

berpasir, meningkatkan ketersediaan kation tukar (KTK), materi organik (OM),

nitrogen (N), dan fosfor (P) dalam tanah tersebut. Kedua penelitian ini

memberikan wawasan penting terkait peningkatan kualitas tanah untuk kegiatan

budidaya akuakultur yang berkelanjutan.

31
4.9 Penentuan pH Tanah

Dalam praktikum Ilmu Tanah Akuakultur, dilakukan pengamatan terhadap

Penentuan pH Tanah. Kelompok 1 memperoleh hasil pengamatan dengan

konsentrasi pH tanah sebesar 4, yang tergolong dalam kategori asam yang

sangat tinggi. Kelompok 8 mencatat konsentrasi pH tanah sebesar 0. Hasil dari

Kelompok 1 menunjukkan bahwa klasifikasi konsentrasi pH tanah 4 termasuk

dalam kategori asam yang sangat tinggi dengan rentang kurang dari 4,5. Nilai-

nilai pH tanah memiliki variasi yang signifikan, dan terdapat beberapa faktor yang

mempengaruhi variasi ini, termasuk bahan induk, iklim, bahan organik, dan

intervensi manusia.

Faktor pH tanah Menurut Shafi, et al. (2021), mencerminkan keberadaan

potensi keasaman sulfat pada suatu wilayah. Pada tanah dengan keasaman

sulfat tinggi, pH berkisar antara 5,0 – 7,0 dalam keadaan basah. Namun, nilai pH

dapat turun hingga 2 – 3 saat kondisi tanah mengering karena terjadi

pembentukan asam sulfat dalam keadaan aerobik. Analisis sampel tanah

mengungkapkan kehadiran ion basa seperti kalsium, magnesium, kalium, dan

natrium di tempat pertukaran kation tanah, sementara ion aluminium asam dapat

ditukar dalam jumlah rendah atau bahkan tidak ada. Rentang pH optimal pada

kolam ikan adalah antara 7,5 hingga 8,0 karena flora bakteri tanah mencapai

kinerja maksimal pada rentang pH tersebut. Aktivitas organisme bentik di dasar

kolam budidaya sangat dipengaruhi oleh kadar pH, sehingga pH yang optimal

menjadi krusial bagi aktivitas mereka. Proses pengisian kembali tambak dengan

air berpotensi menurunkan nilai pH air, yang berpotensi berbahaya bagi ikan dan

udang. Kenaikan pH ini biasanya terjadi akibat penggunaan kapur di kolam dan

mencerminkan keseimbangan antara komposisi tanah dan kalsium karbonat.

Nilai pH di tanah tambak kering memiliki karakteristik asam dan bergantung pada

32
kandungan aluminium serta pelarutan mineral basa seperti kalsium karbonat.

Pada kondisi tambak terisi air, terjadi dekomposisi besi karbonat dalam kondisi

anaerobik yang berpotensi memengaruhi nilai pH. Tingkat pH dan salinitas

perairan, sebagaimana dinyatakan oleh Rana, et al. (2017), menjadi faktor

penting yang memengaruhi pertumbuhan fitoplankton, yang merupakan dasar

dari rantai makanan ikan. Kebutuhan tinggi akan oksigen di lapisan permukaan

tanah dapat diatribusikan kepada terhambatnya proses penguraian bahan

organik akibat rendahnya nilai pH. Produktivitas kolam memiliki korelasi yang

signifikan dengan nilai pH di sekitarnya. Ini disebabkan oleh pengaruh pH

terhadap berbagai reaksi kimia di lingkungan kolam. Nilai pH tanah yang

diinginkan untuk produksi ikan berada dalam rentang 7 atau sedikit di atasnya

(bersifat netral atau sedikit basa). pH yang terlalu rendah atau sangat asam

dapat mengurangi kesuburan kolam karena menurunkan ketersediaan unsur

hara utama dalam air.

Dapat disimpulkan bahwa pH tanah memiliki peran yang sangat penting

dalam konteks ilmu tanah akuakultur. Hasil pengamatan dari praktikum

menunjukkan variasi signifikan dalam nilai pH tanah, yang dipengaruhi oleh

faktor-faktor seperti bahan induk, iklim, bahan organik, dan intervensi manusia.

Selain itu, klasifikasi pH tanah dapat memberikan informasi mengenai tingkat

keasaman atau kebasaan suatu wilayah. Studi yang dilakukan menyoroti bahwa

pH tanah mempengaruhi potensi keasaman sulfat pada wilayah tertentu. Tanah

dengan tingkat keasaman sulfat tinggi memiliki pH yang berkisar antara 5,0 – 7,0

dalam keadaan basah, namun dapat turun hingga 2 – 3 saat kondisi tanah

mengering. Nilai pH juga memengaruhi ketersediaan ion-ion penting bagi

tanaman seperti kalsium, magnesium, kalium, dan natrium di tempat pertukaran

kation tanah. Selain itu, pH tanah juga memengaruhi aktivitas organisme di

lingkungan akuakultur, terutama dalam kolam budidaya ikan. Keseimbangan pH

33
di kolam juga berpengaruh terhadap produktivitas dan kesehatan lingkungan

perairan. Pemantauan dan pengelolaan pH tanah menjadi aspek penting dalam

praktek ilmu tanah akuakultur.

34
5. PENUTUP

5.1 Kesimpulan

Praktikum Ilmu Tanah Akuakultur tahun 2023 diperoleh beberapa

kesimpulan, yakni sebagai berikut:

1. Pengambilan sampel tanah dilakukan oleh kelompok 1 dan kelompok 8

sebagai kelompok pembanding dengan sampel tanah tidak terganggu

dengan menggunakan ring sample, tanah agregat tidak terganggu diambil

satu bongkahan tanah, dan tanah terganggu diambil sebanyak 1 kilogram

2. Penentuan biologi tanah oleh kelompok 1 didapatkan hasil 88

individu/cm3 dan hasil yang didapatkan oleh kelompok 8 yaitu 1

individu/cm3

3. Penentuan berat volume tanah dilakukan oleh kelompok 1 didapatkan

hasil 0,98 gr/cm 3 dan kelompok 8 sebagai kelompok pembanding dengan

berat volume 1,03 gr/cm 3, faktor yang mempengaruhi berat volume tanah

adalah tekstur tanah

4. Penentuan berat jenis tanah oleh kelompok 1 didapatkan hasil 2,01

gr/cm3 dan kelompok 8 sebagai kelompok pembanding dengan berat

jenis 2,5 gr/cm 3, berat jenis tanah ini dipengaruhi oleh beberapa faktor

salah satunya yaitu bahan organik dalam tanah

5. Penentuan porositas tanah oleh kelompok 1 didapatkan hasil 54% dan

kelompok 8 sebagai kelompok pembanding dengan porositas tanah

58,8%, porositas tanah ini berhubungan dengan kemampuan tanah

menahan air, jika porositas tinggi maka kolam tambak rawan untuk bocor

6. Penentuan tekstur tanah dilakukan oleh kelompok 1 dan kelompok 8

sebagai kelompok pembanding mendapatkan hasil tekstur tanah liat

35
berpasir, dimana tekstur tanah yang baik untuk kolam budidaya adalah

tanah liat berpasir karena dapat menahan tekanan air dengan baik

7. Penentuan konsistensi tanah dilakukan oleh kelompok 1 didapatkan hasil

konsistensi tanah kering sangat keras, konsistensi tanah lembab teguh,

dan konsistensi tanah basah lekat dengan plasitisitas agak plastis,

sedangkan kelompok 8 sebagai kelompok pembanding didapatkan hasil

konsistensi kering agak keras, konsistensi tanah lembab gembur, dan

konsistensi tanah basah adalah agak plastis, konsistensi dan plastisitas

tanah sangat dipengaruhi oleh kadar air dalam tanah

8. Penentuan kapasitas tanah menahan air dilakukan oleh kelompok 1

didapatkan hasil 60 ml dan kelompok 8 sebagai kelompok pembanding

didapatkan hasil 105 ml, kandungan bahan organik dapat mempengaruhi

kapasitas tanah menahan air sebab bahan organik mampu menyerap air

dalam tanah

9. Penentuan pH tanah dilakukan oleh kelompok 1 didapatkan hasil 4 dan

kelompok 8 sebagai kelompok pembanding didapatkan hasil pH 0 yang

berarti pH tanah tersebut luar biasa asam, nilai pH tanah dapat

mempengaruhi produktivitas tanah dan air disekitar tanah tersebut

5.2 Saran

Saran untuk praktikum Ilmu Tanah Akuakultur yakni saat praktikum

berlangsung diharapkan praktikan datang tepat waktu agar tidak mengulur waktu

menjadi lebih lama. Informasi mengenai alat dan bahan praktikum diharapkan

lebih jelas agar tidak mengalami kesulitan saat mencari alat bahan tersebut.

Regulasi mengenai literatur diharapkan diberikan kelonggaran dikarenakan jurnal

mengenai tanah akuakultur sangat terbatas dan relatif sulit dicari. Praktikan

diharapkan membaca materi dengan baik sebelum praktikum dimulai dengan

36
agar lebih mudah memahami penjelasan. Praktikan diharapkan bisa memahami

materi yang disampaikan asisten dengan baik.

37
DAFTAR PUSTAKA

Ahmed, M. (2015). The use of fuzzy logic and geostatistical techniques for
spatialization of soil texture in part of Kano Close Settled Zone Kano
State, Nigeria. International Journal of Agriculture, Forestry and
Fisheries, 3(3), 115-122.
Dror, I., Yaron, B., & Berkowitz, B. (2021). The human impact on all soil-forming
factors during the anthropocene. ACS Environmental Au, 2(1), 11-19.
https://doi.org/10.1021/acsenvironau.1c00010
Gul, N., Mussaa, B., Masood, Z., Rehman, H., Ullah, A., & Majeed, A. (2015).
Study of some physiochemical properties of soil in fish pond at circuit
house; District Sibi of Province Balochistan, Pakistan. Global
Veterinaria, 14(3), 362-65.
Hasibuan, S., & S Pi, M. T. (2021). Buku Ajar Produktivitas Kualitas Tanah Dasar.
Pekanbaru: UR Press Pekanbaru. 93 hlm.
Hasibuan, S., & Syafriadiman, S. (2013). Karakteristik fisika dan kimia profil
tanah dasar kolam di Desa Koto Mesjid Kabupaten Kampar. Jurnal
Perikanan dan Kelautan, 18(1), 83-95.
Hasibuan, S., Syafriadiman, S., Aryani, N., Fadhli, M., & Hasibuan, M. (2023).
The age and quality of pond bottom soil affect water quality and
production of Pangasius hypophthalmus in the tropical
environment. Aquaculture and Fisheries, 8(3), 296-304.
https://doi.org/10.1016/j.aaf.2021.11.006

Hasibuan, S., Syafriadiman, S., Aryani, N., Fadhli, M., & Hasibuan, M. (2023).
The age and quality of pond bottom soil affect water quality and
production of Pangasius hypophthalmus in the tropical
environment. Aquaculture and Fisheries, 8(3), 296-304.

Hasibuan, S., Syafriadiman, S., Martina, A., Syawal, H., & Rinaldi, R. (2019).
Pendugaan laju sedimentasi pada kolam tanah budidaya ikan patin
intensif di Desa Koto Mesjid Kecamatan XIII Koto Kampar. Riau Journal of
Empowerment, 2(2), 71-80. https://doi.org/10.31258/raje.2.2.71-80

Khodaverdillo, H., Cheraghabdal, H. K., Bagarello, V., Lovino, M., Asgarzadeh,


H., & Dashtaki, S. G. (2017). Ring diameter effects on determination of
field-saturated hydraulic conductivity of different loam soils.
Geoderma, 303, 60-69. https://doi.org/10.1016/j.geoderma.2017.04.031

Mbau, S. K., Karanja, N., & Ayuke, F. (2015). Short-term influence of compost
application on maize yield, soil macrofauna diversity and abundance in
nutrient deficient soils of Kakamega County, Kenya. Plant and soil, 387,
379-394. https://doi.org/10.1007/s11104-014-2305-4
Mehmood, S., Ahmed, W., Mahmood, M., Rizwan, M. S., Asghar, R. M. A.,
Alatalo, J. M., Imtiaz, M., Akmal, M., Abdelrahman, H., Ma, J., Ali, E. F., Li,

38
W., Lee, S. S., & Shaheen, S. M. (2023). Aquaculture sediments amended
with biochar improved soil health and plant growth in a degraded
soil. Marine Pollution Bulletin, 191, 1-11.
https://doi.org/10.1016/j.marpolbul.2023.114899
Muruganandam, M., Chipps, S. R., & Ojasvi, P. R. (2019). On the advanced
technologies to enhance fisheries production and management. Acta
Scientific Agriculture, 3(8), 216-222.
https://doi.org/10.31080/ASAG.2019.03.0589
Mustafa, A., Suhaimi, R. A., & Hasnawi, H. (2015). Opsi pengelolaan tanah untuk
teknologi tradisional berdasarkan karakteristik tanah tambak di
Kecamatan Tayu Kabupaten Pati Provinsi Jawa Tengah. Jurnal Riset
Akuakultur, 10(1), 127-140. https://doi.org/10.15578/jra.10.1.2015.127-
140
Rana, M. E. U., Hossain, S., Tapader, M. A., Hossain, M. B., & Sarker, B. S.
(2017). Effects of pond age and depth on bottom soil nutrients, pH and
salinity in commercial aquaculture farm. World Journal of Fish and Marine
Sciences, 9(4), 25-30.
Rejeki, S., Aryati, R., W., & Widowati, L., L. (2019). Pengantar Akuakultur.
Semarang: Undip Press Semarang.102 hlm.
Ren, Z., He, J., Zhao, H., Ding, S., Duan, P., & Jiao, L. (2022). Water depth
determines spatial and temporal phosphorus retention by controlling
ecosystem transition and P-binding metal elements. Water
Research, 219, 1-10. https://doi.org/10.1016/j.watres.2022.118550
Rocha, J. L., da Silveira Pereira, A. C., Correia, A. M., Giumbelli, L. D., Brunetto,
G., Loss, A., & Arana, L. A. V. (2022). A new strategy to study pond soil
chemistry in intensive and extensive cultures of Litopenaeus vannamei: A
case study in Brazil. Aquaculture, 54(9), 737-785.
https://doi.org/10.1016/j.aquaculture.2021.737785
Shafi, J., Waheed, K. N., Mirza, Z. S., & Zafarullah, M. (2021). Assesment of soil
quality for aquaculture activities from four divisions of punjab,
Pakistan. JAPS: Journal of Animal & Plant Sciences, 31(2), 556-566.
https://doi.org/10.36899/JAPS.2021.2.0244
Tantu, A. G., Salam, S., Indrawati, E., & Ayu, A. R. P. (2019). Land suitability
analysis of white shrimp (Litopenaeus vannamei) aquaculture in the
coastal area of Barru District South Sulawesi–Indonesia. Fish Scientiae,
9(1), 3-23.

39
LAMPIRAN

Lampiran 1. Data Hasil Praktikum

Kel pH Jumlah KTMA Konsistensi Tekstur BV BJ Porositas


Biota (ml)
1 4 8 60 Lekat, agak Liat 0,98 2,1 54 %
plastis. berdebu

2 3 3 90 Keras, Liat 0,732 2,5 72 %


teguh, agak berdebu
melekat.

3 4 1 87 Agak keras, Debu 0,712 2,22 68 %


gembur,
agak
plastis.

4 2 1 100 Keras, Debu 1,098 2,2 51,1 %


gembur,
plastis, tidak
melekat.

5 7 2 100 Sangat Debu 1,121 2,222 49,6 %


keras,
teguh, lekat,
agak
plastis.

6 0 4 78 Agak Liat 0,989 3,39 70,4 %


kering, berdebu
gembur,
agak
plastis.

7 6 4 120 Keras, Liat 0,745 2,85 73,9 %


gembur, berdebu
agak
plastis.

8 0 1 105 Agak keras, Liat 1,03 2,5 58,8 %


gembur, berpasir
agak
plastis.

9 1 2 111 Keras, Liat 0,869 2,5 66 %


gembur,
agak
plastis.

40
10 0 2 95 Keras, Liat 0,955 2,5 61,8 %
teguh, agak berdebu
plastis.

11 1 2 73 Agak keras, Debu 0,89 2,85 69 %


sangat
plastis, lekat
plastis.

12 0 6 100 Keras, Liat 0,916 2,2 58,8 %


teguh, berdebu
plastis.

13 1 3 88 Agak keras, Liat 0,676 2,5 73 %


gembur, berdebu
plastis.

14 0 3 78 Sangat Liat 0,706 2 64 %


keras, berdebu
teguh,
plastis.

15 2 3 85 Sangat Liat 0,922 2,22 58, 5 %


keras, berdebu
gembur,
agak
plastis.

41
Lampiran 2. Perhitungan

A. Penentuan Biologi Tanah


Kelompok 1 Kelompok 2

Kepadatan = Kepadatan =

Kepadatan = Kepadatan =

Kepadatan = 0,008 individu/cm 2 Kepadatan = 0,003 individu/cm2

Kelompok 3 Kelompok 4

Kepadatan = Kepadatan =

Kepadatan = Kepadatan =

Kepadatan = 0,001 individu/cm 2 Kepadatan = 0,001 individu/cm2

Kelompok 5 Kelompok 6

Kepadatan = Kepadatan =

Kepadatan = Kepadatan =

Kepadatan = 0,002 individu/cm 2 Kepadatan = 0,004 individu/cm2

Kelompok 7 Kelompok 8

Kepadatan = Kepadatan =

Kepadatan = Kepadatan =

Kepadatan = 0,004 individu/cm 2 Kepadatan = 0,001 individu/cm2

42
Kelompok 9 Kelompok 10

Kepadatan = Kepadatan =

Kepadatan = Kepadatan =

Kepadatan = 0,002 individu/cm 2 Kepadatan = 0,002 individu/cm2

Kelompok 11 Kelompok 12

Kepadatan = Kepadatan =

Kepadatan = Kepadatan =

Kepadatan = 0,002 individu/cm 2 Kepadatan = 0,006 individu/cm2

Kelompok 13 Kelompok 14

Kepadatan = Kepadatan =

Kepadatan = Kepadatan =

Kepadatan = 0,003 individu/cm 2 Kepadatan = 0,003 individu/cm2

Kelompok 15

Kepadatan =

Kepadatan =

Kepadatan = 0,003 individu/cm2

43
B. Penentuan Berat Volume Tanah

Kelompok 1 Kelompok 2

Kelompok 3 Kelompok 4

Kelompok 5 Kelompok 6

Kelompok 7 Kelompok 8

44
Kelompok 9 Kelompok 10

Kelompok 11 Kelompok 12

Kelompok 13 Kelompok 14

Kelompok 15

45
C. Penentuan Berat Jenis Tanah

Kelompok 1 Kelompok 2

Kelompok 3 Kelompok 4

Kelompok 5 Kelompok 6

Kelompok 7 Kelompok 8

46
Kelompok 9 Kelompok 10

Kelompok 11 Kelompok 12

Kelompok 13 Kelompok 14

Kelompok 15

47
D. Penentuan Porositas Tanah

Kelompok 1 Kelompok 2

Kelompok 3 Kelompok 4

Kelompok 5 Kelompok 6

Kelompok 7 Kelompok 8

Kelompok 9 Kelompok 10

48
Kelompok 11 Kelompok 12

Kelompok 13 Kelompok 14

Kelompok 15

49
Lampiran 3. Dokumentasi

1. Pengambilan Contoh Tanah


a. Contoh Tanah Terganggu

Cangkul Plastik Kertas label

Proses meratakan dan Menggali tanah


Kamera
membersihkan menggunakan cangkul

permukaan tanah

Mengambil tanah Tanah dimasukkan

sebanyak kurang lebih plastik tebal lalu diberi

1 kg kertas label

50
b. Contoh Tanah Tidak Terganggu

Ring sampel Cutter Cangkul

Kotak plastik Kamera

51
Menggali tanah Meletakkan ring Meletakkan ring

menggunakan cangkul sample pertama sample kedua diatas

ring sample pertama

lalu ditekan

Menggali tanah Pemisahan ring sample Pembersihan ring

disekitar sehingga ring kedua dengan ring sample menggunakan

sample dapat diambil sample pertama cutter

Ring sample

dimasukkan ke dalam

kotak plastik lalu diberi

kertas label

52
c. Contoh Tanah Agregat Tidak Terganggu

Contoh tanah diambil


Cangkul Kotak plastik tebal menggunakan cangkul
dengan kedalaman
0-20 cm

Bongkahan tanah Pengangkutan tanah


diletakkan pada kotak harus dilakukan secara
plastik tebal hati-hati agar tidak
hancur

53
2. Penentuan Biologi Tanah

Transek diletakkan
Transek ukuran 30x30 Cangkul pada titik yang telah
ditentukan

Hitung semua biota Nilai kepadatan biota


yang ditemukan dihitung dan dicatat

54
3. Penentuan Berat Volume Tanah

Sampel tanah Timbangan digital Jangka sorong

Tanah kering dan ring Ring sample ditimbang Tinggi ring sample
sample ditimbang menggunakan diukur menggunakan
menggunakan timbangan digital (a) penggaris
timbangan digital (c)

Diameter ring sample Nilai berat volume (BV)


diukur menggunakan dihitung dan dicatat
jangka sorong

55
4. Penentuan Berat Jenis Tanah

Sampel tanah Timbangan digital Ayakan 0,5 mm

Gelas ukur Palu Heater

Desikator Akuades Koran bekas

56
Sampel tanah diambil Tanah dihancurkan Tanah diayak
dari desikator menggunakan palu menggunakan ayakan
0,5 mm

Tanah halus ditimbang Tanah dimasukkan ke Air yang telah


seberat 20 gram dalam gelas ukur dipanaskan
dimasukkan ke dalam
gelas ukur

Tanah dan air Baca volume suspense Nilai berat jenis (BJ)
dihomogenkan dengan air dan tanah dihitung dan dicatat
spatula dan tunggu
hingga 10 menit

57
5. Penentuan Tekstur Tanah

Sampel tanah Penggaris Palu

Sendok besi Akuades dan washing Koran bekas


bottle

Ayakan Nampan Kamera

58
Proses menghaluskan Proses penyaringan
Sampel tanah tanah menggunakan menggunakan ayakan
palu

Sampel ditambahkan Sampel dikepal-kepal Sampel dibentuk


air sedikit demi sedikit, menggunakan telapak seperti pita dengan
dibentuk seperti pasta tangan ditekan dan didorong
secara hati-hati

Sampel berbentuk pita Sampel diteteskan Sampel digosok-gosok


diukur dengan akuades, lalu dibuat dengan jari, lalu
penggaris bubur di telapak tangan rasakan tekstur yang
menonjol

59
6. Penentuan Konsistensi Tanah

Sampel tanah Penggaris Palu

Sendok besi Akuades dan washing Koran bekas


bottle

Ayakan Nampan Kamera

60
a. Penentuan Konsistensi Kering

Persiapan tanah yang Proses menghaluskan Proses penyaringan


sudah dikering tanah menggunakan menggunakan ayakan
anginkan palu

Ambil sampel tanah


kemudian remas
menggunakan telapak
tangan

61
b. Penentuan Konsistensi Lembab

Persiapan tanah yang Proses menghaluskan Proses penyaringan


sudah dikering tanah menggunakan menggunakan ayakan
anginkan palu

Ambil sampel, lalu Pijat menggunakan


teteskan akuades pada telapak tangan dan
sampel tanah hingga diamati
lembab

62
c. Penentuan Konsistensi Basah

Persiapan tanah yang Proses menghaluskan


sudah dikering tanah menggunakan Proses penyaringan
anginkan palu menggunakan ayakan

Ambil sampel, lalu Pijat dengan


teteskan akuades pada menggunakan ibu jari
sampel tanah hingga dan telunjuk, lalu
lembab diamati

63
7. Penentuan Kapasitas Tanah Menahan Air

Beaker glass Koran bekas Palu

Gelas ukur Timbangan digital Kamera

Ayakan Akuades dan Washing


bottle

64
Menghaluskan contoh Proses penyaringan Proses penimbangan
tanah menggunakan sampel tanah sampel tanah
palu sebanyak 250 ml

Proses penambahan Proses pengukuran


akuades sedikit demi kapasitas tanah
sedikit menahan air

65
8. Penentuan pH Tanah

Beaker glass Koran bekas Palu

Gelas ukur Timbangan digital Kamera

Ayakan Akuades dan Washing pH paper


bottle

66
Menghaluskan contoh Proses penyaringan Proses penimbangan
tanah menggunakan sampel tanah sampel tanah
palu sebanyak 50 ml

Proses pengukuran Proses penambahan Proses


larutan akuades larutan aquades menghomogenkan
sebanyak 50 ml sebanyak 50 ml menggunakan spatula
dan ditunggu 15 menit

Proses pengukuran pH Setelah ditunggu 1


menggunakan kertas menit, dicocokkan
lakmus dengan warna kotak
standar

67
Daftar Asisten Praktikum MK. Ilmu Tanah Akuakultur 2023/2024

No. Nama NIM No. HP


1. Najmuth Thakip 215080507111025 085716142274
2. Tsaniya Afiy Masithoh 205080500111046 085706991529
3. Surya Dewa Ramadhan 205080507111041 08593939112
4. Antika Fitri Sarjuningtyas 215080501111048 081216825187
5. Aulia Angel Aryanigita 205080501111031 088217066127
6. Dhira 215080501111013 085755646916
7. Riffaldi Augusta Putra 205080507111028 082137183662
8. Elpina Zaky Alya Ramy 205080500111014 089517066284
Wijaya
9. Josia Fernando 215080500113012 082217357212
Sihombing
10. Cyntia A. Widiawaty 215080501111050 082267895185
Lumban Batu

68

Anda mungkin juga menyukai