Makalah - Gangguan Fisik Dengan Kebutuhan Tidur Dan Istirahat Revisi
Makalah - Gangguan Fisik Dengan Kebutuhan Tidur Dan Istirahat Revisi
Dosen Pengampu :
Nawati,APPd,Kes
Disusun Oleh:
Dengan menyebut nama Allah SWT. yang maha pengasih lagi maha penyayang. Kami
ucapkan puja dan puji syukur kehadirat tuhan yang maha esa, atas segala rahmatNya
sehingga kami diberikan kemudahan untuk menyelesaikan makalah yang berjudul
“Gangguan Fisik Dengan Kebutuhan Tidur dan Istirahat”.
Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Komunikasi. Dalam
membuat makalah ini, kami mendapatkan masukan dan bantuan dari berbagai pihak,
maka pada kesempatan ini kami mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya
kepada seluruh pihak yang telah membantu dalam penyusunan makalah ini.
Terlepas dari semua itu kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata
sempurna dan masih banyak kesalahan serta kekurangan dari segi penyusunan kalimat
maupun tata cara pembahasan. Untuk itu, kami sangat mengharapkan kritik serta saran
dari pembaca untuk isi makalah ini, agar nantinya penulis dapat menyusun makalah
selanjutnya dengan baik.
Penulis
ii
DAFTAR ISI
iii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Gangguan mobilitas fisik adalah keterbatasan dalam gerakan fisik dari satu atau
lebih ekstremitas secara mandiri (Tim Pokja SDKI DPP PPNI, 2017). Tidur
merupakan salah satu kebutuhan dasar manusia. Tanpa tidur selama 6-8 jam dan
istirahat yang cukup, kemampuan untuk berkonsentrasi dan beraktivitas akan
menurunkan serta meningkatkan iritabilitas (Potter & Perry, 2014).
Gangguan pola tidur adalah gangguan kualitas dan kuantitas waktu tidur akibat
factor eksternal (SDKI, 2017). Gangguan pola tidur adalah keadaan ketika individu
mengalami atau berisiko mengalami suatu perubahan dalam kuantitas atau kualitas pola
istirahatnya yang menyebabkan rasa tidak nyaman atau mengganggu gaya hidup yang di
inginkannya (Lynda Juall, 2014). Kualitas tidur inadekuat adalah fragmentasi dan
terputusnya tidur akibat periode singkat terjaga di malam hari yang sering dan berulang.
Menurut World Health Organization (WHO) Pada tahun 2013-2017 terdapat 5,7
juta orang meninggal dunia dan 1,3 juta orang menderita fraktur akibat kecelakaan
lalu lintas (WHO, 2017). Di Indonesia angka kejadian patah tulang atau insiden
fraktur cukup tinggi, Berdasarkan hasil Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS) oleh
badan penelitian dan pengembangan Depkes RI tahun 2013 (Kemenkes RI, 2013) di
Indonesia tercatat angka kejadian fraktur 5,8%, dan pada tahun 2018 presentase
fraktur di indonesia 5,5%. Sedangkan di Provinsi Maluku sebesar 6,8% pada tahun
2013, dan pada tahun 2018 persentase fraktur di Provinsi Maluku sebesar 6,6%
(Riskesdas, 2018).
B. Rumusan Masalah
Bagaimana berkomunikasi pada pasien gangguan fisik dengan kebutuhan tidur dan
istirahat
C. Tujuan
Untuk mengetahui bagaimana berkomunikasi pada pasien gangguan fisik dengan
kebutuhan tidur dan istirahat.
1
BAB II
KONSEP TEORI
A. Komunikasi Terapeutik
1. Pengertian Komunikasi Terapeutik
Komunikasi adalah proses penyampaian suatu pesan oleh seseorang ke orang
lainnya, untuk memberi tahu, berpendapat, berprilaku, baik bersecara langsung
atau tidak langsungnya (Zikri Fachrul Nurhadi, 2017). Dalam berinteraksi, tentu
tidak luput dari adanya proses komunikasi antar manusia untuk menjalin
hubungan yang baru atau menjaga hubungan yang sudah ada satu sama lain.
Komunikasi bisa dilakukan dengan bertatap muka langsung atau pun tanpa
bertatap muka langsung dengan adanya bantuan alat komunikasi pada kemajuan
teknologi saat ini.
2
Menurut Edward Depari, komunikasi merupakan proses mengemukakan
gagasan, harapan, dan pesan yang disampaikan menggunakan lambang-lambang
tertentu dengan makna yang dimilikinya oleh pemberi pesan ke penerima pesan
(Caropeboka, 2017).
3
komunikasi yang menciptakan tumbuhnya hubungan saling percaya harus
dicapai terlebih dahulu sebelum menggali permasalahan, hubungan saling
percaya antara perawat dan klien adalah kunci dari komunikasi terapeutik. Saling
menghargai dan memahami apa yang dimiliki oleh setiap individu. Sehingga
seorang perawat harus dapat menjaga harga diri seseorang yang menjadi
pasiennya. Selain menjaga harga diri pasiennya, juga perlu adanya menjaga
harga dirinya sendiri. Dengan menjaga harga dirinya sendiri, maka dia tidak akan
dianggap rendah oleh pasiennya.
Saling menjaga dan menghargai apa yang dimiliki setiap individu, maka
akan timbul rasa saling percaya antara perawat dengan pasien. Namun
sebenarnya, rasa saling percaya ini harus dilakukan sejak awal alias untuk
mengawali proses komunikasi. Dengan begitu, kita dapat berkomunikasi
terapeutik dengan baik dan benar tanpa adanya saling menyinggung satu sama
lain. Kita dapat saling percaya dengan memulai cerita dan masalah yang dimiliki
oleh pasien. Kemudian mencari solusi terbaik bersama-sama. Hal ini adalah
kunci dalam komunikasi terapeutik agar dapat berjalan dengan baik dan lancar
(Sarfika Riska et al., 2018).
B. Gangguan Fisik
1. Definisi Gangguan Fisik
Gangguan atau kelainan fungsi fisik disebut juga dengan kata gangguan
mobilitas fisik atau imobilitas. Gangguan mobilitas fisik (immobilisasi)
didefinisikan oleh North American Nursing Diagnosis Association (NANDA)
sebagai suatu kedaaan dimana individu yang mengalami atau beresiko
mengalami keterbatasan gerakan fisik.
4
2. Faktor Penyebab Gangguan Fisik
Gangguan mobilitas fisik atau imobilitas ini disebabkan oleh: persendian yang
kaku, pergerakan yang terbatas, waktu beraksi yang lambat, keadaan tidak stabil
bila berjalan, keseimbangan tubuh yang jelek, gangguan peredaran darah,
gangguan penglihatan, gangguan pendengaran, gangguan pada perabaan. Faktor
yang mempengaruhi gangguan mobilitas fisik atau imobilitas adalah kondisi
fisik menahun, kapasitas mental, status mental seperti kesedihan dan depresi,
penerimaan terhadap berfungsinya anggota tubuh dan dukungan anggota
keluarga.
Faktor penyebab terjadinya gangguan mobilitas fisik:
a. Penurunan kendali otot
b. Penurunan kekuatan otot
c. Kekakuan sendi
d. Kontraktur
e. Gangguan musculoskeletal
f. Gangguan neuromuscular
g. Keengganan melakukan pergerakan (Tim Pokja DPP PPNI 2017)
3. Penatalaksanaan
Upaya yang dilakukan dalam menangani masalah kesehatan usia lanjut
adalah upaya pembinaan kesehatan, pelayanan kesehatan dan upaya perawatan
(Setiabudhi & Hardywinoto, 2014). Penyembuhan hambatan mobilitas fisik
pada fraktur setelah dilakukan operasi penyembuhan tulang maka
harus secepat mungkin dilakukan range of motion(ROM). Latihan rentang
gerak (ROM) adalah pergerakan maksimal mungkin bisa dilakukan oleh
sendi tersebut.
ROM sering diartikan sebagai latihan gerak atau mobilisasi dan dapat
membantu pasien yang mengalami keterbatasan gerak dan mendapatkan kembali
kekuatan otot untuk bergerak. Untuk itu perlu adanya proses penyembuhan
salah satunya dengan melakukan mobilisasi. Ambulasi dini sangat penting
dilakukan pada pasien - pasien pasca operasi karena jika pasien membatasi
5
pergerakannya di tempat tidur dan sama sekali tidak melakukan ambulasi
pasien akan semakin sulit untuk mulai berjalan (Oktaviani, 2019).
6
juga merupakan salah satu kebutuhan dasar untuk tumbuh kembang optimal.
Pola tidur dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu faktor internal pada diri
anak dan faktor lingkungan fisik. Gangguan tidur dapat menyebabkan
masalah perilaku,emosi,menyebabkan mengantuk pada siang hari, dan
dapat mempengaruhi konsentrasi (Retnaningsih, 2018).
2. Gangguan Tidur
Gangguan tidur disebut juga dengan Somnipati, adalah kelainan pada pola tidur
seseorang. Kondisi ini dapat menimbulkan penurunan kualitas tidur yang
berdampak pada kesehatan dan keselamatan penderitanya. Secara umum akan
menyebabkan gangguan tidur malam yang mengakibatkan munculnya salah satu dari
ketiga masalah, seperti :
a. Insomnia
7
4. Kebutuhan Dasar Jam Tidur Manusia
a. Status Kesehatan
8
b. Lingkungan
c. Stress psikologis
Faktor Psikologis yang menyebabkan gangguan tidur pada lansia panti sangat
beragam. Antara lain seperti kisah hidup traumatis, masalah rumah tangga
terdahulu, kekhawatiran masa kini dan masa depan, mimipi buruk dan perasaan
gelisah. Lansia yang stress dan memilih menghabiskan waktu siang nya untuk
tidur dapat memicu gangguan tidur di malam hari. Hal ini mempengaruhi kualitas
tidur secara negatif pada lansia (Aşiret & Dutkun, 2018).
d. Obat-obatan
Obat dapat juga memengaruhi proses tidur. Beberapa jenis obat yang
memengaruhi proses tidur, seperti jenis golongan obatdiuretic yang dapat
menyebabkan insomnia, anti depresan yang dapat menekan REM, kafein
yang dapat meningkatkan saraf simpatis sehingga menyebabkan kesulitan
untuk tidur, golongan beta blocker dapat berefek pada timbulnya insomnia,
dan golongannarkotika dapat menekan REM sehingga mudah mengantuk.
e. Nutrisi
9
f. Motivasi
10
d. Enuresis
Enuresis merupakan buang air kecil yang tidak sengaja pada waktu
tidur. Enuresis ada dua macam, yaitu enuresis nocturnal dan enuresis
diurnal. Enuresis nocturnal merupakan mengompol pada waktu tidur.
Umumnya, terjadi sebagai gangguan tidur NREM. Enuresis diurnal
merupakan mengompol pada saat banguntidur.
e. Somnambulisme
f. Narkolepsi
11
7. Cara Mengatasi Gangguan Kebutuhan Istirahat Dan Tidur
a. Relaksasi
g. Pijat
12
BAB III
KOMUNIKASI PADA KONDISI DENGAN FISIK EKSTERNAL
b. Tahap Orientasi
Perawat sangat penting untuk melaksanakan tahapan ini dengan baik karena
tahapan ini merupakan dasar terbinanya hubungan saling percaya antara perawat
dan pasien. Fokus utama perawat pada tahap ini adalah menemukan kenapa
pasien mencari pertolongan ke rumah sakit. Hal-hal yang perlu dilakukan oleh
perawat pada tahap ini adalah:
13
1) Memberi salam
2) Memperkenalkan diri perawat
3) Menanyakan nama klien
4) Menyepakati pertemuan (kontrak)
5) Menghadapi kontrak
6) Memulai percakapan awal
7) Menyepakati masalah klien
8) Mengahiri perkenalan.
Tahapan ini berlanjut dengan pertemuan kedua dan seterusnya dengan tujuan
menvalidasi kekurangan data, rencana yang telah dibuat dengan keadaan pasien saat
ini dan mengevaluasi hasil tindakan yang lalu.
1) Memberi salam
2) Memvalidasi keadaan klien
3) Mengingat kontrak.
c. Tahap kerja
Perawat pada tahap ini terkait erat dengan pelaksanaan rencana tindakan keperawatan
yang akan dilaksanakan sesuai dengan tujuan yang akan dicapai. Tujuan tindakan
keperawatan adalah sebagai berikut :
1) Meningkatkan pengertian dan pengenalan klien akan dirinya, perilakunya,
perasaanya, pikirannya. Ini bertujuan untuk mencapai tujuan kognitif
14
2) Mengembangkan, mempertahankan dan meningkatkan kemampuan klien secara
mandiri menyelesaikan masalah yang dihadapi. Ini bertujuan untuk mencapai
tujuan afektif dan psikomotor
3) Melaksanakan terapi / teknikal keperawatan
4) Melaksanakan pendidikan kesehatan
5) Melaksanakan kolaborasi
6) Melaksanakan observasi dan monitoring.
d. Tahap Terminasi
Perawat pada tahapan terminasi ini adalah mengakhiri setiap pertemuan dengan
pasien. Terminasi terdiri atas 2 bagian yaitu: terminasi sementara dan terminasi akhir.
Terminasi sementara adalah merupakan akhir dari pertemuan perawat dan klien, akan
tetapi perawat akan bertemu lagi dengan klien pada waktu yang telah ditentukan.
Sedangkan terminasi akhir terjadi jika pasen akan pulang dari rumah sakit atau
perawat tidak berdinas lagi di rumah sakit tersebut. Hal-hal yang harus dilakukan
perawat pada tahap terminasi ini, antara lain adalah :
15
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
Hubungan perawat dengan klien tidak hanya sekedar hubungan seorang penolong
dengan kliennya tapi lebih dari itu, yaitu hubungan antar manusia yang bermartabat.
Kedua, perawat harus menghargai keunikan klien. Saling menjaga dan menghargai
apa yang dimiliki setiap individu, maka akan timbul rasa saling percaya antara
perawat dengan pasien. Namun sebenarnya, rasa saling percaya ini harus dilakukan
sejak awal alias untuk mengawali proses komunikasi. Dengan begitu, kita dapat
berkomunikasi terapeutik dengan baik dan benar tanpa adanya saling menyinggung
satu sama lain.
16
B. Saran
Dengan adanya makalah ini, diharapkan kepada seluruh pembaca serta penulis dapat
memahami bagaimana caranya berkomunikasi dengan pasien yang mengalami
gangguan maupun yang tidak mengalami gangguan, serta dapat bermanfaat bagi kita
semua. agar nantinya kita dapat menerapkan cara berkomunikasi
yang baik dan benar.
17
DAFTAR PUSTAKA
Carpenito, Lynda Juall. 2013. Buku Saku Diagnosa Keperawatan. Edisi 13. Jakarta:
Kedokteran EGC.
Harahap, Reni Agustina & Putra, Fauzi Eka. 2019. Buku Ajar Komunikasi Kesehatan
Edisi Pertama. Jakarta: Prenada Media Group.
Nurhadi, Zikri Fachrul dan Achmad Wildan Kurniawan, “Efektifitas Pesan Dalam
Komunikasi”, Jurnal Komunikasi ,Vol 3 No. 1, (2017): hlm. 91.
Rika Sarfika, Esthika A.M, dan Windy F. 2018. Buku Ajar Keperawatan Dasar 2 :
Komunikasi Terapeutik dalam Keperawatan. Padang. Andalas University
Press.
Tim Pokja SDKI DPP PPNI. 2017. Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia
Definisi dan Indikator Diagnostik. Jakarta: Dewan Pengurus PPNI
18