Anda di halaman 1dari 21

MAKALAH

GANGGUAN FISIK DENGAN KEBUTUHAN

TIDUR DAN ISTIRAHAT


Di ajukan Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Komunikasi

Dosen Pengampu :
Nawati,APPd,Kes

Disusun Oleh:

Devita Maharani P17320322075


Hanifah Aprilia Widiyanti P17320322085
Indi Ayu Lestari P17320322086
Intan Khoirunnisa P17320322088
Sari Nur Rani P17320322111
Shafa Aulia Zahra P17320322113

PROGRAM STUDI D-III KEPERAWATAN BOGOR


POLTEKKES KEMENKES BANDUNG
2023
KATA PENGANTAR

Dengan menyebut nama Allah SWT. yang maha pengasih lagi maha penyayang. Kami
ucapkan puja dan puji syukur kehadirat tuhan yang maha esa, atas segala rahmatNya
sehingga kami diberikan kemudahan untuk menyelesaikan makalah yang berjudul
“Gangguan Fisik Dengan Kebutuhan Tidur dan Istirahat”.

Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Komunikasi. Dalam
membuat makalah ini, kami mendapatkan masukan dan bantuan dari berbagai pihak,
maka pada kesempatan ini kami mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya
kepada seluruh pihak yang telah membantu dalam penyusunan makalah ini.

Terlepas dari semua itu kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata
sempurna dan masih banyak kesalahan serta kekurangan dari segi penyusunan kalimat
maupun tata cara pembahasan. Untuk itu, kami sangat mengharapkan kritik serta saran
dari pembaca untuk isi makalah ini, agar nantinya penulis dapat menyusun makalah
selanjutnya dengan baik.

Bogor, 18 Februari 2023

Penulis

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .................................................................................................... ii


DAFTAR ISI .................................................................................................................. iii
BAB I ................................................................................................................................1
PENDAHULUAN ............................................................................................................1
A. Latar Belakang .................................................................................................................. 1
B. Rumusan Masalah ............................................................................................................. 1
C. Tujuan ............................................................................................................................... 1
BAB II ...............................................................................................................................2
KONSEP TEORI .............................................................................................................2
A. Komunikasi Terapeutik ..................................................................................................... 2
1. Pengertian Komunikasi Terapeutik ................................................................................... 2
2. Prinsip Dasar Komunikasi Terapeutik .............................................................................. 3
B. Gangguan Fisik ................................................................................................................. 4
1. Definisi Gangguan Fisik.................................................................................................... 4
2. Faktor Penyebab Gangguan Fisik...................................................................................... 5
3. Penatalaksanaan ................................................................................................................ 5
C. Istirahat Dan Tidur ............................................................................................................ 6
1. Definisi Istirahat dan Tidur ............................................................................................... 6
2. Gangguan Tidur................................................................................................................. 7
3. Fungsi Dan Tujuan Dari Tidur ........................................................................................... 7
4. Kebutuhan Dasar Jam Tidur Manusia ............................................................................... 8
5. Faktor Yang Mempengaruhi Kebutuhan Tidur ................................................................. 8
6. Jenis – Jenis Gangguan Tidur .......................................................................................... 10
7. Cara Mengatasi Gangguan Kebutuhan Istirahat Dan Tidur ............................................ 12
BAB III ...........................................................................................................................13
KOMUNIKASI PADA KONDISI DENGAN FISIK EKSTERNAL ........................13
A. Tahap Komunikasi Terapeutik ........................................................................................ 13
BAB IV ...........................................................................................................................16
PENUTUP ......................................................................................................................16
A. Kesimpulan ..................................................................................................................... 16
B. Saran................................................................................................................................ 17
DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................................18

iii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Gangguan mobilitas fisik adalah keterbatasan dalam gerakan fisik dari satu atau
lebih ekstremitas secara mandiri (Tim Pokja SDKI DPP PPNI, 2017). Tidur
merupakan salah satu kebutuhan dasar manusia. Tanpa tidur selama 6-8 jam dan
istirahat yang cukup, kemampuan untuk berkonsentrasi dan beraktivitas akan
menurunkan serta meningkatkan iritabilitas (Potter & Perry, 2014).

Gangguan pola tidur adalah gangguan kualitas dan kuantitas waktu tidur akibat
factor eksternal (SDKI, 2017). Gangguan pola tidur adalah keadaan ketika individu
mengalami atau berisiko mengalami suatu perubahan dalam kuantitas atau kualitas pola
istirahatnya yang menyebabkan rasa tidak nyaman atau mengganggu gaya hidup yang di
inginkannya (Lynda Juall, 2014). Kualitas tidur inadekuat adalah fragmentasi dan
terputusnya tidur akibat periode singkat terjaga di malam hari yang sering dan berulang.

Menurut World Health Organization (WHO) Pada tahun 2013-2017 terdapat 5,7
juta orang meninggal dunia dan 1,3 juta orang menderita fraktur akibat kecelakaan
lalu lintas (WHO, 2017). Di Indonesia angka kejadian patah tulang atau insiden
fraktur cukup tinggi, Berdasarkan hasil Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS) oleh
badan penelitian dan pengembangan Depkes RI tahun 2013 (Kemenkes RI, 2013) di
Indonesia tercatat angka kejadian fraktur 5,8%, dan pada tahun 2018 presentase
fraktur di indonesia 5,5%. Sedangkan di Provinsi Maluku sebesar 6,8% pada tahun
2013, dan pada tahun 2018 persentase fraktur di Provinsi Maluku sebesar 6,6%
(Riskesdas, 2018).

B. Rumusan Masalah
Bagaimana berkomunikasi pada pasien gangguan fisik dengan kebutuhan tidur dan
istirahat
C. Tujuan
Untuk mengetahui bagaimana berkomunikasi pada pasien gangguan fisik dengan
kebutuhan tidur dan istirahat.

1
BAB II
KONSEP TEORI

A. Komunikasi Terapeutik
1. Pengertian Komunikasi Terapeutik
Komunikasi adalah proses penyampaian suatu pesan oleh seseorang ke orang
lainnya, untuk memberi tahu, berpendapat, berprilaku, baik bersecara langsung
atau tidak langsungnya (Zikri Fachrul Nurhadi, 2017). Dalam berinteraksi, tentu
tidak luput dari adanya proses komunikasi antar manusia untuk menjalin
hubungan yang baru atau menjaga hubungan yang sudah ada satu sama lain.
Komunikasi bisa dilakukan dengan bertatap muka langsung atau pun tanpa
bertatap muka langsung dengan adanya bantuan alat komunikasi pada kemajuan
teknologi saat ini.

Komunikasi juga bisa dilakukan dengan berbagai macam, seperti melalui


kata-kata, tulisan, gerak tubuh (isyarat), telepon, sampai melakukan video call
(Harapan dan Ahmad, 2014). Dalam bahasa komunikasi, pernyataan disebut
sebagai pesan (message). Orang yang menyampaikan pesan disebut komunikator
(communicator). Sedangkan, orang yang menerima pernyataan disebut
komunikan (communicatee). Tegasnya, komunikasi berarti proses penyampaian
pesan oleh komunikator kepada komunikan (Naim, 2016:18).

Komunikasi dikatakan juga berasal dari kata communicare yang berarti


menyebarluaskan/memberitahukan. Selanjutnya, kata communication dimaknai
sebagai penyampaian lambang-lambang (Purba et al 2020). Secara umum, definisi
komunikasi oleh Carl I. Hovland menyatakan bahwa komunikasi merupakan ilmu
yang mempelajari upaya yang sistematis, secara tegas merumuskan asas
penyampaian informasi maupun sikap dan opini. Lain lagi pendapat Wilbur
Shcram yang mengemukakan bahwa komunikasi ialah suatu pelaksanaan
persamaan maksa antara komunikator dan komunikan.

2
Menurut Edward Depari, komunikasi merupakan proses mengemukakan
gagasan, harapan, dan pesan yang disampaikan menggunakan lambang-lambang
tertentu dengan makna yang dimilikinya oleh pemberi pesan ke penerima pesan
(Caropeboka, 2017).

Komunikasi terapeutik adalah komunikasi yang mempunyai tujuan spesifik


yaitu mencapai tujuan untuk kesembuhan. Komunikasi terapeutik dilakukan
berdasarkan rencana yang buat secara spesifik. Komunikasi terapeutik dilakukan
oleh orang-orang yang spesifik, yaitu praktisi profesional (perawat, dokter, bidan)
dengan klien / pasien yang memerlukan bantuan, sedangkan komunikasi sosial
dilakukan oleh siapa saja (masyarakat umum) yang mempunyai minat yang sama.
Dalam komunikasi terapeutik terjadi sharing informasi yang berbeda (unequal
share information) (Sarfika Riska et al 2018).

Komunikasi terapeutik dibangun atas dasar untuk memenuhi kebutuhan klien.


Pada dasarnya komunikasi terapeutik merupakan komunikasi profesional yang
mengarah pada tujuan yaitu penyembuhan pasien. Dari beberapa pengertian di
atas dapat dipahami bahwa komunikasi terapeutik adalah komunikasi yang
dilakukan seorang perawat dengan teknik- teknik tertentu yang mempunyai efek
penyembuhan. Komunikasi terapeutik merupakan salah satu cara untuk membina
hubungan saling percaya terhadap pasien dan pemberian informasi yang akurat
kepada pasien (Sarfika Riska et al 2018).

2. Prinsip Dasar Komunikasi Terapeutik


Hubungan perawat dengan klien tidak hanya sekedar hubungan seorang
penolong dengan kliennya tapi lebih dari itu, yaitu hubungan antar manusia yang
bermartabat. Kedua, perawat harus menghargai keunikan klien. Tiap individu
mempunyai karakter yang berbeda-beda. Karena itu perawat perlu memahami
perasaan dan prilaku klien dengan melihat perbedaan latar belakang keluarga,
budaya, dan keunikan setiap individu. Ketiga, semua komunikasi yang dilakukan
harus dapat menjaga harga diri pemberi maupun penerima pesan, dalam hal ini
perawat harus mampu menjaga harga dirinya dan harga diri klien. Keempat,

3
komunikasi yang menciptakan tumbuhnya hubungan saling percaya harus
dicapai terlebih dahulu sebelum menggali permasalahan, hubungan saling
percaya antara perawat dan klien adalah kunci dari komunikasi terapeutik. Saling
menghargai dan memahami apa yang dimiliki oleh setiap individu. Sehingga
seorang perawat harus dapat menjaga harga diri seseorang yang menjadi
pasiennya. Selain menjaga harga diri pasiennya, juga perlu adanya menjaga
harga dirinya sendiri. Dengan menjaga harga dirinya sendiri, maka dia tidak akan
dianggap rendah oleh pasiennya.

Saling menjaga dan menghargai apa yang dimiliki setiap individu, maka
akan timbul rasa saling percaya antara perawat dengan pasien. Namun
sebenarnya, rasa saling percaya ini harus dilakukan sejak awal alias untuk
mengawali proses komunikasi. Dengan begitu, kita dapat berkomunikasi
terapeutik dengan baik dan benar tanpa adanya saling menyinggung satu sama
lain. Kita dapat saling percaya dengan memulai cerita dan masalah yang dimiliki
oleh pasien. Kemudian mencari solusi terbaik bersama-sama. Hal ini adalah
kunci dalam komunikasi terapeutik agar dapat berjalan dengan baik dan lancar
(Sarfika Riska et al., 2018).

B. Gangguan Fisik
1. Definisi Gangguan Fisik
Gangguan atau kelainan fungsi fisik disebut juga dengan kata gangguan
mobilitas fisik atau imobilitas. Gangguan mobilitas fisik (immobilisasi)
didefinisikan oleh North American Nursing Diagnosis Association (NANDA)
sebagai suatu kedaaan dimana individu yang mengalami atau beresiko
mengalami keterbatasan gerakan fisik.

Mobilisasi adalah kemampuan seseorang untuk bergerak secara bebas,


mudah dan teratur yang bertujuan untuk memenuhi kebutuhan hidup sehat.
Setiap orang butuh untuk bergerak, kehilangan kemampuan untuk bergerak
menyebabkan ketergantungan dan membutuhkan tindakan keperawatan. (Putri
& Wibowo, 2019).

4
2. Faktor Penyebab Gangguan Fisik
Gangguan mobilitas fisik atau imobilitas ini disebabkan oleh: persendian yang
kaku, pergerakan yang terbatas, waktu beraksi yang lambat, keadaan tidak stabil
bila berjalan, keseimbangan tubuh yang jelek, gangguan peredaran darah,
gangguan penglihatan, gangguan pendengaran, gangguan pada perabaan. Faktor
yang mempengaruhi gangguan mobilitas fisik atau imobilitas adalah kondisi
fisik menahun, kapasitas mental, status mental seperti kesedihan dan depresi,
penerimaan terhadap berfungsinya anggota tubuh dan dukungan anggota
keluarga.
Faktor penyebab terjadinya gangguan mobilitas fisik:
a. Penurunan kendali otot
b. Penurunan kekuatan otot
c. Kekakuan sendi
d. Kontraktur
e. Gangguan musculoskeletal
f. Gangguan neuromuscular
g. Keengganan melakukan pergerakan (Tim Pokja DPP PPNI 2017)

3. Penatalaksanaan
Upaya yang dilakukan dalam menangani masalah kesehatan usia lanjut
adalah upaya pembinaan kesehatan, pelayanan kesehatan dan upaya perawatan
(Setiabudhi & Hardywinoto, 2014). Penyembuhan hambatan mobilitas fisik
pada fraktur setelah dilakukan operasi penyembuhan tulang maka
harus secepat mungkin dilakukan range of motion(ROM). Latihan rentang
gerak (ROM) adalah pergerakan maksimal mungkin bisa dilakukan oleh
sendi tersebut.

ROM sering diartikan sebagai latihan gerak atau mobilisasi dan dapat
membantu pasien yang mengalami keterbatasan gerak dan mendapatkan kembali
kekuatan otot untuk bergerak. Untuk itu perlu adanya proses penyembuhan
salah satunya dengan melakukan mobilisasi. Ambulasi dini sangat penting
dilakukan pada pasien - pasien pasca operasi karena jika pasien membatasi

5
pergerakannya di tempat tidur dan sama sekali tidak melakukan ambulasi
pasien akan semakin sulit untuk mulai berjalan (Oktaviani, 2019).

Diagnosa keperawatan yang ditetapkan adalah Gangguan mobilitas fisik


berhubungan dengan nyeri. Kemudian Intervensi keperawatan yang ditetapkan
sebagai berikut (Purwanti, Dwi, & Ariesti, 2020) :
1. Identifikasi adanya nyeri atau keluhan fisik lainnya
2. Identifikasi toleransi fisik melakukan ambulasi
3. Monitor frekuensi jantung dan tekanan darah sebelum memulai ambulasi
4. Monitor kondisi umum selama melakukan ambulasi
5. Fasilitasi aktifitas ambulasi dengan alat bantu (Misalnya : tongkat,
kruk)
6. Libatkan keluarga untuk membantu pasien dalam membantu pasien
dalam meningkatkan ambulasi
7. Jelaskan tujuan dan prosedur ambulasi
8. Anjurkan melakukan ambulasi dini,
9. Ajarkan ambulasi sederhana yan harus dilakukan (Misalnya : berjalan
dari tempat tidur ke kursi roda, berjalan dari tempat tidur ke kamar
mandi, berjalan sesuai toleransi).

C. Istirahat Dan Tidur


1. Definisi Istirahat dan Tidur
Istirahat dan tidur adalah sama pentingnya bagi kesehatan yang
baik dengan nutrisi yang baik dan olahraga yang cukup. Tiap individu
membutuhkan jumlah istirahat dan tidur yang berbeda.Kesehatan fisik dan
emosi tergantung pada kemampuan untuk memenuhi kebutuhan dasar pada
manusia. Tanpa jumlah istrirahat dan tidur yang cukup, kemampuan untuk
berkonsentrasi, membuat keputusan, dan berpartisipasi dalam aktivitas
kehidupan hari-hari akan menurun (Budiantoro, 2019).

Tidur merupakan salah satu rangsang bagi tumbuh kembang otak di


samping sebagai upaya pendidikan (pembelajaran) dan pemenuhan gizi. Tidur

6
juga merupakan salah satu kebutuhan dasar untuk tumbuh kembang optimal.
Pola tidur dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu faktor internal pada diri
anak dan faktor lingkungan fisik. Gangguan tidur dapat menyebabkan
masalah perilaku,emosi,menyebabkan mengantuk pada siang hari, dan
dapat mempengaruhi konsentrasi (Retnaningsih, 2018).

2. Gangguan Tidur
Gangguan tidur disebut juga dengan Somnipati, adalah kelainan pada pola tidur
seseorang. Kondisi ini dapat menimbulkan penurunan kualitas tidur yang
berdampak pada kesehatan dan keselamatan penderitanya. Secara umum akan
menyebabkan gangguan tidur malam yang mengakibatkan munculnya salah satu dari
ketiga masalah, seperti :

a. Insomnia

b. Gerakan atau sensasi abnormal dikala tidur

c. Rasa mengantuk di siang hari.

3. Fungsi Dan Tujuan Dari Tidur


Fungsi dan tujuan dari tidur secara jelas tidak diketahui akan tetapi diyakini
bahwa tidur dapat digunakan untuk menjaga keseimbangan mental, emosional
dan kesehatan, mengurangi stress pada pulmonary, kardiovascular, endokrin dan
lain-lain. Energi disimpan selama tidur, sehingga energy diarahkan kembali pada
fungsi cellular yang penting.

Tidur dapat pula dipercaya mengkontribusi pemulihan psikologis dan


fisiologis. Tidur nampaknya diperlukan untuk memperbaiki proses biologis
secara rutin. Selama tidur gelombang rendah yang dalam (NREM tahap 4),
tubuh melepaskan hormon pertumbuhan manusia untuk memperbaiki dan
memperbaharui sel epitel dan sel otak. Teori lain tentang fungsi tidur adalah
tubuh menyimpan energyselama tidur. Otot skelet berelaksasi secara progresif,
dan karena tidak adanya kontraksi maka otot menyimpan energi kimia untuk
proses seluler

7
4. Kebutuhan Dasar Jam Tidur Manusia

Umur Tingkat Perkembangan Jumlah Kebutuhan Tidur


0 - 1 bulan Bayi baru lahir 14- 18 jam/hari
1 - 18 bulan Masa bayi 12- 14 jam/hari
18 bulan - 3 tahun Masa anak 11- 12 jam/hari
3 - 6 tahun Masa prasekolah 11 jam/hari
6 - 12 tahun Masa sekolah 10 jam/hari
12 - 18 tahun Masa remaja 8,5 jam/hari
18 - 40 tahun Masa dewasa 7- 8 jam/hari
40- 60 tahun Masa muda paruh baya 7 jam/hari
60 tahun ke atas Masa dewasa tua 6 jam/hari

Sumber: P2PTM Kemenkes RI.2018


5. Faktor Yang Mempengaruhi Kebutuhan Tidur
Kualitas dan kuantitas tidur dipengaruhi oleh beberapa faktor. Kualitas tersebut
dapat menunjukkan adanya kemampuan individu untuk tidur dan memperoleh
jumlah istirahat sesuai dengan kebutuhannya. Berikut ini faktor-faktor yang
dapat mempengaruhi pemenuhan kebutuhan tidur, antara lain :

a. Status Kesehatan

Seseorang yang kondisi tubuhnya sehat memungkinkan dapat tidur


dengan nyenyak. Tetapi pada orang yang sakit dan rasa nyeri, maka
kebutuhan istirahat dan tidurnya tidak dapat dipenuhi dengan baik sehingga
tidak dapat tidur dengan nyenyak. Banyak penyakit yang dapat
memperbesar kebutuhan tidur, seperti penyakit yang disebabkan oleh
infeksi terutama infeksi limpa.

Infeksi limpa berkaitan dengan keletihan sehingga penderitanya


membutuhkan banyak tiduruntuk mengatasinya. Banyak juga keadaan sakit
yang membuat penderitanya kesulitan tidur atau bahkan tidak bisa tidur.
Misalnya pada klien dengan gangguan pada sistem pernapasan. Dalam
kondisinya yang sesak napas, maka seseorang tidak mungkin dapat istirahat
dan tidur.

8
b. Lingkungan

Keadaan lingkungan yang nyaman dan aman bagi seseorang dapat


mempercepat proses terjadinya tidur. Sebaliknya, lingkungan yang tidak
aman dan nyaman bagi seseorang dapat menyebabkan hilangnya
ketenangan sehingga mempengaruhi proses tidur.

c. Stress psikologis

Faktor Psikologis yang menyebabkan gangguan tidur pada lansia panti sangat
beragam. Antara lain seperti kisah hidup traumatis, masalah rumah tangga
terdahulu, kekhawatiran masa kini dan masa depan, mimipi buruk dan perasaan
gelisah. Lansia yang stress dan memilih menghabiskan waktu siang nya untuk
tidur dapat memicu gangguan tidur di malam hari. Hal ini mempengaruhi kualitas
tidur secara negatif pada lansia (Aşiret & Dutkun, 2018).

d. Obat-obatan

Obat dapat juga memengaruhi proses tidur. Beberapa jenis obat yang
memengaruhi proses tidur, seperti jenis golongan obatdiuretic yang dapat
menyebabkan insomnia, anti depresan yang dapat menekan REM, kafein
yang dapat meningkatkan saraf simpatis sehingga menyebabkan kesulitan
untuk tidur, golongan beta blocker dapat berefek pada timbulnya insomnia,
dan golongannarkotika dapat menekan REM sehingga mudah mengantuk.

e. Nutrisi

Terpenuhinya kebutuhan nutrisi dapat mempercepat proses tidur.


Konsumsi protein yang tinggi dapat menyebabkan individu tersebut akan
mempercepat proses terjadinya tidur karena dihasilkan tripofan. Tripofan
merupakan asam amino hasil pencernaan protein yang dapat membantu
kemudahan dalam tidur. Demikian sebaliknya, kebutuhan gizi yang kurang
dapat juga memengaruhi prosestidur, bahkan terkadang sulit untuk tidur.

9
f. Motivasi

Motivasi merupakan suatu dorongan atau keinginan seseorang untuk


tidur, sehingga dapat mempengaruhi proses tidur. Selain itu, adanya
keinginan untuk tidak tidur dapat menimbulkan gangguan proses tidur.

6. Jenis – Jenis Gangguan Tidur


a. Insomnia

Insomnia merupakan suatu keadaan yang menyebabkan individu tidak


mampu mendapatkan tidur yang adekuat, baik secara kualitas maupun
kuantitas sehingga individu tersebut hanya tidur sebentar atau susah tidur.
Insomnia terbagi menjadi tiga jenis, yaitu inisial insomnia, intermiten
insomnia dan terminal insomnia. Inisial insomnia merupakan
ketidakmampuan individu untuk jatuh tidur atau memulai tidur. Intermitten
insomnia merupakan ketidakmampuan tetap tidur karena selalu terbangun
pada malam hari. Sedangkan terminal insomnia merupakan
ketidakmampuan untuk tidur kembali setelah bangun tidur pada malam
hari. Proses gangguan tidur ini kemungkinan besar disebakan adanya rasa
khawatir dan tekanan jiwa.
b. Hipersomia

Hipersomia merupakan gangguan tidur dengan kriteria tidur berlebihan.


Pada umumnya, lebih dari sembilan jam pada malam hari, yang disebabkan
oleh kemungkinan masalah psikologis, depresi, cemas, gangguan susunan
sistem saraf pusat, ginjal, hati, dan gangguan metabolism.
c. Parasomia

Parasomia merupakan kumpulan penyakit yang dapat menyebabkan


gangguan pola tidur. Misalnya somnmbulisme yang banyak terjadi pada
anak-anak yaitu pada tahap III dan IV dari tidur NREM.

10
d. Enuresis

Enuresis merupakan buang air kecil yang tidak sengaja pada waktu
tidur. Enuresis ada dua macam, yaitu enuresis nocturnal dan enuresis
diurnal. Enuresis nocturnal merupakan mengompol pada waktu tidur.
Umumnya, terjadi sebagai gangguan tidur NREM. Enuresis diurnal
merupakan mengompol pada saat banguntidur.
e. Somnambulisme

Somnambulisme adalah gangguan tingkah laku yang sangat kompleks


mencakup adanya otomatis dan semi purposeful aksimotorik, seperti
membuka pintu, menutup pintu, duduk di tempat tidur, menabrak kursi,
termasuk tingkah laku berjalan dalam beberapa menit kemudian kembali
tidur.

f. Narkolepsi

Narkolepsi merupakan suatu kondisi yang dicirikan oleh keinginan


yang tidak terkendali untuk tidur. Dapat dikatakan bahwa narkolepsi adalah
serangan mengantuk yang mendadak, sehingga ia dapat tertidur pada saat
dimana serangan tidur tersebut datang.
g. Night terrors

Night terrors merupakan mimpi buruk. Umumnya terjadi pada anak-


anak. Setelah tidur beberapa jam, anak tersebut langsung terjaga dan
berteriak, pucat, dan ketakutan.
h. Mendengkur

Mendengkur disebabkan oleh adanya rintangan terhadap pengaliran


udara di hidung dan mulut. Amandel yang membengkak dan adenoid dapat
menjadi faktor yang turut menyebabkan mendengkur. Pangkal lidah yang
menyumbat saluran napas padalansia. Otot-otot di bagian belakang mulut
mengendur lalu bergetar jikadilewati udara pernapasan.

11
7. Cara Mengatasi Gangguan Kebutuhan Istirahat Dan Tidur
a. Relaksasi

Bisa dilakukan dengan yoga, mandi air hangat, mendengarkan musik,


menontondrama atau aktivitas yang disukai.
b. Mengatur Jadwal Tidur

Memudahkan tubuh beristirahat dalam waktu yang tidak berubah-ubah


karenadapat memicu insomnia.
c. Mengatur Suasana Kamar yang Nyaman

Mengubah atau mengatur kembali kamar agar tercipta suasana yang


nyaman.

d. Konsumsi Makan Sehat

Hindari mengonsumsi makanan atau minuman yang mengandung kafein


sebelumtidur.
e. Berolahraga

Insomnia dengan mudah juga bisa dilakukan dengan rutin melakukan


aktivitasfisik / olahraga.

f. Hindari Alkohol dan Rokok Sebelum Tidur

g. Pijat

Terapi pijat bermanfaat bagi pengidap insomnia, karena bisa meningkatkan


kualitas tidur di malam hari dan juga dapat mengurangi nyeri ditubuh,
kecemasan dan depresi.

12
BAB III
KOMUNIKASI PADA KONDISI DENGAN FISIK EKSTERNAL

A. Tahap Komunikasi Terapeutik


Kunci seorang perawat melakukan komunikasi terapeutik dalam asuhan
keperawatan adalah dimana perawat menggunakan diri sendiri secara terapeutik.
Komunikasi terapeutik digunakan oleh perawat pada setiap asuhan keperawatan yang
dilakukan kepada pasien. Perawat untuk mencapai hubungan terapeutik, harus
memahami setiap tahapantahapan dalam hubungan terapeutik. Setiap tahapan
memiliki makna terapeutik tersendiri.
a. Tahap pra-interaksi
Perawat yang melaksanakan komunikasi terapeutik mempersiapkan dirinya
untuk bertemu dengan pasien. Sebelum bertemu pasien, perawat haruslah
mencari informasi atau data mengenai pasien baik berupa nama, umur, jenis
kelamin, keluhan penyakit dan sebagainya. Adapun hal yang perlu dilakukan
perawat pada fase ini adalah evaluasi diri, penetapan tahapan hubungan dan
recana interaksi, dengan tugas utama perawat :
1) Mengeksplorasi perasaan, fantasi, dan ketakutan diri.
2) Menganalisis kekuatan profesional diri dan keterbatasan.
3) Mengumpulkan data tentang pasien (jika mungkin)
4) Merencanakan untuk pertemuan pertama dengan pasien.

b. Tahap Orientasi
Perawat sangat penting untuk melaksanakan tahapan ini dengan baik karena
tahapan ini merupakan dasar terbinanya hubungan saling percaya antara perawat
dan pasien. Fokus utama perawat pada tahap ini adalah menemukan kenapa
pasien mencari pertolongan ke rumah sakit. Hal-hal yang perlu dilakukan oleh
perawat pada tahap ini adalah:

13
1) Memberi salam
2) Memperkenalkan diri perawat
3) Menanyakan nama klien
4) Menyepakati pertemuan (kontrak)
5) Menghadapi kontrak
6) Memulai percakapan awal
7) Menyepakati masalah klien
8) Mengahiri perkenalan.

Tahapan ini berlanjut dengan pertemuan kedua dan seterusnya dengan tujuan
menvalidasi kekurangan data, rencana yang telah dibuat dengan keadaan pasien saat
ini dan mengevaluasi hasil tindakan yang lalu.

Hal-hal yang harus dilakukan perawat pada fase ini adalah:

1) Memberi salam
2) Memvalidasi keadaan klien
3) Mengingat kontrak.

Setiap berinteraksi dengan klien dikaitkan dengan kontrak pada pertemuan


sebelumnya. Tugas utama perawat dalam tahap ini, antara lain:

1) Mengidentifikasi mengapa klien mencari bantuan


2) Menyediakan kepercayaan, penerimaan dan komunikasi terbuka
3) Membuat kontrak timbal balik
4) Mengeksplorasi perasaan klien, pikiran dan tindakan
5) Mengidentifikasi masalah klien
6) Mendefinisikan tujuan dengan klien

c. Tahap kerja
Perawat pada tahap ini terkait erat dengan pelaksanaan rencana tindakan keperawatan
yang akan dilaksanakan sesuai dengan tujuan yang akan dicapai. Tujuan tindakan
keperawatan adalah sebagai berikut :
1) Meningkatkan pengertian dan pengenalan klien akan dirinya, perilakunya,
perasaanya, pikirannya. Ini bertujuan untuk mencapai tujuan kognitif

14
2) Mengembangkan, mempertahankan dan meningkatkan kemampuan klien secara
mandiri menyelesaikan masalah yang dihadapi. Ini bertujuan untuk mencapai
tujuan afektif dan psikomotor
3) Melaksanakan terapi / teknikal keperawatan
4) Melaksanakan pendidikan kesehatan
5) Melaksanakan kolaborasi
6) Melaksanakan observasi dan monitoring.

Tugas utama perawat pada tahap kerja, adalah sebagai berikut :

1) Mengeksplorasi stressor yang sesuai / relevann


2) Mendorong perkembangan insight klien dan penggunaan mekanisme koping
konstruktif
3) Menangani tingkah laku yang dipertahankan oleh klien /resistance

d. Tahap Terminasi
Perawat pada tahapan terminasi ini adalah mengakhiri setiap pertemuan dengan
pasien. Terminasi terdiri atas 2 bagian yaitu: terminasi sementara dan terminasi akhir.
Terminasi sementara adalah merupakan akhir dari pertemuan perawat dan klien, akan
tetapi perawat akan bertemu lagi dengan klien pada waktu yang telah ditentukan.

Sedangkan terminasi akhir terjadi jika pasen akan pulang dari rumah sakit atau
perawat tidak berdinas lagi di rumah sakit tersebut. Hal-hal yang harus dilakukan
perawat pada tahap terminasi ini, antara lain adalah :

1) Evaluasi hasil, yang terdiri evaluasi subjektif danevaluasi objektif


2) Rencana tindak lanjut (3) Kontrak yang akan datang.
3) Adapun Tugas utama perawat dalam tahapan terminasi adalah:
4) Menyediakan realitas perpisahan
5) Melihat kembali kemajuan dari terapi dan pencapaian tujuan Saling
mengeksplorasi perasaan adanya penolakan, kehilangan, sedih dan marah serta
tingkah laku yang berkaitan (Damaiyanti, 2014).

15
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan

Komunikasi terapeutik adalah komunikasi yang mempunyai tujuan spesifik yaitu


mencapai tujuan untuk kesembuhan. Komunikasi terapeutik dilakukan berdasarkan
rencana yang buat secara spesifik. Komunikasi terapeutik dilakukan oleh orang-
orang yang spesifik, yaitu praktisi profesional (perawat, dokter, bidan) dengan klien
/ pasien yang memerlukan bantuan, sedangkan komunikasi sosial dilakukan oleh
siapa saja (masyarakat umum) yang mempunyai minat yang sama. Dalam
komunikasi terapeutik terjadi sharing informasi yang berbeda (unequal share
information).

Hubungan perawat dengan klien tidak hanya sekedar hubungan seorang penolong
dengan kliennya tapi lebih dari itu, yaitu hubungan antar manusia yang bermartabat.
Kedua, perawat harus menghargai keunikan klien. Saling menjaga dan menghargai
apa yang dimiliki setiap individu, maka akan timbul rasa saling percaya antara
perawat dengan pasien. Namun sebenarnya, rasa saling percaya ini harus dilakukan
sejak awal alias untuk mengawali proses komunikasi. Dengan begitu, kita dapat
berkomunikasi terapeutik dengan baik dan benar tanpa adanya saling menyinggung
satu sama lain.

Gangguan mobilitas fisik didefinisikan sebagai suatu kedaaan dimana individu


yang mengalami atau beresiko mengalami keterbatasan gerakan fisik. Ketika
mengalami gangguan mobilitas fisik akan berpengaruh kepada istirahat, yang
menyebabkan istirahat jadi tidak maksimal. Istirahat dan tidur sama pentingnya
bagi kesehatan yang baik dengan nutrisi yang baik dan olahraga yang cukup.
Tanpa jumlah istrirahat dan tidur yang cukup, kemampuan untuk berkonsentrasi,
membuat keputusan, dan berpartisipasi dalam aktivitas kehidupan hari-hari
akan menurun. Beberapa faktor yang mempengaruhi kualitas dan kuantitas tidur
yaitu status kesehatan, lingkungan, stress psikologis, obat-obatan,
nutrisi dan motivasi.

16
B. Saran

Dengan adanya makalah ini, diharapkan kepada seluruh pembaca serta penulis dapat
memahami bagaimana caranya berkomunikasi dengan pasien yang mengalami
gangguan maupun yang tidak mengalami gangguan, serta dapat bermanfaat bagi kita
semua. agar nantinya kita dapat menerapkan cara berkomunikasi
yang baik dan benar.

17
DAFTAR PUSTAKA

A Potter, & Perry, A. G. 2015. Buku Ajar Fundamental Keperawatan: Konsep,


Proses, Dan Praktik, edisi 4, Volume.2. Jakarta: EGC

Ahmad, Syarwani & Harapan, Edi. 2014. Komunikasi antarpribadi. Jakarta: PT


RajaGrafindo Persada.

Andre Purba (2020), Pola Komunikasi Organisasi Kompas-USU Di Era Pandemi


Covid-19.

Caropeboka, R. (2017). Konsep san Aplikasi Ilmu Komunikasi. Yogyakarta: Cv Andi


Offset

Carpenito, Lynda Juall. 2013. Buku Saku Diagnosa Keperawatan. Edisi 13. Jakarta:
Kedokteran EGC.

Damaiyanti dan Iskandar. 2014. Asuhan Keperawatan Jiwa. Bandung : Refika


Aditama.

Harahap, Reni Agustina & Putra, Fauzi Eka. 2019. Buku Ajar Komunikasi Kesehatan
Edisi Pertama. Jakarta: Prenada Media Group.

Naim, N. 2016. Dasar-dasar Komunikasi Pendidikan. Yogyakarta: Ar-Ruzz Media.

Nurhadi, Zikri Fachrul dan Achmad Wildan Kurniawan, “Efektifitas Pesan Dalam
Komunikasi”, Jurnal Komunikasi ,Vol 3 No. 1, (2017): hlm. 91.

PPNI, T. P. 2017. Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia. Jakarta: Dewan


Pengurus Pusat PPNI.

Rika Sarfika, Esthika A.M, dan Windy F. 2018. Buku Ajar Keperawatan Dasar 2 :
Komunikasi Terapeutik dalam Keperawatan. Padang. Andalas University
Press.

Tim Pokja SDKI DPP PPNI. 2017. Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia
Definisi dan Indikator Diagnostik. Jakarta: Dewan Pengurus PPNI

18

Anda mungkin juga menyukai