Anda di halaman 1dari 4

c.

Mobilitas Geografis
Anggota kelompok yang baru datang tentu harus menyesuaikan diri dengan identitas
masyarakat yang ditujunya. Namun, makin sering anggota masyarakat datang dan pergi,
makin sulit pula terjadi proses integrasi sosial. Sementara itu, dalam masyarakat yang
mobilitasnya rendah, seperti daerah atau suku terisolasi, Integrasi sosial dapat terjadi
dengan cepat.
d. Efektivitas Komunikasi
Efektivitas komunikasi yang baik dalam masyarakat juga akan mempercepat integrasi sosial.
Makin efektif komunikasi berlangsung, makin cepat pula integrasi anggota- anggota
masyarakat tercapai. Sebaliknya, makin tidak efektif komunikasi yang berlangsung
antaranggota masyarakat, makin lambat dan sulit pula integrasi sosialnya terwujud.Integrasi
sosial sebagai sebuah proses sosial dapat dicapai karena adanya berbagai faktor internal
dan eksternal yang mendorong proses tersebut. Dalam proses asimilasi, integrasi sosial
dapat dicapai karena adanya faktor-faktor berikut.
1) Toleransi terhadap kelompok-kelompok manusia dengan kebudayaan yang berbeda.
2) Kesempatan yang seimbang dalam ekonomi bagi berbagai golongan masyarakat dengan
latar belakang kebudayaan yang berbeda.
3) Sikap saling menghargai orang lain dengan kebudayaannya.
4) Sikap terbuka dari golongan yang berkuasa dalam
masyarakat.
5) Persamaan dalam unsur-unsur kebudayaan.
6) Perkawinan campuran (amalgamation).
7) Adanya musuh bersama dari luar.

a. Integrasi Normatif
Integrasi normatif dapat diartikan sebagai bentuk Integrasi yang terjadi akibat adanya
norma-norma yang berlaku di masyarakat. Dalam hal ini, norma merupakan hal yang
mampu mempersatukan masyarakat.
b. Integrasi Fungsional
Integrasi fungsional terbentuk karena adanya fungsi- fungsi tertentu dalam masyarakat.
Sebuah integrasi dapat terbentuk dengan mengedepankan fungsi dari masing-masing pihak
yang ada dalam sebuah masyarakat.
c. Integrasi Koersif
Integrasi ini terbentuk berdasarkan kekuasaan yang dimiliki penguasa. Dalam hal ini,
penguasa menerapkan cara-cara koersif (kekerasan).

Integrasi sosial adalah proses yang terjadi secara bertahap. Proses itu dapat bermula dari
akomodasi keinginan berbagai pihak untuk bekerja sama. Hal itu dapat timbul karena
kesadaran mereka atas kepentingan yang sama.

Proses integrasi dapat dilihat melalui proses-proses berikut.


a. Akulturasi
Menurut Koentjaraningrat, akulturasi adalah proses sosial yang terjadi bila kelompok sosial
dengan kebudayaan tertentu dihadapkan pada kebudayaan asing yang berbeda. Proses
sosial itu akan berlangsung hingga unsur kebudayaan asing tersebut diterima masyarakat
dan diolah ke dalam kebudayaan sendiri. Namun, umumnya akulturasi berlangsung tanpa
menghilangkan kepribadian masing-masing kebudayaan.
b. Asimilasi
Asimilasi merupakan suatu proses sosial yang ditandai dengan adanya usaha-usaha untuk
mengurangi perbedaan- perbedaan yang ada di antara individu atau kelompok dalam
masyarakat. Dalam proses ini, setiap individu dalam masyarakat berusaha untuk
meningkatkan kesatuan tindakan, sikap, dan proses-proses mental dengan memperhatikan
kepentingan dan tujuan bersama.

Kebudayaan asing akan relatif mudah diterima apabila memenuhi syarat-syarat berikut ini.
1) Tidak ada hambatan geografis, seperti daerah yang sulit dijangkau.
2) Kebudayaan yang datang memberikan manfaat yang lebih besar bila dibandingkan
dengan kebudayaan yang lama.
3) Adanya persamaan dengan unsur-unsur kebudayaan lama.
4) Adanya kesiapan pengetahuan dan keterampilan tertentu.
5) Kebudayaan itu bersifat kebendaan.

c. Akomodasi
Soerjono Soekanto mengartikan akomodasi sebagai suatu proses usaha manusia untuk
meredakan pertentangan dan mencapai kestabilan. Akomodasi di dalam masyarakat
diharapkan dapat menyelesaikan pertentangan atau konflik tanpa menghancurkan pihak
lawan. Akomodasi akan meredakan konflik dan menjadikan interaksi yang bersifat lebih
damai.

Akomodasi sebagai sebuah proses mempunyai beberapa bentuk, yaitu sebagai berikut.
1) Koersi, yaitu bentuk akomodasi yang prosesnya melalui paksaan secara fisik maupun
psikologis. Dalan koersi salah satu pihak berada dalam posisi yang lemah.
2) Kompromi, yaitu bentuk akomodasi ketika pihak yang terlibat saling mengurangi
tuntutannya agar tercapai suatu penyelesaian.
3) Arbitrase, yaitu cara untuk mencapai kompromi apabila pihak-pihak yang berhadapan
tidak sanggup mencapainya sendiri. Pertentangan diselesaikan oleh pihak ketiga yang
dipilih oleh kedua belah pihak atau badan yang berkedudukan lebih tinggi dari pihak-pihak
yang bertentangan.
4) Mediasi hampir menyerupai arbitrase. Dalam proses mediasi, kedudukan pihak ketiga
hanya sebagai penasihat. Pihak ketiga tidak memiliki wewenang mengambil keputusan
untuk menyelesaikan masalah.
5) Konsiliasi, yaitu usaha untuk mempertemukan keinginan- keinginan pihak yang bertikai
untuk mencapai suatu kesepakatan.
6) Toleransi, yaitu bentuk akomodasi yang terjadi tanpa persetujuan formal. Terkadang,
toleransi timbul secara tidak sadar dan spontan akibat reaksi alamiah individu atau
kelompok yang ingin menghindari perselisihan.
7) Stalemate, terjadi ketika pihak-pihak yang bertikai memilik kekuatan yang seimbang
hingga akhirnya kedua pihak menghentikan pertikaian itu.
8) Adjudikasi, yaitu cara menyelesaikan masalah melalul pengadilan.
9) Segregasi, yaitu bentuk akomodasi ketika masing-masing pihak memisahkan diri dan
saling menghindar untuk mengurangi ketegangan.
10) Eliminasi, yaitu pengunduran diri salah satu pihak yang terlibat dalam konflik karena
mengalah.
11) Subjugation (penaklukan) atau domination (dominasi), yaitu bentuk akomodasi ketika
pihak yang kuat meminta pihak yang lebih lemah menaatinya.
12) Keputusan mayoritas, yaitu keputusan yang diambil berdasarkan suara terbanyak dalam
voting.
13) Minority consent atau persetujuan minoritas, yaitu kemenangan kelompok mayoritas
yang diterima dengan senang hati oleh kelompok minoritas. Kelompok minoritas sama sekali
tidak merasa dikalahkan dan sepakat untuk melakukan kerja sama dengan kelompok
mayoritas.
14) Konversi, yaitu penyelesaian konflik ketika salah satu pihak bersedia mengalah dan mau
menerima pendirian pihak lain.
15) Gencatan senjata, yaitu penundaan permusuhan dalam jangka waktu tertentu.

3. Kesetaraan Sosial
Agar harmoni sosial terwujud dalam masyarakat, prinsip kesetaraan harus diterapkan di
tengah-tengah diferensiasi dan Stratifikasi. Memang diferensiasi dan stratifikasi melahirkan
kelompok-kelompok sosial dalam masyarakat, baik kelompok formal maupun nonformal,
kelompok besar maupun kecil, kelompok mayoritas maupun minoritas, serta berbagai
kelompok budaya etnis.
Menjadi setara tidak berarti bahwa orang harus sama. Kesetaraan gender tidak berarti
bahwa pria dan wanita menjadi sama. Melalui kesetaraan tidak ada jenis kelamin yang
diuntungkan atas jenis kelamin yang lain. Kesetaraan antarras tidak berarti bahwa setiap
orang harus dari ras yang sama Dengan kesetaraan itu, tidak ada ras yang diuntungkan
atas ras yang lain. Kesetaraan menjadi akhir eksploitasi sesama manusia. Selain hak yang
sama, semua orang juga harus menikmati kesempatan hidup yang secara umum sama.
Perwujudan kesetaraan merupakan penghargaan terhadap martabat individu. Memang ada
hubungan antara kesetaraan dan kesamaan karena orang yang setara akan diperlakukan
dengan cara yang sama jika mereka berada dalam situasi yang sama.
Ada lima kategori kesetaraan yang berbeda, yakni:
a. Kesetaraan hukum
b. Kesetaraan politik
c. Kesetaraan sosial
d. Kesetaraan ekonomi
e. Kesetaraan moral

Ada tiga konsep kesetaraan yang berbeda. Ketiga konsep itu adalah sebagai berikut.
a. Kesetaraan kesempatan
b. Kesetaraan sejak awal
c. Kesetaraan hasil

4. Inklusi Sosial
Kondisi geografis Indonesia yang merupakan negara kepulauan menyebabkan kehidupan
sosial budaya penduduknya menjadi sangat beragam. Keberagaman ini dapat menjadi
penghambat dalam proses integrasi sosial jika tidak diiringi sikap akomodatif dari seluruh
anggota masyarakat melalui pendekatan inklusi, yaitu membangun lingkungan sosial yang
terbuka bagi siapa saja dengan latar belakang yang berbeda, meliputi karakter, kondisi fisik,
kepribadian, status, suku, dan budaya. Inklusi sosial membutuhkan sikap demokratis, yaitu
demokrasi bangsa Indonesia yang bersumber dari ideologi Pancasila. Inklusi sosial memiliki
keterkaitan dengan penegakan HAM, pemberdayaan masyarakat, dan partisipasi
masyarakat, terutama penekanan inklusi sosial yang mengarah pada masyarakat rawan
marginal. Salah satu syarat untuk mewujudkan masyarakat inklusif dalam keberagaman dan
perbedaan adalah kesadaran akan nilai moral, khususnya nilai hikmah dan nilai bijak, yang
mengandung:
a. kesadaran bahwa pluralisme tidak bisa dihindari.
b. sikap jujur dan pikiran sehat dijunjung tinggi.
c. kerja sama antarwarga untuk mencapai tujuan bersama.
d. sikap dewasa dalam bermasyarakat.

Namun, penerapan inklusi dalam masyarakat masih menghadapi kendala, antara lain
sebagai berikut.
a. Adanya stigma-stigma terhadap kelompok-kelompok tertentu dalam masyarakat.
b. Minimnya partisipasi kelompok-kelompok marginal dalam kegiatan-kegiatan
kemasyarakatan karena akses yang sulit atau kurangnya rasa percaya diri akibat pengaruh
pola perilaku lama.
c. Sarana dan prasarana penunjang aktivitas yang kurang memadai, terutama bagi
kelompok masyarakat berkebutuhan khusus, seperti para difabel dan penyandang
disabilitas.

5. Kohesi Sosial
Kehidupan bermasyarakat memerlukan kontribusi ide, gagasan, dan tindakan dari semua
pihak yang terkait di dalamnya agar tidak muncul sikap tidak puas dari salah satu pihak yang
merasa tidak dilibatkan dalam pengambilan keputusan. Kohesi sosial terdiri dari kekuatan
yang berlaku pada anggota suatu masyarakat atau kelompok untuk tinggal di dalamnya,
sehingga dalam proses ini masyarakat akan mencapai solidaritas dan kerukunan dalam
persatuan masyarakat.
Menurut Émile Durkheim, kohesi sosial tercipta karena persamaan nilai dan tantangan serta
kesempatan yang setara yang didasari oleh harapan dan kepercayaan. Kohesivitas
kelompok terbentuk karena adanya ketertarikan antara anggota yang satu dengan lainnya.
Dengan demikian, makin kohesif sebuah kelompok, makin mudah pula anggota- anggotanya
tunduk pada norma-norma kelompok dan makin tidak toleran kepada anggota yang
menyimpang.
Faktor-faktor yang memengaruhi kohesivitas kelompok menurut Dorwin Cartwright dan Alvin
Zander (1968) antara lain sebagai berikut.
a. Potensi kelompok yang memberi pengaruh terhadap individu.
b. Motif yang mendasari keanggotaan dalam kelompok.
c. Harapan terhadap kelompok.
d. Penilaian individu terhadap hasil yang diperoleh.

B. Upaya Untuk Membangun Harmoni Sosial

Manisha Sharma (2015) menyebutkan bahwa upaya menciptakan dan mendorong harmoni
sosial dapat dilakukan pada tingkat pribadi atau individu dan institusi atau lembaga sosial.
Hal-hal yang dapat dilakukan pada tingkat pribadi atau individu antara lain sebagai berikut.
1. Mengembangkan empati.
2. Membangun kelompok persahabatan atau pertemanan.
3. Saling menguatkan.
4. Membentuk persekutuan.
5. Menjembatani kesenjangan atau perbedaan.

Anda mungkin juga menyukai