TEORI-TEORI BELAJAR
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Mata Kuliah Metodik Khusus PAI
Dosen Pengampu: Saridudin, S.Pd.I., M.Pd.
Kelompok : 2
Puji syukur kehadirat Allah Subhanahu Wa Ta’ala atas segala rahmat dan
karunia-Nya sehingga makalah dengan judul “Teori-teori Belajar” ini dapat tersusun
hingga selesai. Tidak lupa juga penulis banyak mengucapkan terimakasih kepada pihak
yang telah berkontribusi dengan memberikan sumbangan baik berupa materi maupun
pikirannya.
Penyusunan makalah ini bertujuan untuk memenuhi tugas mata kuliah Ilmu
Kalam. Selain itu, pembuatan makalah ini juga bertujuan untuk menambah pengetahuan
dan wawasan bagi para pembacanya. Karena keterbatasan pengetahuan maupun pengalaman,
maka penulis memohon maaf apabila masih banyak kekurangan dalam menyusun makalah
ini. Oleh karena itu penulis menerima kritik dan saran yang membangun dari pembaca. Akhir
kata, penulis berharap semoga makalah ini bisa bermanfaat untuk kita semua.
Penulis
DAFTAR ISI
BAB I
Pendahuluan
BAB II
Pembahasan
Home Pendidikan
Berikut penjelasan singkat 5 teori belajar menurut para ahli dan contoh implementasinya
yang bisa diterapkan oleh guru.
Tirto.id – Teori belajar adalah salah satu aspek penting dalam pengembangan metode
pembelajaran. Ibarat membangun rumah, teori belajar berperan sebagai pondasi yang
mendasari proses pembelajaran.
Oleh karena itu, sebelum melakukan praktik pengembangan pembelajaran, guru perlu
memahami terlebih dahulu teori-teori belajar yang dirumuskan oleh sejumlah ahli
pendidikan.
Setidaknya ada lima teori belajar menurut para ahli, yakni Teori Belajar Behavioristik,
Teori Belajar Konstruktivisme, Teori Belajar Humanistik, Teori Belajar Kognitif, dan
Teori Belajar Sibernetik.
Masing-masing dari 5 teori belajar itu memiliki kelebihan dan kekurangan. Contoh
implementasi 5 teori belajar itu selama ini bisa ditemukan dalam sejumlah praktik
pembelajaran oleh para guru.
Berikut penjelasan singkat tentang lima teori belajar menurut sejumlah ahli beserta
dengan contoh implementasinya.
Teori belajar behavioristik menganggap tingkah laku manusia berhubungan erat dengan
rangkaian stimulus-respons atau interaksi antara dorongan dan respons.
Baca juga: Proses Sosialisasi Menurut para Ahli: Jean Piaget, Mead, Cooley
Edaward Lee Thorndike (1874-1949) juga termasuk salah satu tokoh penting yang turut
berjasa mengembangkan teori belajar behavioristik. Setelah melakukan penelitian, ia pun
menyimpulkan bahwa terdapat tiga hukum (prinsip) dalam proses belajar.
Pertama, law of readiness. Prinsip ini menganggap bahwa kegiatan pembelajaran akan
berhasil jika peserta didik siap untuk melakukan dan merespons proses belajar.
Kedua, law of exercise. Prinsip ini mengutamakan latihan berulang sebagai kunci dari
keberhasilan belajar.
Ketiga, law of effect. Prinsip ini menganggap bahwa peserta didik akan lebih
bersemangat dalam proses belajar jika mengetahui bahwa ia akan mendapatkan hasil yang
baik.
Selain yang dicetuskan Thorndike, terdapat tiga prinsip atau hukum lain dalam teori
behavioristik, yakni: (1) Obyek psikologi merupakan tingkah laku; (2) Semua bentuk dari
behavior atau tingkah laku dikembalikan pada refleks; (3) Pembentukan kebiasaan harus
diutamakan.
Guru memberitahukan hasil belajar, mengoreksi kesalahan yang dilakukan oleh siswa.
Dan lantas memberikan motivasi.
Siswa berlaku sebagai objek pasif yang memerlukan penjelasan, motivasi, dan juga
materi yang diberikan oleh guru.
Bahan ajar telah disusun secara hierarki dari yang kompleks ke sederhana.
Dapat disimpulkan, teori belajar konstruktivis berpijak pada prinsip mengonstruksi, yakni
memiliki tujuan membangun pengetahuan.
Belajar merupakan proses aktif yang pemaknaannya dapat ditelaah melalui pengalaman
Pelajar didorong menjadi subjek yang aktif mengelola informasi yang diperoleh.
Proses belajar berlangsung berkelanjutan dan terus membangun ilmu dari pengetahuan
yang sudah ada sebelumnya.
Pelajar didorong melakukan elaborasi, yakni tindak lanjut dari perpaduan pengetahuan
yang sudah ia terima sebelumnya. Misalnya, melaporkan hasil pembelajaran, atau
membahasanya dalam diskusi bareng teman.
Teori belajar humanistik berakar dari perspektif psikologi yang memandang setiap
manusia sebagai individu secara utuh. Maka itu, teori ini tidak memandang manusia
hanya dari yang terlihat jelas oleh mata, tetapi juga perilaku, perasaan, dan citra dirinya.
Berdasarkan teori humanistik, ukuran keberhasilan belajar adalah saat peserta didik bisa
mengenal diri dan lingkungannya secara baik. Teori ini menganjurkan agar peserta didik
didorong mencapai aktualisasi diri secara bertahap. Teori humanistik juga lebih
mengutamakan sudut pandang pelajar daripada pendidik.
Konsep aktualisasi diri dirumuskan oleh Abraham Maslow untuk menggambarkan level
tingkatan kebutuhan yang memotivasi manusia untuk mengaktualisasikan dirinya.
Tujuan pendidikan humanistik ialah mendorong siswa menjadi pribadi yang independen,
mandiri, percaya diri, realistis, kreatif dan fleksibel.
Guru menghargai pendapat dan perasaan peserta didik sehingga tumbuh penerimaan dan
saling percaya antara pendidik dengan murid.
Guru mendorong siswa untuk berpartisipasi secara aktif melalui kontrak belajar yang
sifatnya jujur, jelas dan juga positif.
Guru harus bersikap lebih sensitif dan peka terhadap respons yang diberikan oleh pelajar.
Materi pendidikan dilihat dari sudut pandang pelajar bukan guru.
Guru berperan sebagai fasilitator, yang aktif merespons sikap dan ide pelajar, berdiskusi
dengan mereka, menghargai anak didiknya, serta menyesuaikan diri dengan cara berpikir
murid.
Teori belajar kognitif menekankan pada proses belajar ketimbang hasil dari pengajaran itu
sendiri. Teori ini membantah teori behavioristik yang melihat proses belajar sekadar
stimulus dan respons.
Kognisi adalah kemampuan manusia secara mental (psikis) untuk mengamati, menilai,
menyangka hingga menilai sesuatu.
Baca juga: Teori Perkembangan Kognitif Anak Menurut Vygotsky & Contoh Praktik
Maka itu, perspektif kognitivisme menganggap proses belajar tidak sesederhana yang
digambarkan dalam teori behavioristik. Sebab, proses belajar melibatkan mekanisme
berpikir yang kompleks.
Jean Piaget ialah tokoh utama pendukung teori kognitivisme. Teorinya disebut sebagai
‘Cognitive Developmental’ atau perkembangan kognitif. Piaget memandang bahwa
proses telaah atau berpikir seorang manusia bersifat gradual atau bertahap.
Baca juga: Apa Saja Tahap Perkembangan Kognitif Anak Menurut Teori Piaget?
Selain Piaget, teori belajar kognitivisme juga dikembangkan oleh Jerome Bruner.
Menurut Bruner, untuk mengajarkan sesuatu pada anak tak perlu menunggu sampai tahap
perkembangan tertentu. Selama bahan ajar tertata dengan baik, pembelajaran dapat
diberikan.
Bruner menganggap cara belajar terbaik ialah dengan konsep discovery learning, yakni
memahami konsep melalui proses intuitif yang bermuara pada kesimpulan.
Guru memberikan peluang yang sama untuk pelajar saling berdiskusi dengan sesamanya.
Guru mendorong siswa untuk mencari jalan keluar dari studi kasus, menyusun kata demi
kata berdasarkan pengalaman yang telah dimilikinya.
Guru mampu memahami cara belajar siswa dengan baik, agar masing-masing siswa dapat
mencerna dan menangkap materi yang diterima.
Teori belajar Sibernetik kemunculannya terbilang lebih baru jika dibandingkan dengan
teori belajar lainnya. Teori ini tercetus seiring berkembangnya teknologi informasi.
Teori sibernetik memandang proses belajar sebagai pengolahan informasi, sejalan dengan
prinsip teori belajar kognitivisme yang mengutamakan proses ketimbang hasil belajar.
Meski proses belajar penting, sistem informasi di mata teori ini tidak kalah penting.
Sebab, sistem informasi yang memengaruhi keberlangsungan proses belajar.
Teori belajar sibernetik berasumsi bahwa tidak ada satu pun proses belajar yang ideal
untuk dapat dipukul rata kepada semua siswa di segala situasi. Hal ini karena cara belajar
sangat dipengaruhi oleh sistem informasi.
Informasi bisa jadi diperoleh masing-masing peserta didik dari proses belajar yang
berbeda-beda. Pengolahan informasi sendiri sangat erat berkaitan dengan fungsi memori.
Teori sibernetik memandang ingatan manusia seperti komputer. Ingatan manusia terjadi
melalui proses memperoleh, mengelola, mengubah, menyimpan hingga menampilkan
kembali informasi jika diperlukan.
Menurut Berlner dan Gage, ada 3 komponen dalam teori sibernetik atau teori model
pemrosesan informasi, yaitu:
a. Sensory Receptor (SR), yakni tempat awal informasi ditangkap oleh individu. Dalam
konteks ini, informasi masih diartikan dalam bentuk aslinya dan hanya bertahan
dalam waktu singkat karena mudah terganggu atau berganti.
b. Working Memory (WM), yakni menangkap informasi ‘unik’ yang mendapatkan
perhatian lebih dari individu. Perhatian yang diberikan sangat dipengaruhi oleh
persepsi.
c. Long Term Memory (LTM), yakni ingatan jangka panjang yang diasumsikan berisi
seluruh pengetahuan seseorang, dengan kapasitas tak terbatas dan tidak akan pernah
hilang ataupun terhapus. Sekalipun seseorang mengalami ‘lupa,’ hal itu lebih
disebabkan karena ingatan gagal dimunculkan kembali atau retrieval failure.
Guru memberitahukan tujuan pembelajaran dari materi bahan ajar kepada murid.
Guru memantik ingatan anak didik sebelum memulai pelajaran, mengingat kembali
materi-materi yang telah disampaikan.
Guru aktif memberikan umpan balik pada hasil belajar siswa, memberikan informasi
tentang kegagalan, keberhasilan hingga tingkat kompetensi peserta didik.”
https://tirto.id/5-teori-belajar-menurut-para-ahli-dan-contoh-implementasinya-
gEsY#:~:text=dibaca%20normal%205,diberikan%20oleh%20pelajar.