PENYAKIT-PENYAKIT KAKAO
1. BUSUK BUAH
Phytophthora palmivora
Busuk buah (pod rot) adalah penyakit yang terpenting dalam
budidaya kakao di Indonesia dewasa ini. Bahkan penyakit ini adalah
penyakit yang terpenting di kebanyakan negara penghasil kakao
antarkebun.
Di Indonesia besarnya kerugian sangat berbeda
bervariasi antara 26% dan 50% (Anon., 1987a; Purba dan Hutauruk.
1971; Soemomarto, 1972; Situmorang dan Soeyatno, 1974).
Menurut taksiran besarnya kerugian di seluruh dunia lebih dari
10%. Angka ini bervariasi dari beberapa persen di Malaysia Seme
nanjung dan 80-90% di Kamerun (Gregory, 1974).
Di Sumatera Utara, meskipun kakao mulia (edel cacao, Bld.;
fine flavour cocoa, Ing.), yang termasuk golongan Trinitario, mulai
ditanam tahun 1940, sampai tahun 1970-an busuk buah tidak dikenal.
Baru setelah di sana ditanam kakao lindak (bulk cocoa) Hibrida Upper
Amazone (Upper Amazon Hybrid, UAH) pada tahun 1970-an, busuk
buah mulai terdapat; semula pada UAH, tetapi akhirnya juga terdapat
pada Trinitario (Parnata, 1983). Seperti yang akan dibicarakan nanti,
penyebab penyakit ini dapat juga menyerang batang, bantalan bunga,
tunas-tunas, dan tanaman pesemaian.
Gejala.Busuk buah dapat timbul pada berbagai umur buah,
sejak buah masih kecil sampai menjelang masak. Warna buah
berubah, umumnya mulai dari ujung buah atau dekat tangkai, yang
dengan cepat meluas ke seluruh buah. Buah menjadi busuk dalam
waktu 14-22 hari (Purwantara, 1992). Akhirnya buah menjadi hitam.
Pada permukaan buah yang sakit dan menjadi hitam tadi timbul
lapisan yang berwarna putih bertepung, terdiri atas jamur-jamur
sekunder yang banyak membentuk spora. Sering di sini juga terdapat
banyak sporangiofor dan sporangium jamur PBytophthora, penyebab
penyakit ini(Gambar 6.I).
Jamur juga masuk ke dalam buah dan menyebabkan busuknya
biji-biji. Tetapi kalau penyakit timbul pada buah yang hampir masak,
biji-biji masih dapat dipungut dan dimanfaatkan.
377
2. KANKER BATANG
Phytophthorapalmivora
Seperti yang diuraikan di depan, patogen penyebab penyakit
busuk buah dapat menyerang batang dan cabang, menyebabkan
terjadinya gejala kanker.
Besarnya kerugian akibat penyakit ini sukar dihitung. Kanker
pada batang dapat merupakan sumber infeksi bagi penyakit busuk
buah. Selain itu adanya kanker pada batang dan cabang-cabang besar
dapat mengurangi permukaan yang dapat dipakai untuk membentuk
bantalan bunga. Pohon yang sebagian besar kulitnya rusak hanya akan
membentuk sedikit bantalan bunga, dan dengan sendirinya hanya akan
sedikit membentuk buah.
3. VASCULAR-STREAK DIEBACK
Oncobasidium theobromae
mantan Timur, pada tahun 1983. Pada tahun J984 penyakit ditemukan
di Maluku dan Sulawesi Tenggara (Anon., 1987a; Soenaryo dan Sri
Soekamto, 1985; Wardojo dan PawirOsoemardjo, 1985). Pada tahun
1985 mendadak penyakit ditemukan di Perkebunan Bunisari-Lendra.
Ganut. Jawa Barat. Setelah dilakukan pengamatan dengan teliti
diketahui bahwa VSD juga sudah terdapat di Jawa Timur dan Jawa
Tengah. Seterusnya menurut Pawirosoemardjo dan Purwantara (1992)
VSD telah ditemukan di Sumatera Utara, Jawa Barat, Jawa Tengah,
Jawa Timur. Kalimantan Timur, Sulawesi Utara, Sulawesi Tenggara.
Maluku. dan Irian Jaya.
Penyakit telah dikenal di Malaysia Barat sejak tahun 1956.
Seterusnya pada tahun 1960 penyakit ditemukan di Papua Nugini, dan
pada tahun 1970 di Sabah.
Karena merupakan penyakit baru, di Indonesia besarnya
kerugian karena penyakit ini belum diketahui. Di Malaysia penyakit
menimbulkan kerugian 10-35% (Chan dan Wazir, 1976), sedang di
Papua Nugini25-40% (Byrne, 1976).
Gejala.Penyakit dinamakan vascular-streak dieback karena
gejala yang khas dari penyakit ini adalah adanya garis-garis berwarna
cokelat pada berkas pembuluh (vascular streak), yang terlihat pada
penarmpang membujur cabang, dan ranting-ranting mati dari ujungnya
(dieback).
Secara terinci gejala VSD adalah sebagai berikut (Keane, 1972:
Kcane et al. 1972: Keane dan Tuner, 1972; Pawirosoemardjo dan
Purwantara, 1989)(Gambar6.3):
1. Satu atau dua daun pada flush kedua atau ketiga di
titik tumnbuh mengunng secara khas. Pada daun ini terjadibelakang
bercak
bercak hijau kecil yang berbatas tepas, yang tersebar pada latar
belakang kunmg. Daun yanp sakit ini gugur beberapa hari setelah
menguning. Pada rantiny yany bersanpkutan terjdi gejala
satu atau dua daun gupur, sedang bcberapa daun di sebelah "'ompong;
bawah dan
sebelah atasnya masih lengkap.
2. Setelah daun gugur, tunas-tunas lateral
ketiak daun. berkembang dari
387
Gambar 6.3. Vascular streak dieback pada kakao. A. Daun klorotik dengan "pulau
lentisel-lentisel
pulau" yang berwarna hijau. B. Tunas-tunas lateral berkembang;
membesar. C. Tiga noktah pada bekas tangkai daun yang disayat (foto Balai
Penelitian Perkebunan Bogor).
theobromae Talbot et
Penyebab penyakit.Oncobasidiumn
yang membuat uraian
Keane. Menuut Talbot dan Kcane (1971)
berdasarkan atas jamur yang terdapat di hialin Papua Nugini, jamur
atau kekuningan,
mempunyaihifa yang halus, berdinding tipis, ketam. Septa (sekat)
tidak berbutir, dan tidak membentuk hubungan septa. Garis tengah
hifa kurang teratur, dolipori banyak terdapat padayang besar.
hifa 5-6 um. Percabangan hifa membentuk sudut
berkembang ke luar dan
Dalam cuaca yang lembap jamur terinfeksi.
membentuk tubuh buah pada bekas tangkai daun yang krem. Di sini
Tubuh buah berbentuk bantalan jamur berwarna putih
membentuk basidio
dibentuk banyak basidium, yang masing-masing dengan ukuran
spora bulat telur, salah satu sisinya mendatar,
berarti mempu
15-25 x 6.5-8,5 um (Gambar 6.4). "Oncobasidium"
nyai basidium besar (Keane dan Prior, 1992).
oD00000po0P
4. JAMUR UPAS
Upasiasalmonicolor
Jamur upas (pink disease) dapat menimbulkan penyakit pada
berbagai macam tanaman pertanian yang berkayu. Semua tanaman
perkebunan yang termasuk tanaman keras dapat diserang oleh jamur
upas.
Selain di Indonesia, jamur upas juga menyerang kakao di
Malaysia Semenanjung, Sabah, dan Serawak. Khususnya penyakit
merupakan masalah di daerah yang basah, seperti Sumatera Utara dan
Sabah (Turner dan Shepherd, 1981). Penyakit juga terdapat di Papua
Nugini, Samoa Barat, Bougainville, Kepulauan Solomon, dan Brazilia
(Brown dan Liloqula, 1992; O'Donohue, 1992; Prior, 1992). Diper
kirakan bahwa jamur upas terdapat di semua negara penanam kakao.
Gejala.Jamur menyerang cabang yang sudah berkayu. Pada
bagian ini mula-mula terdapat bernang-benang jamur yang mengkilat
sepertiperak, sangat mirip dengan rumah laba-laba. Stadium ini sering
disebut stadium rumah laba-laba. Pada waktu ini kulit di bawah
lapisan jamur masih hidup.
Seterusnya jamur membentuk kerak merah jambu, sepertiwarna
ikan salmon. Oleh karena itu dalam bahasa Inggris jamur upas disebut
pink disease. Stadium ini sering isebut stadium teleomorf, yang
dahulu disebut stadium Corticium. Kulit cabang di bawahnya sudah
membusuk.
Pada bagian ujung cabang yang sakit daun-daun layu dengan
agak mendadak, sehingga banyak yang tetap melekat pada cabang,
meskipun sudah kering. Kumpulan daun kering ini sering dapat
dipakai sebagai tanda adanya serangan jamur upas (Gambar 6.5).
Di sebelah pangkal bagian yang terserang biasanya terdapat
banyak tunas yang berkembang.
393
Gambar 6.5. Cabang yang terserang jamur upas. Daun-daun pada cabang itu layu dan
mengering.
basidiospora
Daur penyakit.Jamur upas dipencarkan oleh
terbawa oleh angin. Basidiospora tidak dapat terangkut jauh
yang dan hanya
dengan tetap hidup, karena mempunyai dinding tipis,
terbentuk bila udara lembap (udara yang lembap hanya terjadi kalau
berarti
udara tenang). Adanya infeksi jamur upas pada suatu pohon
bahwa sumber infeksi berada di sekitarnya.
Selain dari cabang-cabang kakao yang sakit, infeksi dapat
berasal dari bermacam-macam tanaman inang lain, seperti karet, kopi,
pala, lada, Tephrosia, jeruk, melinjo, nangka, jati, dan dan
Faktor-faktor yang mempengaruhi penyakit. Penyakit dË
bantu oleh kelembapan udara yang tinggi, sehingga banyak terdapat
dalam kebun yang gelap, dan pada musim hujan. Penyakit banyak
terdapat dalam kebun yang pemangkasan kakao maupun pohon pelin
dungnya terlambat dilakukan.
Jamur upas pada kakao akan banyak terdapat jika di tempat itu
terdapat banyak sumber infeksi. Turner dan Shepherd (1981)
menyatakan bahwa jamur upas lebih banyak terdapat di kebun yang
memakai Gliricidia sebagai pohon pelindung.
Pengelolaan penyakit.4. Mengurangi kelembapan kebun,
dengan melakukan pemangkasan setepat-tepatnya, khususnya selama
musim hujan.
2. Cabang yang terserang jamur upas dan sudah mati dipotong
20-30 cm di bawah bagian yang berjamur.
· Dulu dianjurkan agar sebelum dipotong lapisan jamur dilumas
dulu dengan fungisida, untuk mencegah terhamburnya spora. Tetapi
karena biasanya udara di waktu siang kurang lembap, pada waktu itu
jamur tidak membentuk spora, sehingga pelumasan dengan fungisida
dianggap berlebihan. Cabang sakit yang sudah dipotong dibakar atau
dipendam.
3. Cabang yang terserang jamur upas tetapi masih hidup dan
perlu dipertahankan, lapisan jamurnya dilumas dengan tridemorf
(Calixin RM).
395
A
Sumber-sumber infeksidi dalam maupun di luar kebun dicari
dan dibinasakan.
5. PENYAKIT COLLETOTRICHUM
Colletotrichumgloeosporioides
Pada tahun 1980-an di Jawa Timur serangan jamur Colletotri
chumpada kakao tampak meningkat, sehingga menarik cukup banyak
perhatian (Anon., 1987b; Sri-Sukamto dan Junianto, 1987). Sebe
narnya penyakit ini sudah lama dikenal di Jawa, tetapi kurang
mendapat perhatian, karena tidak menimbulkan kerugian yang berarti
(Zimmermann, 1902).
Penyakit karena jamur Colletotrichum ini tersebar di semua
negara penghasil kakao, dan dikenal sebagai antraknos. Di Asia
penyakit terdapat di Malaysia, Brunei, Filipina, Sri Lanka, dan India
Selatan (Thorold, 1975; Chandra Mohanan dan Kaveriappa, 1983ab).
Padaumumnya kerugian yang disebabkannya tidak melebihi 5-10%,
meskipun diberitakan juga bahwa di Venezuela (Amerika Selatan)
kerugian mencapai 20% (Prior, 1992).
Menurut Junianto et al. (1989) penyakit mengurangi hasil
kebun karena mengurangi jumlah tongkol per tanaman dan jumlah biji
per tongkol. Selain itu penyakit mengurangi kandungan pati pada
ranting
Gejala,-Penyakit dapat timbul pada daun, ranting, dan buah.
Pada daun muda penyakit menyebabkan matinya daun atau sebagian
dari helaian daun. Gejala ini yang sering disebut sebagai hawar daun
(leaf blighi). Daun muda yang sakit juga dapat membentuk bintik
Dintik kecil dan biasanya mudah gugur. Pada daun dewasa penyak1t
dapat menyebabkan terjadinva bercak-bercak nekrosis (jaringan mati)
yang berbatas tidak teratur, Bercak-bercak ini kelak dapat menjadi
lubang.
t g yang daun-daunnya terserang dan gugur dapat meng
396
alami mati pucuk (die back). Jika mempunyai banyak ranting seperti
imitanaman akan tampak seperti sapu.
Penyakit dapat juga timbul pada buah, terutama buah yang
nasih pentil(cherelle) atau buah muda. Buah muda berbintik-bintik
cokelat yang berkembang menjadi bercak cokelat berlekuk. Selan
juinya buah akan layu, mengering dan nengeriput. Serangan pada
buah ua akan menyebabkan busuk kering pada ujung buah.
Ciri penting gejala serangan Colletotrichum pada kakao adalah
terbenuknya lingkaran berwarna kuning (halo) di sekeliling jaringan
yang sakit, dan terjadinya jaringan mati yang melekuk (antraknos,
anthracnose). Halo dan antraknos dapat terjadi pada daun maupun
pada buah (Anon., 1987b) (Gambar 6.6).
Tanaman yang terserang berat oleh Colletotrichum berbuah
sedikit sehingga daya-hasilnya sangat menurun.
Di Sumatera Uara pembibitan kakao yang
berdekatan dengan
kebun karet daunnya terserang berat oleh Colletotrichum (Turner,
1974).
A
B
Gambar 6.6.Gejala
Buah muda yang sakitpenyakit Colletotrichum. A. Mati pucuk: B. Gejala pada daun;
(foto PusatPenelitian Kopi dan Kakao).
397
penyakit-Penyebab pe-
Faktor-faktor yang mempengaruhi
dapat mengadakan infeksi
nyakit ini adalah parasit lemah, yang hanya faktor lingkungan yang
pada jaringan yang menjadi lemah karena kurang, kesuburan tanah
kurang menguntungkan, seperti peteduh yang karena adanya kanker
yang rendah, atau cabang yang menjadi lemah Colletotrichum
batang (Phytophthora palmivora). Berkembangnya
lamtoro yang banvak
pada tahun 1987 tidak terlepas dari rusaknya
dipakai sebagai pohon pelindung dikebun kakao akibat serangan kutu
loncat lamtoro, Heteropsylla cubana (Junianto dan Sri-Sukamto,
1992). Jamur juga dapat mengadakan infeksi melalui bekas tusukan
atau gigitan serangga.
Pengaruh pohon pelindung terhadap penyakit Colletotrichum
sangat jelas. Jika peteduh kurang. daur hidup C. gloeosporioides
menjadi lebih pendek, kakao membentuk flush lebih banyak yang
sangat rentan, di samping pembentukan flush ini akan memperlemah
tanaman (Junianto, 1993).
Klonkakao mulia yang banyak diusahakan (DR 2 dan DR 38)
rentan terhadap Colletotrichum. DRC 16 agak rentan. Di antara kakao
lindak yang tahan adalah Sca 6 dan Sca 12 (Junianto, 1993).
Pengelolaan penyakit.-Untuk sementara anjuran pengenda
lian penyakit ini adalah sebagai berikut (Anon., 1987b:; Graham, 1971;
Junianto, 1993):
1. Menanam klon yang tahan (Sca 6 dan Sca
12), atau yang
sekurang-kurangnya agak rentan (DRC 16).
2. Memperbaiki keadaan tanaman, antara
lain dengan menam
bah pupuk dan mengatur naungan.
3. Untuk mengurangi sumber infeksi
buah yang sakit dipotong dan dipendam dalamranting-ranting dan buan
4. Mengendalikan busuk buah dan tanah.
palmivora). kanker batang (Phytophthora
5. Pada waktu flush besar
sida sistemik, misalnya benomil,dilakukan 2 kali penyemprotan fung
karbendazim, metil tiofanat, miklo
butanil, atau prokloraz Gengan interval 10 hari. Pada waktu flusn
lainnya dilakukan 3 kali pehyemprotan dengan
fungisida kontak, anta"
399
6. PENYAKIT-PENYAKIT AKAR
7. BELANG DAUN
Virus
Pada tahun 1961 Semangun melaporkan adanya gejala belang
daun atau mosaik pada daun-daun kakao di Jawa Barat, Jawa Tengah,
dan Jawa Timur. Mengingat telah sedemikian meluasnya gejala ini,
diduga bahwa penyakit sudah lama terdapat di Jawa.
Kakao yang ditanam adalah kakao mulia (edel cacao, Bld.),
termasuk dalam golongan Trinitario, dengan klon DR 1, DR 2, dan
DR 38. Klon-klon ini dibiakkan
secara vegetatif dengan penempelan
(okulasi). Pada pengamatan di kebun-kebun batang atas
entrijs, Bld.) diketahui bahwa (kebun entres;
kebun-kebun ini sudah terjangkit.
Dengan demikian mudah dimengerti
begitu meluas (penyakit virus mudah mengapa penyakit virus ini
bungan dan penempelan). ditularkan dengan penyam
Di Sumatera Utara
gejala penyakit banyak
Trinitario yang dibiakkan dengan terdapat di kebun
berasal dari Jawa. Gejala tidak penempelan, dengan klon-klon yang
(bulk cocoa, Ing.) dari banyak terdapat pada kakao
tanaman semai (seedling)Hibrida lindak
Upper Amazone, yang ditanam sebagai
(Parnata, 1976).
Penyakit ini
tidak
1980). menimbulkan kerugian yang terasa (Triharso,
403
Penelitian
virus (foto Pusat
mnosaik pada daun karena
Gambar 6.7. Dua corak gejala
Kopi dan Kakao).
404
8. TUNAS BENGKAK
B
A
9. SAPU SETAN
Crinipellis perniciosa
Gambar 6.9. Penyakit sapu setan (Crinipellis perniciosa) pada kakao di Amerika
Selatan (foto US Dept. Agric.).
1934).
5. Mencegah masuknya penyakit ke daerah-daerah yang belum
terjangkit.
10. MONILIASIS
Moniliophthora roreri
Penyebab penyakit,Moniliophthora
banyak dikenal sebagai Monilia roreri Cif. etroreri, yang masih
Parodi. Konidiofor
413
iomur ini tidak berbeda dengan hifanya, agak tegak, hialin, bersekat
banyak, agak berlekuk pada sekat, pada umumnya bercabang dua,
tetapi kadang-kadang tidak bercabang atau bercabang tiga. Konidium
mempunyai macam-macam bentuk, bulat, seperti tabung, atau jorong.
hialin,dengan ukuran 9-14 x 8-10,5 um.
Daur penyakit.Sampai sekarang seluk-beluk penyakit in
masih banyak yang belum diketahui. Mungkin jamur dipencarkan oleh
konidium yang terbawa oleh angin. Selain itu mungkin konidium juga
terbawa oleh serangga.
Luka karena serangga dapat menjadi tempat infeksi. Diduga
bahwa jamur mengadakan infeksi pada bunga atau buah-buah muda.
Percobaan infeksi pada buah masak dan hampir masak selalugagal.
M. roreri hanya dapat menyerang marga Herrania dan Theobroma.
Namun diduga bahwa sumber infeksi yang terutama adalah buah
kakao yang sakit.
sering
JAMUR RAMBUT KUDA. Pada kakao di Irian Jaya
crinis-equi F. Muell. ex
terdapat jamur rambut kuda, Marasmius
kecokelatan (Johnston, 1961).
Kalch., yang membentuk benang hitam
di Sumatera Utara,
Jamur rambut kuda juga ditemukan pada kakao
Menurut Thorold (1975),
terutama di kebun yang kurang terawat.
penanam kakao.
jamur ini juga terdapat di kebanyakan negara
terdapat
MATIPUCUK. Menurut Johnston (1961) di Irian Jaya
disebabkan oleh
kematian cabang-cabang besar pada kakao yang Fusarium decem
Calonectria rigidiuscula (B. et Br.) Sacc. (anamorf
cellulare Brick) yang mungkin berhubungan dengan adanya serangan
jamur Phaeo
serangga penggerek. Pada pohon yang sama terdapat Kalchbr.] dan
solenia densa (B.) W.B.Cke [Cyphella variolosa
Nectria dealbataB. et Br.
BIBLIOGRAFI
Anonim (1929), Ziekten en plagen der cultuurgewassen in Midden Java
gedurende 1928. Bergcultures 3, 955.
(1931), Ziekten en plagen in de Cacao gedurende 1930.
Bergcultures 5, 203.
(1953). Penyakit "swollen shoot" pada cokelat. Pemberitaan
untuk Praktek. Balai Besar Penyel. Pertan. 17, 2 p.
(1984), Vascular streak dieback, penyakit berbahaya pada
tanaman cokelat. Warta Litbang Pertan. 6,9-11.
(1985), Penyebaran penyakit vascular streak dieback (VSD) di
Indonesia. Dit. Perlind. Tan. Perkeb.; Pros. Rapat Kom. Perlind. Tan.,
Semarang, Okt. 1985.
(1987a), Panduan pengenalan penyakit penting pada tanaman
kakao dan cara pengendaliannya. BalaiPenel. Perkeb. Jember, 14 p.
(1987b), Panduan pengenalan dan pengendalian penyakit
Colletotrichum pada tanaman kakao. Balai Penel. Perkeb. Jember, 6
p.
Baker, RE.D. and W.T. Dale (1947), Notes on a virus disease of cocoa. Ann.
Appl. Biol. 34, 60.
Bowman, G.F. (1951), The Inter-American Cocoa Centre at Turrialba,
Costarica. Cocoa Conf., 40.
Brasier,C.M., M.J. Griffin., and A.C. Maddison (1981), The cocoa black pod
Phytophthoras. Dalam: Gregory, P.H. and A.C. Maddison,
kpidemiology of Phytophthora on cocoa in Nigeria. Comm. Mycol.
Inst., Phytopath. Paper 25, 188p. and curing of cocoa. McMillan,
Driton-Jones, H.B. 0934), The diseases
London.
cocoa in the Solomon
a0wn, JP. and R. Liloqula (1992), Diseases of (Ed.), Cocoa Pest and
Islands. Dalam: PJ. Keane und C.A.J. Putter Australasia. FAO PI.
Disease Munagemnent in Southeast Asia and
Prod. and Prot. Paper I12, 199-208.
infecting cocoa. Rev. PI. Pathol.
aunt, A.A. and R.H. Kenten 197), Virus
50, 591-601. Guinea and
Byrne, P.N. (1976), Vascular streak dieback in Papua New
Peninsular Malaysia, Planter 52, 49-53.
preliminary survey of cocoa diseases in
Chan, C.L. and B.S. Lee (1973), A
420