Anda di halaman 1dari 48

VI.

PENYAKIT-PENYAKIT KAKAO

Kakao (Theobroma cacao L), yang daerah asalnya adalah


bawah Pegunungan Andes, Amerika Selatan, sudah
lereng timur
ditanam di pekarangan-pekarangan di Minahasa pada akhir abad ke-
i Namun kakao baru diperkebunkan sebagai perkebunan besar
18.
itortahun 1880 di Jawa Tengah. Penanaman kakao di sini dipacu
doh nusaknya kebun-kebun kopi arabika karena penyakit karat
(Hemileia vastatrix)sekitar tahun 1880 tersebut.
DiJawa yang banyak ditanam adalah kakao mulia (edel cacao,
Bld: fine flavour cocoa, Ing.), yang merupakan hibrida dari jenis
Trinitario.
Criollo dan Forastero, yang sering juga disebut sebagai 38 ditanam
DR
Klon-klon yang terkenal antara lain DR 1, DR 2, dan
batang-bawah
sebagai tanaman klonal dengan menempelkannya pada dari Amerika
berasal
anarman semai (asal biji). Kakao Criollo (Purseglove, 1968).
Tengah, sedang Forastero dari Amerika Selatan hibrida Upper
Kakao lindak (buik cocoa, Ing.), yang terdiri atas pada tahun
Sumatera Utara
AnaZon (tipe Forastero) mulai ditanam di
dengan biji, tanpa penempelan.
1970-an. Kakao lindak dibiakkan
kakao secara besar-besaran
Setelah itu dilakukan pengembangan
Sulawesi dan Maluku. Sekarang
sebagai tanaman rakyat, khususnya di
kakao ditanam di 24 provinsi di antara 27 provinsi di Indonesia. Jika
Indonesia 36 ribu h, pada
pada tahun 1979 luas perkebunan kakao
(Wardojo, 1992). Dengan
Tahun 1988 meningkat menjadi 89 ribu ha
penyakit dan hama yang
Sangat meningkatnya areal ini masalah
aikadapi sangat meningkat.
376

1. BUSUK BUAH

Phytophthora palmivora
Busuk buah (pod rot) adalah penyakit yang terpenting dalam
budidaya kakao di Indonesia dewasa ini. Bahkan penyakit ini adalah
penyakit yang terpenting di kebanyakan negara penghasil kakao
antarkebun.
Di Indonesia besarnya kerugian sangat berbeda
bervariasi antara 26% dan 50% (Anon., 1987a; Purba dan Hutauruk.
1971; Soemomarto, 1972; Situmorang dan Soeyatno, 1974).
Menurut taksiran besarnya kerugian di seluruh dunia lebih dari
10%. Angka ini bervariasi dari beberapa persen di Malaysia Seme
nanjung dan 80-90% di Kamerun (Gregory, 1974).
Di Sumatera Utara, meskipun kakao mulia (edel cacao, Bld.;
fine flavour cocoa, Ing.), yang termasuk golongan Trinitario, mulai
ditanam tahun 1940, sampai tahun 1970-an busuk buah tidak dikenal.
Baru setelah di sana ditanam kakao lindak (bulk cocoa) Hibrida Upper
Amazone (Upper Amazon Hybrid, UAH) pada tahun 1970-an, busuk
buah mulai terdapat; semula pada UAH, tetapi akhirnya juga terdapat
pada Trinitario (Parnata, 1983). Seperti yang akan dibicarakan nanti,
penyebab penyakit ini dapat juga menyerang batang, bantalan bunga,
tunas-tunas, dan tanaman pesemaian.
Gejala.Busuk buah dapat timbul pada berbagai umur buah,
sejak buah masih kecil sampai menjelang masak. Warna buah
berubah, umumnya mulai dari ujung buah atau dekat tangkai, yang
dengan cepat meluas ke seluruh buah. Buah menjadi busuk dalam
waktu 14-22 hari (Purwantara, 1992). Akhirnya buah menjadi hitam.
Pada permukaan buah yang sakit dan menjadi hitam tadi timbul
lapisan yang berwarna putih bertepung, terdiri atas jamur-jamur
sekunder yang banyak membentuk spora. Sering di sini juga terdapat
banyak sporangiofor dan sporangium jamur PBytophthora, penyebab
penyakit ini(Gambar 6.I).
Jamur juga masuk ke dalam buah dan menyebabkan busuknya
biji-biji. Tetapi kalau penyakit timbul pada buah yang hampir masak,
biji-biji masih dapat dipungut dan dimanfaatkan.
377

Gambar 6.1. Busuk buah pada kakao.

buah kakao disebabkan


Penyebab penyakit.Penyakit busuk
(Butl.) Butl.. yang dianggap
oleh jamur Phytophthora palmivora P.
palmivorum Butl., P faberi Maubl.,
Sinonim dengan Pythium theobromae.
IheobromaeColeman, dan P. palmivora var. Barat, Jawa Tengah, dan
dari Jawa
Dari sampel yang berasal terdapat adalah P. palmivora ME-1
Jawa Timur diketahui bahwa yang
(Wardojo, 1992). membentuk banyak sporangium
Pada buah kakao jamur juga, berbentuk buah
sering disebut konidium
(Sri-Sukamto, 1985). Spora-
00sporangium),
per, dengan
yang
ukuran 35-60 × 20-40 i
lmgsung dengan
nembentuk
langsung
pem-

ngium dapat berkecambah secara berkecambahsecaratidak bere-


dapat
buluh kecambah, tetapi dapat juga kembara yang
atau spora
dengan membentuk ZOOspora
buahmencapai
Sporangium dan angin, oleh atau percikan
air,
1n sporangium. menghasilkan
banyak oltertbawa
eh dapat
pada jamur beberapa
hari waktu dapat sudah buah
dalam infeksi, mengadakarn Setelah
tanah. dekat yang buah-buah ke
hujan percikan air h
oleterbawa
jamur sini Dari tanah. dalann bertahan dapat
terutanu pulmivora P.
buah batang. kanker lain. inangtunbuhan dan sakit, yang
sakit yang butang tanah, bersumber dari dapat
buah pada inteksi
mengadakan penyakit-Jamur
yang Daur
(MF).palmivora dalamP
termasuk
ke tersebut isolat semua Disimpulkannya
bahwa Jawa. deri
berasal Phvtophthora
yang isolat meneliti
22 (1987)
Purwantara
1981).Shepherd,
(Turner
dan Dast.parasitica P. dan vBdH nicotianae P.oleh
disebabkan yang buah busuk juga ada Sabah Bahkan
di buah. busuk
penyakitmenyebabkan juga dapatThompson heveae palmivora,
P.
samping
P. bahwa
di diketahui Sabah Semenanjung
dan Malaysia
1992).
Di Keane. 1981; al., (Brasier
et Leonian capsici Phvtophthora
dengan identik diduga yang (morphological
4),form MF4 sebagai but
dise waktusementara untuk yang sama, yangpenyakitmenimbulkan
yang lagi lain jenisterdapat Kamerun didaSelatan,
n Amerika dan
Tengah Amerika kakaopenghasil negara beberapa (1979).
Di Griffin
Brasier megakarya Phytophthora
et yaitu buah, busuk penyakit
enyebabkan dapat yangPhytophthora
lain jenis adanya diketahui ini
akhir-akhir Barat Afrika kakao
dipenghasil negara beberapa Di
palmivora. oospora P.ditemukan pernah belum alam Di
garis dengan berdinding
tebal, bulat. Oospora um.
um. 16-30 tengah
10-15xpersisten, amfiginus
dan Anteridium um. 21-40 bulat.
10-17 (misalnya
Oogonium 1989). et durian)
al., (Modjo ataukelapa isolat
00gonium membentuk
jika dapat
pasangan
Al tipedengan bertemu pe)
hanya yang pasangan A2, tipe adalah kakao Isolat lain. vang
antcridium
jika o0gonium
dan
(mating pasangan tipedengan bertemnu
heterotalik,
yang adalahpalmivora P.
membentuk dapat hanya 30-60 tengah
um
1931).(Tucker,
yarng membentuk dapat Jamur nang.
garisdengan bulat,klamidospora
378
379

buahyang lebih tinggi. Jamur yang berada dalam


tanah dapat juga
erangkut oleh serangga-serangga, antara lain semut, sehingga dapat
mencapai buah-buah yang tinggi. Dari buah-buah
yang tinggi
sporàngiumdapat terbawa oleh air ke buah-buah di
bawahnya.
Dari buah yang sakit jamur dapat berkembang melalui
tangkai
dan menyerang bantalan buah, dan dapat berkembang terus sehingga
menyebabkan terjadinya penyakit kanker batang. Dari sini kelak
jamur dapat kembali menyerang buah.
P. palmivora dapat menyerang bermacam-macam tanaman.
Meskipun demikian belum diketahui dengan pasti apakah jamur dari
herbagai tanaman tadi semuanya dapat menimbulkan penyakit pada
kakao.
Dengan demikian dapat dikatakan bahwa sumber infeksi selalu
ada. Namun yang dianggap sebagai sumber infeksi yang paling pen
ting adalah tanah. Berbagai usaha pernah dilakukan untuk membunuh
P. palmivora yang terdapat dalam tanah, tetapi tidak memberikan
hasil yang memuaskan. Bahkan terdapat spekulasi yang mengatakan
bahwa jamur bertahan dalam akar-akar kakao sendiri, meskipun akar
1981).
tidak menunjukkan gejala penyakit (Ward dan Griffin,
ringan
Faktor-faktor yang mempengaruhi penyakitBerat
penyakit busuk buah ditentukan oleh banyak faktor, antara lain
iya banyaknya buah
Klembapan udara, curah hujan, cara bercocok tanam,
pada pohon, dan jenis tanaman. pembentukan spora
Kelembapan yang tinggi akan membantu dapat terjadi kalau pada
infeksi. Infeksi hanya
an meningkatkan dapat air hujan, tetapi dapat juga air
mukaan buah terdapat air. Ini buah.
pada permukaan
terjadi karena pengembunan uap air samping meningkatkan
yang
akan membantu penyebaran spora, di cenderung sama
ko intensitas penyakit
keldenganembapan
kebun. Fluktuasi
harian.
fluktuasi curah hujanPuncakintensitas penyakitterjadi
(Purwantara dan Pawirosoe-
1-3 minggu setelah puncak curah hujan
mardjo, 1990). lain pemangkasan, kerapatan
Cara bercocok tanam, antara pemupukan, dan pemungutan,
tanaman, pemberian mulsa, drainasi,
380

hasil sangat mempengaruhi penyakit. Lapisan mulsa atau seresah di


sekitar pangkal batang akan mencegah terjadinya percikan air yang
membawa tanah yang terinfestasi jamur. Juga adanya mulsa ini akan
meningkatkan kegiatan jasad-jasad renik saprofit yang bersifat anta
gonistik terhadap Phytophthora. Busuk buah lebih banyak terdapat
pada pohon yang lebat buahnya. Sering dikatakan bahwa "penyakit
busuk buah berbanding lurus dengan jumlah buah dan dengan curah
hujan" (Thorold, 1967). Tetapi pada pengamatan di Jawa Barat
intensitas penyakit tidak dipengaruhi oleh tingkat produksi pohon
(Purwantara dan Pawirosoemardjo, 1990).
Pelepasan dan perkecambahan spora kembara terjadi pada suhu
15-30° C, sedangkan infeksi pada buah pada suhu 20-30° C.
Pelepasan, perkecambahan, dan infeksi memerlukan adanya air bebas
paling sedikit selama 3-4 jam (Purwantara, 1990).
Di Jawa Tengah untuk melindungi buah dari
serangan peng
gerek buah kakao (Conopomorpha cramerella Sn.), buah diselubungi
dengan kantong plastik. Karena tingginya kelembapan di sekeliling
buah, infeksi Phytophthora sangat meningkat (Mursamndono dan
Wardojo, 1984, dalam Wirianata dan Pusposendjojo, 1987).
Kakao dari kelompok Criollo sangat rentan terhadap
buah. Kelompok Forastero mempunyai ketahanan yang busuk
tario, yang merupakan hibrida dari Criollo dan Forasterotinggi. Trini
ketahanan yang bervariasi. Kelompok Criollo, yang mempunyai
cokelat dan bijinya bermutu tinggi, mempunyai buahnya berwarna
lunak dan permukaannya tidak rata yang sangat dinding buah yang
Phytophthora. Menurut Iwaro et al. (1993), terdapatmembantu infeksi
yang kuat antara reaksi buah dengan reaksi daun korelasi positif
Tetapi menurut Iswanto dan Sri-Sukamto terhadap infeksi.
(1997),
kuat terdapat antara buah dengan tangkai daun korelasi yang lebih
tua.
Sri-Sukamto (1995) membuktikan bahwa ada beberapa
me yang diisolasi dari kebun kakao organis
P. palmivora dalam biakan. yang menghambat pertumbuhan
dapat dimanfaatkan dalam usaha Diharapkan organisme-organisme ini
pengendalian biologis.
381

Pengelolaan penyakit---1. Mengurangi kelembapan kebun,


misalnya dengan memperbaiki drainasi, memangkas tanaman kakao
dan pohon pelindung dengan teratur, dan dengan mengendalikan
gulma.
2. Mempertahankan seresah sebagai mulsa di sekitar pangkal
batang.
3. Memanen buah yang masak secara teratur, misalnya seming
gu sekali, sambil membersihkan buah-buah yang sakit. Buah yang
sakit, beserta dengan kulit buah (cangkang) dipendam cukup dalam,
sehingga paling sedikit tertutup tanah setebal 10 cm.
4. Selama musim penghujan buah-buah disemprot dengan
fungisida. Untuk keperluan ini pada umumnya dianjurkan pemakaian
fungisida tembaga, yang diberikan 1-2 minggu sekali, dengan dosis
0.15-0,2 gtembaga (Cu) per pohon. Selain fungisda tembaga, maneb
juga berpengaruh baik, yang mungkin disebabkan karena mengandung
Zn yang dapat merangsang pembentukan buah kakao (Anon., 1987a;
Soemomarto, 1975). Namun jika keadaan sangat membantu penyakit,
dosis ini kurang efektif. Di banyak negara penghasil kakao yang
mendapat serangan busuk buah yang berat dewasa ini dilakukan
penyemprotan dengan memakaidosis yang lebih tinggi, yaitu 1-1,5 g
Cu per pohon, yang dilakukan sebulan sekali. Bahkan di Brazilia,
pengobatan baku (standar) yang dilaksanakan adalah penyemprotan
dengan 4 g Cuper pohon dengan selang waktu sebulan, yang rata-rata
dilakukan 4 kali tiap tahun (Pereira dan Lellis, 1984). Di samping
organik
fungisida tembaga dewasa ini banyak dipakai fungisidatimah (Sn,
seperti kaptafol dan fungisida organik yang mengandung
tin) (Gorenz, 1974), namun sayangnya persenyawaan timah organik
mamalia (Wood dan
Ini mempunyai toksisitas yang tinggi terhadap
Lass, 1985).
buah yang
Untuk mengendalikan busuk buah kakao pada
(untuk mencegah penggerek buah kakao) di Jawa
diselubungi plastik diselubungi, dan
Tengah, buah disemprot dengan mankozeb sebelum (Wirianata dan
untuk selubung dipakai kantong plastik berlubang
Pusposendjojo, 1987).
382

Untuk mengendalikan busuk buah kakao selain fungisida yang


mengandung tembaga, dapat dipakai fungisida protektan yang
mengandung asam fostit, mankozeb, dan metiram (Anon., 1997).
Fungisidasistemik, misalnya metalaksil, terbuktiefektif. Tetapi pema
kaiannya harus digilir dengan fungisida tembaga untuk mencegah
kemungkinan terjadinya ras Phytophthora yang tahan (Keane, 1992).
Di Papua Nugini metalaksil diberikan pada musim hujan, sedang
fungisida tembaga pada musim kemarau (0'Donohue, 1992). Pro
pineb (fungisida protektan) yang dicampur dengan oksadisil (fungi
sida sistemik) dapat menekan perkembangan P. palmivora di laborato
rium, tetapi memberikan hasil yang kurang menentu di lapangan (Sri
Sukamto, 1993).
Menurut Sumanto dan Indah Sriwulan (1998) asam fosfit dapat
diberikan dengan cara infus batang.

2. KANKER BATANG

Phytophthorapalmivora
Seperti yang diuraikan di depan, patogen penyebab penyakit
busuk buah dapat menyerang batang dan cabang, menyebabkan
terjadinya gejala kanker.
Besarnya kerugian akibat penyakit ini sukar dihitung. Kanker
pada batang dapat merupakan sumber infeksi bagi penyakit busuk
buah. Selain itu adanya kanker pada batang dan cabang-cabang besar
dapat mengurangi permukaan yang dapat dipakai untuk membentuk
bantalan bunga. Pohon yang sebagian besar kulitnya rusak hanya akan
membentuk sedikit bantalan bunga, dan dengan sendirinya hanya akan
sedikit membentuk buah.

Gejala-Yang dimaksud dengan kanker dalam ilmu penyakit


tumbuhan adalah luka yang berbatas jelas pada kulit, dikelilingi oleh
jaringan kalus, yang sering kali terbuka, sehingga kayu tampak dari
luar.
383

Pada penyakit kanker batang kakao pada batang atau cabang


yang besar terdapat tempat yang warnanya lebih gelap dan agak
mengendap. Pada tanaman yang sangat rentan tempat ini sering
menoeluarkan cairan kemerahan, yang setelah mengering tampak
seperti lapisan karat pada permukaan kulit. Gejala ini sukar terlihat,
karena tertutup oleh lapisan luar kulit, lebih-lebih kalau permukaan
batang tertutup oleh lumut atau lumut kerak.
Kalau lapisan kulit luar dikorek, tampak bahwa lapisan kulit
bagian dalam berwarna merah kecokelatan (Gambar 6.2). Bercak ini
dapat meluas dengan cepat, sehingga banyak kulit produktif yang
rusak.

kerak dikorek; Kanan: Stadium lanjut


Gambar 6.2. Kiri: Kanker batang setelah kulit
darikanker batang.
384

Penyebab penyakit.-Kanker batang disebabkan oleh Jamur


Phytophthora pal1mivora (Butl.) Butl., sama dengan penyebab busuk
buah. Dengan demikian seluk-beluk jamur ini dapat dilihat pada
"Penyakit Busuk Buah".

Daur penyakit.Jika buah yang terserang P. palmivora tidak


segera dipetik, jamur akan berkembang melalui tangkai buah dan
menginfeksi kulit batang atau cabang. Kelak dari sini jamur dapat
kembali menginfeksi buah.
Jamur tidak dapat langsung menginfeksi batang yang sehat,
kecualikalau terdapat luka-luka, misalnya luka karena serangga.

Faktor-faktor yang mempengaruhi penyakit-Kanker ba


tang mempunyai hubungan yang erat dengan busuk buah dan usaha
pengendalian busuk buah. Faktor-faktor yang membantu busuk buah
akan membantu kanker batang. Namun kalau usaha pemetikan buah
sakit dilakukan dengan teliti, kanker batang hanya akan sedikit
menimbulkan kerugian.
Pada pohon yang sehat biasanya hanya terjadi kanker-kanker
yang kecil. Gangguan kanker yang berat biasanya
menunjukkan
adanya faktor lingkungan yang kurang baik atau tindakan agronomi
yang kurang tepat.
Seperti halnya dengan busuk buah, Criollo sangat rentan terha
dap kanker, sedang Forastero cukup tahan. Trinitario yang
hibrida antara Criollo dan Forastero mempunyai merupakan
berbeda-beda. Kakao Amelonado dan Upper Amazon ketahanan yang
lebih tahan
terhadap kanker batang ketimbang Trinitario dan Criollo (Keane.,
1992). Pengujian di Jawa Barat menunjukkan bahwa Amelonado lebih
tahan ketimbang Trinitario dan Amazon (Purwantara, 1992).
Pada batang atau cabang yang terinfeksi P. palmivora dapat
terjadi infeksi oleh organisme sekunder yang membantu
Irian Jaya jamur sekunder ini adalah Nectria flavolanata perusakan. Di
B. et Br., N.
haematococca B. et Br. [Fusarium solani (Mart.)) Sacc.], N. ochro
leuca(Schw.) B., dan Gliocladium sp. (Johnston, 1961).
385

Pengelolaan penyakit--1. ara yang paling baik untuk me


ndalikan kanker batang adalah dengan mengendalikan penyakit
uk buah. Buah-buah yang bergejala harus segera dipetik dan
dipendam. Hubungan antara busuk buah dan kanker batang harus
selalu diingat.
2. Perlu diusahakan agar infeksi pada kulit dapat segera dike
rahui. Pada bagian yang sakit kulit luar (kerak) dikorek, sehingga kulit
dalam terlihat.
Dulu dianjurkan agar jaringan kulit yang busuk dipotong
sampaibersih, lalu luka ditutup dengan pestisida penutup luka. Tetapi
dewasa ini memotong jaringan yang sakit dianggap terlalu mahal, dan
hasilnya diragukan, karena sering jamur masih dapat meluas melalui
kambium. Pada umumnya sekarang dianjurkan agar setelah dikorek
kulit dalam yang sudah terbuka segera dilumas dengan fungisida.
Bahkan di Malaysia ada yang menganjurkan agar setelah dikorek,
kulit tidak perlu diperlakukan. Kanker akan mengering dengan sendi
rinya, karena dalam keadaan tersebut jamur tidak dapat berkembang
lagi (Chan et al., 1978).
3. Untuk melumas kulit yang sakit kanker antara lain dapat
dipakai tèr arang yang tidak berasam, kaptafol, dan sikloheksimid. Di
Papua Nugini untuk keperluarn ini dianjurkan pemakaian metalaksil
(Hampshire, 1980). Sedang di Malaysia dianjurkan pemakaian kap
tafol dan metalaksil (Turner dan Shepherd, 1981;Gan et al., 1985).
4. Pemeliharaan kebun yang dilakukan sebaik-baiknya akan
meningkatkan ketahanan pohon-pohon. Lebih-lebih kalau usaha ini
disertai dengan pembersihan buah-buah sakit dengan daur yang
pendek, misalnya seminggu sekali.

3. VASCULAR-STREAK DIEBACK

Oncobasidium theobromae

Di Indonesia vascular-streak dieback (VSD)untuk pertama kali


ditemukan di Pulau Sebatik, di perbatasan antara Sabah dan Kal
386

mantan Timur, pada tahun 1983. Pada tahun J984 penyakit ditemukan
di Maluku dan Sulawesi Tenggara (Anon., 1987a; Soenaryo dan Sri
Soekamto, 1985; Wardojo dan PawirOsoemardjo, 1985). Pada tahun
1985 mendadak penyakit ditemukan di Perkebunan Bunisari-Lendra.
Ganut. Jawa Barat. Setelah dilakukan pengamatan dengan teliti
diketahui bahwa VSD juga sudah terdapat di Jawa Timur dan Jawa
Tengah. Seterusnya menurut Pawirosoemardjo dan Purwantara (1992)
VSD telah ditemukan di Sumatera Utara, Jawa Barat, Jawa Tengah,
Jawa Timur. Kalimantan Timur, Sulawesi Utara, Sulawesi Tenggara.
Maluku. dan Irian Jaya.
Penyakit telah dikenal di Malaysia Barat sejak tahun 1956.
Seterusnya pada tahun 1960 penyakit ditemukan di Papua Nugini, dan
pada tahun 1970 di Sabah.
Karena merupakan penyakit baru, di Indonesia besarnya
kerugian karena penyakit ini belum diketahui. Di Malaysia penyakit
menimbulkan kerugian 10-35% (Chan dan Wazir, 1976), sedang di
Papua Nugini25-40% (Byrne, 1976).
Gejala.Penyakit dinamakan vascular-streak dieback karena
gejala yang khas dari penyakit ini adalah adanya garis-garis berwarna
cokelat pada berkas pembuluh (vascular streak), yang terlihat pada
penarmpang membujur cabang, dan ranting-ranting mati dari ujungnya
(dieback).
Secara terinci gejala VSD adalah sebagai berikut (Keane, 1972:
Kcane et al. 1972: Keane dan Tuner, 1972; Pawirosoemardjo dan
Purwantara, 1989)(Gambar6.3):
1. Satu atau dua daun pada flush kedua atau ketiga di
titik tumnbuh mengunng secara khas. Pada daun ini terjadibelakang
bercak
bercak hijau kecil yang berbatas tepas, yang tersebar pada latar
belakang kunmg. Daun yanp sakit ini gugur beberapa hari setelah
menguning. Pada rantiny yany bersanpkutan terjdi gejala
satu atau dua daun gupur, sedang bcberapa daun di sebelah "'ompong;
bawah dan
sebelah atasnya masih lengkap.
2. Setelah daun gugur, tunas-tunas lateral
ketiak daun. berkembang dari
387

Gambar 6.3. Vascular streak dieback pada kakao. A. Daun klorotik dengan "pulau
lentisel-lentisel
pulau" yang berwarna hijau. B. Tunas-tunas lateral berkembang;
membesar. C. Tiga noktah pada bekas tangkai daun yang disayat (foto Balai
Penelitian Perkebunan Bogor).

3. Daun-daun muda yang belum mengeras pada ranting yang


(oak leaf
sakit sering mempunyai gambaran yang berpola daun oak di antara
pattern, bercorak seperti buiu) karena matinya jaringan
tulang-tulang lateral.
sakit yang
4. Jika lapisan permukaan dari bekas tangkai daun berwarma
sudah gugur disayat, terlihat adanya tiga noktah yang
cokelat kehitaman, yang terdiri atas berkas pembuluh yang rusak.
terlihat adanya
5. Jika ranting yang sakit dibelah membujur
mulai dari
garis-garis cokelat yang khas pada jaringan kayu, yang
tempat melekatnya daun yang menguning.
Jika tidak terhambat
6. Penyakit menyebabkan matinya ranting. menyebabkan
penyebab penyakit akan meluas ke cabang dan dapat
matinya tanaman.
yang membesar.
7. Ranting yang terinfeksi nempunyai lentisel lima
Gejala menguningnya daun mulai terlihat tiga sampai
bulan setelah spora jatuh pada daun yang bersangkutan, sewaktu daun
masih sangat muda.
388

theobromae Talbot et
Penyebab penyakit.Oncobasidiumn
yang membuat uraian
Keane. Menuut Talbot dan Kcane (1971)
berdasarkan atas jamur yang terdapat di hialin Papua Nugini, jamur
atau kekuningan,
mempunyaihifa yang halus, berdinding tipis, ketam. Septa (sekat)
tidak berbutir, dan tidak membentuk hubungan septa. Garis tengah
hifa kurang teratur, dolipori banyak terdapat padayang besar.
hifa 5-6 um. Percabangan hifa membentuk sudut
berkembang ke luar dan
Dalam cuaca yang lembap jamur terinfeksi.
membentuk tubuh buah pada bekas tangkai daun yang krem. Di sini
Tubuh buah berbentuk bantalan jamur berwarna putih
membentuk basidio
dibentuk banyak basidium, yang masing-masing dengan ukuran
spora bulat telur, salah satu sisinya mendatar,
berarti mempu
15-25 x 6.5-8,5 um (Gambar 6.4). "Oncobasidium"
nyai basidium besar (Keane dan Prior, 1992).

oD00000po0P

Gambar 6.4. Oncobasiduum theobromae. A. Basidiospora. B. Basidium. C. Hifa


(menurut P.H.B. Talbot dan PJ. Keane, 197).
389

0. theobromae adalah jamur yang


nva jenis
satunya jenis sangat unik, merupakan satu
Ah angin,
Basidiomycotina yang menginfeksi xilem, dipencarkan
menginfeksi daun. Sifatnya mendekati sifat jamur yang
biotrofik (Keane, 1992).

Daur penyakit.-0. theobromae membentuk basidiospora


vang hanya dilepaskan pada waktu malam, dan disebarkan oleh angin.
Dengan cara ini jamur tidak dapat tersebar jauh, karena kelembapan
tinggipada umunya hanya terjadi bila udara tenang. Chan dan Wazir
(1976) memperkirakan bahwa spora tidak akan tersebar lebih dari 200
m. Infeksi hanya dapat terjadi pada daun muda yang belum mengeras.
Spora berkecambah dan jamur mengadakan penetrasimelalui epider
mis, mesofil, ke dalam tulang daun.
Mengingat jamur penyebab penyakit ini terdapat dalam berkas
pembuluh, diperkirakan bahwa jamur mudah terbawa dalam
tanaman, seperti setek dan mata okulasi. Namun bukti mengenai hal
ini belum terdapat. Dikatakan bahwa setek yang diambil dari ranting
sakit ternyata tidak dapat tumbuh (Chan dan Wazir, 1976).
Meskipun dapat masuk ke plasenta, namun tidak terdapat bukti
bahwa jamur menginfeksi biji. Biji-biji yang diambil dari pohon yang
sakit dapat tumbuh seperti biasa dan tidak berkembang menjadi
tanarnan sakit (Chan dan Wazir, 1976).
Sampai sekarang belum diketahui tanaman lain yang dapat
menjadi inang bagi jamur ini.
VSD tidak terdapat di daerah asal kakao (Amerika Tropika) dan
hanya terdapat di Asia Tenggaradan Kepulauan Melanesia, sedang di
banyak daerah ini kakao baru dibudidayakan selama kurang dari
Seratus tahun. Disimpulkan bahwa tentunya 0. theobromae berasal
dari tumbuhan pribumi dalam flora Asia Tenggara, dan dari sini jamur
menyesuaikan diri pada kakao yang diimpor. Sampai sekarang
tumbuhan asli yang dapat menjadi inang Oncobasidium itu belum
ditemukan (Keane, 1992; Prior, 1992).
Faktor-faktor yang mempengaruhi penyakit. Penyakit ter
utama berkembang di daerah vang basah. Bukan hanya curah hujan
390

yang menentukan di sini, tetapi juga pembagiannya. Jika jumlah


malam basah lebih dari 509% dalam satu bulan, dapat diperkirakan
bahwa tiga sampai lima bulan kemudian penyakit akan tampak
meningkat (Prior, 1977). Hal ini disebabkan karena untuk pemben
tukan basidiospora tubuh buah jamur harus basah di waktu malam.
Adanya hujan malam, yang diikuti dengan embun, akan membantu
penyebaran penyakit.
Spora jamur yang mempunyai dinding tipis itu mudah mati
karena sinar ultra violet pada siang hari.
Dari pengamatan-pengamatan di ndonesia diketahui bahwa
VSD lebih banyak terdapat pada kakao lindak (bulk), dan kurang
terdapat pada kakao mulia (edel, Trinitario). Klon DR 1lebih tahan
ketimbang DR 2dan DR 38. Juga tampak bahwa tipe Amelonado
lebih rentan daripada kakao Upper Amazondan Trinitario(Keane dan
Prior, 1992).
Pada pengujian ketahanan yang dilakukan di Papua Nugini
(Prior, 1977) diketahui juga bahwa kultivar-kultivar Trinitario lebih
tahan terhadap VSD. Terdapat petunjuk yang kuat bahwa ketahanan
ini bersifat horizontal, dikendalikan oleh banyak gen, sehingga stabil.
Klon-klon yang pada pertengahan tahun 1960-an terbukti tahan,
sampai sekarang belum tampak mundur ketahanannya (Keane dan
Prior, 1992).
Demikian juga di Malaysia Chan dan Wazir (1976) menyatakan
bahwa kultivar-kultivar Upper Amazon dan Trinitario lebih tahan
daripada Amelonado dengan hibrida-hibridanya. Dikatakannya bahwa
hal ini disebabkan karena Upper Amazon dan
Trinitario lebih kuat
pertumbuhannya, sehingga mampu membentuk ranting-ranting baru
untuk menggantiyang mati karena penyakit.

Pengelolaan penyakit. Cara-carapengendalian penyakit yang


dianjurkan dewasa ini terutama penanaman kultivar yang
ketahanan cukup dan pemangkasan. mempunyai
Di muka sudah diuraikan bahwa
kultivar
banyak ditanam di Jawa dewasa ini (DR 1, DR 2,kakao mulia yang
DR 38, DRC 13,
dan DRC 16), semuanya termasuk
Trinitario yang mempunyai keta
391

hanan yang cukup.


cukup. Sedangkan kakao lindak yang dianjurkan
lain adalahh ICS 60x.<Sca 6, DR 2× Sca 12, Sca 12xICS 60, ICS
60x Sca 12,DR I: x Sca 6, DR I× Sca 12, dan Sca 6 xlCS 6(Anon.
J987a: Isvwanto dan Winarno, 1992, Soenaryo dan Socdarsono, 1980;
Soenaryo dan Sri-Sukamto, 1985).
Pemangkasan dilakukan untuk menghilangi ranting atau cabang
sakit yang mengandung jamur (sanitasi) dan untuk mengurangi kelem
bapan kebun. Untuk menghilangi jaringan yang sakit, ranting atau
cabang dipotong 30 cm di bawah pangkal garis cokelat yang tampak
dalam kayu. Dalam keadaan yang parah usaha sanitasi ini cukup
mahal, manfaatnya kurang, bahkan sering menyebabkan tanaman
sangat menderita. Bahan-bahan pangkasan tidak perlu dibakar atau
diangkut dari kebun, karena jamur tidak dapat berkembang dan
membentuk tubuh buah pada ranting yang sudah dipotong.
Di Papua Nugini untuk kebun yang terdiri atas tanaman tahan
yang dianjurkan. pemangkasan hanya dilakukan pada dua tahun
pertama. atau sebelum tajuk tanaman menutup (Keane dan Prior.
1992).
Dianjurkan agar pembibitan dibuat jauh dari kebun yang
berpenyakit agar pembibitan menghasilkan bibit yang sehat. Jangan
menaruh bibit di bawah pohon kakao yang berpenyakit. Membuat
pembibitan di bawah peteduh atau lembaran plastik akan menyebab
kan daun keringkecuali beberapa jam sehabis disirammengurangi
infeksi terhadap bibit (Keane dan Prior, 1992).
Dewasa ini pengendalian dengan fungisida belum dapat dian
jurkan, karena jamur terdapat di dalam berkas pembuluh kayu (xilem),
sehingga sukar dicapai oleh fungisida. Selain itu infeksi terjadi mela
lun daun nuda yang tumbuh dengan cepat, sehingga sukar dilindungi
dengan protektan secara merata. Fungisida sistemik yang cocok pun
belum ditemukan. Pada umumnya fungisida sistemik yang ada dewasa
ini diangkut melalui berkas pembuluh tapis (floem). jadi tidak akan
mengenai jamur.
(Untuk melindungi tanaman di pembibitan dapat dipakai biter
tanol atau propikonazol (Keane dan Prior, 1992; Sri-Sukamto, 1985b).
Bahkan Varghese et al. (1992) di Malaysia menyatakan bahwa
392

senyawa triazol dapat dipakai dalam kebun dewasa untuk mengurangi


aras sumber penyakit dan intensitas penyakit.

4. JAMUR UPAS
Upasiasalmonicolor
Jamur upas (pink disease) dapat menimbulkan penyakit pada
berbagai macam tanaman pertanian yang berkayu. Semua tanaman
perkebunan yang termasuk tanaman keras dapat diserang oleh jamur
upas.
Selain di Indonesia, jamur upas juga menyerang kakao di
Malaysia Semenanjung, Sabah, dan Serawak. Khususnya penyakit
merupakan masalah di daerah yang basah, seperti Sumatera Utara dan
Sabah (Turner dan Shepherd, 1981). Penyakit juga terdapat di Papua
Nugini, Samoa Barat, Bougainville, Kepulauan Solomon, dan Brazilia
(Brown dan Liloqula, 1992; O'Donohue, 1992; Prior, 1992). Diper
kirakan bahwa jamur upas terdapat di semua negara penanam kakao.
Gejala.Jamur menyerang cabang yang sudah berkayu. Pada
bagian ini mula-mula terdapat bernang-benang jamur yang mengkilat
sepertiperak, sangat mirip dengan rumah laba-laba. Stadium ini sering
disebut stadium rumah laba-laba. Pada waktu ini kulit di bawah
lapisan jamur masih hidup.
Seterusnya jamur membentuk kerak merah jambu, sepertiwarna
ikan salmon. Oleh karena itu dalam bahasa Inggris jamur upas disebut
pink disease. Stadium ini sering isebut stadium teleomorf, yang
dahulu disebut stadium Corticium. Kulit cabang di bawahnya sudah
membusuk.
Pada bagian ujung cabang yang sakit daun-daun layu dengan
agak mendadak, sehingga banyak yang tetap melekat pada cabang,
meskipun sudah kering. Kumpulan daun kering ini sering dapat
dipakai sebagai tanda adanya serangan jamur upas (Gambar 6.5).
Di sebelah pangkal bagian yang terserang biasanya terdapat
banyak tunas yang berkembang.
393

Gambar 6.5. Cabang yang terserang jamur upas. Daun-daun pada cabang itu layu dan
mengering.

Penyebab penyakit.Jamur penyebab penyakit ini adalah


Upasia salmonicolor (B. et Br.) Tjokr., yang masih banyak dikenl
dengan nama Corticium salmonicolor B. et Br., yang untuk beberapa
lamadikenal juga dengan nana Pellicularia salmonicolor (B. et Br.)
Dastur. Nama-nama tadi adalah sinonim dengan Corticium javanicum
Zimm., C. zimmermanniSacc. et Sy., C. calceum Ridley, C. lilacino
fuscum Berk. etCurt., dan Necator decretus Mass.
Pada stadium teleomorf jamur membentuk lapisan himenium
yang mengandung banyak basidium, yang menghasilkan basidiospora.
Basidium berbentuk gada, dengan sterigma (tangkai basidiospora)
yang panjangnya 4-5 pm. Basidiospora tidak berwarna, berbentuk
buah per dengan ujung runcing, berukuran 9-12 x 6-7um.
394

basidiospora
Daur penyakit.Jamur upas dipencarkan oleh
terbawa oleh angin. Basidiospora tidak dapat terangkut jauh
yang dan hanya
dengan tetap hidup, karena mempunyai dinding tipis,
terbentuk bila udara lembap (udara yang lembap hanya terjadi kalau
berarti
udara tenang). Adanya infeksi jamur upas pada suatu pohon
bahwa sumber infeksi berada di sekitarnya.
Selain dari cabang-cabang kakao yang sakit, infeksi dapat
berasal dari bermacam-macam tanaman inang lain, seperti karet, kopi,
pala, lada, Tephrosia, jeruk, melinjo, nangka, jati, dan dan
Faktor-faktor yang mempengaruhi penyakit. Penyakit dË
bantu oleh kelembapan udara yang tinggi, sehingga banyak terdapat
dalam kebun yang gelap, dan pada musim hujan. Penyakit banyak
terdapat dalam kebun yang pemangkasan kakao maupun pohon pelin
dungnya terlambat dilakukan.
Jamur upas pada kakao akan banyak terdapat jika di tempat itu
terdapat banyak sumber infeksi. Turner dan Shepherd (1981)
menyatakan bahwa jamur upas lebih banyak terdapat di kebun yang
memakai Gliricidia sebagai pohon pelindung.
Pengelolaan penyakit.4. Mengurangi kelembapan kebun,
dengan melakukan pemangkasan setepat-tepatnya, khususnya selama
musim hujan.
2. Cabang yang terserang jamur upas dan sudah mati dipotong
20-30 cm di bawah bagian yang berjamur.
· Dulu dianjurkan agar sebelum dipotong lapisan jamur dilumas
dulu dengan fungisida, untuk mencegah terhamburnya spora. Tetapi
karena biasanya udara di waktu siang kurang lembap, pada waktu itu
jamur tidak membentuk spora, sehingga pelumasan dengan fungisida
dianggap berlebihan. Cabang sakit yang sudah dipotong dibakar atau
dipendam.
3. Cabang yang terserang jamur upas tetapi masih hidup dan
perlu dipertahankan, lapisan jamurnya dilumas dengan tridemorf
(Calixin RM).
395

A
Sumber-sumber infeksidi dalam maupun di luar kebun dicari
dan dibinasakan.

5. PENYAKIT COLLETOTRICHUM

Colletotrichumgloeosporioides
Pada tahun 1980-an di Jawa Timur serangan jamur Colletotri
chumpada kakao tampak meningkat, sehingga menarik cukup banyak
perhatian (Anon., 1987b; Sri-Sukamto dan Junianto, 1987). Sebe
narnya penyakit ini sudah lama dikenal di Jawa, tetapi kurang
mendapat perhatian, karena tidak menimbulkan kerugian yang berarti
(Zimmermann, 1902).
Penyakit karena jamur Colletotrichum ini tersebar di semua
negara penghasil kakao, dan dikenal sebagai antraknos. Di Asia
penyakit terdapat di Malaysia, Brunei, Filipina, Sri Lanka, dan India
Selatan (Thorold, 1975; Chandra Mohanan dan Kaveriappa, 1983ab).
Padaumumnya kerugian yang disebabkannya tidak melebihi 5-10%,
meskipun diberitakan juga bahwa di Venezuela (Amerika Selatan)
kerugian mencapai 20% (Prior, 1992).
Menurut Junianto et al. (1989) penyakit mengurangi hasil
kebun karena mengurangi jumlah tongkol per tanaman dan jumlah biji
per tongkol. Selain itu penyakit mengurangi kandungan pati pada
ranting
Gejala,-Penyakit dapat timbul pada daun, ranting, dan buah.
Pada daun muda penyakit menyebabkan matinya daun atau sebagian
dari helaian daun. Gejala ini yang sering disebut sebagai hawar daun
(leaf blighi). Daun muda yang sakit juga dapat membentuk bintik
Dintik kecil dan biasanya mudah gugur. Pada daun dewasa penyak1t
dapat menyebabkan terjadinva bercak-bercak nekrosis (jaringan mati)
yang berbatas tidak teratur, Bercak-bercak ini kelak dapat menjadi
lubang.
t g yang daun-daunnya terserang dan gugur dapat meng
396

alami mati pucuk (die back). Jika mempunyai banyak ranting seperti
imitanaman akan tampak seperti sapu.
Penyakit dapat juga timbul pada buah, terutama buah yang
nasih pentil(cherelle) atau buah muda. Buah muda berbintik-bintik
cokelat yang berkembang menjadi bercak cokelat berlekuk. Selan
juinya buah akan layu, mengering dan nengeriput. Serangan pada
buah ua akan menyebabkan busuk kering pada ujung buah.
Ciri penting gejala serangan Colletotrichum pada kakao adalah
terbenuknya lingkaran berwarna kuning (halo) di sekeliling jaringan
yang sakit, dan terjadinya jaringan mati yang melekuk (antraknos,
anthracnose). Halo dan antraknos dapat terjadi pada daun maupun
pada buah (Anon., 1987b) (Gambar 6.6).
Tanaman yang terserang berat oleh Colletotrichum berbuah
sedikit sehingga daya-hasilnya sangat menurun.
Di Sumatera Uara pembibitan kakao yang
berdekatan dengan
kebun karet daunnya terserang berat oleh Colletotrichum (Turner,
1974).

A
B

Gambar 6.6.Gejala
Buah muda yang sakitpenyakit Colletotrichum. A. Mati pucuk: B. Gejala pada daun;
(foto PusatPenelitian Kopi dan Kakao).
397

Penvebab penyakit-Colletotrichum gloeosporioides (Penz.)


Sacc., yang teleomorfnya disebut Glomerella cingulata (Stonem.)
Spauld. et Schrenk. Jamur ini adalah satu parasit lemah, yang tersebar
luas di seluruh dunia, dan dapat menyeran g bermacam-macam
tanaman.
Di waktu yang lampau di berbagai negara jamur penyebab
nenvakit ini disebut dengan bermacam-macam nama, seperti Colleto
richum coffeanum Noack, C. fructi-theobromae Averna-Sacca, C.
incarnatum Zimm., C. luxificum van Hall et Drost, C. theobromae
App, et Strunk, dan C. theobromicolum Del. Bahkan karena batas
antara Colletotrichum dan Gloeosporium tidak selalu jelas, jamur
tersebut di atas sering juga dimasukkan ke dalamn marga Gloeo
Sporium dan disebut sebagai G. allescherianum (P.Henn.) Wr., G.
theobromae Zimm., dan G. theobromicola M.F.Vincens. Sekarang
semua jamur tadi dianggap sebagaianamorf dari Glomerella cingulata
(Thorold, I975).
Jamur mempunyai tubuh buah berupa aservulus yang menyem
bul pada permukaan atas dan bawah daun. Aservulus membentuk
banyak konidium seperti massa lendir. Konidium tidak berwarna,
bersel 1, jorong memanjang, terbentuk pada ujung konidiofor yang
sederhana. Pada saat berkecambah konidium yang bersel 1 tadi
membentuk sekat. Pembuluh kecambah membentuk apresorium
Sebelum mengadakan infeksi. Di antara konidiofor biasanya terdapat
rambut-rambut (seta) yang kaku dan berwarna cokelat tua.

Daur penyakit.Konidium jamur dipencarkan oleh percikan


dan Sri-Sukamto, 1992).
aty dan mungkin juga oleh angin (Junianto adalah jamur
Di atas sudah diuraikan bahwaC. gloeosporioides menyerang
dapat
J8 umum terdapat dan tersebar luas, dansumber infeksi
Dengan demikian
tumbuhan. dapat
bermacam-macam
dikatakan selalu ada. infeksi pada semai kakao di
Di Sumatera Utara diduga bahwa dekatnya, yang
pembibitanberasal dari kebun karet yang ada di
sedang terserang penyakit gugur daun Colletotrichum.
398

penyakit-Penyebab pe-
Faktor-faktor yang mempengaruhi
dapat mengadakan infeksi
nyakit ini adalah parasit lemah, yang hanya faktor lingkungan yang
pada jaringan yang menjadi lemah karena kurang, kesuburan tanah
kurang menguntungkan, seperti peteduh yang karena adanya kanker
yang rendah, atau cabang yang menjadi lemah Colletotrichum
batang (Phytophthora palmivora). Berkembangnya
lamtoro yang banvak
pada tahun 1987 tidak terlepas dari rusaknya
dipakai sebagai pohon pelindung dikebun kakao akibat serangan kutu
loncat lamtoro, Heteropsylla cubana (Junianto dan Sri-Sukamto,
1992). Jamur juga dapat mengadakan infeksi melalui bekas tusukan
atau gigitan serangga.
Pengaruh pohon pelindung terhadap penyakit Colletotrichum
sangat jelas. Jika peteduh kurang. daur hidup C. gloeosporioides
menjadi lebih pendek, kakao membentuk flush lebih banyak yang
sangat rentan, di samping pembentukan flush ini akan memperlemah
tanaman (Junianto, 1993).
Klonkakao mulia yang banyak diusahakan (DR 2 dan DR 38)
rentan terhadap Colletotrichum. DRC 16 agak rentan. Di antara kakao
lindak yang tahan adalah Sca 6 dan Sca 12 (Junianto, 1993).
Pengelolaan penyakit.-Untuk sementara anjuran pengenda
lian penyakit ini adalah sebagai berikut (Anon., 1987b:; Graham, 1971;
Junianto, 1993):
1. Menanam klon yang tahan (Sca 6 dan Sca
12), atau yang
sekurang-kurangnya agak rentan (DRC 16).
2. Memperbaiki keadaan tanaman, antara
lain dengan menam
bah pupuk dan mengatur naungan.
3. Untuk mengurangi sumber infeksi
buah yang sakit dipotong dan dipendam dalamranting-ranting dan buan
4. Mengendalikan busuk buah dan tanah.
palmivora). kanker batang (Phytophthora
5. Pada waktu flush besar
sida sistemik, misalnya benomil,dilakukan 2 kali penyemprotan fung
karbendazim, metil tiofanat, miklo
butanil, atau prokloraz Gengan interval 10 hari. Pada waktu flusn
lainnya dilakukan 3 kali pehyemprotan dengan
fungisida kontak, anta"
399

lain mankozeb atau oks1klorida


tembaga, dengan
Penvemprotan dapat dilakukan dengan mist blowerinterval 7 hari.
atau power
sDrayer,dengan memakai air 200 liter/ha.

6. PENYAKIT-PENYAKIT AKAR

Pada umumnya kebun kakao kurang mendapat gangguan dari


penyakit akar. Menurut pengalaman, gangguan penyakit akar hanya
teriadi dalam kebun-kebun kakao di bekas kebun karet yang pem
bongkarannya tidak dilakukan dengan bersih. Di Sumatera Utara,
kakao Hibrida Upper Amazone yang ditanam di bekas kebun karet
yang tunggul-tunggulnya ditinggalkan, lebih kurang 30%-nya terkena
penyakit akar (Suyoto dan Djamin, 1977).
Penyakit-penyakit akar yang terdapat pada kakao adalah
penyakit akar putih, penyakit akar merah, dan penyakit akar cokelat
(Anon., 1987a). Selain di indonesia, ketiga macam penyakit akar ini
dan
Juga terdapat di kebun-kebun kakao di Malaysia (Turner
Shepherd, I1981).
negara-negara lain, misalnya Hindia Barat dan Afrika Barat,
Di
disebabkan karena di sana kebun
Penyakit akar sangat merugikan. Ini
tanah-tanah hutan yang baru saja
KeOun kakao banyak yang dibuat di
yang pembukaannya tidak dilakukan dengan saksama, sehing
dlbuka,
ga banyak sisa-sisa akar yang tertinggal.
penyakit akar tersebut di atas menim
Gejla.-Ketiga macam tanaman di atas tanah.
pada bagian-bagian
l 8ejala yang sama gugur, dan tanaman
mati. Untuk
lalu
Daun-daun menguning, layu,
penyakitnya dengantepat harus dilakukan pe-
mengetahui penyebab
meriksaan terhadap akar-akar: pada permukaan akar terdapat benang-
Pada penyakit akar putih permukaan
melekat erat pada penyakit,
yang jamur penyebab
benang putih bercabang-cabang, rizomorf
akar. Benang--benang hifaadalah
jamur. adalah adanya
yang terdiri atas berkas penyakit akar merah
Tanda yang khas dari
400

selaput berwarna mnerah cokelat


lapisan jamur yang seperti berwarna kehitaman.
permukaan akar. Kadang-kadang selaput Hanya
berwarna merah tua. Dalam keadaan kering
yang masih muda
bagian yang kalau dibasahi, warna akan
putih. Tetapi
lapisan jamu1r berwarna akar yang sakit menjadi busuk bacak
menjadi merah kembali. Kayu
mengatakan
Utara
lunak, dan berair. Parnata (1981) di Sumatera
daun kakao yang terserang jamur akar merah menunjukkan
bahwa yang mirin
gejala klorosis dengan corak daun oak (oak leaf pattern),
merah
dengan gejala penyakit virus. Tetapi pada serangan jamur akar
gejala ini hanya terlihat pada permukaan atas daun.
Pada penyakit akar cokelat permukaan akar diliputi oleh
benang-benang jamur yang mengikat butir-butir tanah dengan sangat
sehingga menjadi kerak tanah yang sukar terlepas meskipun
dicuci. Jika diperhatikan di antara butir-butir tanah terdapat hifa jamur
yang berwarna cokelat tua. Di dalam kayu terdapat garis-garis cokelat
yang terdiri atas jaringan jamur.

Penyebab penyakit. Penyakit akar putih disebabkan oleh


jamur akar putih (JAP), Rigidoporus lignosus, yang dewasa ini masih
banyak dikenal dengan nama Fomes lignosus. Jamur
merugikan pada tanaman karet. Uraian terinci mengenai jamur terkenal
dapat dibaca dalam bab ini
"Penyakit-Penyakit
Penyakit akar merah Karet",
disebabkan oleh jamr akar merah. Gano
derma philippii (G.
kebun-kebun pseudoferreum).
teh dataran Jamur ini terkenal merugikn
rendah. Jamur jugacukup
kebun karet. Uraian terinci merugikan kebu
bab "Penyakit-Penyakit Teh" mengenai jamur ini dapat dibaca dala1i
Penyebab
Phellinus noxius penyakit akar cokelat adalah jamur akar cokela:
akar cokelat sering(Fomes noxius). Meskipun kurang jamur
ditemukan
ngenai jamur ini dapat dilihat pada kopi, merugikan,
teh, dan karet.
Rincian me
dalam bab
Tubuh Jamur-jamur
buah hanya
akar tersebut
terbentuk bila "Penyakit-Penyakit
Jarang membentuk
Kop1buah.
tubuh
tanaman sudah mati.
Hubert (1957) dan Reddy penyakit sudah sangat lanjut dan
(1970) mengatakan bahwa kakao di
401

Indonesia terserang oleh jamur akar hitam


bunodes). namun mengenai hal ini tidak (Rosellinia arcuata dan R.
dari kebun ataupun balai penelitian. terdapat laporan yang jelas
hitam di lndonesia tertulis dalam bab Uraian mengenai jamur akar
Di "Penyakit-Penyakit
Costa Ricadan pulau-pulau di Laut
Karibia
Teh".
jamur akar hitam
Rosellinia pepo Pat.) menyebabkan banyak kerugian
|941). (Waterston,
Daur penyakit.-Akar-akar yang
bila bersinggungan dengan akar yangsehat akan terjangkit jamur
sakit, atau dengan sisa-sisa
akar yang mengandung jamur yang bersangkutan. Dalarmn akar-akar
vang besar jamur dapat bertahan selama bertahun-tahun, khususnya
jarmur akar merah dan jamur akar cokelat.
Jamur akar putih dapat menular dengan agak cepat. Jamur akar
merah menular dengan lambat. Jamur akar cokelat menular dengan
sangat lambat. bahkan sering dikatakan tidak menular. Hal ini dise
babkan karena jamur akar cokelat hanya terdapat pada akar tunggang
dan pangkal akar-akar samping, sedang bagian-bagian ini jarang
sekali bersinggungan dengan akar-akar besar dari pohon tetangganya.
Meskipun jamur akar putih dapat menular dengan rizomorf, tetapi hal
ini jarang terjadi.
Sampai sekarang belum dapat dikatakan dengan pasti apakah
jarrur-jamur akar dapat mengadakan infeksi pada tanaman sehat
dengan perantaraan spora, Selain itu spora tidak banyak dibentuk
karena tubuh buah jamur jarang terdapat.

Pengelolaan penyakit.-. Kerugian karena penyakit padaakar


vapat dicepah dengan membersihkan sisa-sisa tanaman lama
Waktu membuka kebun kakao, Khususnya hal ini perlu mendapat
karet yang
Pernalian jika akan menapam kakuo di bekas kebun
mendapat banyak gangguan
gan jamur akar.
dibongkar, sisa-sisa akar dibersihkan dan
Tanaman yang sakit
dibakar. putih dan jamur akar merah, yang mudah
J. Untuk jamur akar
terinfeksi digali selokan isolasi
menular, di sekeliling tempat yang
402

dengan dalam 60-90 cm. Selokan


30 cm
yang lebarnya kurang lebih baris kakao yang belum bergejala
1solasi ini juga meliputi satu sehat yang berada di tempat yang
penyakit. Kakao yang masih tampak dengan obat pelindung
terisoBasi dibuka leher akarnya dan dilumas
protectant)."Agar tidak terjadi banyak luka pada
leher akar (collar samping, penggalian dilakukan
leher akar dan pangkal akar-akar
dengan solet bambu.
putih dapat
Untuk melindungi leher akar terhadap jamur akar
(Suyoto dan
dipakai quintozen (PCNB) atau tridemorf (Calixin CP)
dipakai
Djamin, 1977), sedang untuk jamur akar merah dapat
drazoxolon.

7. BELANG DAUN
Virus
Pada tahun 1961 Semangun melaporkan adanya gejala belang
daun atau mosaik pada daun-daun kakao di Jawa Barat, Jawa Tengah,
dan Jawa Timur. Mengingat telah sedemikian meluasnya gejala ini,
diduga bahwa penyakit sudah lama terdapat di Jawa.
Kakao yang ditanam adalah kakao mulia (edel cacao, Bld.),
termasuk dalam golongan Trinitario, dengan klon DR 1, DR 2, dan
DR 38. Klon-klon ini dibiakkan
secara vegetatif dengan penempelan
(okulasi). Pada pengamatan di kebun-kebun batang atas
entrijs, Bld.) diketahui bahwa (kebun entres;
kebun-kebun ini sudah terjangkit.
Dengan demikian mudah dimengerti
begitu meluas (penyakit virus mudah mengapa penyakit virus ini
bungan dan penempelan). ditularkan dengan penyam
Di Sumatera Utara
gejala penyakit banyak
Trinitario yang dibiakkan dengan terdapat di kebun
berasal dari Jawa. Gejala tidak penempelan, dengan klon-klon yang
(bulk cocoa, Ing.) dari banyak terdapat pada kakao
tanaman semai (seedling)Hibrida lindak
Upper Amazone, yang ditanam sebagai
(Parnata, 1976).
Penyakit ini
tidak
1980). menimbulkan kerugian yang terasa (Triharso,
403

Geiala.Gejala belang atau mosaik pada daun dapat terdiri


atas beberapa macam corak atau pola (Semangun, 1961):
a Bercak klorotik atau titik-titik klorotik yang tersebar tidak
teraturpada helaian daun (Gambar 6.7).
b. Vein clearing, yaitu menjadi pucatnya tulang-tulang daun
eserta dengan jalur di kanan-kirinya.
e. Vein banding. tulang daun dan jalur di kanan-kirinya justru
berwarna hijau tua, sedang jaringan di antaranya menjadi pucat atau
klorotik.
d. Oak-leaf pattern atau berpola daun-oak, yaitu terdapatnya
jalur-jalur klorotik yang bergerigi di kanan-kiri tulang-tulang daun
vang besar, sehingga terjadi gambaran yang mirip dengan daun pohon
oak (eik. Bld.).
Pada satu pohon sering terdapat daun-daun dengan beberapa
corak mosaik.Bahkan pada satu daun mungkin terdapat lebih dari satu
corak yang tercampur.
Biasanya gejala mosaik pada daun-daun lebih jelas terlihat pada
musim kering.

Penelitian
virus (foto Pusat
mnosaik pada daun karena
Gambar 6.7. Dua corak gejala
Kopi dan Kakao).
404

Pada pohon yang sakit tidak terdapat gejala-gejala lain. seperti


menbengkaknya tunas atau akar. ataupun menjadi bulatnya buah
buah.
Pada beberapa pengamatan yang dilakukan di Jawa. pohon
pohon yang sakit tidak menurun produksinya.

Penyebab penyakit.Penyakit disebabkan oleh virus. yang


untuk sementara dapat disebut Vius Belang Daun Kakao. atau Cocoa
Leaf Motle Virus (CLMV).
Pada pemeriksaan dengan mikroskop elektron diketahui bahwa
zarah (partikel) virus berbentuk batang panjang. Menurut Triharso
(1980) zarah ini berukuran 149 x 28 nm.
Menilik sifat-sifatnya, diduga bahwa virus penyebab penyakit
belang daun kakao di Indonesia mirip dengan Cocoa Mottle Leaf
Virus (CMLV) yang terdapat di Afrika Barat (Semangun. 1976).
Seterusnya terdapat dugaan bahwa CMLV Afrika Barat adalah satu
strain yang lunak dari Virus Tunas Bengkak Kakao atau Cocoa
Swollen Shoot Virus (CSSV), dan disebut strain Catau strain Kpeve
(Thorold, 1975). Dengan demikian terdapat anggapan bahwa virus
daun belang pada kakao di Indonesia adalah satu strain lunak dari
CSSV(Parnata, 1976).

Daur penyakit.Seperti halnya dengan penyakit virus tum


buhan pada umumnnya, penyakit ini dapat nenular dengan
pelan, seperti yang lazim dilakukan dalan1 budidaya kakao penem
mulia.
Dengan demikian kebun entres (yang kebanyakan sudah
nerupakan sumber inteksi yang terpenting. terjangkit)
Penyakit ini dapat ditularkan oleh kutu putih Ferrisia
Ckll. dan PseudocoCuS sp. virgata
Ternyata bahwa penyakit tidak dapat ditularkan seeara
(dengan menggosokkan perasn daun sakit). mekanis
oleh biji, dan juga tidak dapat menular Penyakit tidak terbawa
Semangun, 1962), lewat tanah (Sinarmoyo dan
Sampai sekarang belum diteliti
dapat menjadi inanp dari virus daun belangtumbuhan apa sajakah yang
kakao.
405

Pengelolaan penyakit-Sampai sekarang belum ada tanda


tanda bahwa penyakit belang
daun ini menimbulkan kerugian pada
kakao mulia yang banyak ditanam di Jawa. Terhadap pohon-pohon
yang terjangkit belum
perlu dilakukan sesuatu tindakan. Meskipun
demikian perlu diusahakan agar di kebun entres tidak terdapat pohon-
ini dapat
nohon yang sudah terjangkit virus, karena pohon-pohon
menyebarkan virus melalui mata-mata okulasi. Pohon-pohon yang
sudah sakit di sini perlu digantidengan pohon-pohon baru yang benar
benar sehat.
Apakah kakao lindak juga mempunyai toleransi yang tinggi
Trinitario, belum
terhadap virus ini seperti halnya dengan kakao mulia
diketahui. Oleh karena itu diperlukan pengamatan yang lebih lama
kakao lindak.
mengenai pengaruh penyakit initerhadap
Pada virus dapat terjadi perubahan-perubahan yang dapat
meningkatkan viruiensinya. Terhadap virus iniperlu diadakan peman
daya
tauan terus, agar dapat diambil tindakan jika tampak meningkat
merusaknya.

8. TUNAS BENGKAK

Cocoa Swollen Shoot Virus

Dewasa, ini penyakit virus pada kakao yang menyebabkan


Indonesia,
terjadinya pembengkakan pada tunas belum terdapat di
masih terbatas di Afrika Barat.
Shoot
Penyakit Tunas Bengkak Kakao atau Cocoa Swollen
Disease dianggap sebagai salah saiu dari faktor-faktor penghambat
produksi kakao yang terpenting.dan salah satu daripenyakit-penyakit
tumbuhanyang terpenting secara ekonomi di dunia ini (Thresh, 1958).
Diperkirakan bahwa tunas bengkak mengurangi produksi kakao dunia
dengan lebih kurang 10% (lebih dari 10% di Ghana; kurang dari 10%
di Nigeria) (Padwick, 1956).
Sebenarnya gejala penyakit tunas bengkak sudah ditemukan
pada tahun 1922, namun kerugian karenanya baru dirasa pada tahun
406

1936. Pada tahun 1939 diketahui bahwa penyak1t disebabkan olek


Virus. Hasil kakao Ghana tahun 1936/1937 adalah 116.000 ton, pada
tahun 1945/1946 merosot menjadi 64.000ton. Kerugian ditaksir sebe.
Sar 2 jutapondsterling pada waktu itu, dan kira-kira separonya adalah
akibat dari penyakit tunas bengkak.
Selain di Ghana dan Nigeria penyakit telah terdapat juga di
Pantai Gading.
Gejala. Penyakit tunas bengkak disebabkan oleh banyak
Strain virus yang menyebabkan gejala yang berbeda-beda. Gejala
umum yang terdapat pada tanaman yang sakit adalah sebagai berikut
(Gambar 6.8).

B
A

Gambar 6.8. Gejala tunas


Cabang yang membengkak bengkak (swollen shoot) pada kakao di Afrika Barat. A.
tanaman sakit ujungnya. B. Buah dari
Afr. Cocoa Res.(kanan). tanaman sehat (kiri) dan West
C. dari
Inst.). Gambaran mosaik pada daun
tanaman sakit (foto
407

a. Daun. Pada daun terdapat gambaran mosaik yang mempunyai


heberapa macam pola atau corak. Pada umumnya gejala mosaik
tampak jelas pada daun-daun yang masih muda, sedang pada daun-
un tua gejala lebih sukar dikenal. Daun-daun tanaman dapat lebih
sempit daripada biasa, tidak setangkup (simetris), dan berkerut-kerut.
b. Batang. Pada batang dan cabang terjadi pembengkakan
pembengkakan yang sering terdapat di bawah ujung batang atau
cabang yang mati. Pada cabang-cabang yang mendatar bengkakan
bengkakan kebanyakan terdapat pada ruas-ruas, atau sedikit di
bawahnya. Pertumbuhan batang dan cabang terhambat, sehingga ruas
ruas menjadi pendek. Tidak semua batang dan cabang mempunyai
pembengkakan, kadang-kadang dengan langsung ujungnya mati.
c. Buah. Strain-strain virus yang virulen dapat menyebabkan
terjadinya buah-buah yang bulat. Pada buah-buah muda yang ber
warna hijau terdapat bercak-bercak merah jambuatau hijau tua, yang
buah
kelak warnanya menjadi lebih hijau sampai kuning, tetapi kalauwarna
masak benar-benar bercak-bercak ini akan hilang. Perubahan
pada buah sering sudah tampak sebelum tampaknya gejala-gejala lain.
d. Akar. Pada tanaman yang masih muda terdapat pembeng
kakan-pembengkakan pada akar tunggang, sedang pada tanaman
tanaman yang lebih tua juga pada akar-akar lateral.
oleh Virus Tunas
Penyebab penyakit.Penyakit disebabkan (CSSV).
Bengkak Kakao atau Cocoa Swollen Shoot Virus Virus ini
Theobroma virus 1
Sering disebut Marmor theobromae Posnette atau
Posnette. dari 20
Telah diketahui bahwa virus tersebut mempunyai lebih
dibuatnya.
Urainyang berbeda-beda dalam virulensi dan gejala yang
merupakan strain dari CSSV, namun tidak semuanya dapat
Meskipun
menyebabkan pada batang dan cabang.
terjadinya pembengkakan inkubasinya pun bervariasi
ang paling virulen adalah strain A. Masa sampai satu
dapat berlangsung satu bulantanaman dalam
menurut strainnya, ini
tahun.
BVius yang virulen dapat menyebabkan matinya
usatu atau dua tahun setelah tampaknya gejala.Kakao, atau Cocoa
Di AfrikaBarat terdapat Virus Daun Belang
408

dianggap sebagai strain Catau strain


yang
Mottle Leaf Virus (CMLV),
ini didasarkan atas penelitian serologi dan
Kpeve dari CSSV. Hal dan CMLV mempunyai bentuk, ukuran,
mikroskopi elektron, CSSV Menurut Milne do
sama lain.
vitro yang mirip satu
dan sifat in
zarah-zarahnya mempunyai ukuran 130x 26 nm.
Kenten (1970)
penyakit.-Virus yang menyebabkan membengkaknva
Daur asal kakao, yaitu Amerika
tunas-tunas ini tidak terdapat di daerah
CSSV yang mengin
Tengah. Dengan demikian disimpuikan bahwa Pendapat ini
feksi kakao itu berasal dari Afrika Barat sendiri. sekitar
diperkuat oleh kenyataan, bahwa di dalam hutan-hutan di
kebun-kebun kakao di sana terdapat banyak pohon-pohonan yang
dapat menjadi inang virus yang bersangkutan. Pohon-pohon yang
rentan ini termasuk ke dalam suku Bombacaceae dan Sterculiaceae,
antara lain Theobroma bicolor, Adansonia digitata, Bombax buono
pozense, Ceiba pentandra (randu, kapok), C. cordifolia, dan Cola
chlamydantha.
Virus tidak dapat menular secara mekanis (dengan digosokkan),
dan tidak terbawa oleh biji tanaman sakit. Penularan
terutama dila
kukan oleh kutu perisai, antara lain Ferrisia virgata Ckil., Plano
coccoides njalensis Laing, Planococcus citri Risso, dan
longispinus Targ. F. virgatadan P. citri umum terdapatPseudococcuS
di Indonesia,
dan rmasing-masing dikenal sebagai kutu
jeruk. Serangga-serangga ini menjadi putih pada lamioro dan pada
tanaman kakao infektif setelah
sakit selama lebih kurang 4 mengisap
dapat menularkan virus jam (strain A), dan telah
kalau
kurang dari 3 jam. Virus tidak mereka
tahan mengisap tanaman sehat selama
lebih dari 3 hari di dalam badan
Serangga.

sumberPengelolaan penyakit.-1, Untuk


infeksi pohon
masih tampak sehat yang sakit dan menghilangkan sumber
di wilayah timur dibongkar
Ghana telah
dan pohon-pohon
dibakar. Dalam
sekitarnya yang
usaha eradikasi ini
meskipun
hasil yangakhirnya terbukti
memuaskan
dibongkar
bahwa lebih dari seratus juta pohon,
pekerjaan1968).
(Legg dan Kenten, ini tidak memberikan
Eradikasi tersebut
409

memerlukan biaya yang sangat besar, antara lain untuk membayar


gantirugi kepada
kepada petani. Selain itu usaha ini juga menyebabkan
teriadinya pertentangan-pertentangan politik (Watson et al., 1948).
2. Untuk mengisolasi daerah-daerah yang terjangkit
diadakan
cordon sanitaire, yaitu suatu jalur (daerah) yang bebas dari CSSV.
3. Serangga-serangga yang bertindak sebagai vektor yang me
larkan virus dikendalikan dengan insektisida. Hasil yang baik dica
pai dengan penggunaan insektisida sistemik. Pohon yang diperlakukan
dengan insektisida ini dapat dikatakan bebas dari kutu-kutu selama
enam bulan.
4. Telah dicoba untuk melindungi kakao terhadap virus-virus
yang virulen dengan mengadakan inokulasi silang (premunisasi)
dengan strain yang tidak virulen.
5. Negara-negara yang belum terjangkit harus berusaha sekuat
tenaga untuk mencegah masuknya penyakit ini. Lebib-lebih untuk
Indonesia, karena di siniterdapat vektor-vektor dari penyakit tersebut,
dan juga terdapat tumbuhan yang dapat menjadi inang viru

9. SAPU SETAN

Crinipellis perniciosa

Penyakit sapu setan (witches'broom) dewasa ini hanya terbatas


di Amerika Selatan, belum terdapat di Afrika dan Asia, termasuk
Indonesia.
Mula-mula penyakit diketahui di Suriname pada tahun 1895.
Penyakit meluas dengan cepat, hingga sekarang sudah terdapat di
kakao. Pada tahun
ua negara Amerika Selatan yang menanam
928penyakit terdapat di Trinidad (Hindia Barat Inggris), tetapi rupa
upanya belum terdapat diBahia (Salvador).
terdapat dalam
Diduga bahwa patogen berasal dari kakao yang
hutan-hutan di Suriname.
20-70%.
Fenyakit dapat menimbulkan kerugian
410

menyerang tunas-tunas muda yang sedang


Gejala.Jamur seberkas ranting pendek
membentuk
berkembang. Tunas-tunas ini lalu tumbuh vertikal, dan
yang cenderung untuk
yang agak membengkak, 6.9). Beberapa minggu kemudian
tampak seperti sapu (Gambar ini mati, menjadi hitam dan
ranting-ranting yang sangat lemah
mengering.

Gambar 6.9. Penyakit sapu setan (Crinipellis perniciosa) pada kakao di Amerika
Selatan (foto US Dept. Agric.).

Jamur juga menyerang buah-buah dan justru serangan ini


menimbulkan kerugian yang lebih besar. Buah-buah muda yang
panjangnya baru 2 cm, kalau terserang akan membengkak dan mati.
Serangan pada buah-buah yang besar menyebabkan terjadinya bercak
bercak keras dan berwarana gelap pada dinding buahnya. Biji-biji
terserang dan berubah menjadi massa yang seperti lendir. juga
411

Penyebab penyakit. Penyakit disebabkan oleh jamur Crini


nellis perniciosa (Stahel) Singer, yang dewasa ini masih dikenal
dengan namanya yang lama, yaitu Marasmius perniciosus Stahel.
Dalam keadaan yang menguntungkan jamur membentuk tubuh
buah pada "'sapu" yang telah kering, terutama pada pangkalnya.
Tubuh buah ini tidak terbentuk jika terdapat cuaca kering yang
panjang. Banyak hujan dan kelembapan yang tinggi merupakan syarat
vang baik bagi pembentukan tubuh buah. Tubuh buah berbentuk
payung, permukaan atasnya berwarna merah muda dan mempunyai
bercak merah tua pada pusatnya.
Tubuh buah umumnya dibentuk 3-11 bulan setelah tampaknya
gejala dan pembentukannya kebanyakan terjadi pada musim kemarau
buah
(jika cuaca basah), atau akhir musim kemarau. Spora dari tubuh
ini disebarkan pukul 18-24. Infeksi banyak terjadi pada permulaan
baru,
musim hujan, karena pada saat ini kakao membentuk flush
itu
sedang pada waktu itu banyak tubuh buah yang terbentuk. Karena
pembentukan "'sapu'" kebanyakan terjadi pada musim hujan.
Pengeiolaan penyakit.-1. Penyakit terutama dikendalikan
sakit
dengan membersihkan ranting-ranting dan buah-buah yang
sebelum jamur membentuk tubuh buah (Pereira, 1992).
Biasanya perkebunan hanya mengadakan pembersihan dua kali
setahun, dengan memperhatikan pengaruh musim terhadap pemben
dari
tukan sapu dan tubuh buah tersebut di atas. Pembersihan lebih
dua kalisetahun umumnya dianggap terlalu mahal.
2. Penyenprotan dengan obat-obat yang mengandung tembaga,
natrium pentakloro-naftenat, dan dinitro-o-kresol dapat sedikit men
cegah pembentukan tubuh buah dan penularan penyakit. Tetapi pada
umumnya dianggap bahwa usaha ini terlalu mahal (Crowdy dan Elias,
1956; Desrosiers, 1960, dalam Thorold, 1975).
3. Mengurangi kelembapan kebun.
4. Memperbaiki kesehatan tanaman. Pohon-pohon yang lebih
lemah mempunyai ranting-ranting yang lebih kecil, tetapi jumlahnya
lebih banyak. Karena lebih banvak terdapat titik vegetasi, maka ke
mungkinannya untuk mendapat infeksi juga lebih besar (Briton-Jones,
412

1934).
5. Mencegah masuknya penyakit ke daerah-daerah yang belum
terjangkit.

10. MONILIASIS

Moniliophthora roreri

Moniliasis, sering disebut sebagai busuk buah Monilia, yang


menimbulkan kerugian yang cukup besar, dewasa ini masih terbatas di
negera-negara penghasilkakao Amerika Selatan dan Amerika Tengah,
yaitu Colombia, Ecuador, Peru, Venezuela, dan Panama (Thorold,
1975). Penyakit belum terdapat di Afrika dan Asia, termasuk
Indonesia.

Gejala.Penyakit ini hanya timbul pada buah. Gejalanya agak


lambat terlihat, karera jamur berkembang di dalam buah (Galindo,
1992).
Pada buah yang sudah dewasa biji-biji busuk, hancur, menjadi
suatu massa seperti lendir. Oleh karenanya penyakit ini sering juga
disebut sebagai watery pod rot. Pada kulit buah terdapat bercak
bercak yang warnanya seperti warna buah yang masak, sedang bagian
lain masih berwarna hijau. Kelak bercak ini menjadi berwarna
cokelat,
diliputi oleh miselium jamur yang berwarna putih kotor, yang akhir
nya membentuk tepung berwarna jingga, yang
terdiri atas spora
(konidium) jamur.
Jika buah mentah yang sakit dibelah membujur,
kelihatan bah
sistem pembuluhnya rusak dan tampak sebagai garis-garis
cokelat,
kelabu, ataú hitam. Bagian dalam yang rusak ini kalau dibiarkan
akan
membentuk spora dalam waktu beberapa jam. Ini merupakan gejala
yang khas pada buah-buah muda yang terserang.

Penyebab penyakit,Moniliophthora
banyak dikenal sebagai Monilia roreri Cif. etroreri, yang masih
Parodi. Konidiofor
413

iomur ini tidak berbeda dengan hifanya, agak tegak, hialin, bersekat
banyak, agak berlekuk pada sekat, pada umumnya bercabang dua,
tetapi kadang-kadang tidak bercabang atau bercabang tiga. Konidium
mempunyai macam-macam bentuk, bulat, seperti tabung, atau jorong.
hialin,dengan ukuran 9-14 x 8-10,5 um.
Daur penyakit.Sampai sekarang seluk-beluk penyakit in
masih banyak yang belum diketahui. Mungkin jamur dipencarkan oleh
konidium yang terbawa oleh angin. Selain itu mungkin konidium juga
terbawa oleh serangga.
Luka karena serangga dapat menjadi tempat infeksi. Diduga
bahwa jamur mengadakan infeksi pada bunga atau buah-buah muda.
Percobaan infeksi pada buah masak dan hampir masak selalugagal.
M. roreri hanya dapat menyerang marga Herrania dan Theobroma.
Namun diduga bahwa sumber infeksi yang terutama adalah buah
kakao yang sakit.

Faktor-faktor yang mempengaruhni penyakit.Dari peng


amatan bulanan mengenai persentase buah yang terinfeksi iketahui
bahwa meningkatnya infeksi menmpunyai korelasi positif dengan curah
hujan empat bulan sebelumnya. Rupa-rupanya infeksi tergantung dari
curah hujan pada waktuberbunga atau segera sesudah itu.
Pengelolaan penyakit. Oleh karena banyak seginya yang
masih belumdiketahui, usaha-usaha yang dilakukan untuk mengelola
moniliasis pada umumnya tidak mempunyai dasar yang kuat.
Cara yang paling efektif dan ekonomis untuk mengurangi
sumber infeksi adalah memetik buah-buah yang sakit sebelum mulai
membentuk spora. Agar efektif, pemetikan sanitasi ini dilakukan
seminggu sekali(Galindo, 1992).
Diusahakan agar kelembapan kebun berkurang, misalnya de
ngan pemangkasan atau drainasi.
Meskipun tanpa alasan yang kuat penyakit ini dikendalikan
dengan fungisida juga. Dilaporkan bahwa di Ekuador yang membe
rikan hasil baik adalah belirang, koprooksida, dan berbagai fungisida
414

mengandung logam, seperti fentinasetat (Sn), maneb


organik yang selain diberikan tersendiri, fungi
(Mn), dan zineb (Zn), Di Colombia
diberikan tercampur dengan insektisida (Thorold, 1975).
sida juga
11. PENYAKIT-PENYAKIT PEMBIBITAN

di atas tanah atau di dalam


Pada waktu kakao masih dibibitkan penyakit.
diganggu oleh
keranjang bambu, pembibitan kakao banyak dewasa ini, antara lain
pembibitan
Namun dengan majunya teknik
tidak menjadi
pembibitan dalam kantong plastik, penyakit-penyakit
masalah lagi di pembibitan.
gangguan penyakit di pembibitan biasanya merupakan
Adanya dengan kurang
pertanda bahwa teknik-teknik pembibitan dilaksanakan
baik
suatu
Di muka sudah disebut bahwa di Sumatera Utara
disebabkan
pembibitan kakao terserang berat oleh penyakit daun yang
oleh Colletotrichum gloeosporioides (Penz.) Sacc. atau Glomerella
cingulata (Stonem.)Spauld. et Schrenk, karena pembibitan ini dibuat
di dalam kebun karet yang terserang oleh penyakit daun yang sama
(Turner, 1974).
Daun-daun bibit sering terserang oleh penyakit bercak daun
yang disebabkan oleh Pestalotiopsis neglecta (Thum.) Stey. Tetapi
jamur ini adalah parasit lemah, yang hanya dapat menginfeksi daun
daun bibit yang lemah.
Selain menyerang buah dan batang atau cabang, Phytophthora
palmivora (Butl.) Butl. dapat menyerang bibit juga. Namun biasanya
penyakit ini hanya terdapat di pembibitan yang terlalu banyak diairi
dan yang naungannya terlalu berat. Dengan membetulkan kesalahan
kesalahan tadi penyakit akan hilang dengan sendirinya.
Jika terserang oleh Colletotrichum, pembibitan perlu disemprot
dengan fungisida. Penyemprotan dilakukan seminggu sekali pada
waktu bibit membentuk daun flush, karena daun-daun ini sangat
rentan terhadap penyakit tersebut. Untuk keperluan ini dapat dipakai
kaptafol atau klorotalonil (Turner dan Shepherd, 1978).
415

12. PENYAKIT-PENYAKIT LAIN

Di samping penyakit-penyakit yang sudah dibahas di muka. di


Indonesia pernah dilaporkan adanya penyakit-penyakit yang tidak
Bab ini.
penting, yang untuk lengkapnya dibahas dalam
PENYAKIT LEHER AKAR. Penyakit leher akar yang dise
babkan oleh Ustulina deusta (Fr.) Petr. kadang-kadang terdapat pada
kakao. Penyakit ini bukan penyakit akar yang sesungguhnya, tidak
menular dengan kontak akar, tetapi dengan spora yang dipencarkan
oleh angin. Infeksi hanya dapat terjadi kalau pada pangkal batang
terdapat luka-luka, baik yang terjadi karena alat-alat pertanian,
yang
maupun karena serangga. Kayu pangkal batang atau leher akar
terserang menjadi busuk kering, lunak, berwarna muda, dengan garis
garis cokelat tua atau hitam. Uraian mengenai jamur penyebab penya
kit ini dapat dibaca dalam Bab "Penyakit-Penyakit Teh".
JAMUR RUMAH LABA-LABA. Selain jamur upas (Upasia
salmonicolor atau Corticium salmonicolor) yang pada tingkat
permulaannya menmbentuk miselium seperti rumah laba-laba pada
permukaan cabang, pada cabang dan ranting kakao sering terdapat
jamur rumah laba-laba (thread blight) yang kurang merugikan (Stein
mann, 1928). Jamur ini [Marasmius scandens Mass. atau Maras
miellus scandens (Mass.) Dennis et Reid] membentuk jala-jala putih
tidak teratur, kadang-kadang dari tanah ke batang, cabang, dan
ranting, lalu meluas ke permukaan bawah daun. Daun ini diparasitnya,
menjadi kering, terlepas dari ranting, tetapi masih tergantung-gantung
karena terikat oleh benang-benang jamur itu.
DiIrian Jaya Johnston (1961) melaporkan bahwa di samping M.
Scandens pada kakao terdapat M. byssicola Petch yang warnanya agak
kecokelatan. Namun terdapat dugaan bahwa kedua jenis ini samna
(Thorold, 1975).
Penyakit dapat dikelola dengan mengurangi kelembapan kebun
(pemangkasan kakao dan pohon pelindung), dan jika dipandang perlu
dapat dilakukan penyemprotan dengan fungisida tembaga.
416

sering
JAMUR RAMBUT KUDA. Pada kakao di Irian Jaya
crinis-equi F. Muell. ex
terdapat jamur rambut kuda, Marasmius
kecokelatan (Johnston, 1961).
Kalch., yang membentuk benang hitam
di Sumatera Utara,
Jamur rambut kuda juga ditemukan pada kakao
Menurut Thorold (1975),
terutama di kebun yang kurang terawat.
penanam kakao.
jamur ini juga terdapat di kebanyakan negara
terdapat
MATIPUCUK. Menurut Johnston (1961) di Irian Jaya
disebabkan oleh
kematian cabang-cabang besar pada kakao yang Fusarium decem
Calonectria rigidiuscula (B. et Br.) Sacc. (anamorf
cellulare Brick) yang mungkin berhubungan dengan adanya serangan
jamur Phaeo
serangga penggerek. Pada pohon yang sama terdapat Kalchbr.] dan
solenia densa (B.) W.B.Cke [Cyphella variolosa
Nectria dealbataB. et Br.

PENYAKIT BOTRYODIPLODIA. Pada cabang dan ranting


sering terdapat parasit lemah atau parasit sekunder, seperti Botryo
diplodia theobromae Pat., yang dikenal dengan banyak nama lain, di
antaranya adalah Lasiodiplodia theobromae (Pat.) Griff. et Maubl.,
Diplodia theobromae (Pat.) Nowell, dan D. cacaoicola Henn. (Hubert,
1957; Thorold, 1975)
Botryodiplodia theobromae terdapat di semua negara penanam
kakao (Keane, 1992). Sebagai. parasit lemah jamur ini hanya dapat
menginfeksi jaringan-jaringan yang lemah, atau mengikuti patogen
yang kuat, atau menginfeksi mnelalui luka-luka karena serangga.
Botryodiplodia dapat menyebabkan mati pucuk, busuk buah, dan
kanker batang.
Untuk pembentukan piknidium jamur memerlukan sinar. Pikni
dium berukuran 135-230 x 95-155 um. Konidium (piknidiospora)
mula-mula cokelat muda dan tidak bersekat, tetapi menjelang dilepas
kan cokelat tua dengan satu sekat melintang, dengan dinding-spora
sekunder. Konidium 24-30 x 11,5-13,5 um, keluar melalui lubang
ostiol seperti massa lengket berwarna putih sampai cokelat muda.
Pembusukan pada buah terjadi melalui aktivitas enzim yang meng
uraikan pati, selulosa, dan pektin (Thorold, 1975).
417

LAYU CERATOCYSTIS. Meskipun kemungkinan besar


kakao. namun sampai sekarang belum
Ceratocystis dapat menginfeksi kakao,
terdapat laporan mengenai hal ini di Indonesia. Di sini antara lain
rerdapat C. fimbriata yang menyebabkan mouldy rot pada karet, dan
C aradou penyebab penyakit batang berdarah pada kelapa. Uraian
ng lebih terinci dari kedua jamur tersebut diuraikan pada Bab
"Penyakit Karet" dan Bab "Penyakit Kelapa".
Penyakit terdapat di banyak negara penanam kakao, meskipun
kerugian yang besar terutama terjadi di Amerika Tropika (Ekuador.
Costa Rica, Venezuela, Kolumbia, dan Trinidad). Selain di Indonesia,
di kebanyakan negara Asia Tenggara tidak terdapat laporan yang jelas
mengenai penyakit ini (Keane, 1992; Prior, 1992).
Kulit batang atau cbang yang terinfeksi berwarna gelap dan
permukaannya agak melekuk. Daun-daun di atas bagian yang sakit
layu, warnanya berubah dari kuning menjadi cokelat, menggulung
memanjang. Secara khas daun-daun layu ini tetap melekat pada
cabang mati selama beberapa minggu (Thorold, 1975).
Jamur hanya dapat mengadakan infeksi melalui luka, misalnya
yang disebabkan oleh pemangkasan dan oleh kumbang penggerek, di
antaranya adalah Xyleborus ferrugineus yang dapat menggerek sambil
membawa jamur. Ceratocystis sering menginfeksi kanker batang
akibat Phytophthora, sehingga mempercepat matinya tanaman.
Diketahui bahwa penyakit dipengaruhi oleh varietas kakao.
Penyakit terutama terjadi pada kakao dengan sifat Criollo ketimbang
pada Forastero. Kakao Trinitario yang nengandung gen Criollo juga
rentan (Prior, 1992; Thorold, 1975).
PENYAKIT DAUN PHOMOPSIS. Stevenson (1926) melapor
kan terdapatnya penyakit daun yang disebabkan oleh Phomopsis
theobromae (d' Almeida et Camara) Bondarzewa-Mont., yang juga
disebut sebagaiPhyllosticta theobromae d' Almeida et Camara.
Serangan Phomopsis pada daun erdapat di semua negara
penanam kakao. Di Republik Dominika diberitakan bahwa serangan
Jamur ini bersamaan dengan serangan trips, Selenothrips rubrocinctus
(Thorold, 1975).
418

JAMUR JELAGA, Pada permukaan buah dan daun-daun sering


terdapat jamur jelaga (sooty mould) yang membentuk lapisan berwar
na hitam. Jamur hidup dari madu yang dikeluarkan oleh kutu-kutu
yang terdapat pada kakao atau pohon pelindung di atasnya, dan boleh
dikatakan tidak menimbulkan kerugian yang berarti pada kakao.

KARAT MERAH. Pada daun-daun sering terdapat bercak


bercak berwarna jingga sampai merah, terdiri atas Ganggang Hijau
Cephaleuros virescens, yang sering disebut red rust. Ganggang ini
lebih banyak terdapat pada tanaman yang kurang baik pertumbuh
annya (Suyoto, 1980). Di Irian Jaya ganggang dideterminasi sebagai
C. minimus Karst. (Johnston, 1961). Biasanya tanaman tidak mende
rita karenanya. Tetapi kalau tanaman berada dalam kondisi yang
kurang baik, ganggang dapat juga menyerang ranting dan cabang,
yang dapat menyebabkan terjadinya malformasi dan kanker.

NEMATODA AKAR. Bibit kakao ternyata toleran terhadap


namatoda Pratylenchus coffeae Zimm., yang sangat merugikan pada
kopi. Nematoda dapat hidup dalam akar kakao kultivar Keravat 50.
tetapi pertumbuhan tanaman tidak terpengaruh (Kusno Amidjoyo,
1993).
Menurut Thrower (1958), di Papua Nugini kakao kebal
terhadap nematoda puru akar Meloidogyne javanica, sedang lamtoro
yang menjadi pohon pelindung kakao rentan terhadap nematoda ini.
MATI MENDADAK. Di Uganda dan Brazilia terdapat "mati
mendadak" (sudden death) pada kakao yang disebabkan oleh
Verticillium dahliae Kleb. (Prior, 1992). Tanaman mati dalan waktu
lebih kurang seminggu dengan daun berwarna
cokelat, rapuh, dan
tergantung vertikal pada tanaman yang mati (Thorold, 1975).
Uganda, maupun di Brazilia penyakit hanya terdapat di daerahBaik di
iklimnya tidak cocok untuk kakao. yang
V. dahliae terdapat di Australia, tetapi
dari Asia Tenggara. belum pernah dilaporkan
419

BIBLIOGRAFI
Anonim (1929), Ziekten en plagen der cultuurgewassen in Midden Java
gedurende 1928. Bergcultures 3, 955.
(1931), Ziekten en plagen in de Cacao gedurende 1930.
Bergcultures 5, 203.
(1953). Penyakit "swollen shoot" pada cokelat. Pemberitaan
untuk Praktek. Balai Besar Penyel. Pertan. 17, 2 p.
(1984), Vascular streak dieback, penyakit berbahaya pada
tanaman cokelat. Warta Litbang Pertan. 6,9-11.
(1985), Penyebaran penyakit vascular streak dieback (VSD) di
Indonesia. Dit. Perlind. Tan. Perkeb.; Pros. Rapat Kom. Perlind. Tan.,
Semarang, Okt. 1985.
(1987a), Panduan pengenalan penyakit penting pada tanaman
kakao dan cara pengendaliannya. BalaiPenel. Perkeb. Jember, 14 p.
(1987b), Panduan pengenalan dan pengendalian penyakit
Colletotrichum pada tanaman kakao. Balai Penel. Perkeb. Jember, 6
p.
Baker, RE.D. and W.T. Dale (1947), Notes on a virus disease of cocoa. Ann.
Appl. Biol. 34, 60.
Bowman, G.F. (1951), The Inter-American Cocoa Centre at Turrialba,
Costarica. Cocoa Conf., 40.
Brasier,C.M., M.J. Griffin., and A.C. Maddison (1981), The cocoa black pod
Phytophthoras. Dalam: Gregory, P.H. and A.C. Maddison,
kpidemiology of Phytophthora on cocoa in Nigeria. Comm. Mycol.
Inst., Phytopath. Paper 25, 188p. and curing of cocoa. McMillan,
Driton-Jones, H.B. 0934), The diseases
London.
cocoa in the Solomon
a0wn, JP. and R. Liloqula (1992), Diseases of (Ed.), Cocoa Pest and
Islands. Dalam: PJ. Keane und C.A.J. Putter Australasia. FAO PI.
Disease Munagemnent in Southeast Asia and
Prod. and Prot. Paper I12, 199-208.
infecting cocoa. Rev. PI. Pathol.
aunt, A.A. and R.H. Kenten 197), Virus
50, 591-601. Guinea and
Byrne, P.N. (1976), Vascular streak dieback in Papua New
Peninsular Malaysia, Planter 52, 49-53.
preliminary survey of cocoa diseases in
Chan, C.L. and B.S. Lee (1973), A
420

West Malaysia. MARDI Res. Bull. 1, 22-31.


and K. Wazir (1976), Vascular streak dieback of cocoa in
Peninsular Malaysia. Cocoa and Coconut Seminar, East Malaysia
Plntr. Assoc., Tawau.
C.H. Teoh, and B.B. Ang (1978), Control of stem canker
caused byPhytophthora palmivora. MARDI Res. Bull.
Chandra Mohanan, R. and K.M. Kaveriappa (1983a), Occurrence and
distribution of Colletotrichum disease of cocoa in South India. Planter
(Kuala Lumpur) 59, 432-439.
dan (1983b), Occurence and distribution of cocoa
diseases in South India. Internat. Cocoa Res. Conf. VIII.
Chee, K.H. (1969), Cacao seedling dieback caused by Phytophthora
palmivora. FAOPL. Prot. Bull. 17, 140.
and T.A. Phillips (1971), Phytophthora stem canker of cocoa.
Planter 47, 43-46.
Crowdy, S.H. andR.S. Ellias (1956), Cocoa Diseases. Outlook Agric. 1, 65.
De Greefe, H.J. (1954), Proefaanplantingen van Cacao op Noord Celebes.
Bergcultures 23, 331-335.
De Haan, J.Th. (1933), Korte gegevens betreffende de cacaocultuur. Arch.
Koffiecult. 7, 1.
Evans, H.C., J.A. Stalpers, R.A. Samson, and G.L. Benny (1978), On the
taxonomy of Monilia roreri, an important pathogen of Theobroma
cacao in South America. Can. J. Bot. 56,2528-2532.
Firman, ID. (1974), Cocoa canker. Dalam: Gregory, P.H.,
disease of Cocoa. Longman, London, 348 p. Phytophthora
Galindo, J.J. (1992), Moniliasis of cocoa in South and Central America.
Dalam: P.J. Keane and C.A.J. Putter (Ed.), Cocoa Pest and
Disease
Management in Southeast Asia and Australasia. FAOPI. Prod. and
Prot. Paper 112, 31-36.
Gan, L.T., S. Thiagarajan, G.F. Chung, S.G. Lung, K.S.
Lam,
and B.J. Wood
(1986), Latest techniques for productivity
operations. Agric. and Plantation Managementenhancement in field
Conference, Ceman
tec, Kuala Lumpur, June 1986.
Gorenz, A.M. (1974), Chemical control of black pod:
Gregory, P.H., Phytophthora disease of Cocoa. Fungicides. Dalam:
Longman, London,
348 p.
Graham, K.M. (1971), Plant Diseases in Fiji. Min.
Overseas Dev., London,
421
Overseas Res. Publ. 17, 2500p.
Cocoa. Longman, London,
Gregory, P.H. (1974), Phytophthora disease of
348 p. on
and A.G.
Maddison Epidemiology of Phytophthora
(1981), Phytopath. Papers 25,
cOcoa in Nigeria. Comm. Mycol. Inst,
188 p.
Inst., investigate use or
Hampshire, F. (1980), Visit to Panu NTaw Cuinea to
Ridomil on cocoa. Ciba-Geigy (Tidak diterbitkarn).
Hartley, C. (1924), De ziekten van cacao Ruln. Inst. Plziekten. l9.
PL. DIS.
Hubert, FP. (195), Diseases of some evnort crops in Indonesia.
Reptr. 41, 55-63.
Jember and the
Iswanto, A. and H. Winarno (1992), Cocoa breeding in RIEC
Dalam: P.J.
role of planting material resistant to ySD and black pod.
Keane and C.A.J. Putter (Ed.), Cocoa Pest and Disease Management
in Southeast Asia and Australasia. FAOPI. Prod. and Prot. Paper 112,
163-170.
dan Sri-Sukamto (1997), Kajian metode inokulasi pada daun
kakao untuk seleksi ketahanan penyakit busuk buah kakao. Pelita
Perkeb. 13(3), 133-140.
Iwaro, D.A., T.N. Sreenivasan, and P. Umaharan (1993), Relationship
between leaf and pod resistance in cacao to Phytophthorapalmivora
infection. Cacao Res. Unit, Univ. West lndies, Trinidad, 33-39.
Johnston, A. (1961), A preliminaryplant disease survey in Netherlands New
Guinea. Bull. Dept. Econ. Affairs, Agric. Series, 1961, no. 4, 54 p.
Jumanto dan Y.B. Sumardiyono (1976), Beberapa pengamatan gejala mosaik
pada daun cokelat (Theobroma cacao) di Kebun Bejidan Jatirunggo.
Kongr. Nas. IV PFI, Gambung, Bandung,Des. 1976.
Junianto, Y.D. (1989),Penelitian penyebab dangejala layu pentil pada kakao
mulia (Theobroma cacao L) O kaliwining. Pelita Perkeb. 4 (4).
139-148.
(1993), Teknik pengendalian penyakit utama pada kakao mulia.
Lokakarya Kako Mulia, 21 Sept. I993, 10p.
dan Sri-Sukamto (1988), Pengaruh suhu terhadap perke-
cambahan dan infeksi jamur
kakao muda.
Colletotrichum
Pelita Perkeb. gloeosporioides (Penz.)
3(4),
Sacc. pada buah (1992), 146-150.
dan Colletotrichum outbreak on coco0a in
East Java. Dalam: P.J. Keane annd C.A.J. Putter (Ed.),
Cocoa Pest
Disease Management in Southeast Asia and Australasia, FAO and PI.
422

Prod. andProt. Paper 112, 157-162.


dan S. Wardani (1989), Pendugaan kehilangan
hasil akitbat serangan Colletotrichum gloeosporioides (Penz.)) Sacc.
pada kakao mulia. Pelita Perkeb. 5 (1), 29-36.
Keane, P.J. (1972), Cacao dieback in Papua New Guinea. SEA Reg. Symp. PL.
Dis. Tropics, Yogyakarta, Sept. 1972.
(1992), Diseases and Pest of Cocoa: an Overview. Dalam: P.J.
Keane and C.AJ. Putter (Ed.), Cocoa Pest and Disease Management
in Southeast Asia and Australasia. FAOPI. Prod. and Prot. Paper 112,
1-12.
and C. Prior (1992), Biology of vascular-streak dieback of
cocoa. Dalam: P.J. Keane and C.A.J. Putter (Ed.), Cocoa Pest and
Disease Management in Southeast Asia and Australasia. FAO PI.
Prod. and Prot. Paper 112, 75-85.
and P.D. Turner (1972), Vascular streak dieback of cocoa in
Peninsular Malaysia. Proc. Conf Cocoa and Coconut in Malaysia.
Kuala Lumpur 1971, 50-57.
N.T. Flentje, and K.P. Lamb (1972), Investigation of vascular
streak dieback of cocoa in Papua New Guinea. Aust.J. Biol. Sci. 25,
553-564.
Koningsberger, J.C. (1902), Cacaocultuur en bereiding: Ziekten. Teysmannia
12, 317.
Kusno Amidjoyo, M. (1993), Percobaan pendahuluan pengaruh serangan
nematoda Pratylenchus coffeae pada bibit kakao. Kongr. Nas. XII
PFI, Yogyakarta, Sept. 1993: 1002-1007.
Laoh, J.Ph. (1953), Handleiding voor de Cacaocultuur en Cacaobereiding:
Ziekten. CPV, Bogor, 429 p.
Legg, J.T. and R.H. Kenten (1968), Some observations on cocoa trees
tolerant to cocoa swollen shoot virus. Trop. Agric., Trinidat 45,
61-65.
Milne, R.G, and R.H. Kenten (1970), Cocoa swollen shoot virus. Rep.
Rothamsted Exp. Stu. 1969, Part I, 146.
Modjo, H.S., B. Hadisutrisno, dan V. Sri Sumarni (1989), Kajian tipe
pasangan (mating type) empat isolat Phytophthora palmivora. Pros.
Kongr. Nas. XPFI, Denpasar, Nov. 1989, 460-462.
Newton, W. and J.W.L. Peiris (1953), Virus discases of plant in Ceylon. FAO
Pl. Prot. Bull. 2, 17.

Anda mungkin juga menyukai