Anda di halaman 1dari 11

ASAS LEGALITAS DALAM HUKUM PIDANA ISLAM

Disusun guna memenuhi tugas mata kuliah


Hukum Pidana Islam

Dosen Pengampu:
Dra.,Siti Muhtamiroh,M.S.I

Oleh:
Kelompok 1
Arnes Dewi Ayu Arifah 33030230013
Solehatun 33030230032

PROGRAM STUDI HUKUM TATANEGARA


FAKULTAS SYARIAH
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN) SALATIGA
TAHUN 2024
PEMBAHASAN

A. Sejarah
Ucapan nullum delictum nulla poena sine praevia lege poenalli ini
berasal dari Anselm von Feuerbach, sarjana hukum pidana Jerman (1775-
1833). Dialah yang merumuskannya dalam pepatah latin tadi dalam bukunya
“Lehrbuch des peinlichen Recht” (1801). Dalam kaitannya dengan fungsi asas
legalitas yang bersifat memberikan perlindungan kepada undang undang
pidana, dan fungsi instrumental, istilah tersebut dibagi menjadi tiga yaitu:

1. Nulla poena sine lege: tidak ada pidana tanpa ketentuan pidana menurut
undang-undang;
2. Nulla poena sine crimine: tidak ada pidana tanpa perbuatan pidana;
3. Nullum crimen sine poena legalli: tidak ada perbuatan pidana tanpa pidana
menurut undang-undang.

Menurut sejarahnya di dalam hukum Romawi kuno yang memakai


Bahasa Latin, tidak dikenal pepatah ini, juga asas legalitas tidak dikenal. Dalam
sebuah karangan, disebutkan bahwa di zaman Romawi itu dikenal kejahatan
yang dinamakan ‘crimina extra ordinaria’ artinya kejahatan-kejahatan yang
tidak disebut dalam undang-undang.

Di antara crimina extra ordinaria ini yang sangat terkenal adalah crimina
stellionatus, yang letterlijk artinya:perbuatan jahat,durjana. Jadi tidak
ditentukan perbuatan apa yang dimaksud disitu. Sewaktu hukum Romawi kuno
itu diterima (diresipieer) di Eropa Barat pada Abad Pertengahan (sebagaimana
halnya dengan Indonesia dalam zaman penjajahan meresipieer hukum
Belanda), maka pengertian tentang crimina extra ordinaria diterima pula oleh
raja raja yang berkuasa. Dan dengan adanya crimina extra ordinaria ini lalu
diadakan kemungkinan untuk menggunakan hukum pidana itu secara
sewenang-wenang menurut kehendaknya dan kebutuhan raja sendiri.

Perumusan asas legalitas dari Von Feurbach dalam bahas latin


dikemukakan berhubungan dengan teorinya yang dikenal dengan nama ‘vom

1
psychologischen Zwang’ yang memerintahkan supaya dalam menentukan
perbuatan yang dilarang bukan saja tentang macam perbuatan yang harus
dituliskan dengan jelas tetapi juga tentang macam pidana yang di ancamkan.
Dalam psychennya kemudian diadakan tekanan untuk tidak berbuat atau
sampai melakukan perbuatan yang dilarang maka jika dijatuhi pidana
kepadanya bisa dipandang sebagai sudah disetujuinya sendiri.

Francis Bacon (1561-1626) telah memperkenalkan adagium ‘ moneat lex


,priusquam feriat’artinya: undang-undang harus memberikan peringatan
terlebih dahulu sebelum merealisasikan ancaman yang terkandung di
dalamnya. Dengan demikian, asas legalitas menghendaki bahwa ketentuan
yang memuat perbuatan dilarang harus dituliskan terlebih dahulu.

B. Asas legalitas dalam konteks hukum pidana islam

Kata asas berasal dari bahasa Arab asasun yang berarti dasar atau
prinsip, sedangkan kata legalitas berasal dari bahasa latin yaitu lex (kata benda)
yang berarti undang-undang, atau dari kata jadian legalis yang berarti sah atau
sesuai dengan ketentuan undang-undang. Dengan demikian legalitas adalah
"keabsahan sesuatu menurut undang undang ".

Adapun istilah legalitas dalam syari'at Islam tidak ditentukan secara jelas
sebagaimana yang terdapat dalam kitab undang-undang hukum positif. Kendati
demikian, bukan berarti syari'at Islam tidak mengenal asas legalitas. Bagi pihak
yang menyatakan hukum pidana Islam tidak mengenal asas legalitas, hanyalah
mereka yang tidak meneliti secara detail berbagai ayat yang secara
substansional menunjukkan adanya asas legalitas.

Asas legalitas dipopulerkan melalui ungkapan dalam bahasa latin:


Nullum Deliktum Nulla Poena Sine Pravia Lege Poenali (tiada delik tiada
hukuman sebelum ada ketentuan terlebih dahulu). Asas ini merupakan suatu
jaminan dasar bagi kebebasan individu dengan memberi batas aktivitas apa
yang dilarang secara tepat dan jelas. Asas ini melindungi dari penyalahgunaan
kekuasaan atau keseweenang-wenangan hakim, menjamin keamanan individu

2
dengan informasi yang boleh dan yang dilarang. Setiap orang harus diberi
peringatan sebelumnya tentang perbuatan-perbuatan illegal dan hukumanya.

Asas legalitas dalam Islam bukan berdasarkan pada akal manusia, tetapi
dari ketentuan Tuhan. Sedangkan asas legalitas secara jelas dianut dalam
hukum Islam. Terbukti adanya beberapa ayat yang menunjukkan asas legalitas
tersebut. Allah tidak akan menjatuhkan hukuman pada manusia dan tidak akan
meminta pertanggungjawaban manusia sebelum adanya penjelasan dan
pemberitahuan dari Rasul-Nya. Demikian juga kewajiban yang harus diemban
oleh umat manusia adalah kewajiban yang sesuai dengan kemampuan yang di-
miliki, yaitu taklif yang sanggup di kerjakan.

C. Dasar hukum asas legalitas dalam Islam

Al Qur'an surat Al Isra 15:

‫علَ ْي َها ۚ َو َل ت َزر َواز َرة و ْز َر أ ْخ َرى ۗ َو َما‬ َ ‫َّمن ٱ ْهتَدَى فَإنَّ َما يَ ْهت َدى لنَ ْفسهۦ ۖ َو َمن‬
َ ‫ض َّل فَإنَّ َما يَضل‬
ً ‫ث َرس‬
١٥ ‫ول‬ َ ‫كنَّا معَذبينَ َحتَّى َن ْب َع‬

Artinya: Barangsiapa yang berbuat sesuai dengan hidayah (Allah), Maka


Sesungguhnya Dia berbuat itu untuk (keselamatan) dirinya sendiri,
dan Barangsiapa yang sesat Maka Sesungguhnya Dia tersesat bagi
(kerugian) dirinya sendiri. dan seorang yang berdosa tidak dapat
memikul dosa orang lain, dan Kami tidak akan meng’azab sebelum
Kami mengutus seorang Rasul.

Al-Qur’an surat Al-Qashash: 59

َ ‫ول يَتْلوا َعلَيْه ْم َءايَـتنَا ۚ َو َما كنَّا م ْهلكى ٱ ْلق َرى إ َّل َوأ َ ْهل َها‬
٥٩ َ‫ظـلمون‬ ً ‫فى أم َها َرس‬

Artinya: Dan tidak adalah Tuhanmu membinasakan kota-kota, sebelum Dia


mengutus di ibukota itu seorang Rasul yang membacakan ayat-ayat
Kami kepada mereka; dan tidak pernah (pula) Kami membinasakan
kota-kota; kecuali penduduknya dalam Keadaan melakukan
kezaliman.

3
D. Pengaturan dan Tujuan Asas Legalitas dalam Hukum Pidana Indonesia

Hukum positif Indonesia mengenal asas legalitas dalam KUHP Pasal 1


ayat (1), bahwa setiap perbuatan yang disebut sebagai perbuatan/tindak pidana
harus dirumuskan dalam undang-undang yang diadakan terlebih dahulu dengan
menetapkan rumusan yang jelas tentang perbuatan-perbuatan dimaksud.
Sebagai konsekuensinya, setiap perbuatan yang menurut pandangan
masyarakat dianggap sebagai perbuatan tercela karena melanggar nilai-nilai
hukum yang hidup dalam masyarakat tidak dapat dipidana karena tidak diatur
secara tertulis dalam undan- gundang.

Asas legalitas merupakan salah satu asas pokok pidana. hukum. Adanya
asas ini adalah untuk melindungi warga negara dari kesewenang-wenangan
penguasa. Namun di sisi lain, asas ini memperumit keberadaan hukum adat
yang tidak tertulis dan tumbuh secara alami di masyarakat. Tujuan dari asas
legalitas adalah:

1. Asas legalitas dapat menjadi sarana utama untuk mencegah kesewenang-


wenangan penguasa dalam pemidanaan karena tindakannya dibatasi oleh
undang- undang.
2. Asas legalitas dapat menjadi sarana utama untuk mewujudkan jaminan
kepastian hukum bagi rakyat/ warga dalam menerima segala tindakan
dari siapapun khususnya penguasa.
3. Asas legalitas dapat menjadi sarana utama untuk mencegah terjadinya
kejahatan (prevention of crime) karena jenis kejahatan yang dilarang
ditetapkan secara tertulis dalam undang-undang, sehingga masyarakat
mengetahui dan tidak melanggarnya.

Secara substansial hanya mempunyai dua fungsi, yaitu fungsi protektif


(perlindungan) yang melindungi warga negara terhadap kesewenang-
wenangan penguasa dan wibawa hakim, serta fungsi restriktif (pembatasan)
yang membatasi kegiatan pidana dan kewenangan penguasa atau hakim.
Fungsi perlindungan hanya untuk kepentingan pelaku. Pelaku kejahatan tidak
akan dituntut sampai perbuatannya tidak dilarang (melanggar hukum). Fungsi

4
pembatasan juga dimaksudkan hanya untuk kepentingan pelaku pidana, karena
penguasa tidak dapat mengadili pelaku kejahatan yang melakukan crimina
extra ordinaria (kejahatan yang belum atau tidak dilarang oleh undang-undang
pidana), sekalipun perbuatan tersebut menimbulkan kerugian yang luar biasa
bagi korbannya.

E. Pengaturan dan Tujuan Asas Legalitas dalam Hukum Pidana Islam

Semua ketentuan hukum Islam tertuang dalam Al-Qur'an dan Sunnah


Nabi yang berlaku sampai akhir zaman, sehingga hukum Islam
memperhitungkan segala perbuatan yang dianggap maksiat, termasuk
kejahatan yang akan datang (belum terjadi (belum pernah terjadi dimasa
turunnya Al- Qur'an maupun di masa kepemimpinan Nabi Muhammad SAW).
Sumber hukum Islam adalah Al-Quran, Sunnah dan Hadits serta Ar-Ra'yu
(Akal).

Tujuan hukum Islam selaras dengan tujuan hidup manusia dan potensi
yang dimilikinya. Potensi itu ada dalam dirinya dan berasal dari luar dirinya. ,
itulah kebahagiaan hidup baik di dunia maupun di akhirat, singkatnya untuk
kemaslahatan umat. Tujuan ini dapat dicapai dengan memanfaatkan segala
manfaat dan kelebihannya. menolak segala sesuatu yang bersifat merusak demi
mencapai keridhaan Allah sesuai dengan prinsip tauhid.Menurut Al-Syathib
salah satu pengikut mazhab Malik yang paling terkenal mengatakan bahwa
kemaslahatan dapat terwujud apabila kelima unsur pokok tersebut terpenuhi.
Lima unsur pokok tersebut adalah agama, jiwa, akar kekeluargaan, akal dan
harta benda.

Asas legalitas menjadi landasan kebebasan individu, karena asas ini


memberikan batasan yang tegas dan jelas terhadap perbuatan yang dilarang.
Prinsip ini juga melindungi terhadap penyalahgunaan kekuasaan hakim,
menjamin keselamatan orang-orang yang memiliki informasi yang
diperbolehkan dan dilarang. Setiap orang harus menyadari tindakan ilegal dan
hukumannya. Oleh karena itu, perbuatan orang yang berkompeten tidak dapat
dikatakan haram sepanjang tidak ada ketentuan yang melarangnya, dan ia

5
bebas melakukan atau tidak melakukan perbuatan itu selama ada nash
larangannya.

F. Perbandingan Pengaturan Asas Legalitas dalam Hukum Pidana


Indonesia dan Hukum Pidana Islam

Asas legalitas dalam hukum pidana Islam memungkinkan adanya


penafsiran yang analog, terbukti dari kisah Nabi Muhammad SAW sendiri,
dimana beliau bertanya kepada sahabatnya Mu'azi, “Bagaimana cara memutus
perkara?” Jawabannya adalah: “Dengan Al-Qur’an, sebaliknya saya
menemukannya dengan hadits, dan jika saya tidak menemukannya dengan
hadits, saya senang melakukan ijtihad dan Rasulullah membenarkannya.”
Apabila terdapat penggunaan akal untuk mencari hukum, salah satunya adalah
penggunaan penafsiran analogis yang memudahkan penyelesaian suatu
perkara.

Terkait dengan asas legalitas dalam KUHP, penafsiran analogis tidak


diperkenankan, yang mana merupakan konsekuensi dari asas legalitas menurut
KUHP yang menyatakan bahwa ketentuan-ketentuan tersebut harus
dituangkan dalam undang-undang sehingga jika digunakan penafsiran yang
analog maka akan timbul suatu tindak pidana baru tanpa undang-undang dan
hakimnya sewenang-wenang berkuasa menjatuhkan pidana. Penafsiran
analogis merupakan salah satu cara untuk menemukan hukum dan bersama-
sama. jika tidak diperbolehkan maka akan memperumit perkara karena hukum
ada batasannya. Pengecualian bersifat non-retroaktif/retroaktif terhadap asas
legalitas dalam hukum pidana Islam, yang salah satunya ditujukan kepada
Jarimah Qadzaf ketika istri Nabi Aisyah difitnah. , di mana dia dituduh
berzinah dengan Shafwan, kemudian diketahui bahwa itu adalah pencemaran
nama baik dan penuduhnya. Nabi SAW menjatuhkan hukuman tersebut
meskipun tuduhan itu terjadi sebelum turunnya teks, sehingga mengacu pada
ketentuan yang berlaku surut. Hal ini dilakukan demi menjaga kehormatan
orang tersebut.

6
Sedangkan asas legalitas dalam KUHP pengecualian terhadap asas tidak
berlaku surut terdapat pada Pasal 1 Ayat 2 KUHP yang berbunyi: " Apabila
terjadi perubahan undang-undang setelah dilakukannya perbuatan itu, maka
berlakulah ketentuan-ketentuan yang paling menguntungkan bagi terdakwa
yang paling banyak menguntungkannya. Pengecualian dalam hal tidak berlaku
surut adalah bila ada perubahan undang-undang setelah tindak pidana yang
didakwakan dilakukan, bilamana undang-undang baru bermanfaat bagi
terdakwa, sehingga dipilihlah yang diuntungkan. Penyebabnya adalah
perubahan-perubahan yang dilakukan terhadap undang-undang yang
diciptakan oleh manusia, yang menyempurnakan undang-undang yang sudah
ada.Dalam hukum pidana Islam, maksud dari asas legalitas berkaitan dengan
Nabi sebagai Rahmat kepada seluruh alam, dimana maksud dari asas legalitas
adalah hukum yang diterangkan Nabi adalah terpeliharanya keturunan, harta
benda, akal, jiwa dan agama.

Tujuan dari asas legalitas dalam KUHP adalah untuk membatasi


kekuasaan kehakiman dalam penerapan hukum sehingga tidak timbul
keputusan dan hukuman yang sewenang-wenang.

Menurut Bambang Poernomo, dari kesan yang didapat dari uraian asas
legalitas, dapat disimpulkan bahwa asas legalitas mengandung tiga
permasalahan pokok, yaitu:

1. Pada prinsipnya ketentuan KUHP tidak berlaku surut, namun dalam


praktiknya bisa terjadi sebaliknya
2. Pada dasarnya dalam mendefinisikan suatu tindak pidana harus dilakukan
terlebih dahulu. Namun permasalahan yang teridentifikasi dalam
ketentuan undang-undang dan berlaku umum tidaklah mudah, jika susunan
kata dalam undang-undang tersebut kurang lengkap, oleh karena itu
dipandang perlu untuk melanjutkan dari undang-undang tersebut dengan
pengertian yang lebih luas
3. Pada prinsipnya ketentuan pidana yang tidak spesifik tidak dapat
diterapkan secara analogi, namun terdapat alasan yang sah untuk

7
mengembangkan cara berpikir yang lebih kompleks dan terjadinya
peristiwa-peristiwa tertentu yang mengancam kepentingan umum, analogi
yang dimungkinkan.

Substansi dari suatu hukum dapat berubah jika masyarakat


membutuhkannya untuk memenuhi kebutuhan, kesejahteraan, dan
kebahagiaannya. Dalam hal ini, hukum selalu bertujuan untuk memenuhi
kebutuhan masyarakat. Tidak ada salahnya hukum selalu mengikuti
perkembangan manusia. Latar belakang dan urgensi reformasi peradilan pidana
dapat dilihat dari sudut pandang sosiopolitik, sosiofilosofis, sosiokultural, atau
berbagai perspektif politik (terutama kebijakan sosial, kebijakan kriminal, dan
kebijakan kepolisian).
Reformasi hukum pidana pada hakikatnya mencakup makna upaya
mengarahkan reformasi hukum pidana agar sesuai dengan nilai-nilai sentral,
sosio-politik, sosio-filosofis, dan sosio-kultural masyarakat Indonesia yang
melatarbelakanginya. kebijakan sosial, kebijakan kriminal dan kebijakan
kepolisian. Indonesia. Reformasi KUHP harus dilakukan dengan berorientasi
pada kebijakan dan sekaligus berbasis nilai.
Undang-undang seharusnya menjadi jembatan (alat) untuk memahami
apa yang dicita-citakan masyarakat Indonesia, sebagaimana tercantum dalam
pembukaan. UUD 1945 yaitu: melindungi segenap bangsa Indonesia dan
seluruh tumpah darah Indonesia, memajukan kesejahteraan umum,
mencerdaskan kehidupan masyarakat, turut mewujudkan ketertiban dunia yang
berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial. Ke depan,
melalui pembinaan dan reformasi hukum, hukum dalam negeri harus mampu
mengubah suasana hukum sistem hukum yang ada saat ini menuju sistem
hukum yang diinginkan dan berorientasi pada cara pandang hidup, visi politik
hukum, dan kepentingan nasional sebagai sebuah bangsa yang berkembang
berdasarkan konsep, berdasarkan strategi pengelolaan nasional dan
memperhatikan dimensi nasional, regional, dan global.

8
PENUTUP

A. Kesimpulan
Asas legalitas dipopulerkan melalui ungkapan dalam bahasa latin:
Nullum Deliktum Nulla Poena Sine Pravia Lege Poenali (tiada delik tiada
hukuman sebelum ada ketentuan terlebih dahulu). Asas legalitas dalam konteks
Islam mengacu pada prinsip bahwa segala sesuatu dianggap halal atau
diperbolehkan kecuali ada dalil yang jelas menunjukkan bahwa itu haram atau
tidak diperbolehkan. Tujuan asas legalitas antara lain:
1. Asas legalitas dapat menjadi sarana utama untuk mencegah kesewenang-
wenangan
2. Asas legalitas dapat menjadi sarana utama untuk mewujudkan jaminan
kepastian hukum bagi rakyat/ warga dalam menerima segala tindakan dari
siapapun khususnya penguasa.
3. Asas legalitas dapat menjadi sarana utama untuk mencegah terjadinya
kejahatan (prevention of crime).

Tujuan asas legalitas dalam hukum pidana Islam selaras dengan tujuan
hidup manusia dan potensi yang dimilikinya. Potensi itu ada dalam dirinya dan
berasal dari luar dirinya, itulah kebahagiaan hidup baik di dunia maupun di
akhirat, singkatnya untuk kemaslahatan umat.

Asas legalitas dalam hukum pidana Islam memungkinkan adanya


penafsiran yang analog. Sedangkan asas legalitas dalam KUHP penafsiran
analogis tidak diperkenankan, yang mana merupakan konsekuensi dari asas
legalitas.

B. Saran
Kami sebagai penulis, menyadari bahwa makalah ini banyak sekali
kesalahan dan sangat jauh dari kesempurnaan. Tentunya, penulis akan terus
memperbaiki makalah dengan mengacu pada sumber yang dapat
dipertanggungjawabkan nantinya. Oleh karena itu, penulis sangat
mengharapkan kritik dan saran tentang pembahasan makalah diatas.

9
DAFTAR PUSTAKA

Agus Raharjo. Problematika Asas Retroaktif dalam Hukum Pidana


Indonesia.Jakarta:SinarGrafika, 2008.

AhmadHanafi.Asas-asa Hukum Pidana Islam.(Jakarta:BulanBintang, 1993.

AlviSyahrin.BeberapaMasalahHukum.(Medan:Sofmedia, 2009.

BardaNawawiArief.BungaRampaiKebijakanHukumPidana(PerkembanganPenyus
unan KonsepKUHPBaru. (Jakarta:Kencana, 2008.

Barda Nawawi Arief. Perbandingan Hukum Pidana. Jakarta: Raja GrafindoPersada,


1990.

Muchamad Iksan. “Asas Legalitas dalam Hukum Pidana: Studi Komparatif


AsasLegalitas Hukum Pidana Indonesia dan Hukum Pidana Islam (Jinayah”.
Jurnal Serambi Hukum.Voume 11Nomor 1, 2017.

TopoSantoso.MembumikanHukumPidanaIslam.(Jakarta:GemaInsani, 2003

https://talenta.usu.ac.id/Mahadi/article/view/8311

https://repository.unimal.ac.id/5586/1/Editor%20Buku%20Pengantar%20dan%20
asas-asas%20hk%20Pidan%20Islam.pdf

10

Anda mungkin juga menyukai