Perbandingan Antologi Cerpen Batu-Batu Setan Karya
Perbandingan Antologi Cerpen Batu-Batu Setan Karya
143
ATAVISME,
Vol.
18,
No.
2,
Edisi
Desember
2015:
143—157
sastra,
latar
penulisnya,
maupun
gagas-‐ tata
nilai
yang
dianut
dan
menjadi
nalar
an
di
dalamnya,
sehingga
bisa
menguak
pesantren
tetap
pada
posisi
yang
terlin-‐
konstruks
dunia
dan
nalar
pesantren.
dungi.
Oleh
karena
itu,
tulisan
ini
tidak
Oleh
karena
itu,
tulisan
ini
berusaha
me-‐ akan
membahas
ihwal
yang
berubah
dan
ngupas
karya
sastra
yang
ditulis
oleh
in-‐ tetap
dalam
dunia
santri,
tetapi
berikh-‐
telektual
pesantren
atau
kiai
dan
realitas
tiar
melihat
bagaimana
pola
dunia
santri
yang
melingkupinya.
dan
bagaimana
nalar
pesantren
itu
ber-‐
Sebutan
santri
bukan
saja
berupa
operasi
dalam
konstruksi
karya,
biografi
lembaga
pendidikan
tetapi
juga
meng-‐ penulis
juga
realitas
yang
di
sekitarnya.
arah
pada
komunitas
masyarakat,
yang
Di
dalam
kajian
ini
dimungkinkan
juga
dalam
beberapa
hal
sering
disebut
de-‐ akan
menampakkan
gerak
yang
tetap
ngan
kaum
santri.
Terdapat
nilai-‐nilai
dan
berubah
dalam
dunia
pesantren.
yang
dianut
dan
berlaku
di
kalangan
ka-‐ Seiring
dengan
hal
itu,
sebagai
sum-‐
um
santri.
Apalagi
ada
anggapan
kaum
bu
tulisan
ini
adalah
karya
dua
intelek-‐
santri
adalah
mereka
yang
memusatkan
tual
pesantren
yaitu
M.
Fudoli
Zaini
dan
perhatiannya
pada
doktrin
Islam,
teruta-‐ A.
Mustofa
Bisri,
yang
ditopang
beberapa
ma
dalam
penafsiran
moral
dan
sosial.
bahan.
Bahan
kajian
utama
terdiri
atas
Meski
demikian,
aplikasi
kedua
hal
itu
dua
buku
kumpulan
cerpen
Batu-‐batu
berbeda
dalam
kesehariannya
karena
Setan
(BBS)
karya
M.
Fudoli
Zaini
dan
pada
kenyataannya
sifat
kelompok
san-‐ Lukisan
Kaligrafi
(LK)
karya
A.
Mustofa
tri
ini
tidaklah
homogen
(Effendy,
Bisri.
Bahan
kajian
kedua
adalah
biografi
1985:45).
Hal
itu
juga
ditegaskan
oleh
penulis
yang
dalam
kesempatan
ini
di-‐
Geertz,
bahwa
memang
jenis
kaum
san-‐ anggap
sebagai
data
yang
cukup
mendu-‐
tri
beraneka
ragam
(Geertz,
1983:173).
kung
upaya
rekonstruksi
nalar
pesan-‐
Di
sisi
yang
berbeda,
jika
berbicara
tren,
karena
kedua
penulis
adalah
‘orang
tentang
pesantren
memang
tidak
bisa
di-‐ dalam’
pesantren,
dan
dikenal
sebagai
lepaskan
dari
keberadaan
kiai.
Pandang-‐ intelektual
pesantren
dan
berstatus
kiai.
an
pada
kiai
memang
mengalami
per-‐ Bahan
kajian
ketiga
adalah
runutan
seki-‐
kembangan
dan
dinamika
yang
signifi-‐ las
tentang
realitas
dalam
dunia
pesan-‐
kan.
Kaum
santri
ini
mempunyai
sistem
tren
terkait
dengan
tradisi
kepenulisan,
nilai
tersendiri
yang
berbeda
dari
sistem
baik
itu
dalam
transformasi
keilmuan
manapun.
Sistem
nilai
yang
berkembang
pada
masa
lampau
atau
dunia
kepenulis-‐
mempunyai
ciri
dan
watak
sendiri,
yang
an
dalam
bidang
seni
sastra
modern.
sering
memberikan
watak,
menurut
Ketiga
bahan
kajian
itu
digunakan
Abdurrahman
Wahid,
‘subkultur’
(dalam
dengan
beberapa
alasan
yang
cukup
sig-‐
Rahardjo,
1983:39—60).
Selain
nilai
nifikan
dalam
strategi
pengkajian
ini.
serba
ibadah
dan
cinta
ilmu
masih
ada
Terdapat
tiga
alasan
yang
mempertim-‐
lagi
suatu
nilai
yang
banyak
mempenga-‐ bangkan
kaidah
struktural-‐hermeneutik
ruhi
kehidupan
seorang
santri,
yaitu
ke-‐ untuk
itu,
di
antaranya:
alasan
pertama,
ikhlasan
(Effendy,
1985:50).
M.
Fudoli
Zaini
seorang
kiai
pesantren,
Hanya
saja
perlu
diperhatikan
bah-‐ pernah
belajar
ke
Universitas
Al
Azhar
wa
pola
yang
terjadi
dalam
masyarakat
Mesir,
asal
Madura,
dan
menulis
cerpen.
santri
memang
sudah
mengalami
perge-‐ Sedangkan
A.
Mustofa
Bisri
juga
seorang
seran.
Pada
masa
kini,
memang
banyak
kiai
pesantren,
pernah
belajar
ke
Univer-‐
yang
telah
berubah,
meskipun
banyak
sitas
Al
Azhar
Mesir,
asal
Jawa,
dan
me-‐
pula
yang
masih
tetap
dijaga
dan
diper-‐ nulis
cerpen.
Dengan
latar
pesantren
tahankan
di
kalangan
pesantren
dan
du-‐ yang
bersub-‐kultur
berbeda
itu,
dimung-‐
nia
kaum
santrinya.
Kemungkinan
besar
kinkan
ragam
pesantren
yang
diangkat
144
Perbandingan
Antologi
Cerpen
...
(Mashuri)
juga
memiliki
nuansa
yang
berbeda,
apa-‐ sastra
bandingan
dalam
kerja
perban-‐
lagi
yang
sudah
ditegaskan
bahwa
pe-‐ dingan
unsur-‐unsur
karya.
Digunakan-‐
santren
bukanlah
sebuah
sub-‐kultur
nya
gabungan
teori
tersebut
dengan
be-‐
yang
monolitik
tetapi
terdiri
atas
bera-‐ berapa
alasan.
Di
antaranya
kajian
struk-‐
gam
model
dan
pengembangannya.
Ala-‐ tural
yang
digunakan
dalam
kesempatan
san
kedua,
terdapat
kemiripan
struktual
ini
bukan
mengacu
pada
analisis
struk-‐
di
antara
cerpen-‐cerpen
kedua
penulis
tural
karya
sastra
yang
selama
ini
dike-‐
tersebut.
Jumlah
cerpen
dalam
kedua
nal
dalam
kajian
sastra
tetapi
menggu-‐
buku
(BBS
dan
LK)
sama
yaitu
15
buah.
nakan
strukturalisme
Levi-‐Strauss,
se-‐
Meskipun
dalam
penceritaaan
dan
gaya
hingga
dibutuhkan
perangkat
teori
lain
ceritanya
cukup
berbeda,
tetapi
ada
po-‐ untuk
mendukungnya
karena
Levi-‐
la-‐pola
yang
sejajar
dan
bisa
dikaji
dari
Strauss
berpandangan
bahwa
karya
sas-‐
segi
strukturalnya.
Alasan
ketiga,
jarang
tra
itu
tidak
dapat
diperlakukan
seperti
sekali
orang
pesantren
yang
bertaraf
kiai
mitos,
meski
demikian
seorang
ahli
menelorkan
karya
cerpen
dan
kedua
pe-‐ struktural
lainnya,
Roland
Barthes,
sa-‐
nulis
tersebut
adalah
di
antara
jumlah
ngat
mendukung
penggunaan
struktural
yang
sedikit
itu.
Hal
ini
dapat
ditelusuri
dalam
karya
sastra
(Ahimsa-‐Putra,
dari
tradisi
kepenulisan
di
dunia
pesan-‐ 2006:261).
Ahli
semiologi
ini
juga
yang
tren
selama
ini,
sehingga
muncul
tafsir
menekankan
tentang
kesenangan
dan
tersendiri
dari
kondisi
tersebut.
Antara
kenikmatan
dalam
mendekati
teks
atau
BBS
dan
LK
ditulis
oleh
kiai
yang
berbe-‐ pleasure
the
text.
Death
of
author
sedikit
da
konsentrasi
kepenulisannya.
BBS
di-‐ diabaikan
dalam
pengkajian
ini,
tetapi
tulis
cerpenis,
sedangkan
LK
ditulis
oleh
pleasure
the
text
menjadi
spirit
yang
penulis
yang
selama
ini
bergelut
dalam
mengilhami
tulisan
ini
dari
awal
sampai
bidang
puisi.
Diharapkan
dari
pertim-‐ akhir.
bangan
ketiga
ini
bisa
merunut
pada
Hal
itu
karena
dalam
kerangka
ka-‐
konstruksi
dunia
santri
dan
nalar
pesan-‐ jian
ini,
pemikiran
pengarang
menjadi
tren
dengan
lebih
detail
dan
menyelu-‐ salah
satu
acuan
untuk
merekonstruksi
ruh.
nalar
pesantren.
Pemikiran
pengarang
Dengan
beberapa
alasan
itulah,
di-‐ diakui
dalam
studi
sastra
dan
dikenal
mungkinkan
akan
didapat
pola
struk-‐ dengan
kajian
pandangan
dunia
penga-‐
tural
yang
menarik,
sekaligus
terdapat
rang
yang
masuk
wilayah
ekspresif.
Ada-‐
batas
ruang
liminal
yang
dihuni
oleh
ke-‐ pun
dalam
rangka
menambal
celah
ter-‐
dua
penulis
tadi,
juga
karya-‐karya
yang
sebut
digunakan
beberapa
pendekatan
dihasilkannya,
sehingga
konstruksi
du-‐ bantuan.
Di
antaranya
adalah
meminjam
nia
dan
nalar
pesantren
yang
dihasilkan
metode
Pierre
Bourdeau
terkait
dengan
dalam
analisis
lebih
bisa
dipertanggung-‐ posisi
agen
dalam
arena
produksi
kul-‐
jawabkan
kevalidannya.
tural
(Bourdeau,
2010).
Posisi
kiai
seba-‐
Adapun
untuk
mendapatkan
hasil
gai
pengarang,
intelektual
pesantren
dan
yang
maksimal
dan
menyantuni
banyak
pemuka
masyarakat
adalah
agen
dari
hal
dalam
kerja
pengkajian,
tulisan
ini
arena
kultural
yang
tidak
bisa
dilepas-‐
menggunakan
beberapa
kerangka
teori.
kan
dari
habitus
(lingkungan
yang
mem-‐
Kajian
struktural
digunakan
sebagai
da-‐ bentuk
diri
dan
perilaku
sampai
bawah
sar
membedah
karya,
digabung
dengan
sadarnya)
dan
modal
simboliknya
beru-‐
kajian
hermeneutik
serta
pendekatan
pa
penghormatan
masyarakat,
pemikir-‐
sastra
bandingan.
Dengan
kata
lain,
lan-‐ annya
dan
karya-‐karyanya.
Dalam
arena
dasan
teorinya
adalah
struktural-‐herme-‐ produksi
kultural,
antara
modal
simbolik
neutik,
dengan
menggunakan
metode
itu
menjadi
dunia
yang
tidak
dapat
145
ATAVISME,
Vol.
18,
No.
2,
Edisi
Desember
2015:
143—157
dilepaskan
dari
peran
agen-‐agen
ber-‐ simbol
dalam
dunia
pesantren.
Adapun
sangkutan,
sesuai
dengan
habitus
dan
teori
atau
pendekatan
sastra
bandingan
lintasan/trajektorinya.
digunakan
karena
di
antara
bahan
kajian
Pendekatan
lain
yang
digunakan
se-‐ ini
adalah
bandingan
dua
buah
karya
bagai
penyokong
utama
strukturalisme
sastra,
sehingga
diperlukan
telaah
kajian
adalah
hermeneutika.
Kajian
ini
merupa-‐ atau
perbandingan.
Adapun
rincian
sing-‐
kan
kajian
yang
berlandaskan
kekuatan
kat
mengenai
ketiga
teori
tersebut
ada-‐
tafsir,
dan
dalam
penelitian
ini
menggu-‐ lah
sebagai
berikut
nakan
tafsir
kebudayaan
Clifford
Geertz,
Pertama,
teori
strukturalisme
Levi-‐
apalagi
antara
antropologi
struktural
Straus.
Levi-‐Strauss
melihat
bahwa
da-‐
dan
antropologi
hermenutik
memiliki
lam
bidang
ilmu
humaniora,
ilmu
yang
asumsi
yang
sama
(Ahimsa-‐Putra,
sudah
mencapai
taraf
ilmiah
atau
sainti-‐
2006:254).
Perpaduan
ini
digunakan
ka-‐ fik,
sebagaimana
ilmu
alam
adalah
baha-‐
rena
jika
hanya
kajian
struktural
untuk
sa.
Ilmu
linguistik
sudah
bisa
menghasil-‐
membahas
sastra,
ada
kekurangannya
kan
dalil-‐dalil
yang
bisa
dijadikan
acuan
dan
harus
ditambah
dengan
hermeneu-‐ teori
secara
general.
Oleh
karena
itu,
tik,
meskipun
setiap
analisis
karya
itu
su-‐ Levi-‐Strauss
memasu
inspirasi
dari
ilmu
dah
hermenutik
(Ahimsa-‐Putra,
2006:
bahasa.
Sebagaimana
ditegaskan
254).
Namun
karena
bahannya
adalah
Ahimsa-‐Putra,
Levi-‐Strauss
sangat
terke-‐
karya
sastra,
teori
hermeneutik
menjadi
san
oleh
analisis
para
ahli
bahasa,
karena
demikian
signifikan
karena
sastra
seba-‐ telah
mampu
merumuskan
formula
ke-‐
gai
dunia
tanda
yang
perlu
ditafsirkan
bahasaan
yang
begitu
kompleks
untuk
mendapatkan
makna
relevansi-‐ (Ahimsa-‐Putra,
2006:29).
Ia
pun
ingin
nya.
Strukturalisme
Levi-‐Strauss
diguna-‐ menggunakan
metode
ilmu
bahasa
un-‐
kan
mengupas
karya
sastra,
juga
biografi
tuk
melihat
kebahasaan.
Tercatat
ada
ti-‐
pengarangnya
sebagai
semacam
‘data
et-‐ ga
ahli
bahasa
yang
berpengaruh
pada
nografis’,
sedangkan
sebagai
pelengkap
strukturalismenya,
yaitu
Ferdinand
de
dan
penjelas
dari
‘hutan
lambang’
yang
Saussure,
yang
dikenal
dengan
pembagi-‐
muncul
dari
konstruksi
dan
pola-‐pola
an
oposisi
wadah-‐isi,
langue-‐parole,
ti-‐
karya
yang
dihasilkan
digunakan
tafsir
nanda-‐penanda,
paradigmatik-‐sintagma-‐
kebudayaan,
sebagaimana
Geertz
ketika
tik,
dan
lainnya;
Roman
Jacobson
yang
mendekati
dan
menafsirkan
data-‐data
dikenal
sebagai
ahli
fonemik;
dan
ter-‐
etnografis.
akhir
adalah
Nikolai
Trubetzkoy
yang
memperkenalkan
unsur
ketaksadaran
TEORI
dalam
bahasa.
Dari
ketiganya
tersebut,
Penelitian
ini
menggunakan
tiga
elabora-‐ Levi-‐Strauss
merumuskan
strukturalis-‐
si
teori,
yaitu
strukturalisme,
tafsir
kebu-‐ menya.
dayaan
dan
sastra
bandingan.
Alasannya,
Ahimsa-‐Putra
menegaskan,
sruk-‐
ketiga
teori
ini
memang
diperlukan
da-‐ turalisme
Levi-‐Strauss
secara
implisit
lam
kerja
analisis.
Teori
strukturalisme
menganggap
teks
naratif,
seperti
mitos,
untuk
membongkar
struktur
karya
dan
sejajar
atau
mirip
dengan
kalimat
atas
dunia
pengarang.
Struktur
itulah
yang
dua
hal.
Pertama,
teks
tersebut
adalah
dijadikan
data
pengkajian.
Hermeneutik
sesuatu
yang
mewujudkan,
mengeks-‐
dan
tafsir
kebudayaan
digunakan
untuk
presikan,
keadaan
pemikiran
seseorang,
menafsir
simbol
dalam
karya
yang
da-‐ seperti
halnya
sebuah
kalimat
memper-‐
lam
kesempatan
ini
dianggap
sebagai
lihatkan
atau
mengejawantahkan
pemi-‐
gugus
simbol
budaya.
Selain
itu,
juga
taf-‐ kiran
seorang
pembicara.
Makna
teks
sir
pada
realitas
kesejarahan
dunia
naratif
tersebut
lebih
dari
sekadar
146
Perbandingan
Antologi
Cerpen
...
(Mashuri)
makna
yang
dapat
ditangkap
dari
kali-‐ untuk
structuring,
untuk
menstruktur,
mat-‐kalimat
tunggal
yang
membentuk
menyusun
suatu
struktur,
atau
menem-‐
teks
tersebut,
sebab
kita
bisa
saja
mema-‐ pelkan
suatu
struktur
tertentu
pada
ge-‐
hami
makna
kalimat-‐kalimat
ini,
tetapi
jala-‐gejala
yang
dihadapinya.
Adanya
ke-‐
tidak
dapat
menangkap
makna
keselu-‐ mampuan
ini
membuat
manusia
(se-‐
ruhan
teks.
Kedua,
teks
tersebut
membe-‐ olah-‐olah)
dapat
melihat
struktur
di
ba-‐
rikan
bukti
bahwa
dia
diartikulasikan
lik
berbagai
macam
gejala
(Ahimsa-‐
dari
bagian-‐bagian,
sebagaimana
kali-‐ Putra,
2006:67).
Ketiga,
suatu
istilah
di-‐
mat-‐kalimat
yang
diartikulasikan
oleh
tentukan
maknanya—mengikuti
kata-‐kata
yang
membentuk
kalimat
ter-‐ Saussure—oleh
relasi-‐relasinya
pada
su-‐
sebut
(Ahimsa-‐Putra,
2006:31).
Namun,
atu
titik
waktu
tertentu,
yaitu
secara
sin-‐
untuk
memahami
model
analisisnya
ha-‐ kronis,
dengan
istilah-‐istilah
yang
lain,
rus
diketahui
tentang
konsep
penting
para
penganut
strukturalisme
berpenda-‐
lainnya,
yaitu
konsep
struktur
dan
trans-‐ pat
bahwa
relasi-‐relasi
suatu
fenomena
formasi
(Ahimsa-‐Putra,
2006:60).
budaya
dengan
fenomena-‐fenomena
Perlu
diketahui,
tegas
Ahimsa-‐ yang
lain
pada
titik
waktu
tertentu
inilah
Putra,
strukturalisme
Levi-‐Strauss
ber-‐ yang
menentukan
makna
fenomena
ter-‐
beda
dengan
strukturalisme
lainnya.
Pa-‐ sebut
(Ahimsa-‐Putra,
2006:68).
Keem-‐
radigma
struktural
yang
dikembangkan
pat,
relasi-‐relasi
yang
ada
pada
struktur
Levis-‐Strauss
berasal
dari
rajutan
bebe-‐ dalam
dapat
diperas
atau
disederhana-‐
rapa
tokoh
dan
bidang.
Selain
dari
ilmu
kan
lagi
menjadi
oposisi
berpasangan
bahasa,
strukturalismenya
juga
diilhami
(binary
opposition).
Oposisi
ini
dapat
di-‐
oleh
filsuf
besar
yang
gaungnya
hingga
bedakan
menjadi
dua
yakni
ekslusif
dan
kini
masih
sangat
jelas,
Karl
Marx,
dan
tidak
ekslusif.
Contoh
oposisi
pertama
ahli
psikoanalisa
Sigmund
Freud.
Me-‐ adalah:
menikah
dan
tidak
menikah.
mang
sangat
jarang
menjumpai
intelek-‐ Contoh
oposisi
kedua
adalah:
matahari
tual
dunia
yang
tidak
terpengaruh
oleh
dan
rembulan,
gagak
dan
elang
dan
se-‐
kedua
tokoh
tersebut.
bagainya
(Ahimsa-‐Putra,
2006:69).
Adapun
untuk
memahami
struk-‐ Teori
kedua
adalah
tafsir
kebudaya-‐
turalisme
terdapat
beberapa
asumsi
da-‐ an
Clifford
Geertz.
Geertz
lebih
memper-‐
sar.
Pertama,
dalam
strukturalisme
ada
hatikan
makna
daripada
sekadar
perila-‐
anggapan
bahwa
berbagai
aktivitas
sosi-‐ ku
manusiawi.
Ia
beranggapan
kebuda-‐
al
dan
hasilnya,
seperti
dongeng,
upaca-‐ yaan
adalah
hal
yang
semiotik
dan
kon-‐
ra-‐upacara,
sistem
kekerabatan
dan
pola
tekstual.
Tafsirannya
adalah
dengan
me-‐
tempat
tinggal,
pakaian
dan
sebagainya,
maparkan
konfigurasi
dan
sistem-‐sistem
secara
formal
semuanya
dapat
dikata-‐ simbol
yang
bermakna
secara
mendalam
kan
sebagai
bahasa-‐bahasa
atau
lebih
te-‐ dan
menyeluruh.
Simbol
budaya
adalah
patnya
merupakan
perangkat
tanda
dan
kendaraan
pembawa
makna.
Hal-‐hal
simbol
yang
menyampaikan
pesan
ter-‐ yang
berhubungan
dengan
simbol
yang
tentu.
Oleh
karena
itu
terdapat
keterta-‐ tersedia
dan
dikenal
oleh
masyarakat.
taan
(order)
serta
keterulangan
(regular-‐ Simbol
adalah
sesuatu
yang
harus
di-‐
ities)
pada
berbagai
fenomena
terebut
tangkap
atau
ditafsir
maknanya,
lalu
di-‐
(Ahimsa-‐Putra,
2006:66).
Kedua,
dalam
bagikan
kepada
masyarakat
dan
diwa-‐
struktralisme
ada
anggapan
bahwa
da-‐ riskan
pada
anak
cucu.
Menurutnya,
se-‐
lam
diri
manusia
terdapat
kemampuan
lama
ini
sistem
simbol
yang
tersedia
di
dasar
yang
diwariskan
secara
genetis-‐se-‐ kehidupan
masyarakat
menunjukkan
hingga
kemampuan
ini
ada
pada
semua
bagaimana
masyarakat
bersangkutan
orang
yang
‘normal’-‐
yaitu
kemampuan
melihat,
merasa,
dan
berpikir
tentang
147
ATAVISME,
Vol.
18,
No.
2,
Edisi
Desember
2015:
143—157
dunia
mereka
dan
bertindak
berdasar
lain
sebagai
keseluruhan
ungkapan
kehi-‐
pada
nilai-‐nilai
yang
sesuai
dan
selaras.
dupan’
(Remak,
1990:1).
Geertz
juga
menyiratkan
adanya
dualitas
Robert
J.
Clements
(1978:7)
mem-‐
dalam
kerja
tafsir
kebudayaan
di
lapang-‐ perkenalkan
lima
pendekatan
dalam
sas-‐
an,
yaitu
apakah
peneliti
menggunakan
tra
bandingan,
di
antaranya
adalah
te-‐
kaca
mata
ilmiah
atau
peneliti
menggu-‐ ma/mitos,
genre/bentuk,
gerakan/za-‐
nakan
mata
kepala
masyarakat.
Ia
juga
man,
hubungan-‐hubungan
antara
bidang
mendukung
pentingnya
kajian
sejarah
seni
dan
disiplin
ilmu
lain
dan
pelibatan
kemasyarakatan,
untuk
mengurai
simbol
sastra
sebagai
bahan
bagi
perkembang-‐
yang
dikembangkan
(Geertz,
1992).
an
teori
dan
kritik
sastra
yang
terus
me-‐
Oleh
karena
itu,
dalam
sebuah
penelitian
nerus
bergulir.
Adapun
dalam
makalah
memang
seyogianya
memadukan
unsur
ini
perbandingan
yang
dilakukan
adalah
emik
dan
etik.
Dan,
dalam
penelitian
ini,
antara
karya
sastra
dengan
karya
sastra,
diusahakan
menggunakan
metode
terse-‐ dan
karya
sastra
dengan
disiplin
lain
se-‐
but.
Dengan
menganggap
bahwa
karya,
perti
sosial-‐budaya,
dan
agama.
Pende-‐
dan
historisitas
di
baliknya
adalah
data-‐ katan
yang
dilakukan
meliputi
perpadu-‐
data
kebudayaan
dan
berupa
simbol-‐ an
pendekatan
tema/mitos,
gerakan/za-‐
simbol
yang
perlu
ditafsirkan
untuk
di-‐ man,
hubungan
antarbidang
seni,
juga
cari
makna
terdalamnya.
pelibatan
sastra
sebagai
bahan
perkem-‐
Ketiga
adalah
pendekatan
sastra
bangan
teori
dan
kritik
sastra
yang
terus
bandingan.
Sastra
bandingan
yang
digu-‐ bergulir,
mengingat
untuk
saat
ini
se-‐
nakan
adalah
perbandingan
interdisip-‐ dang
ada
ikhtiar
untuk
menggulirkan
ga-‐
liner,
yaitu
sastra
dengan
sastra
dan
sas-‐ gasan
sastra
pesantren,
hubungannya
tra
dengan
bidang
lainnya.
Menurut
dengan
sastra
Islami,
sastra
sufistik,
dan
Damono,
sastra
bandingan
merupakan
lain-‐lainnya.
Dalam
makalah
ini,
gagas-‐
disiplin
dalam
ilmu
sastra
yang
tidak
annya
mengerucut
pada
konstruksi
na-‐
menghasilkan
teori
tersendiri
(Damono,
lar
pesantren.
Apalagi
sastra
sebagai
2005:2).
Teori
apapun
bisa
dimanfaat-‐ produk
budaya
merupakan
gambaran
kan
dalam
sastra
bandingan,
senyam-‐ dan
refleksi
dari
sistem
pengetahuan,
ca-‐
pang
sesuai
dengan
objek
dan
tujuan
ra
berpikir,
dan
pandangan
masyarakat-‐
penelitiannya.
Dalam
hal
ini
metode
nya.
yang
umum
digunakan
adalah
memban-‐
dingkan.
Tentu
saja
dalam
hal
ini
perlu
METODE
diperikan
hal
ihwal
yang
bisa
dibanding-‐ Metode
yang
digunakan
dalam
peneliti-‐
bandingkan.
Remak
memberi
batasan
an
ini
adalah
mengumpulkan
data
beru-‐
ihwal
tersebut.
Menurut
Remak,
‘sastera
pa
dua
buku
cerpen
yaitu
BBS
dan
LK,
bandingan
merupakan
kajian
sastra
di
kemudian
data
biografis
pengarang,
yai-‐
luar
batas
sesebuah
negara
dan
kajian
tu
M.
Fudoli
Zaini
dan
A.
Mustofa
Bisri.
tentang
hubungan
di
antara
sastera
de-‐ Selain
itu,
juga
data
kepenulisan
di
dunia
ngan
bidang
ilmu
serta
kepercayaan
pesantren.
Bahan-‐bahan
tadi
dianggap
yang
lain
seperti
seni
(misalnya,
seni
lu-‐ sebagai
teks
dan
artefak
budaya.
Lang-‐
kis,
seni
ukir,
senibina,
seni
muzik),
falsa-‐ kah
pertama
analisis
adalah
dengan
fah,
sejarah,
sains
sosial
(misalnya
poli-‐ membedah
biografi
kedua
pengarang
se-‐
tik,
ekonomi,
sosiologi),
sains,
agama,
cara
struktural
dengan
membandingkan
dan
lain-‐lain.
Ringkasnya,
sastera
bandi-‐ keduanya.
Ternyata
ada
oposisi
biner
di
ngan
membandingkan
sastera
sebuah
antara
keduanya
dan
dicarilah
ruang
li-‐
negara
dengan
sastera
negara
lain
dan
minalitas,
atau
ruang
yang
dihuni
kedua
membandingkan
sastera
dengan
bidang
kiai.
Pengkajian
selanjutnya
dilakukan
148
Perbandingan
Antologi
Cerpen
...
(Mashuri)
dengan
mengkaji
struktur
kedua
buku
Azhar.
Sambil
kuliah,
Fudoli
bekerja
se-‐
kumpulan
cerpen.
Langkah
pertama
de-‐ bagai
staf
Kedutaan
Besar
Republik
In-‐
ngan
mengelompokkan
masing-‐masing
donesia
di
Mesir.
Meski
sangat
merepot-‐
cerpen
dalam
bukunya
sendiri
ke
dalam
kan,
ia
berhasil
menyelesaikan
studinya
pola-‐pola
yang
sama.
Dari
sini
masing-‐ di
universitas
itu
dan
memperoleh
gelar
masing
buku
bisa
dikonstruksi
menjadi
master
(M.A.)
untuk
bidang
syariah
dan
sembilan
pola.
Setelah
itu,
dibandingkan
filsafat
dan
doktor
(Ph.D.)
untuk
bidang
antara
kedua
kumpulan
cerpen
itu,
un-‐ sastra
dan
filsafat
sufi
serta
sejarah
Islam
tuk
mengetahui
bangunan
struktur/pola
(Mahayana,
2004:12)
yang
mirip
di
antara
keduanya.
Dari
sini
Di
tengah
kesibukannya
menyele-‐
juga
bisa
dikonstruksi
sembilan
pola.
saikan
studi
di
Institute
of
Islamic
Studi-‐
Dua
langkah
tersebut
diasumsikan
seba-‐ es
dan
Institute
of
Arabic
Studies
di
Uni-‐
gai
upaya
untuk
meletakkan
cerpen-‐cer-‐ versitas
Al-‐Azhar,
Fudoli
masih
sempat
pen
itu
(masing-‐masing
berjumlah
15
menghasilkan
sejumlah
cerpen
yang
ke-‐
buah)
dalam
bingkai
sinkronik
(dalam
mudian
banyak
diterbitkan
majalah
Ho-‐
karya
sendiri)
dan
diakronik
(di
antara
rison.
Boleh
jadi
lantaran
itu
pula,
H.B.
karya
yang
berbeda),
dengan
bersandar
Jassin,
Ajip
Rosidi,
Wildam
Yatim,
dan
pada
unsur-‐unsur
instrinsik
yang
me-‐ Satyagraha
Hoerip
menempatkan
Fudoli
nyusun
karya
tersebut
yang
biasa
dike-‐ sebagai
cerpenis
yang
produktif.
Pada
nal
dalam
kajian
sastra,
mulai
dari
tema,
pertengahan
tahun
1986,
Fudoli
kembali
tokoh,
latar,
perwatakan,
dan
sebagai-‐ ke
tanah
air
dan
mengajar
di
IAIN
Sunan
nya.
Setelah
didapat
pola
strukturnya,
la-‐ Ampel
Surabaya
untuk
mata
kuliah
Seja-‐
lu
digunakan
pendekatan
tafsir
kebuda-‐ rah
Perkembangan
Pemikiran
Islam
dan
yaan
untuk
melihat
dunia
pesantren
le-‐ Hadis
(Mahayana,
2004:12).
Hingga
dia
wat
kedua
karya
tersebut.
Dalam
hal
ini,
wafat
pada
2003,
ia
adalah
guru
besar
yang
diacu
juga
teks-‐teks
cerpen
dan
di-‐ paling
disegani
di
institusi
itu
dengan
ka-‐
padu
dari
hasil
analisis
struktural
yang
pasitas
pada
Filsafat
Islam
dan
tasawuf.
sudah
ada.
Selanjutnya
adalah
menelu-‐ Fudoli
berlatar
belakang
pesantren
yang
suri
realitas
kepenulisan
dalam
dunia
kuat,
karena
ia
merupakan
cucu
dari
se-‐
pesantren,
baik
itu
penulisan
tradisional
orang
pendiri
pesantren
di
Sumenep
atau
modern,
yang
merupakan
asal
ke-‐ yang
kharismatik
dan
ia
mengasuh
pe-‐
dua
pengarang
bersangkutan.
Dari
sini-‐ santren
Miftahul
Ulum
di
Sumenep
sam-‐
lah
dapat
dirumuskan
dalam
simpulan
pai
wafatnya.
tentang
konstruksi
nalar
pesantren.
M.
Fudoli
Zaini
sudah
berkiprah
me-‐
nulis
cerpen
sejak
tahun
1964.
Meski
HASIL
DAN
PEMBAHASAN
cerpen-‐cerpennya
sudah
termasuk
da-‐
Ruang
Liminal
Kedua
Pengarang
lam
beberapa
buku
sastra
dan
dianggap
Biografi
M.
Fudoli
Zaini
memang
menun-‐ produktif,
tetapi
namanya
hampir
terlu-‐
jukkan
ia
memiliki
pengalaman
yang
pa
oleh
banyak
pihak.
Bahkan
A
Teeuw
berbeda
dengan
generasi
santri
seza-‐ tidak
menyebutnya,
meskipun
sebelum
mannya.
Mahayana
mencatat,
masa
se-‐ meluncurkan
buku
cerpen,
cerpen-‐cer-‐
kolah
dihabiskan
Fudoli
di
tanah
kelahir-‐ pennya
sudah
terserak
ke
beberapa
annya.
Selepas
tamat
SMA
Negeri
Pame-‐ kumpulan
cerpen
bersama
(Mahayana,
kasan,
ia
melanjutkan
kuliah
di
IAIN
2004:12).
Di
antara
kumpulan
cerpen
Sunan
Ampel
Surabaya
yang
diselesai-‐ penting
yang
memuat
karyanya
adalah
kannya
tahun
1966.
Pada
pertengahan
Angkatan
66:
Prosa
dan
Puisi
karya
HB
tahun
1968,
ia
berangkat
ke
Kairo
untuk
Jassin
(Gunung
Agung,
1976),
Laut
Biru
melanjutkan
studinya
di
Universitas
Al-‐ Langit
Biru
yang
disunting
oleh
Ayip
149
ATAVISME,
Vol.
18,
No.
2,
Edisi
Desember
2015:
143—157
Rosidi
(Pustaka
Jaya,
1977),
Dari
Jodoh
dikenal
sebagai
penulis
handal.
sampai
Supiyah
(Sayembara
Kincir
Emas
Basis
pendidikannya
menunjukkan
dan
Djambatan,
1976),
Cerita
Pendek
In-‐ kesantriannya.
Selain
mendapat
gem-‐
donesia
III
yang
dieditori
Satyagraha
blengan
dari
keluarga
sendiri,
ia
juga
Hoerip
(Balai
Pustaka,
1986),
dan
lain-‐ nyantri
di
berbagai
pesantren,
di
antara-‐
nya.
Adapun
buku-‐buku
cerpennya
ku-‐ nya
Pesantren
Lirboyo
Kediri
di
bawah
rang
lebih
ada
enam.
Di
antaranya
Lagu
asuhan
K.H.
Marzuqi
dan
K.H.
Mahrus
Ali
Jalanan
(Balai
Pustaka,
1982),
Potret
Ma-‐ dan
di
Pesantren
Al
Munawwar
Krapyak
nusia
(Balai
Pustaka,
1983),
Kota
Kela-‐ Yogyakarta
di
bawah
asuhan
K.H.
Ali
hiran
(Balai
Pustaka,
1985),
Arafah
(Pus-‐ Ma’shum
dan
K.H.
Abdul
Q.
Selanjutnya,
taka
Salman
Bandung,
1985),
Batu-‐batu
ia
menempuh
studi
di
Universitas
Al
Setan
(Jakarta:
Pustaka
Firdaus,
1994)
Azhar
pada
1964.
Gus
Mus
juga
telah
dan
Rindu
Ladang
Padang
Ilalang
(Yog-‐ mendapat
anugerah
gelar
Doktor
Honor-‐
yakarta:
Bentang,
2002).
is
Causa
dari
UIN
Sunan
Kalijaga
Yogya-‐
Abdul
Hadi
W.M.
menempatkan
karta.
Fudoli
Zaini
sebagai
salah
satu
pelopor
Ia
dilahirkan
di
Rembang
pada
10
sastra
sufistik
di
Indonesia
pada
tahun
Agustus
1944.
Latar
belakang
keluarga-‐
1970-‐an
yang
berjejer
dengan
nama-‐na-‐ nya
dikenal
sebagai
para
penulis
dan
in-‐
ma
seperti
Kuntowijoyo,
Danarto,
Abdul
telektual
pesantren.
Kakeknya,
K.H.
Hadi
W.M.,
dan
Sutarji
Calzaum
Bachri
Zaenal
Musthofa,
dikenal
sebagai
penulis
(Abdul
Hadi
W.M.,
2001:320).
Meskipun
cukup
produktif.
Ayahnya,
K.H.
Bisri
demikian,
ia
memiliki
kekhasan
diban-‐ Musthofa,
lebih
produktif
lagi.
Pada
saat
ding
lainnya,
di
antaranya
adalah
cer-‐ Gus
Mus
masih
di
Al-‐Azhar,
ia
mengge-‐
pennya
berbicara
tentang
pesantren
luti
penulisan
puisi
dan
gambar
untuk
yang
ditulis
oleh
kalangan
pesantren.
majalah
setempat.
Ia
merambah
ranah
Yang
menarik
adalah
pandangan
dia
ten-‐ sastra
Indonesia,
mulai
pada
1987,
keti-‐
tang
kepenulisan
yang
khas
sebagai
ka
K.H.
Abdurrahman
Wahid,
seorang
orang
pesantren:
yaitu
menulis
sebagai
kawan
karibnya
selama
di
Universitas
ibadah.
Wawasan
estetika
Fudoli
jelas
Al-‐Azhar,
menjabat
ketua
DKJ,
dan
me-‐
bersumber
dari
khazanah
sastra
dan
fil-‐ ngundangnya
untuk
baca
puisi
Arab
di
safat
sufi.
Ia
berpandangan
‘terlibat-‐da-‐ TIM
Jakarta
dalam
festival
sastra
inter-‐
lam’
dalam
proses
kepenulisannya
nasional.
Sejak
itulah,
ia
dekat
dengan
(Mahayana,
2004).
para
sastrawan
dan
mulai
menulis
puisi
Sementara
itu,
hal
yang
sama
juga
lagi,
karena
sebenarnya
ia
juga
menulis
berlaku
untuk
A.
Mustofa
Bisri
yang
ka-‐ puisi
pada
awalnya.
Setelah
itu,
sebutan
rib
disapa
Gus
Mus.
Posisi
Gus
Mus
seba-‐ budayawan
berbasis
pesantren
melekat
gai
kiai,
pengarang,
intelektual
pesan-‐ pada
namanya.
Pada
tahun
2002,
ia
mu-‐
tren,
dan
pemuka
masyarakat
adalah
lai
menulis
cerpen,
dan
cerpen
pertama-‐
agen
dari
ranah
kultural.
Di
luar
sastra,
nya
Gus
Jakfar
dimuat
Kompas
pada
ta-‐
ia
lebih
dikenal
sebagai
kiai
dan
biasanya
hun
itu
dan
pada
tahun
2003
termasuk
namanya
diberi
gelar
kiai
haji
(K.H.).
Ja-‐ dalam
kumpulan
cerpen
pilihan
Kompas.
batan
formal
kekiaiannya
memang
pan-‐ Kumpulan
cerpennya
Lukisan
Kaligrafi
jang.
Ia
pernah
menjabat
Rais
Syuriah
diterbitkan
penerbit
buku
Kompas,
ta-‐
PBNU,
juga
pernah
menjadi
anggota
De-‐ hun
2003.
wan
Penasihat
DPP
PKB.
Ia
pengasuh
pe-‐ Pandangan
Gus
Mus
terhadap
dunia
santren
Raudlotut
Tholibin
dan
dari
ke-‐ kepenulisan
memang
masih
terkait
de-‐
luarga
kiai.
Ayah
dan
kakeknya
adalah
ngan
dunia
santri,
sebagaimana
dikutip
tokoh
pesantren
yang
disegani,
sekaligus
dari
blognya
(www.gusmus.net,
diunduh
150
Perbandingan
Antologi
Cerpen
...
(Mashuri)
151
ATAVISME,
Vol.
18,
No.
2,
Edisi
Desember
2015:
143—157
152
Perbandingan
Antologi
Cerpen
...
(Mashuri)
yaitu
“Gus
Jakfar”
(GJ),
“Ning
Umi”
(NU),
Dengan
pengandaian,
bahwa
penjajaran
“Kang
Amin”
(KA),
“Kang
Kasanun”
(KK),
pola
yang
sudah
disebutkan
tadi
sebagai
dan
“Ndoro
Mat
Amit”
(NMA).
Pola
IX
penjajaran
sinkronik,
sedangkan
yang
berdasar
pada
tokoh
misterius.
Terdapat
akan
dijajar
berikut
adalah
diakronik-‐
dua
buah
cerpen
yaitu
“Amplop
Abu-‐ nya.
Abu”
(AAA)
dan
“Gus
Jakfar”
(GJ).
Pola-‐pola
tersebut
menjadi
kon-‐ Pola
I
berdasarkan
Latar
Mesir
struksi
LK
dan
BBS
terkait
dengan
un-‐ Antara
PB
(BBS)
dan
I
(LK)
terdapat
pola
sur-‐unsur
pembentuk
cerpen.
Model
konstruksi
yang
mirip.
Kedua
cerpen
ini
penjajaran
tersebut
dalam
kaidah
struk-‐ menggunakan
latar
Timur
Tengah,
ter-‐
tural
disebut
dengan
sintagmatik
atau
utama
Mesir,
berbicara
tentang
cinta
tak
sinkronik.
sampai.
Cerpen
PB
diakhiri
dengan
ke-‐
matian
tokoh
wanita,
sedangkan
pada
Perbandingan
Pola
Struktur
antara
cerpen
I
diakhiri
dengan
bagaimana
si
Batu-‐Batu
Setan
dan
Lukisan
Kaligrafi
aku
seakan
tidak
percaya
bahwa
gadis
Bila
dibandingkan
dengan
kumpulan
yang
pernah
ia
cintai
di
Timur
Tengah
cerpen
M.
Fudoli
Zaini
lain,
BBS
tampak
itu
telah
begitu
banyak
berubah
setelah
dari
segi
kematangan
dalam
pandangan-‐ tidak
berjumpa
30
tahun.
Kedua
cerpen
pandangan
sufistiknya.
Di
samping
itu,
ini
dibingkai
dalam
sebuah
putaran
na-‐
pembicaraan
tentang
dunia
pesantren
ti-‐ sib
yang
demikian
sulit
diterka,
gaib,
ab-‐
dak
seperti
dalam
buku
kumpulan
‘Lagu
surd,
dan
sebuah
cinta
yang
demikian
Jalanan’
yang
memang
hanya
bercerita,
menyala,
meski
PB
(percakapannya
ti-‐
tetapi
memiliki
kandungan
yang
lebih
dak
nyambung
dan
tidak
tahu
nama
ma-‐
mendalam.
Sementara
itu
dipilihnya
LK
sing-‐masing),
sedangkan
cerpen
I
(per-‐
karena
itu
adalah
kumpulan
cerpen
A.
cakapan
nyambung,
tahu
nama
masing-‐
Mustofa
Bisri
satu-‐satunya.
Kumpulan
masing,
tetapi
akhirnya
berpisah
tanpa
cerpen
LK
juga
berbicara
tentang
dunia
kepastian
dan
bersua
kembali
setelah
30
pesantren,
sufisme,
dan
hal-‐hal
lain
da-‐ tahun
berpisah,
ketika
sama-‐sama
men-‐
lam
kehidupan
keberagaman.
Di
sam-‐ jadi
pendakwah).
ping
itu
ada
pola
konstruksi
yang
hampir
sama
antara
BBS
dan
LK
dan
cukup
me-‐ Pola
II
berdasar
Pola
Cerita
dan
Latar
narik
untuk
dikaji
dan
diperbandingkan.
Kakbah
Kemiripan
pola
konstruksi
struktur
cer-‐ Cerpen
H
(BBS)
berkisah
tentang
jamaah
pen
itu
bisa
saja
terjadi
karena
kemung-‐ haji
yang
menghilang
di
Tanah
Suci,
ka-‐
kinan
besar
kedua
penulis
memasu
sum-‐ rena
ingin
mencari
guru
dari
gurunya.
ber
ilham
yang
sama,
sehingga
dalam
pe-‐ Cerpen
ini
berpola
cerita
mirip
dengan
ngisahan,
alur,
dan
objeknya
seringkali
MY
(LK).
Latarnya
juga
sama,
yaitu
di
Ta-‐
memiliki
kemiripan.
Hal
itu
akan
dibuk-‐ nah
Suci,
saat
berangkat
haji.
Konfliknya
tikan
dengan
model
penjajaran
berikut.
hampir
sama
ketika
ada
pasangan
haji
Setelah
cerpen-‐cerpen
dalam
BBS
yang
hilang.
Tokohnya
juga
yaitu
sepa-‐
dan
LK
dijajar
berdasarkan
pola
struktur
sang
suami
isteri.
Motif
hilangnya
berbe-‐
masing-‐masing
kumpulan
cerpen,
yaitu
da,
tetapi
hampir
mengalami
peristiwa
cerpen
di
BBS
dengan
sesama
di
BBS,
yang
sama
saat
hilang.
Meski
demikian,
dan
cerpen
di
LK
dengan
sesama
cerpen
ada
beberapa
perbedaan
asasi
di
antara
LK,
maka
akan
dijajar
berdasarkan
pola
keduanya.
H
disembunyikan
guru
de-‐
struktur
kedua
kumpulan
tersebut.
Se-‐ ngan
tujuan
menunjukkan
siapa
yang
kurang-‐kurangnya
terdapat
tujuh
pola
hajinya
diterima
dan
tidak,
MY
disembu-‐
yang
hampir
sama
antara
BBS
dan
LK.
nyikan
sosok
misterius
yang
merupakan
153
ATAVISME,
Vol.
18,
No.
2,
Edisi
Desember
2015:
143—157
balasan
atas
kebaikan
tokoh,
pada
saat
Pola
V
berdasar
Tema
Perjalanan
Spiri-‐
mencari
kerikil
untuk
jumroh.
tual
Cerpen
PK
(BBS)
berlatar
Makkah,
ter-‐
Pola
III
berdasarkan
Sarana
dan
Misteri-‐ kait
dengan
hubungan
guru-‐murid
dan
us
kakek
guru.
Hamid
ditemui
kakek
guru-‐
Cerpen
S
(BBS)
terjadi
pada
seorang
nya,
bernama
Syekh
Kamaluddin
di
Mek-‐
anak
kiai
di
Madura.
Ia
mendapat
surat
kah,
yang
sangat
misterius
dan
tidak
misterius
dari
teman
semasa
kecilnya,
sembarang
orang
berhasil
menemuinya.
Sidik,
yang
ternyata
ketika
ditelusuri
si
Ayahnya
sendiri
sudah
almarhum
seba-‐
teman
sudah
mati.
Jadi
selama
tiga
kali
ia
gai
pengasuh
pesantren.
Ia
berpesan
pa-‐
mendapatkan
surat
itu,
berasal
dari
ru-‐ da
anaknya
untuk
mencari
gurunya
se-‐
ang
yang
berbeda:
di
alam
arwah.
Surat
masa
hidup
di
Makkah.
Dalam
GJ
(LK),
itu
berisi
pesan-‐pesan
khusus.
Ternyata
pola
hampir
sama.
Anak
seorang
kiai
pe-‐
teman
tadi
dibantai
orang
karena
konflik
santren
yang
akhirnya
mendapatkan
gu-‐
politik.
Adapun
dalam
cerpen
AAA
(LK)
ru
Kiai
Tawakkal.
Gus
Jakfar
diminta
un-‐
berkisah
tentang
seorang
ustad
atau
dai.
tuk
berguru
pada
Kiai
Tawakkal,
sehing-‐
Ia
selalu
mendapatkan
amplop
yang
ber-‐ ga
ia
berubah
dengan
tidak
sering
mem-‐
isi
pesan-‐pesan
khusus
setiap
selesai
ce-‐ baca
nasib
orang.
ramah.
Setiap
ceramah
ia
pasti
didatangi
lelaki
tua
yang
aneh.
Ternyata
yang
Pola
VI
berdasar
Tokoh
Anak
Kiai
dan
memberi
amplop
itu
adalah
sosok
lain,
Dunia
Pesantren
yaitu
Khidir.
Amplop
itu
tidak
hanya
pe-‐ Dalam
cerpen
I
(BBS)
anak
kiai
masih
san
tetapi
juga
ada
keajaibannya,
karena
kecil
berkisah
tentang
ibunya.
Pewaris
amplop
terakhir
yang
abu-‐abu
itu
tertu-‐ sebuah
pesantren.
Ia
berkisah
tentang
lis
tahun
1418,
yang
di
situ
adalah
saat
dunia
mistik
saat
kakek
dan
ayahnya
tokoh
aku
naik
haji.
Padahal
amplop
itu
membangun
pesantren
yang
harus
me-‐
diberikan
sebelumnya.
Juga
pada
saat
lawan
jin.
Mereka
mampu,
ia
pun
mulai
mencari
amplop
abu-‐abu
itu
terjadi
ke-‐ belajar
mengaji
pada
ayahnya,
berkarib
ajaiban:
lemari
istrinya
penuh
dan
berlu-‐ dengan
santri-‐santri
anaknya.
Dalam
KK
beran
uang.
(LK),
dikisahkan
anak
kiai
yang
masih
kecil
terobsesi
oleh
Kang
Kasanun
kare-‐
Pola
IV
berdasar
Rahasia
Hidup
dan
Mati
na
ayah
si
anak
adalah
teman
saat
mon-‐
Cerpen
A
(BBS)
berkisah
tentang
Haji
dok
Kang
Kasanun.
Namun,
ketika
ber-‐
Asnawi
yang
ingin
mati
di
Mekkah.
Ia
sua,
ia
diberi
wejangan
agar
tidak
seperti
berkali-‐kali
berhaji
dan
hampir
tiap
ta-‐ Kang
Kasanun
tetapi
meniru
si
ayah
hun,
dengan
tujuan
agar
mati
di
sana,
ka-‐ yang
kiai.
rena
ia
sudah
tua.
Ternyata,
ia
malah
ma-‐
ti
di
tempat
salah
satu
anaknya
di
Singa-‐ Pola
VII
berdasar
Tokoh
Kiai
di
Masya-‐
pura.
Jika
A
berkisah
tentang
keinginan
rakat
mati,
KA
(LK)
berkisah
tentang
keingin-‐ Cerpen
BKS
(BBS)
berkisah
tentang
se-‐
an
hidup.
Dikisahkan
Kang
Amin
adalah
orang
Kiai
Sabri
di
Madura
yang
dibantai
khadam
Kiai
Nur.
Ia
ingin
menyunting
oleh
sekelompok
orang
yang
tidak
se-‐
anak-‐anak
Kiai
Nur
seperti
Ning
Romlah,
suai
afiliasinya
dengan
dirinya.
Ia
me-‐
Ning
Laila,
dan
Ning
Ummi,
tetapi
tidak
ninggal,
sementara
isterinya
sekarat.
Da-‐
bisa,
karena
anak-‐anak
Kiai
Nur
selalu
lam
GM
(LK)
berkisah
tentang
Gus
menikah
dengan
lelaki
lain.
Pada
akhir-‐ Muslih
yang
dijauhi
oleh
orang-‐orang
di
nya,
ternyata
jodoh
Kang
Amin
adalah
sekitarnya
karena
cenderung
menen-‐
Nyai
Jamilah,
janda
Kiai
Nur.
tang
pendapat
umum.
Ihwal
tentang
154
Perbandingan
Antologi
Cerpen
...
(Mashuri)
relasi
antara
tokoh
agama
dengan
mas-‐ melihat
sahabat
Nabi
kedatangan
Nabi
yarakatnya
terdapat
ruang
liminal
di
an-‐ (Zaini,
1994:119—121).
Si
tokoh
ini
tara
keduanya.
sering
membaca
Asy-‐Syama’il
Al-‐
Muhammadiyah
susunan
Imam
Pola
VIII
berdasar
Dunia
Wali
dan
Mimpi
Tirmidzi,
yang
melukiskan
cara
Nabi
Dalam
BBR
(BBS)
yang
bermimpi
ten-‐ berjalan,
duduk,
tersenyum,
menyisir
tang
dunia
tarekat
atau
wali
adalah
rambut,
berbicara,
bergurau,
bahkan
orang
tua
dari
tokoh
utama.
Ia
berkisah,
menjahit
terompahnya.
Sementara
itu,
sepulang
dia
belajar
dari
Makkah,
ia
ber-‐ dalam
LK,
yang
mengisahkan
tentang
niat
menjadi
seorang
mursyid
sebagai
pertemuan
dengan
Nabi
adalah
NMA.
petunjuk
ke
dunia
tarekat.
Sesampai
di
Suatu
ketika
pada
saat
Maulid
Nabi
di-‐
rumah,
ia
bermimpi
bersua
dengan
Kiai
adakan
acara
Maulid
Nabi,
di
aula
pesan-‐
Tarate,
yang
sedang
duduk
di
masjid
dan
tren
ayah
dari
tokoh
aku
(tokoh
utama).
memanggilnya
agar
mendekat.
Dipegang
Dalam
acara
ini
biasanya
ada
pembaca-‐
tangan
si
lelaki
itu,
dan
kiai
itu
an
assyraqalan
dan
barzanzen
yaitu
berkata,”Akulah
mursyidmu.”
Ternyata
pembacaan
syair
Al-‐Barzanzi
karya
mimpi
itu
nyata,
ketika
si
lelaki
itu
da-‐ Syekh
Jakfar
Al-‐Barzanzi.
Pada
saat
tang
ke
pesantren
kiai
tersebut,
kondisi-‐ asyraqalan,
yaitu
pembacaan
selawat
nya
persis
seperti
dalam
mimpi
dan
Nabi,
Pak
Min—seorang
kusir
delman
akhirnya,
kiai
itu
menjadi
guru
mursyid-‐ kiai,
tampak
menunduk
hormat,
bahkan
nya.
Kiai
Tarate
adalah
kiai
sufi
dan
wa-‐ menangis.
Seusai
acara,
dia
ditanya
Kiai
liyullah
(Zaini,
1994:121—22).
Hal
seru-‐ pengasuh
pondok
kenapa
begitu,
ternya-‐
pa
juga
terjadi
di
GJ
(LK).
Gus
Jakfar
ber-‐ ta
ia
mengaku
melihat
kedatangan
Nabi
kisah,
suatu
hari
bermimpi
ditemui
ayah
di
acara
itu.
Hal
yang
sama
juga
berlaku
dan
disuruh
mencari
seorang
wali
sepuh
untuk
Ndoro
Mat
Amit
yang
dikenal
ka-‐
di
sebuah
desa
kecil
di
lereng
gunung
sar.
Ternyata,
kedua
orang
itu
memang
yang
berjarak
200
km,
usianya
lebih
dari
menyamar.
Pak
Min
adalah
Kiai
Amin,
100
tahun,
bernama
Kiai
Tawakkal.
sedangkan
Ndoro
Mat
Amit
adalah
(Bisri,
2003:5).
Gus
Jakfar
lalu
mencari
Sayyid
Muhammad
Hamid.
Setelah
pe-‐
kiai
itu
dan
ketemu
persis
seperti
yang
ristiwa
itu
dan
terbuka
kedok
mereka,
diomongkan
ayahnya
dalam
mimpi.
keduanya
langsung
menghilang
dari
khalayak
(Mustofa,
2002:90—93).
Pola
IX
berdasar
Cerita
Bersua
Nabi
Muhammad
SIMPULAN
Dalam
BBR
(BBS),
terdapat
kisah
yang
Penggambaran
dunia
pesantren
sangat
menyatakan
bersua
dengan
Nabi
kental
dalam
BBS
dan
LK.
Hanya
saja,
Muhammad.
Hal
ini
dialami
oleh
ayah
to-‐ masing-‐masing
memiliki
cara
pandang
koh
utama
yang
pernah
berguru
ke
Mak-‐ dan
penyajian
yang
berbeda.
Di
antara
kah
dan
menemukan
guru
musyidnya
15
cerpen
dalam
BBS,
yang
secara
verbal
dalam
mimpi.
Pada
saat
sedang
naik
haji,
menyebut
tentang
pesantren
terdapat
ia
bersua
dengan
Nabi
Muhammad.
Bah-‐ sembilan
cerpen,
adapun
enam
cerpen
kan
sampai
dua
kali.
Di
Makkah,
ia
meli-‐ lainnya
lebih
pada
spiritnya.
Dunia
santri
hat
Nabi
seperti
penggembala
di
bela-‐ dalam
BBS
sangat
beragam.
Dunia
santri
kang
yang
menggiring
orang.
Nabi
lalu
sendiri
tidak
hanya
satu
tipe,
tapi
ber-‐
mengusap
rambut
dan
ubun-‐ubun
si
to-‐ tipe-‐tipe,
mulai
dari
tradisional-‐modern
koh.
Adapun
pada
saat
di
Madinah,
di
se-‐ maupun
dari
budaya
etis
ke
esoteris.
kat
makam
Nabi,
ia
seperti
disemprot
Kesembilan
cerpen
M.
Fudoli
Zaini
wangi,
lalu
pandangannya
berubah
dan
dalam
BBS
memang
memiliki
155
ATAVISME,
Vol.
18,
No.
2,
Edisi
Desember
2015:
143—157
kecenderungan
‘tidak
verbal’
dalam
me-‐ orang
pesantren
yang
memiliki
kompe-‐
ngungkapkan
nuansa
pesantrennya
teta-‐ tensi
sekapasitas
Gus
Mus.
pi
sudah
menyatu
dalam
perilaku
tokoh-‐ Dunia
pesantren
yang
tersaji
dalam
tokohnya.
Dalam
enam
cerpen
lainnya
dua
kumpulan
cerpen
kiai
dan
biografi
hal
itu
tampak
terlihat
dengan
mencoba
kiai
pengarang,
mengisyaratkan
sebuah
bagaimana
membumikan
nilai-‐nilai
san-‐ dunia
yang
tidak
monolitik
tetapi
bera-‐
tri
itu
dalam
kehidupan
sehari-‐hari,
de-‐ gam.
Antara
BBS
dan
LK,
terdapat
perbe-‐
ngan
pendekatan
yang
agamis,
sinkretis,
daan
dalam
representasi
masyarakat
dan
berasaskan
cinta
kasih.
dan
kulturnya.
BBS
yang
berlatar
Madu-‐
Sementara
itu,
semua
cerpen
Gus
ra
menunjukkan
beberapa
renik
Madura
Mus
yang
berjumlah
15,
menggambar-‐ yang
tidak
ada
dalam
LK
yang
Jawa,
di
kan
dunia
pesantren
dengan
segala
re-‐ antaranya
adalah
masalah
model
peng-‐
niknya.
Ada
kesamaan
dengan
konstruk-‐ hormatan,
konflik-‐konflik
yang
timbul,
si
Fudoli
Zaini,
dunia
pesantren
yang
di-‐ hubungan
guru-‐murid,
serta
simbol
yang
gambarkan
Gus
Mus
tidaklah
berwarna
menjadi
acuan.
Meski
demikian,
terdapat
tunggal,
melainkan
berwarna-‐warni.
nalar
pesantren
asasi,
yang
terjaga
dan
Cerpen-‐cerpen
Gus
Mus
memang
tidak
tidak
berubah
dalam
dinamika
pesan-‐
bisa
lepas
dari
dunia
santri
dan
nalarnya.
tren,
yang
meliputi
nalar
didaktis,
pe-‐
Cerpen-‐cerpen
LK
dapat
disebut
sebagai
ngamalan
agama
kontekstual,
ibadah,
ir-‐
refleksi
dari
dunia
dalam
pesantren
sen-‐ fani,
profetik,
mistik,
dan
sufistik.
diri
karena
begitu
banyak
cerpen
yang
menyoroti
kegiatan-‐kegiatan
berbasis
pesantren,
keyakinan,
dan
keagamaan
DAFTAR
PUSTAKA
yang
dianggap
kurang
perlu
dan
tidak
Ahimsa-‐Putra,
Heddy
Shri.
2006.
Struk-‐
memberi
manfaat
pada
masyarakat
turalisme
Levi-‐Strauss,
Mitos
dan
umum.
Namun,
sebagian
lain
juga
memi-‐ Karya
Sastra.
Yogyakarya:
Kepel
liki
sifat
kepesantrenan
yang
kental,
se-‐ Press.
misal
adanya
unsur
dakwah
dan
didak-‐ Bisri,
A.
Mustofa.
2003.
Lukisan
Kaligrafi.
tik
yang
cukup
kuat,
yang
kadang
me-‐ Jakarta:
Penerbit
Buku
Kompas.
mang
terkesan
sebagai
pesan
terselu-‐ Bourdieu,
Pierre.
2010.
Arena
Produksi
bung
dalam
cerita.
Kultural,
Sebuah
Kajian
Sosiologi
Bu-‐
Dalam
karya-‐karya
LK,
pesantren
daya.
Terjemahan
oleh
Yudi
direfleksikan
tidak
hanya
sebagai
lemba-‐ Santoso.
Yogyakarta:
Kreasi
Waca-‐
ga
pendidikan
dan
keagamaan
semata,
na.
tetapi
juga
sebagai
sebuah
sub-‐kultur.
Burhadunudin,
Jajat
dan
Ahmad
Begitu
pula
dengan
keyakinan
yang
ber-‐ Baedowi.
2003.
Transformasi
Otori-‐
kembang
di
pesantren
di
Jawa,
yang
me-‐ tas
Keagamaan,
Pengalaman
Islam
miliki
kekentalan
dalam
sinkretisme
Ja-‐ Indonesia.
Jakarta:
Gramedia.
wa-‐Islam,
juga
mengemuka.
Di
dalamnya
Clements,
Robert.
J.
1978.
Comparative
terdapat
nilai-‐nilai
yang
dianut,
mode
in-‐ Literature
as
Academic
Discipline.
teraksi,
juga
adanya
pembelajaran-‐pem-‐ New
York:
The
Modern
Language
belajaran
yang
tidak
hanya
bersifat
har-‐ Association
of
Amerika.
fiah
tetapi
juga
terkait
dengan
masalah
Damono,
Sapardi
Djoko.
2005.
Pegangan
pembelajaran
hidup
pribadi,
bermasya-‐ Penelitian
Sastra
Bandingan.
Jakar-‐
rakat,
juga
soal
kehidupan
batin
yaitu
ni-‐ ta:
Pusat
Bahasa.
lai-‐nilai
tasawuf.
Bahkan,
di
antaranya
Effendy,
Bachtiar.
1985.
“Nilai-‐nilai
Ka-‐
adalah
‘dunia
kecil’
pesantren
yang
ke-‐ um
Santri”
dalam
M.
Dawam
dap
suara,
yang
hanya
diketahui
oleh
Rahardjo
(Ed.).
Pergulatan
Dunia
156
Perbandingan
Antologi
Cerpen
...
(Mashuri)
157