3H2O
II. Tanggal : 26-09-23
III. Nama Asisten : Rifa Aini & Zevidear Ephraim
Tujuan :
a membuat senyawa kompleks heksaurea kromium (III) klorida trihidrat
b menentukan kerentanan magnet kromium (III) klorida trihidrat
c menganlisis diagram uv-vis dan ir senyawa kromium (III) klorida trihidrat
Kromium merupakan unsur yang berwarna perak atau abu-abu baja, berkilau, dan
keras. Kromium tidak ditemukan sebagai logam bebas di alam. Kromium berhasil diisolasi
oleh seorang ilmuwan Prancis, L.N Vauquelin pada tahun 1778. Pada tahun 1797 L.N
Vauquelin menemukan oksida unsur baru dalam suatu mineral dari Siberia yaitu krokoit
(crocoite) yang kemudian dikenal sebagai PbCrO4. Kromium di alam berada dalam bentuk
senyawa : kromik sulfat, kromik oksida, kromik klorida, kromik trivalent, kalsium kromat,
timbale kromat, kalium dikromat, natrium dikromat, seng kromat.
Kromium banyak dijumpai di lingkungan baik di udara, air, tanah, tumbuhan dan
hewan. Sumber kromium yang baik di antaranya adalah daging, biji-bijian (misalnya
gandum), rempah-rempah di alam kromium atau krom merupakan dalah satu logam golongan
transisi paling banyak ditemukan dialam dalam bentuk bijih besi terutama kromit(Fe(CrO2)2)
dan bewarna kecoklatan. Kromium merupakan bijih yang paling murah dan di Indonesia
diemukan di Sulawesi Tengah. Selain itu kromim juga ditemukan di Zimbabwe, Rusia,
Selandia Baru, Turki, Iran, Albania, Finlandia, Republik Demokrasi Madagaskar, dan
Filipina. Ketika krom berada dalam bentuk oksida yaitu antara Cr(II) hingga Cr(VI) krom
menjadi elemen yang berbahaya di pemukaan bumi (Sugiyarto, 2003).
Pada umumnya krom yang bervalensi tiga paling sering dijumpai di alam, selain itu
krom bervalensi tiga memiliki sifat racun yang rendah dibandingkan dengan krom valensi
enam. Krom valensi enam merupakan salah satu material organik pengoksidasi yang tinggi.
Pada daerah perairan, krom berada pada bilangan oksidasi +2, +3, dan +6, dan tingkat ksidasi
yang paling dominan adalah +6. Ketika krom berada pada tingkat oksiadasi +2 maka krom
bersifat tidak stabil selain itu jumlahnya pun sedikit. Semua senyawa kromium dapat
dikatakan beracun.
Kromium memiliki beberapa istop. Diantara isotop-isotop kromium, ada beberapa
isotop kromium yang digunakan untuk aplikasi medis, seperti Cr-51 yang digunakan untuk
mengukur volume darah dan kelangsungan hidup sel darah merah (Khopkar, 2010)
Di alam kromium tidak ditemukan sebagai logam bebas. Selain ditemukan dalam
bijih kromit, kromium juga dapat ditemukan dalam PbCrO4, yang merupakan mineral
kromium dan banyak ditemukan di Rusia, Brazil, Amerika Serikat, dan Tasmania. Selain itu,
kromium juga dapat ditemukan di matahari, meteorit, kerak batu dan air laut.
Kromium juga dapat di hasilkan dari proses isolasi dilabolatorium, karena
kromium begitu mudah tersedia secara komersial. Seperti telah disebutkan sebelumnya,
bahwa sumber yang paling berguna dari komersial kromium adalah bijih kromit, FeCr2O4.
Oksidasi bijih ini melalui udara dalam cairan alkali memberikan natrium kromat,
Na2CrO4 di mana kromium dalam oksidasi 6 negara. Ini dikonversi menjadi Cr (III)
oksida, Cr2O3 dengan ekstraksi ke dalam air, curah, hujan, dan reduksi dengan karbon.
Oksida kemudian dikurangi lagi dengan aluminium atau silikon untuk membentuk logam
kromium. Isolasi jenis lain yang dapat digunakan untuk menghasilkan krom adalah dengan
proses elektroplating. Ini melibatkan pembubaran Cr2O3 dalam asam sulfat untuk
memberikan suatu elektrolit yang digunakan untuk elektroplating krom (Gulo, 2007).
IV. Alat dan Bahan
Alat Bahan
Cawan penguapan CrCl3.6H2O
penangas air Larutan HCl 3 M
corong Buchner Urea
gelas kimia es batu
batang pengaduk
V. Cara Kerja
Sebanyak 2,5 g CrCl3.6H2O ditimbang dalam cawan penguapan, kemudian dilarutkan
dalam 2,5 mL air. Lalu ditambahkan 4 tetes larutan HCl 0,5 M dan 3,5 g urea, sambil diaduk.
Kemudian larutan tersebut diuapkan di atas penangas air sampai terbentuk pasta padat. Lalu
disiapkan air hangat 50 oC sekitar 25 mL. Dilarutkan pasta padat tersebut ke dalam ~ 10 mL
air hangat (50 oC). Kemudian corong Buchner dipanaskan di oven pada suhu 50-60 oC, selama
10-15 menit. Disiapkan kertas saring seukuran corong Buchner. Gunakan corong tersebut
digunakan dalam penyaringan larutan lalu dibilas residu yang terdapat pada corong Buchner
dengan sedikt air hangat. filtrat dipindahkan ke dalam gelas kimia 25 ml, dibiarkan pada suhu
ruang selama 30 menit. gelas kimia diletakkan dalam penangas es selama 30 menit untuk
memperbanyak kristal, kristal yang diperoleh disaring dengan corong Buchner, kristal
tersebut di Keringkan di udara terbuka. Lalu massa produk ditimbang dan dimasukkan dalam
kantong plastik berlabel. Diukur kerentanan magnet produk yang dihasilkan.
VI. Hasil Pengamatan dan Pembahasan
Hasil Pengamatan
No. Perlakuan Hasil pengamatan
1. (a) 2,5 g CrCl3.6H2O dalam Massa CrCl3.6H2O=
cawan penguapan, kemudian (massa CrCl3.6H2O+massa kaca
larutkan dalam 2,5 mLair. arloji)- (massa kaca arloji)= 85,2972
g -82,7975 g = 2,4997 g. CrCl3.6H2O
larut dalam air dan menghasilkan
larutan hijau tua.
(b) ditambahkan 4 tetes larutan
HCl 0,5 M dan 3,5 g urea, Massa urea = (massa urea+massa
sambil diaduk. kaca arloji)- (massa kaca arloji)
=41,0155 g – 37,5126 g
=3,5029 g
Urea larut, warna larutan tetap hijau
(c) larutan dipanaskan di atas tua
hotplate 45 menit Terbentuk pasta padat hijau tua
(d) pasta padat dilarutkan ke
dalam ~ 10 mL air hangat Larutan hijau tua sedikit gumpalan
(50 oC)
(e) larutan disaring dengan
buchner Antara filtrat dan residu terpisah
(f). dibilas residu yang terdapat dimana filtrat melewati kertas saring
pada corong Buchner (larutan berwarna hijau tua) dan
dengan sedikt air hangat. residu terperangkap di kertas saring
(g) filtrat dipindahkan ke dalam dengan warna endapan hijau muda
gelas kimia 25 ml, dibiarkan Filtrat menggumpal berwarna hijau
pada suhu ruang selama tua
10menit.
(c) gelas kimia dalam penangas
es diletakkan selama 10
menit Semakin banyak gumpalan pada
(d) kristal disaring kembali filtrat
(e) kristal dan kertas saring
dikeringkan di oven selama Terpisah antara kristal dan filtrat
45 menit dan ditimbang Didapatkan krital berwarna hijau sage
sebanyak
kristal dengan kaca arloji
Massa kristal = (massa kristal+massa
kaca arloji)- (massa kaca arloji)
=12,6155– 11,778 g
=0,8375 g
= 100% = 20,25 %
Cr
Cr3+ O C O O
H2N
- - C C NH2
Cl Cl
NH2 O
Krom(III) NH2
C H2N
klorida Urea H2N NH2
Visualisasi struktur CrCl3, Urea dan heksa-kis- urea krom (III) dengan Chemdraw
molekuler ini diagram tingkat energi orbital merangkum interaksi kompleks oktahedral yang
mengandung ligan yang secara eksklusif merupakan donor sigma. Akibat interaksi antar
orbital donor pada ligan dan orbital logam s, p, dan dx2-y2 dan dz2, enam ikatan orbital
terbentuk, ditempati oleh elektron yang disumbangkan oleh ligan. Enam elektron ini
pasangan menjadi stabil dalam energi; mereka mewakili ikatan sigma yang menstabilkan
kompleks. Itu stabilisasi pasangan ligan ini memberikan kontribusi yang besar terhadap
tenaga penggerak koordinasi formasi yang kompleks. Aspek penting ini tidak ada dalam teori
medan kristal. Orbital dxy, dxz, dan dyz bersifat non-ikatan, sehingga energinya tidak
terpengaruh oleh orbital donor; mereka ditunjukkan dalam diagram orbital molekul dengan
simetri label t2g. Pada energi yang lebih tinggi, di atas t2g, terdapat mitra antiikatan pada enam
ikatan orbital molekul (Miessler, 2014)
Dengan klorida logam alkali cair seperti kalium klorida , CrCl3 menghasilkan
garam jenis M 3 [CrCl 6 ] dan K 3 [Cr 2 Cl 9 ] , yang juga berbentuk oktahedral
tetapi kedua kromium dihubungkan melalui tiga jembatan klorida
o Urea
Sebagai ligan yang akan membentuk khelat (kompleks) dengan kromium
menggantikan molekul air. Sehingga diperoleh kristal heksa-kis- (urea)
kromium (III)
d Fungsi perlakuan
Pelarutan dengan air
Agar CrCl3.6H2O dapat larut sebelum direaksikan dengan urea dengan
persamaan reaksi sebagai berikut
CrCl3.6H2O(s) + H2O(l) [Cr(H2O)6]3+(aq) + 3Cl-(aq) + H2O(l)
Penyaringan dalam kondisi panas
Agar kristal yang terbentuk terbebas dari pengotor dan tidak langsung
mengkristal sebelum dipisahkan dari pengotor dimana kelrutannya akan
berkurang dalam suhu dingin.
Didiamkan dalam Penangas Es
Tujuan penggunaan penangas es dalam sintesis yaitu untuk mengkondisikan
reaksi kristalisasi berjalan dalam suhu yang rendah sehingga kristal lebih
mudah terbentuk karena ketika suhu mulai menurun, kelarutan
senyawa juga menurun. Ketika kelarutan berkurang, larutan pada titik
tertentu menjadi jenuh dan kristal akan mulai terbentuk.
e KARAKTERISASI
Perhitungan Magnetic Susceptibility Balance
Perhitungan kemagnetan kompleks yang dihasilkan
Cbal= = = 1,04235
d =[ d dC + dN + dO +3 d Cl + dH + 6( dCONH2- dCO) +
3 dH2O] 10-6 emu/mol
= [ -11 + (-6,00) + (2(-5,57)) + (-4,6) + 3(-20,1) + 6 (-3,5) -6,3 + 3 (0) ] 10-6
emu/mol
= [-93,04 10-6 emu/mol
= -107,74 10-6 emu/mol
Kerentanan massa kristal sintesis
g = )l
= ) 2,3
=10743,7070 10-9
= 10-6
m = g Mr
= 10-6 ( 472,38g/mol)
= 5075,10900 10-6
= m+ d
eff = 2,83√
= 2,83√
=2,83√
=2,83 (12592,4481 )
= (3563,6 ) BM = 3,56 BM
Kemagnetan sebenarnya berbeda dengan kemagnetan teoritis hal ini bisa disebabkan oleh
adanya sisa urea pada kristal sehingga urea yang merupakan senyawa organik bersifat
diamagnetik mengurangi kemagnetan dari kristal senyawa kompleks yang dihasilkan.
[Cr(ur)6Cl3.3H2O]
Transmitan (a.u)
NH2CONH2
[Cr(urea)6]Cl3. 3H2O
Pada daerah frekuensi 3300-3500 cm-1 terdapat pergeseran puncak menjadi lebih
rendah sesuai dengan penelitian Penland yang menyatakan apabila suatu ikatan
nitrogen-logam terdapat di dalam suatu kompleks, maka spektrum akan mengalami
pergerseran puncak (transmitan) ke bilangan gelombang yang signifikan lebih kecil
yang menandakan adanya ikatan amina (N-H).
Pada daerah frekuensi (daerah sidik jari) formasi oksigen dengan logam berikatan
antara molekul urea dan ion logam memberikan sedikit perubahan pada vibrasi urea.
Spektrum kompleks yang dibentuk oleh C=O menghasilkan pergeseran walau hanya
sedikit sekitar 6 ke daerah frekuensi yang lebih rendah sekitar 1000-1500 cm-1
Pada daerah frekuensi 1200 cm-1 terdapat pergeseran puncak ke daerah frekuensi yang
menunjukkan keberadaan gugus C-N.
Penelitian tentang serapan inframerah digunakan pada kompleks logam urea untuk
menentukan apakah koordinasi urea kepada ion logam pusat melibatkan nitrogen atau
oksigen sebagai donor atom.
UV-VISIBLE
628
1,0
0,8 NH2CONH2
0,6
Absorbansi
0,4
0,2
0,0
Pada Cr(NO3)3. 9H2O dalam air, ion nitrat tidak ikut berkoordinasi maka kromnya berada
dalam spesi [Cr(H2O)6]3+ =582 nm. Melalui persamaan bahwa o= E maka dapat
ditentukan o (energi yang dibutuhkan untuk splitting orbital maupun kekuatan ligan)
E = L
E = /mol
= J/mol
= J/mol
= J/mol
Berdasarkan o yang telah didapatkan melalui perhitungan dengan analisis UV-Vis yang
sudah dilakukan (data) maka didapatkan bahwa o pada urea lebih kecil dibandingkan o
pada nitrat (dalam hal ini air). Oleh sebab itu kekuatan ligan air lebih besar dibanding
kekuatan ligan urea. Semakin tinggi panjang gelombang serapan maksimum menghasilkan
energi yang lebih kecil. Hal ini sesuai dengan hukum energi yang berbanding terbalik dengan
panjang gelombang.
VII. Kesimpulan
a Pada percobaan kali ini telah berhasil disintesis senyawa kompleks kristal
[Cr(urea)6]Cl3. 3H2O dengan % yield sebesar 20,25%.
b Pada percobaan dengan menggunakan MSB ( magnetic susceptibilty balance)
didapat bahwa kerentanan magnet dari senyawa krom (III) heksa urea
klodiratrihidrat sebesar 3,56 Bohr Magneton
c Pada percobaan dilakukan analisis diagram pada data UV-vis dan Infra red
ditemukan pergeseran puncak hasil analisis dengan kedua metode yang
menandakan perbedaan sifat dari masing-masing prekursor maupun kristal hasil
sintesis baik dari kekuatan ligan dan gugus fungsi maupun puncak baru yang
muncul. Semakin besar kekuatan suatu ligan akan menyebabkan pergeseran
panjang gelombang pada absorbansi maksimum ke arah yang lebih pendek dan
begitupun sebaliknya.