Anda di halaman 1dari 14

I. Judul Percobaan : Sintesis Senyawa Kompleks [Cr(urea)6]Cl3.

3H2O
II. Tanggal : 26-09-23
III. Nama Asisten : Rifa Aini & Zevidear Ephraim
Tujuan :
a membuat senyawa kompleks heksaurea kromium (III) klorida trihidrat
b menentukan kerentanan magnet kromium (III) klorida trihidrat
c menganlisis diagram uv-vis dan ir senyawa kromium (III) klorida trihidrat

Kromium merupakan unsur yang berwarna perak atau abu-abu baja, berkilau, dan
keras. Kromium tidak ditemukan sebagai logam bebas di alam. Kromium berhasil diisolasi
oleh seorang ilmuwan Prancis, L.N Vauquelin pada tahun 1778. Pada tahun 1797 L.N
Vauquelin menemukan oksida unsur baru dalam suatu mineral dari Siberia yaitu krokoit
(crocoite) yang kemudian dikenal sebagai PbCrO4. Kromium di alam berada dalam bentuk
senyawa : kromik sulfat, kromik oksida, kromik klorida, kromik trivalent, kalsium kromat,
timbale kromat, kalium dikromat, natrium dikromat, seng kromat.
Kromium banyak dijumpai di lingkungan baik di udara, air, tanah, tumbuhan dan
hewan. Sumber kromium yang baik di antaranya adalah daging, biji-bijian (misalnya
gandum), rempah-rempah di alam kromium atau krom merupakan dalah satu logam golongan
transisi paling banyak ditemukan dialam dalam bentuk bijih besi terutama kromit(Fe(CrO2)2)
dan bewarna kecoklatan. Kromium merupakan bijih yang paling murah dan di Indonesia
diemukan di Sulawesi Tengah. Selain itu kromim juga ditemukan di Zimbabwe, Rusia,
Selandia Baru, Turki, Iran, Albania, Finlandia, Republik Demokrasi Madagaskar, dan
Filipina. Ketika krom berada dalam bentuk oksida yaitu antara Cr(II) hingga Cr(VI) krom
menjadi elemen yang berbahaya di pemukaan bumi (Sugiyarto, 2003).
Pada umumnya krom yang bervalensi tiga paling sering dijumpai di alam, selain itu
krom bervalensi tiga memiliki sifat racun yang rendah dibandingkan dengan krom valensi
enam. Krom valensi enam merupakan salah satu material organik pengoksidasi yang tinggi.
Pada daerah perairan, krom berada pada bilangan oksidasi +2, +3, dan +6, dan tingkat ksidasi
yang paling dominan adalah +6. Ketika krom berada pada tingkat oksiadasi +2 maka krom
bersifat tidak stabil selain itu jumlahnya pun sedikit. Semua senyawa kromium dapat
dikatakan beracun.
Kromium memiliki beberapa istop. Diantara isotop-isotop kromium, ada beberapa
isotop kromium yang digunakan untuk aplikasi medis, seperti Cr-51 yang digunakan untuk
mengukur volume darah dan kelangsungan hidup sel darah merah (Khopkar, 2010)
Di alam kromium tidak ditemukan sebagai logam bebas. Selain ditemukan dalam
bijih kromit, kromium juga dapat ditemukan dalam PbCrO4, yang merupakan mineral
kromium dan banyak ditemukan di Rusia, Brazil, Amerika Serikat, dan Tasmania. Selain itu,
kromium juga dapat ditemukan di matahari, meteorit, kerak batu dan air laut.
Kromium juga dapat di hasilkan dari proses isolasi dilabolatorium, karena
kromium begitu mudah tersedia secara komersial. Seperti telah disebutkan sebelumnya,
bahwa sumber yang paling berguna dari komersial kromium adalah bijih kromit, FeCr2O4.
Oksidasi bijih ini melalui udara dalam cairan alkali memberikan natrium kromat,
Na2CrO4 di mana kromium dalam oksidasi 6 negara. Ini dikonversi menjadi Cr (III)
oksida, Cr2O3 dengan ekstraksi ke dalam air, curah, hujan, dan reduksi dengan karbon.
Oksida kemudian dikurangi lagi dengan aluminium atau silikon untuk membentuk logam
kromium. Isolasi jenis lain yang dapat digunakan untuk menghasilkan krom adalah dengan
proses elektroplating. Ini melibatkan pembubaran Cr2O3 dalam asam sulfat untuk
memberikan suatu elektrolit yang digunakan untuk elektroplating krom (Gulo, 2007).
IV. Alat dan Bahan
Alat Bahan
Cawan penguapan CrCl3.6H2O
penangas air Larutan HCl 3 M
corong Buchner Urea
gelas kimia es batu
batang pengaduk

V. Cara Kerja
Sebanyak 2,5 g CrCl3.6H2O ditimbang dalam cawan penguapan, kemudian dilarutkan
dalam 2,5 mL air. Lalu ditambahkan 4 tetes larutan HCl 0,5 M dan 3,5 g urea, sambil diaduk.
Kemudian larutan tersebut diuapkan di atas penangas air sampai terbentuk pasta padat. Lalu
disiapkan air hangat 50 oC sekitar 25 mL. Dilarutkan pasta padat tersebut ke dalam ~ 10 mL
air hangat (50 oC). Kemudian corong Buchner dipanaskan di oven pada suhu 50-60 oC, selama
10-15 menit. Disiapkan kertas saring seukuran corong Buchner. Gunakan corong tersebut
digunakan dalam penyaringan larutan lalu dibilas residu yang terdapat pada corong Buchner
dengan sedikt air hangat. filtrat dipindahkan ke dalam gelas kimia 25 ml, dibiarkan pada suhu
ruang selama 30 menit. gelas kimia diletakkan dalam penangas es selama 30 menit untuk
memperbanyak kristal, kristal yang diperoleh disaring dengan corong Buchner, kristal
tersebut di Keringkan di udara terbuka. Lalu massa produk ditimbang dan dimasukkan dalam
kantong plastik berlabel. Diukur kerentanan magnet produk yang dihasilkan.
VI. Hasil Pengamatan dan Pembahasan
 Hasil Pengamatan
No. Perlakuan Hasil pengamatan
1. (a) 2,5 g CrCl3.6H2O dalam Massa CrCl3.6H2O=
cawan penguapan, kemudian (massa CrCl3.6H2O+massa kaca
larutkan dalam 2,5 mLair. arloji)- (massa kaca arloji)= 85,2972
g -82,7975 g = 2,4997 g. CrCl3.6H2O
larut dalam air dan menghasilkan
larutan hijau tua.
(b) ditambahkan 4 tetes larutan
HCl 0,5 M dan 3,5 g urea, Massa urea = (massa urea+massa
sambil diaduk. kaca arloji)- (massa kaca arloji)
=41,0155 g – 37,5126 g
=3,5029 g
Urea larut, warna larutan tetap hijau
(c) larutan dipanaskan di atas tua
hotplate 45 menit Terbentuk pasta padat hijau tua
(d) pasta padat dilarutkan ke
dalam ~ 10 mL air hangat Larutan hijau tua sedikit gumpalan
(50 oC)
(e) larutan disaring dengan
buchner Antara filtrat dan residu terpisah
(f). dibilas residu yang terdapat dimana filtrat melewati kertas saring
pada corong Buchner (larutan berwarna hijau tua) dan
dengan sedikt air hangat. residu terperangkap di kertas saring
(g) filtrat dipindahkan ke dalam dengan warna endapan hijau muda
gelas kimia 25 ml, dibiarkan Filtrat menggumpal berwarna hijau
pada suhu ruang selama tua
10menit.
(c) gelas kimia dalam penangas
es diletakkan selama 10
menit Semakin banyak gumpalan pada
(d) kristal disaring kembali filtrat
(e) kristal dan kertas saring
dikeringkan di oven selama Terpisah antara kristal dan filtrat
45 menit dan ditimbang Didapatkan krital berwarna hijau sage
sebanyak
kristal dengan kaca arloji
Massa kristal = (massa kristal+massa
kaca arloji)- (massa kaca arloji)
=12,6155– 11,778 g
=0,8375 g

Perhitungan massa teoritis dan yield


CrCl3.6H2O(s) + H2O(l) [Cr(H2O)6]3+(aq) + 3Cl-(aq) + H2O(l)
m CrCl3.6H2O = 2,4997 g m NH2CONH2= 3,5029 g
Mr CrCl3.6H2O= 266.4468 g/mol Mr NH2CONH2= 60,05 g/mol
mol CrCl3.6H2O = = 0,009381
mol NH2CONH2= = 0,05833
Dari persamaan reaksi mol CrCl3.6H2O = mol [Cr(H2O)6]3+

[Cr(H2O)6]3+(aq) + 3HCl(aq) + 6NH2CONH2(aq) Cr(NH2CONH2)6Cl3.3H2O(s)+ 3H+ +


3H2O(l)
m: 0,009381 0,34998 -
b: 0,009381 0,009381 0,009381
s: - 0,340599 0,009381

mol Cr(NH2CONH2)6Cl3.3H2O = 0,009381 mol


massa Cr(NH2CONH2)6Cl3.3H2O = mol Mr
= 0,009381 mol 472,3814 g/mol
= 4,4314 g
(%yield) = 100%

= 100% = 20,25 %

NH2 H2N NH2


NH2
C
C C
- O O NH2
Cl NH2 H2N O

Cr
Cr3+ O C O O
H2N
- - C C NH2
Cl Cl
NH2 O
Krom(III) NH2
C H2N
klorida Urea H2N NH2

Visualisasi struktur CrCl3, Urea dan heksa-kis- urea krom (III) dengan Chemdraw

b Teori tentang senyawa kompleks


 Teori Asam Basa Lewis
Ikatan kovalen koordinasi terbentuk ketika spesi basa Lewis mendonasikan
sepasang elektron kepada suatu spesi asam Lewis. Hal ini dianggap sebagai
alasan penggunaan istilah kimia koordinasi, yang sebagian kimiawan ada yang
mendefinisikannya sebagai studi mengenai pembentukan senyawa dari asam
Lewis dan basa Lewis. Senyawa yang
terbentuk disebut sebagai senyawa koordinasi atau lebih dikenal sebagai
senyawa kompleks. Logam atau ion logam dalam senyawa kompleks adalah
spesi asam Lewis yang dapat menerima pasangan elektron yang didonasikan dari
satu atau lebih ligan. Untuk senyawa kompleks dengan dua atau lebih ligan,
logam atau ion logam berada pada bagian tengah atau pusat struktur dan
dikelilingi oleh ligan-ligannya. Posisi tersebut kemudian menjadikan logam
ataupun ionnya dalam senyawa kompleks disebut atom pusat. Umumnya, atom
pusat pada senyawa kompleks yang banyak ditemukan atau berhasil di sintesis
adalah kelompok logam transisi. Hal ini karena logam transisi
memiliki kecenderungan yang kuat untuk membentuk senyawa atau ion
kompleks.
Entitas atau spesi lain yang menjadi bagian dari pembentukan senyawa
kompleks adalah ligan. Sebagaimana telah disinggung di atas, ligan dapat berupa
molekul netral atau bermuatan (ion) yang memiliki atom donor, yaitu atom yang
dapat mendonorkan pasangan elektron bebas yang dimilikinya dalam
pembentukan ikatan kovalen koordinasi dengan atom pusat. Dalam sudut
pandang konsep asam basa Lewis, sebagai pendonor pasangan elektron bebas
pembentuk ikatan, ligan berperan sebagai basa Lewis dalam pembentukan
senyawa kompleks. Satu ligan dapat memiliki satu atau lebih atom donor yang
membuatnya dapat membentuk lebih dari satu ikatan dengan atom pusat.
 Teori Medan Kristal (Crystal Field Theory )
Teori medan kristal pada awalnya dikembangkan untuk menggambarkan
struktur elektronik logam ion dalam kristal, yang dikelilingi oleh anion yang
menciptakan medan elektrostatis simetri tergantung pada struktur kristal. Energi
orbital d logam, ion-ion dipisahkan oleh medan elektrostatik, dan nilai perkiraan
energi ini dapat diperoleh dihitung. Tidak ada upaya yang dilakukan untuk
menangani ikatan kovalen, karena ada kovalen diasumsikan tidak ada dalam
kristal ini. Teori medan kristal dikembangkan pada tahun 1930-an. Tak lama
kemudian, diketahui susunan donor pasangan elektronnya sama spesies di
sekitar ion logam ada di kompleks koordinasi serta di kristal, dan teori orbital
molekul yang lebih lengkap dikembangkan. Namun, keduanya tidak
dikembangkan secara luas digunakan hingga tahun 1950an, ketika minat
terhadap kimia koordinasi meningkat. Ketika orbital d ion logam ditempatkan
pada medan oktahedral elektron ligan berpasangan, setiap elektron dalam orbital
ini ditolak oleh medan. Hasilnya, dx2-y2 dan dz2 orbital, yang memiliki
misalnya simetri, diarahkan ke ligan di sekitarnya dan dinaikkan dalam energi.
Orbital dxy, dxz, dan dyz (simetri t2g), yang arahnya antar ligan, adalahrelatif
tidak terpengaruh oleh lapangan. Perbedaan energi yang dihasilkan
diidentifikasi sebagai o ( o untuk bersegi delapan; referensi lama menggunakan
10 Dq bukan o). Pendekatan ini memberikan dasar sarana untuk
mengidentifikasi pemisahan orbital d yang ditemukan di kompleks koordinasi.
Energi rata-rata kelima orbital d lebih tinggi daripada energi orbital ion bebas,
karena medan elektrostatis ligan meningkatkan energinya. Orbital t2g berada
0,4 o di bawah dan orbital eg berada 0,6 o o di atas energi rata-rata ini,
seperti yang ditunjukkan pada Gambar (a)
Tiga Orbital t2g kemudian memiliki energi total -0,4 o 3 = -1,2 o dan dua
orbital eg memiliki energi total +0,6 o 2 = +1,2 o dibandingkan dengan
rata-rata. Energi perbedaan antara distribusi elektron aktual dan konfigurasi
hipotetis dengan semua elektron pada tingkat medan seragam (atau bola)
disebut kristal energi stabilisasi lapangan (CFSE). CFSE mengukur perbedaan
energi antara konfigurasi elektronik karena (1) orbital d mengalami medan ligan
oktahedral yang membedakan orbital d, dan (2) orbital d mempunyai medan
bola itu akan meningkatkan energi mereka secara seragam. Model ini tidak
merasionalisasi stabilisasi elektronik yang menjadi penggeraknya pembentukan
ikatan logam-ligan. Seperti yang telah kita lihat dalam semua diskusi kita
tentang orbital molekul, setiap interaksi antar orbital mengarah pada
pembentukan molekul berenergi lebih tinggi dan lebih rendah orbital, dan ikatan
terbentuk jika elektron distabilkan dalam molekul yang ditempati orbital relatif
terhadap orbital atom aslinya. Berdasarkan Gambar 10.2, elektronik energi
konfigurasi ion bebas paling banter tidak dapat diubah energi ion bebasnya
berinteraksi dengan bidang ligan oktahedral; stabilisasi yang dihasilkan dari ion
logam berinteraksi dengan ligan tidak ada. Karena pendekatan ini tidak
termasuk yang lebih rendah (ikatan) orbital molekul, gagal memberikan
gambaran lengkap tentang struktur elektronik (Miessler, 2014).
 Teori Medan Ligan ( Ligand Field Theory)\
Untuk kompleks oktahedral, ligan dapat berinteraksi dengan logam secara
sigma, menyumbang elektron langsung ke orbital logam, atau dengan cara pi,
dengan interaksi orbital ligan-logam terjadi di dua wilayah yang disajikan pada
gambar (b). Tabel karakter untuk simetri Oh disajikan pada Tabel b

Tabel (b) Tabel Karakter untuk Oh


Gambar (b) Visualisasi Orbital d
 Orbital d
Orbital d memainkan peran penting dalam kimia koordinasi logam transisi,
sehingga berguna untuk hal ini memeriksanya terlebih dahulu. Berdasarkan tabel karakter
Oh, orbital d cocok dengan orbital tak tereduksi
representasi Misalnya dan T2g. Orbital Eg (dx2-y2 dan dz2) cocok dengan orbital ligan Eg.
Karena kesimetriannya cocok, terdapat interaksi antara dua set orbital Eg membentuk
sepasang orbital ikatan (misalnya) dan pasangan orbital antiikatan (misalnya*). Tidak
mengherankan jika terjadi interaksi signifikan antara orbital dx2-y2 dan dz2 dan ligan donor
sigma; lobus orbital d ini dan orbital s donor ligan mengarah satu sama lain. Di sisi lain, tidak
ada orbital ligan yang cocok
simetri T2g dari orbital dxy, dxz, dan dyz—yang lobusnya mengarah di antara ligan—jadi
orbital logam ini tidak terikat. Interaksi d secara keseluruhan ditunjukkan pada Gambar b.
 Orbital s dan p
Orbital valensi s dan p logam memiliki simetri yang cocok dengan dua orbital
lainnya representasi tak tereduksi: s cocok dengan A 1g dan himpunan orbital p cocok dengan
T1u. Karena kecocokan simetri, interaksi A 1g mengarah pada pembentukan ikatan dan
antiikatan orbital (a1g dan a1g*), dan interaksi T1u mengarah pada pembentukan tiga ikatan
orbital (t1u) dan tiga orbital antiikatan yang cocok (t1u*). Interaksi ini, di Selain yang telah
dijelaskan untuk orbital d, ditunjukkan pada Gambar c.

Gambar c Orbital s-p

molekuler ini diagram tingkat energi orbital merangkum interaksi kompleks oktahedral yang
mengandung ligan yang secara eksklusif merupakan donor sigma. Akibat interaksi antar
orbital donor pada ligan dan orbital logam s, p, dan dx2-y2 dan dz2, enam ikatan orbital
terbentuk, ditempati oleh elektron yang disumbangkan oleh ligan. Enam elektron ini
pasangan menjadi stabil dalam energi; mereka mewakili ikatan sigma yang menstabilkan
kompleks. Itu stabilisasi pasangan ligan ini memberikan kontribusi yang besar terhadap
tenaga penggerak koordinasi formasi yang kompleks. Aspek penting ini tidak ada dalam teori
medan kristal. Orbital dxy, dxz, dan dyz bersifat non-ikatan, sehingga energinya tidak
terpengaruh oleh orbital donor; mereka ditunjukkan dalam diagram orbital molekul dengan
simetri label t2g. Pada energi yang lebih tinggi, di atas t2g, terdapat mitra antiikatan pada enam
ikatan orbital molekul (Miessler, 2014)

c Fungsi reagen dalam percobaan


HCl : sebagai pengkondisi agar reaksi berjalan dalam suasana asam sehingga
pembentukan kristal dapat berjalan dengan cepat. Laju reaksi yang lambat
biasa terjadi pada kompleks kromium(III). Rendahnya reaktivitas ion d3
Cr3+ dapat dijelaskan dengan menggunakan teori medan kristal . Salah satu
cara untuk membuka CrCl3 hingga substitusi dalam larutan adalah dengan
mereduksi sejumlah kecil menjadi CrCl2 , misalnya dengan menggunakan
seng dalam asam klorida . Senyawa kromium(II) ini mudah mengalami
substitusi, dan dapat bertukar elektron dengan CrCl3 melalui jembatan
klorida, sehingga semua CrCl3 bereaksi dengan cepat.

Namun, dengan adanya beberapa kromium(II), padatan CrCl3 larut dengan


cepat dalam air. Demikian pula, reaksi substitusi ligan dari larutan [CrCl2
(H2O)4] + dipercepat oleh katalis kromium(II).

Dengan klorida logam alkali cair seperti kalium klorida , CrCl3 menghasilkan
garam jenis M 3 [CrCl 6 ] dan K 3 [Cr 2 Cl 9 ] , yang juga berbentuk oktahedral
tetapi kedua kromium dihubungkan melalui tiga jembatan klorida
o Urea
Sebagai ligan yang akan membentuk khelat (kompleks) dengan kromium
menggantikan molekul air. Sehingga diperoleh kristal heksa-kis- (urea)
kromium (III)
d Fungsi perlakuan
 Pelarutan dengan air
Agar CrCl3.6H2O dapat larut sebelum direaksikan dengan urea dengan
persamaan reaksi sebagai berikut
CrCl3.6H2O(s) + H2O(l) [Cr(H2O)6]3+(aq) + 3Cl-(aq) + H2O(l)
 Penyaringan dalam kondisi panas
Agar kristal yang terbentuk terbebas dari pengotor dan tidak langsung
mengkristal sebelum dipisahkan dari pengotor dimana kelrutannya akan
berkurang dalam suhu dingin.
 Didiamkan dalam Penangas Es
Tujuan penggunaan penangas es dalam sintesis yaitu untuk mengkondisikan
reaksi kristalisasi berjalan dalam suhu yang rendah sehingga kristal lebih
mudah terbentuk karena ketika suhu mulai menurun, kelarutan
senyawa juga menurun. Ketika kelarutan berkurang, larutan pada titik
tertentu menjadi jenuh dan kristal akan mulai terbentuk.
e KARAKTERISASI
Perhitungan Magnetic Susceptibility Balance
Perhitungan kemagnetan kompleks yang dihasilkan

Cbal= = = 1,04235

Kerentanan diamagnetik teoritis kompleks Cr(urea)6Cl3. 3H2O (sumber: jurnal


Gordon A. Bain dan John F. Berry)

d =[ d dC + dN + dO +3 d Cl + dH + 6( dCONH2- dCO) +
3 dH2O] 10-6 emu/mol
= [ -11 + (-6,00) + (2(-5,57)) + (-4,6) + 3(-20,1) + 6 (-3,5) -6,3 + 3 (0) ] 10-6
emu/mol
= [-93,04 10-6 emu/mol
= -107,74 10-6 emu/mol
Kerentanan massa kristal sintesis

g = )l

= ) 2,3

=10743,7070 10-9
= 10-6

m = g Mr
= 10-6 ( 472,38g/mol)
= 5075,10900 10-6
= m+ d

= (5075,109 10-6) + (-107,74 10-6)


= 546792,244 10-6
Suhu pada saat percobaan Magnetic Susceptibility Balance ( MSB)
T= 21 = 17 +273 =290 K

eff = 2,83√

= 2,83√

=2,83√
=2,83 (12592,4481 )
= (3563,6 ) BM = 3,56 BM

eff, spin =√ =√ =√ = 3,87BM

Kemagnetan sebenarnya berbeda dengan kemagnetan teoritis hal ini bisa disebabkan oleh
adanya sisa urea pada kristal sehingga urea yang merupakan senyawa organik bersifat
diamagnetik mengurangi kemagnetan dari kristal senyawa kompleks yang dihasilkan.

FOURIER TRANSFORM INFRARED SPECTROSCOPY (FTIR)

[Cr(ur)6Cl3.3H2O]
Transmitan (a.u)

NH2CONH2

4000 3500 3000 2500 2000 1500 1000 500


-1
Bilangan Gelombang (cm )

Spektrum Infrared Spectroscopy [Cr(urea)6]Cl3. 3H2O dan Urea dan Pembacaan


Puncak Serapan dengan Apk Origin
 NH2CONH2
Pada daerah frekuensi 3300-3500 cm-1 terdapat puncak serapan (transmitan) yang
menandakan adanya ikatan amina (N-H).
Pada daerah frekuensi (daerah sidik jari) 1000-1500 cm-1 terdapat daerah serapan
yang menunjukkan adanya karbonil C=O.
Pada daerah frekuensi 1180-1360 cm-1 terdapat puncak yang menunjukkan
keberadaan gugus C-N

 [Cr(urea)6]Cl3. 3H2O
Pada daerah frekuensi 3300-3500 cm-1 terdapat pergeseran puncak menjadi lebih
rendah sesuai dengan penelitian Penland yang menyatakan apabila suatu ikatan
nitrogen-logam terdapat di dalam suatu kompleks, maka spektrum akan mengalami
pergerseran puncak (transmitan) ke bilangan gelombang yang signifikan lebih kecil
yang menandakan adanya ikatan amina (N-H).
Pada daerah frekuensi (daerah sidik jari) formasi oksigen dengan logam berikatan
antara molekul urea dan ion logam memberikan sedikit perubahan pada vibrasi urea.
Spektrum kompleks yang dibentuk oleh C=O menghasilkan pergeseran walau hanya
sedikit sekitar 6 ke daerah frekuensi yang lebih rendah sekitar 1000-1500 cm-1
Pada daerah frekuensi 1200 cm-1 terdapat pergeseran puncak ke daerah frekuensi yang
menunjukkan keberadaan gugus C-N.
Penelitian tentang serapan inframerah digunakan pada kompleks logam urea untuk
menentukan apakah koordinasi urea kepada ion logam pusat melibatkan nitrogen atau
oksigen sebagai donor atom.
UV-VISIBLE
628

1,0

0,8 NH2CONH2

0,6
Absorbansi

0,4

0,2

0,0

300 400 500 600 700 800


panjang gelombang (nm)

Absorbansi Urea Pada Daerah Serapan Melalui Metode UV-Vis


Melalui UV-vis dapat diketahui kompetisi ligan melalui panjang gelombang yang dihasilkan.
Pada urea = 628 nm. Melalui persamaan bahwa o= E maka dapat ditentukan o (energi
yang dibutuhkan untuk splitting orbital maupun kekuatan ligan)
E = L
E = /mol
= J/mol
=0,19037 J/mol
=190,37 J/mol

Pada Cr(NO3)3. 9H2O dalam air, ion nitrat tidak ikut berkoordinasi maka kromnya berada
dalam spesi [Cr(H2O)6]3+ =582 nm. Melalui persamaan bahwa o= E maka dapat
ditentukan o (energi yang dibutuhkan untuk splitting orbital maupun kekuatan ligan)
E = L
E = /mol
= J/mol
= J/mol
= J/mol
Berdasarkan o yang telah didapatkan melalui perhitungan dengan analisis UV-Vis yang
sudah dilakukan (data) maka didapatkan bahwa o pada urea lebih kecil dibandingkan o
pada nitrat (dalam hal ini air). Oleh sebab itu kekuatan ligan air lebih besar dibanding
kekuatan ligan urea. Semakin tinggi panjang gelombang serapan maksimum menghasilkan
energi yang lebih kecil. Hal ini sesuai dengan hukum energi yang berbanding terbalik dengan
panjang gelombang.

VII. Kesimpulan
a Pada percobaan kali ini telah berhasil disintesis senyawa kompleks kristal
[Cr(urea)6]Cl3. 3H2O dengan % yield sebesar 20,25%.
b Pada percobaan dengan menggunakan MSB ( magnetic susceptibilty balance)
didapat bahwa kerentanan magnet dari senyawa krom (III) heksa urea
klodiratrihidrat sebesar 3,56 Bohr Magneton
c Pada percobaan dilakukan analisis diagram pada data UV-vis dan Infra red
ditemukan pergeseran puncak hasil analisis dengan kedua metode yang
menandakan perbedaan sifat dari masing-masing prekursor maupun kristal hasil
sintesis baik dari kekuatan ligan dan gugus fungsi maupun puncak baru yang
muncul. Semakin besar kekuatan suatu ligan akan menyebabkan pergeseran
panjang gelombang pada absorbansi maksimum ke arah yang lebih pendek dan
begitupun sebaliknya.

VIII Daftar Pustaka


Gulo fakhili, Desi.(2007).Panduan Kimia Anorganik 2. Indralaya: FKIP MIPA Universitas
Sriwijaya.
Khopkar.(2010). Kimia Anorganik Dasar. Jakarta :UI Press.
Miessler, Gary L., Paul J. Fischer & Donald A. Tarr. (2014). Inorganic Chemistry Fifth
Edition. London: Pearson
Penland, R. B. (1957). Infrared Spectra of Metal-Urea Complexes. Paris: University of Notre
Dame
Skoog, D. A., West, D. M., Holler, F.J & Crouch, S. R. (2014). Fundamental of Analytical
Chemistry. Cengage Learning
Sugiyarto. 2003. Dasar-dasar Kimia Anorganik Logam. Yogyakarta: UNY-Press

Anda mungkin juga menyukai