Anda di halaman 1dari 1

Aku punya ruang di kepalaku, untuk seseorang yang namaku tidak akan muncul pertama di

benaknya. Aku punya lagu untuk seseorang yang punya dunianya sendiri, namun dijalani
bersamaku. Aku melukis langit merah jingga untuk seseorang yang menunggu bulan. Dan
aku menulis buku tentang seseorang yang tidak akan mengira siapa tokoh utamanya. Tentang
dia yang pasti ku tangkap keberadaanya setiap senin dan selasa. Aku bahkan tidak tahu dia
lebih suka teh atau kopi. Apa pun yang kutanyakan jawabannya selalu satu senyuman-dia
tahu dia terlihat manis dengan itu. Laki-laki yang gemar membuat polaroid bersamaku namun
menyimpan analognya sendiri. Dalam hubungan ini, aku berpasangan dengannya, tanda tanya
berpasangan dengan tidak apa-apa.
Aku rasa bentuk hati tidak seperti yang orang-orang gambarkan. Aku percaya hatinya
berbentuk bulat sebab aku tidak pernah melihat ujungnya di mana. Hatinya tentu sangat luas
sampai aku lelah menyusuri nya. Ia pun tidak mau memberikan kepadaku secara cuma-cuma.
Seolah aku dan salah satu pulaunya adalah dua yang tidak boleh disatukan.
Apa yang kaulihat setiap petang, Sayang? Yang kau dengar setiap malam? Sungguh milikku
hanya pagi itu pun kalau tidak kesiangan. Aku tidak akan merelakanmu untuk dekat dengan
kebohongan. Maka kalau pertanyaanku membebanimu, jangan dijawab dulu, aku masih
menunggu jujurmu untuk pulang. Kau adalah tidak untuk semua yang kutanya mengapa.
Aku sesak melihatnya melarikan diri menuju laut-laut yang tidak kumengerti. Aku lelah
melihat batu karang yang bersembunyi dibalik alasan-alasan. Sungguh, hati perempuan bisa
melihat semuanya, namun mereka hanya memilih percaya atas apa yang kau katakan saja.
Ketika kau memilih untuk tidak mengatakan apa pun, saat itu kain- kain yang telah robek
saling mengusutkan di kepalanya. Dan aku harus bersaing dengan bayangan malam. Hati
yang bundar seperti siklus yang berotasi. Pada akhirnya dia akan melihat aku sebagai
perempuan yang rumit dan aku akan melihatnya sebagai si penyayang yang egois. Dia
mungkin menganggapku sebagai tempat peristirahatan yang paling melelahkan. Lagi-lagi,
aku menaruh banyak ruang untuk memelajari dia yang tidak ingin dimengerti, sekeras apa
pun aku berupaya. "Aku tidak memahamimu" adalah kalimat putus asa yang tersisa mampu
untuk kuucapkan.

Anda mungkin juga menyukai