Universitas Negeri Gorontalo dan Kementrian Agama Kembangkan
Kurikulum Anti Radikalisme
Radikalisme adalah ideologi yang bertentangan dengan Pancasila. Salah
satu ciri utama dari paham ini sering menggunakan kekerasan untuk mencapai tujuan atau keinginan dari kelompoknya. Mengutip dari buku Radikalisme dalam Perspektif Analisis Wacana Kritis (2019), radikalisme memiliki beberapa ciri, yaitu penolakan secara terus menerus atau menuntut perubahan secara ekstrim, biasanya menggunakan jalan kekerasan untuk mencapai keinginannya, dan pengikutnya memiliki keyakinan kuat akan hal tersebut, dimana jika paham atau anggapan yang berbeda dengannya adalah halyang salah. Ada beberapa faktor yang melatar belakangi munculnya paham radikalisme yakni, faktor pemikiran, ekonomi, politik, sosial, psikologis, dan Pendidikan. Dalam kehidupan sekarang ini bahaya radikalisme masih sangat urgen dibicarakan dibelahan dunia manapun. Karena ancaman paham radikalisme dapat membuat warga dunia Internasional merasa takut akan akibat yang ditimbulkan oleh gerakan radikalisme. Beberapa kekhawatiran dunia saat ini terhadap gerakan radikalisme adalah gerakan Terorisme, ISIS (Islamic Staats Irak Surya) termasuk ideologi komunisme. Bahaya paham radikalisme bagi generasi muda adalah dikalangan terpelajar karena golongan terpelajar merupakan sasaran bagi mereka yang menghendaki negara Republik Indonesia mengalami Failed Staats. Alasannya generasi muda terpelajar bila dikuasai ideologinya mereka mengikuti ideologi radikalisme akan menambah populasi gerakan radikalisme di Indonesia khususnya di daerah Gorontalo atau biasa dijuluki daerah serambi madinah. Oleh sebab itu sasaran utama bagi mereka yang mengembangkan paham radikalisme adalah golongan generasi muda terpelajar. Dan bagi mereka generasi muda yang memiliki tingkat pendidikan rendah menjadi objek pelaku eksekusi kekerasan (violence) yang telah dipengaruhi oleh kalangan generasi muda terpelajar yang sudah menerima ideologi radikalisme tersebut. Universitas negeri Gorontalo beserta kementrian agama bekerja sama mengembangkan kurikulum anti radikalisme sebagai upaya untuk mengantisipasi potensi radikalisme di kalangan pelajar. Alasan kedua lembaga ini mengembangkan kurikulum anti radikalisme dikarenakan berdasarkan data Badan Nasional Penanggulangan Terorisme yang menyebut Gorontalo berada pada peringkat lima besar daerah yang berpotensi berkembangnya radikalisme. Target dalam pengembangan kurikulum ini yakni anak muda yang rentan terhadap asupan informasi dari media sosial dan lingkungannya yang berpotensi melemahkan wawasan kebangsaan. Pada kesempatan itu, Rektor Universitas Negeri Gorontalo dan Kepala Kantor Wilayah Kementerian Agama Provinsi Gorontalo menandatangani perjanjian kerja sama, di Madrasah Aliyah Negeri 1 Kabupaten Gorontalo, Rektor Universitas Negeri Gorontalo, Dr. Ir. Eduart Wolok, ST, MT., mengatakan bahwa pada semua tingkatan lembaga pendidikan baik itu sekolah maupun perguruan tinggi tidak boleh berkembang virus radikalisme. Sehingga sangat dibutuhkan kerja sama antar lembaga agar bisa menguatkan persaudaraan, dan toleransi dapat dijalankan. Dalam hal ini UNG sementara mengembangkan model Desa Pancasila sebagai model pengelolaan keragaman dan reproduksi nilai Pancasila di kalangan desa. Agenda ini adalah praktik pembumian nilai-nilai Pancasila di unit terkecil negara. Pihak UNG berharap agar kerjasama ini bisa lebih menambah kekuatan untuk mencegah radikalisme. Apalagi ada data survei Alvara yang menyebut sekitar 23 persen pelajar yang terpapar paham radikalisme. Model desa Pancasila akan dikembangkan dan disisipkan pada muatan kurikulum yang diberdayakan. Rektor Univesitas Negeri Gorontalo bapak Eduart Wolok mengharapkan dengan adanya program desa pancasila ini pelajar/mahasiswa dapat memiliki bekal untuk dapat melihat Indonesia yang Bhineka Tunggal Ika sebagai satu kesatuan tanpa perlu menghilangkan jati dirinya.