Anda di halaman 1dari 3

Deradikalisasi dalam Dunia Kampus

Oleh: Deisy Fitriana Maunu

Isu Radikalisme masih saja selalu menghantui kampus-kampus di Indonesia, bahkan ini mendapatkan
perhatian serius dari menteri Pendidikan dan Kebudayaan Riset Teknologi. Untuk itu banyak upaya yang
dilakukan oleh kampus dalam mencegah radikalisme ini, seperti yang dilaksanakan oleh Universitas
Negeri Gorontalo yang menghadirkan langsung pimpinan Yayasan Al Fachriyah, Tangerang, Banten, Al
Habib Jindan Bin Novel Bin Salim Bin Jindan. Dalam sambutannya, Rektor Universitas Negeri Gorontalo
menyampaikan bahwa Universitas Negeri Gorontalo sangat bersyukur bisa didatangi oleh Al Habib
Jindan Bin Novel Bin Salim Bin Jindan, pimpinan Yayasan Al Fachriyah Tanggerang Banten, karena
ditengah kesibukannya yang cukup padat, Al Habib Jindan menyempatkan diri datang ke UNG
(gorontalopost.id, 13/8/2022).

Rektor juga menambahkan bahwa, di kampus UNG tidak boleh ada bibit radikalisme, sehingga itu dalam
kegiatan ini menjadi sangat penting, karena para pesertanya adalah para mahasiswa dan juga dosen-dosen
muda yang ada di UNG. "Tidak boleh ada radikalisme di kampus UNG," kata Rektor. Sementara itu
dalam kuliah umumnya, Al Habib Jindan Bin Novel Bin Salim Bin Jindan lebih mengulas bagaimana
tentang islam yang mengajarkan toleransi. "Agama Islam kita mengajarkan toleransi. Toleransi memiliki
aturan- aturan yang disebut itu kurikulum langit," ujar Al Habib Jindan Bin Novel Bin Salim Bin Jindan.

Mengutip dari Barakti.id -- Menanamkan rasa untuk menjaga keutuhan bangsa dan negara merupakan
salah satu tujuan Universitas Negeri Gorontalo menggelar UNG Bershalawat dan Doa Bersama. Hal ini
diungkapkan oleh Rektor Universitas Negeri Gorontalo Eduart Wolok dalam sambutannya pada kegiatan
tersebut, Selasa (24/5/2022) bertempat di halaman Rektorat Universitas Negeri Gorontalo. “Lewat
kegiatan ini kita ingin menanamkan kepada adik-adik mahasiswa agar supaya senantiasa menjaga
keutuhan bangsa dan negara dan menjauhi paham radikalisme yang mengancam keutuhan Negara
Kesatuan Republik Indonesia,” ungkapnya. Ia menilai kegiatan tersebut sangat penting karena kampus
merupakan salah satu tempat yang menjadi pintu masuk untuk paham radikalisme.“Saya tidak ingin itu
terjadi di UNG. Lewat kondisi dan keadaan pada malam hari ini kita doakan bersama agar senantiasa
dijauhkan dari kondisi seperti itu,” harapnya. UNG Bershalawat dan Doa Bersama dihadiri lebih dari
2000 orang. Kegiatan ini diawali oleh pembacaan Maulid Al-Mahmud oleh Majelis Muhyin Nufuus
Gorontalo, lalu dilanjutkan dengan tausiyah oleh KH. Rasyid Kamaru, M.Pd.I. Habib Salim Al-Jufri, Lc.
dan K.H. Abdullah Aniq Nawawi, LC., MA.

Radikalisme Bahayakan Generasi?

Melansir dari Voi.id bahwa Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) Boy Rafli Amar
mendorong institusi kampus meningkatkan daya tahan mahasiswa dari pengaruh paham intoleransi dan
radikalisme. “Mahasiswa generasi yang akrab dengan dunia maya, mereka rentan terpengaruh paham
intoleransi dan radikalisme yang disebarkan kelompok intoleran serta radikal di media sosial. Oleh karena
itu, anak muda perlu diarahkan, diingatkan, dan dibimbing agar tidak mudah menjadi bagian dari
penyebarluasan paham-paham tersebut.” tuturnya.

Perspektif seperti ini seolah-olah menggiring mahasiswa selaku Agent of Change, pun sebagai generasi
masa kini yang tak luput dari dunia media sosial, mudah untuk terpengaruh bahkan menjadi bagian dari
penyebar radikalisme dan terorisme. Sementara berbicara soal intoleransi, radikalisme, dan terorisme
sebagaimana didefinisikan oleh Kapolda Gorontalo dalam pemberian materi PKKMB UNG 2022, bahwa
Intoleransi merupakan suatu kondisi jika suatu kelompok (misalnya masyarakat, kelompok agama, atau
kelompok non-agama) secara spesifik menolak untuk menoleransi praktik-praktik, para penganut, atau
kepercayaan yang tidak sama dengannya. Kemudian Radikalisme adalah paham atau aliran yang
menginginkan perubahan atau pembaharuan ideologi, social, politik dan budaya dengan cara kekerasan
atau drastis, dengan peyebaran ujaran kebencian / kabar bohong alias hoaks yang dapat memicu sikap
radikalisme di masyarakat. Dan Terorisme adalah serangan-serangan terkoordinasi yang bertujuan
membangkitkan perasaan teror terhadap sekelompok masyarakat. Berbeda dengan perang, aksi terorisme
tidak tunduk pada tata cara peperangan, seperti waktu pelaksanaan yang selalu tiba-tiba dan target korban
jiwa yang acak, serta sering kali merupakan warga sipil.

Dari definisi-definisi yang dipaparkan tersebut, secara tidak langsung menggambarkan beberapa ciri
orang-orang yang termasuk dalam kelompok atau bagian yang mendukung intoleransi, radikalisme,
ataupun terorisme. Pun jika beberapa ciri itu dijumpai dalam diri atau kelompok mahasiswa maka ini
akan sangat membahayakan generasi, bahkan memicu perpecahan atau perselisihan. Dari definisi tersebut
pun banyak pihak yang beranggapan bahwa yang termasuk dalam kelompok ini adalah mereka yang
paham akan agama, terlebih mereka yang memiliki kemampuan public speaking atau vocal. Dan
seringnya agama yang disudutkan adalah Islam. Jadi ketika ada mahasiswa yang menyuarakan pendapat
dari perspektif Islam, atau bahkan menggencarkan opini dalam social media dan mengaitkannya dengan
Islam, maka ia dicurigai atau ditandai sebagai kader radikalisme.

Penggencaran Upaya Menangkal Radikalisme

Pangdam Jaya Mayjen TNI Budiharto mengatakan bahwa salah satu upaya yang bisa dilakukan dalam
menangkal paham radikalisme adalah melalui pendidikan moderasi agama. Mewujudkan Islam rahmatan
lil ‘alamin, menjaga tempat ibadah dari penyebar paham radikal, pembinaan bela negara, dan lainnya.
Sementara itu Direktur Klinik Pancasila, Dr Dodi Susanto, mengungkapkan perlu mewaspadai serangan
dari gerakan dan paham radikalisme dengan Penguatan Pancasila yang harus dijadikan sebagai ilmu
pengetahuan agar terus berkembang dan diterapkan dalam kehidupan sehari-hari.

Beberapa perguruan tinggi juga menggencarkan upaya dalam menangkal radikalisme dengan
melaksanakan program kerja sama dengan BNPT (Badan Nasional Penaggulamgan Teorirsme) yang
mengacu pada tridarma perguruan tinggi, yaitu pendidikan, penelitian, dan pengabdian masyarakat.
Semisal, mahasiswa disibukkan dengan kegiatan pengabdian atau disebut dengan KKN yang justru
menghantarkan bukan pada pengembangan skill dan potensi sesuai dengan jurusannya, melainkan
disibukkan dengan aktivitas yang membuat terkadang mahasiswa luput dari tugasnya menunut ilmu.

Sementara itu, saat ini Forum Koordinasi Penanggulangan Terorisme (FKPT) Gorontalo akan
menyiapkan riset untuk menangkal terorisme dan radikalisme di Provinsi Gorontalo, yang dalam hal ini
masuk pada tujuan tridharma perguruan tinggi. Tenaga Ahli Bidang Riset dan Pengabdian Masyarakat
LLDIKTI XVI Suluttenggo menjelaskan hasil dari riset tersebut akan mengidentifikasi perkembangan
paham intoleran dan mendiagnosis apa penyebabnya. Hasilnya nanti, diharapkan dapat mengidentifikasi
berkembangnya paham intoleran, hingga mendiagnosis sumber penyebabnya.

Banyaknya upaya yang digencarkan merujuk pada tridharma perguruan tinggi yang dimana sudah banyak
perguruan tinggi yang bekerja sama dengan BNPT dalam penanggulangan atau mencegah adanya paham
intoleransi, radikalisme, dan teorirsme di dunia kampus. Untuk itu pun, beberapa perguruan tinggi telah
melaksanakan webinar-webinar dengan tema menangkal radikalisme atau deradikaslime. Hingga
menggencarkan pemahaman agar kiranya mahasiswa terhindar dari paham-paham seperti ini, salah
satunya dengan memberikan materi bahaya radikalisme terhadap mahasiswa-mahasiswa baru.

Deradikalisasi Sesungguhnya

Islam adalah agama Rahmatan lil ‘alamin berarti rahmat untuk seluruh alam. Bukan hanya sekadar agama
yang pastinya mengajarkan kebaikan, kedamaian, dan kemaslahan bagi selurut umat, tetapi juga sebagai
jalan, penuntun, sekaligus arah bagaimana kita dalam menjalani kehidupan dunia. Islam tidak pernah
mengajarkan kekerasan, apalagi perselihan ataupun perpecahan. Islam juga tidak mengajarkan yang
namanya intoleran bahkan radikal. Sebagai muslim kita memahami adanya pondasi untuk kita meyakini
Islam, yakni akidah. Dengan akidah, kita memahami segala aturan yang Allah turunkan, mana yang
menjadi perintah dan larangan-Nya. Dan jelas Islam melarang adanya kekerasan, ujaran kebencian,
kebohongan, dan hal-hal semacam itu sebagaimana definisi intoleran, radikal, ataupun terorisme. Maka
tentu, bahwa Islam bukanlah radikal, apalagi berpotensi melahirkan kader-kader radikalisme,
sebagaimana kondisi yang saat ini banyak di framing kan pada Islam.

Mahasiswa adalah generasi yang mudah terpengaruh tapi harusnya tidak mudah diperbodoh. Terkhusus
sebagai seorang muslim, yang meyakini Islam sebagai agama yang rahmatan lil ‘alamin. Harusnya
sebagai mahasiswa muslim tidak mudah dipengaruhi bahkan diperbodoh dengan isu intoleransi,
radikalisme, dan terorisme. Mahasiswa haruslah menjadi generasi yang cerdas, mampu menyaring fakta
serta tidak gampang meng-framingkan suatu isu yang seolah-olah menyudutkan Islam agama kita sendiri.
Menangkal adanya intoleransi, radikalisme, dan terorisme adalah dengan menguatkan akidah. Memahami
Islam dengan benar dan kaffah (secara menyeluruh bukan hanya setengah-setengah).

Untuk itu dalam menanggulangi ataupun mencegah adanya isu-isu atau paham-paham intoleransi,
radikalisme, dan terorisme adalah dengan memperkuat akidah melalui proses pemikiran yang
menghantarkan kita memahami islam secara benar yang sesuai dengan Al-Qur’an dan As-Sunnah, bukan
yang sebagaimana digambarkan oleh orang-orang yang menyalah artikan ajaran islam.

Anda mungkin juga menyukai