Anda di halaman 1dari 27

LAPORAN PENDAHULUAN

BPH (BENIGNA PROSTAT HIPERPLASIA)


DI RUANGAN TERATAI KELAS II LAKI-LAKI
RSUD UNDATA PALU

Disusun Oleh :
STEBY PATRISIA MOGELEA
N21020013

CI RUANGAN PEMBIMBING

UNIVERSITAS TADULAKO
PRODI DIII KEPERAWATAN
TAHUN AJARAN 2021/2022
KATA PENGANTAR

Puji syukur alhamdulillah kami


panjatkan ke hadirat Tuhan
Yang Maha
Esa, karena telah melimpahkan
rahmat-Nya berupa kesempatan
dan pengetahuan
sehingga makalah ini bisa selesai
pada waktunya.
Terima kasih juga kami
ucapkan kepada teman-teman
yang telah
berkontribusi dengan
memberikan ide-idenya sehingga
asuhan keperawatan ini
bisa disusun dengan baik dan
rapi.
Kami berharap semoga asuhan
keperawatan ini bisa
menambah
pengetahuan para pembaca.
Namun terlepas dari itu, kami
memahami bahwa
makalah ini masih jauh dari kata
sempurna, sehingga kami sangat
mengharapkan
kritik serta saran yang bersifat
membangun demi terciptanya
asuhan keperawatan
selanjutnya yang lebih baik lagi.
Gorontalo, 07 Februari 2019
Penyusun
Puji syukur alhamdulillah kami
panjatkan ke hadirat Tuhan
Yang Maha
Esa, karena telah melimpahkan
rahmat-Nya berupa kesempatan
dan pengetahuan
sehingga makalah ini bisa selesai
pada waktunya.
Terima kasih juga kami
ucapkan kepada teman-teman
yang telah
berkontribusi dengan
memberikan ide-idenya sehingga
asuhan keperawatan ini
bisa disusun dengan baik dan
rapi.
Kami berharap semoga asuhan
keperawatan ini bisa
menambah
pengetahuan para pembaca.
Namun terlepas dari itu, kami
memahami bahwa
makalah ini masih jauh dari kata
sempurna, sehingga kami sangat
mengharapkan
kritik serta saran yang bersifat
membangun demi terciptanya
asuhan keperawatan
selanjutnya yang lebih baik lagi.
Gorontalo, 07 Februari 2019
Penyusun
Puji syukur alhamdulillah kami
panjatkan ke hadirat Tuhan
Yang Maha
Esa, karena telah melimpahkan
rahmat-Nya berupa kesempatan
dan pengetahuan
sehingga makalah ini bisa selesai
pada waktunya.
Terima kasih juga kami
ucapkan kepada teman-teman
yang telah
berkontribusi dengan
memberikan ide-idenya sehingga
asuhan keperawatan ini
bisa disusun dengan baik dan
rapi.
Kami berharap semoga asuhan
keperawatan ini bisa
menambah
pengetahuan para pembaca.
Namun terlepas dari itu, kami
memahami bahwa
makalah ini masih jauh dari kata
sempurna, sehingga kami sangat
mengharapkan
kritik serta saran yang bersifat
membangun demi terciptanya
asuhan keperawatan
selanjutnya yang lebih baik lagi.
Gorontalo, 07 Februari 2019
Penyusun
KATA PENGANTAR
Puji syukur alhamdulillah kami
panjatkan ke hadirat Tuhan
Yang Maha
Esa, karena telah melimpahkan
rahmat-Nya berupa kesempatan
dan pengetahuan
sehingga makalah ini bisa selesai
pada waktunya.
Terima kasih juga kami
ucapkan kepada teman-teman
yang telah
berkontribusi dengan
memberikan ide-idenya sehingga
asuhan keperawatan ini
bisa disusun dengan baik dan
rapi.
Kami berharap semoga asuhan
keperawatan ini bisa
menambah
pengetahuan para pembaca.
Namun terlepas dari itu, kami
memahami bahwa
makalah ini masih jauh dari kata
sempurna, sehingga kami sangat
mengharapkan
kritik serta saran yang bersifat
membangun demi terciptanya
asuhan keperawatan
selanjutnya yang lebih baik lagi.
Gorontalo, 07 Februari 2019
Penyusun
KATA PENGANTAR
Puji syukur alhamdulillah kami
panjatkan ke hadirat Tuhan
Yang Maha
Esa, karena telah melimpahkan
rahmat-Nya berupa kesempatan
dan pengetahuan
sehingga makalah ini bisa selesai
pada waktunya.
Terima kasih juga kami
ucapkan kepada teman-teman
yang telah
berkontribusi dengan
memberikan ide-idenya sehingga
asuhan keperawatan ini
bisa disusun dengan baik dan
rapi.
Kami berharap semoga asuhan
keperawatan ini bisa
menambah
pengetahuan para pembaca.
Namun terlepas dari itu, kami
memahami bahwa
makalah ini masih jauh dari kata
sempurna, sehingga kami sangat
mengharapkan
kritik serta saran yang bersifat
membangun demi terciptanya
asuhan keperawatan
selanjutnya yang lebih baik lagi.
Gorontalo, 07 Februari 2019
Penyus
Puji syukur alhamdulillah kami panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa,
karena telah melimpahkan rahmat-Nya berupa kesempatan dan pengetahuansehingga
makalah ini bisa selesai pada waktunya.
Kami berharap semoga laporan pendahuluan ini bisa menambah pengetahuan para
pembaca.
Namun terlepas dari itu, kami memahami bahwa laporan pendahuluan ini masih
jauh dari kata sempurna, sehingga kami sangat mengharapkankritik serta saran yang
bersifat membangun demi terciptanya laporan pendahuluan selanjutnya yang lebih
baik lagi.

PALU, 5 DESEMBER 2022

Penyusun
DAFTRA ISI

KATA PENGANTAR.......................................................................................
DAFTAR ISI.....................................................................................................
A. Pengertian...................................................................................................
B. Tanda Dan Gejala.......................................................................................
C. Etiologi........................................................................................................
D. Patofisiologi................................................................................................
E. Pathways.....................................................................................................
F. Penatalaksanaan..........................................................................................
i. Pemeriksaan penunjang BPH................................................................
ii. Penatalaksanaan nyeri pasca oprasi.......................................................
G. Pengkajian...................................................................................................
i. Intervensi keperawatan post operasi BPH.............................................
ii. Intervensi Rasional................................................................................
iii. Implementasi Keperawatan....................................................................
iv. Evaluasi Keperawatan............................................................................
DAFTAR PUSTAKA.......................................................................................
A. Pengertian BPH (Benigna Prostat Hiperplasia)

Pembesaran prostat jinak atau benign prostatic hyperplasia (BPH) adalah

kondisi ketika kelenjar prostat membesar. Pembesaran prostat ini dapat menjepit uretra

(bagian dari saluran kemih) dan menimbulkan gejala gangguan berkemih. Kelenjar

prostat hanya dimiliki oleh pria. Oleh karena itu, penyakit ini hanya dialami oleh pria.

Hampir semua pria mengalami pembesaran prostat, terutama pada usia 60 tahun ke

atas. Meski begitu, tingkat keparahan gejalanya bisa berbeda pada tiap penderita, dan

tidak semua pembesaran prostat menimbulkan masalah.

B. Tanda dan Gejala

Pria berusia 60 tahun ke atas sebaiknya melakukan pemeriksaan ke dokter secara

rutin, terutama bila mengalami gangguan buang air kecil. Bila tidak ditangani,

terhambatnya aliran urine akibat BPH dapat menyebabkan gangguan fungsi ginjal dan

kandung kemih. Namun perlu diketahui, pembesaran prostat jinak tidak terkait dengan

kanker prostat.

Tingkat keparahan gejala pembesaran prostat jinak bisa berbeda pada tiap

penderita, tetapi umumnya akan memburuk seiring waktu. Gejala utama

penderita benign prostatic hyperplasia (BPH) adalah gangguan saat buang air kecil,

yang bisa berupa:

 Urine sulit keluar di awal buang air kecil.

 Perlu mengejan saat buang air kecil.

 Aliran urine lemah atau tersendat-sendat.

 Urine menetes di akhir buang air kecil.

 Buang air kecil terasa tidak tuntas.

 Buang air kecil di malam hari menjadi lebih sering.

 Beser atau inkontinensia urine.


Pada kasus tertentu, BPH bahkan bisa menyebabkan retensi urine, atau

ketidakmampuan mengeluarkan urine sama sekali. Tapi perlu diingat, tidak semua

pembesaran kelenjar prostat menimbulkan keluhan buang air kecil, baik buang air kecil

terus atau tidak bisa buang air kecil sama sekali.

C. Etiologi

Belum diketahui apa yang menyebabkan pembesaran prostat jinak. Akan tetapi, kondisi

ini diduga terkait dengan perubahan pada keseimbangan kadar hormon seksual seiring

pertambahan usia pria.

Pada sebagian besar pria, prostat akan terus tumbuh seumur hidup. Ketika ukurannya cukup

besar, prostat akan menghimpit uretra, yaitu saluran yang mengalirkan urine dari kandung

kemih ke lubang kencing. Kondisi inilah yang menyebabkan munculnya gejala-gejala di

atas.

Ada beberapa faktor yang bisa meningkatkan risiko seseorang terkena pembesaran prostat

jinak, yaitu:

 Berusia di atas 60 tahun

 Kurang berolahraga

 Memiliki berat badan berlebih

 Menderita penyakit jantung atau diabetes

 Rutin mengonsumsi obat hipertensi jenis penghambat beta

 Memiliki keluarga yang mengalami gangguan prostat


D. Patofisiologi

Pertama kali BPH terjadi salah satunya karena faktor bertambahnya usia,

dimana terjadi perubahan keseimbangan testosterone, esterogen, karena produksi

testosterone menurun, produksi esterogen meningkat dan terjadi konversi

testosteron menjadi estrogen pada jaringan adipose di perifer. Keadaan ini

tergantung pada hormon testosteron, yang di dalam sel-sel kelenjar prostat hormon

ini akan dirubah menjadi dehidrotestosteron (DHT) dengan bantuan enzim alfa

reduktase. Dehidrotestosteron inilah yang secara langsung memacu m-RNA di

dalam sel-sel kelenjar prostat untuk mensistesis protein sehingga mengakibatkan

kelenjar prostat mengalami hyperplasia yang akan meluas menuju kandung kemih

sehingga mempersempit saluran uretra prostatika dan penyumbatan aliran urine.

Keadaan ini menyebabkan peningkatan tekanan intravesikal. Untuk dapat

mengeluarkan urin, buli-buli harus berkontraksi lebih kuat guna melawan tahanan

itu (Presti et al, 2013). Kontraksi yang terus-menerus ini menyebabkan perubahan

anatomi dari buli-buli berupa hipertrofi otot detrusor, trabekulasi, terbentuknya

selula, sakula, dan divertikel buli-buli. Fase penebalan otot detrusor ini disebut fase

kompensasi. Perubahan struktur pada buli-buli dirasakan oleh pasien sebagai

keluhan pada saluran kemih sebelah bawah atau lower urinary tract symptom

(LUTS) yang dahulu dikenal dengan gejala-gejala prostatismus.

Dengan semakin meningkatnya resistensi uretra, otot detrusor masuk ke

dalam fase dekompensasi dan akhirnya tidak mampu lagi untuk berkontraksi

sehingga terjadi retensi urin. Retensi urine ini diberikan obat-obatan non invasif

tetapi obat-obatan ini membutuhkan waktu yang lama, maka penanganan yang

paling tepat adalah tindakan pembedahan, salah satunya adalah TURP (Joyce,

2014).
TURP adalah suatu operasi pengangkatan jaringan prostat lewat uretra

menggunakan resektroskop, dimana resektroskop merupakan endoskop dengan

tabung 10-3-F untuk pembedahan uretra yang dilengkapi dengan alat pemotongan

dan counter yang disambungkan dengan arus listrik. Trauma bekas resectocopy

menstimulasi pada lokasi pembedahan sehingga mengaktifkan suatu rangsangan

saraf ke otak sebagai konsekuensi munculnya sensasi nyeri.(Haryono,2012)


E. Pathways

Faktor usia
(usia lanjut)

Perubahan
keseimbangan hormon
testosterone dan
Kadar esterogen meningkat
Kadar testosteron esterogen
menurun
Hiperplasia sel prostat
memacu m-RNA di dalam sel-sel
kelenjar prostat

Poliferasi sel prostat


BPH

Tindakan pembedahan

Trauma bekas resectocopy

Rangsangan saraf
Diameter kecil

Saraf eferen
memberi
respon

Nyeri akut

Pathway BPH ( Benign Prostatic Hyperplasia ) Prabowo, dkk. 2014


F. Penatalaksanaan

Menurut Haryono (2012) penatalaksaan BPH meliputi :

1. Terapi medikamentosa

a. Penghambat adrenergik, misalnya prazosin, doxazosin, afluzosin.

b. Penghambat enzim, misalnya finasteride

c. Fitoterapi, misalnya eviprostat

2. Terapi bedah
Waktu penanganan untuk tiap pasien bervariasi tergantung beratnya gejala dan
komplikasi, adapun macam-macam tindakan bedah meliputi:
a. Prostatektomi

1) Prostatektomi suprapubis , adalah salah satu metode mengangkat kelenjar

melalui insisi abdomen yaitu suatu insisi yang di buat kedalam kandung kemih dan

kelenjar prostat diangkat dari atas.

2) Prostaktektomi perineal, adalah mengangkat kelenjar melalui suatu insisi dalam

perineum.

3) Prostatektomi retropubik, adalah suatu teknik yang lebih umum di banding

[endekatan suprapubik dimana insisi abdomen lebih rendah mendekati kelenjar

prostat yaitu antara arkuspubis dan kandung kemih tanpa memasuki kandung

kemih.

a. Insisi prostat transurethral (TUIP)

Yaitu suatu prosedur menangani BPH dengan cara memasukkan instrumen

melalui uretra. Cara ini diindikasikan ketika kelenjar prostat berukuran kecil

(30 gr / kurang) dan efektif dalam mengobati banyak kasus dalam BPH.
b. Transuretral Reseksi Prostat (TURP)

Adalah operasi pengangkatan jaringan prostat lewat uretra menggunakan

resektroskop dimana resektroskop merupakan endoskopi dengan tabung 10-3-F

untuk pembedahan uretra yang di lengkapi dengan alat pemotong dan counter

yang di sambungkan dengan arus listrik.

i. Pemeriksaan penunjang BPH meliputi :

1. Pemeriksaan colok dubur

Pemeriksaan colok dubur dapat memberikan kesan keadaan tonus sfingter anus

mukosa rectum kelainan lain seperti benjolan dalam rectum dan prostat.

2. Ultrasonografi (USG)

Digunakan untuk memeriksa konsistensi volume dan besar prostat juga keadaan

buli-buli termasuk residual urine.

3. Urinalisis dan kultur urine

Pemeriksaan ini untuk menganalisa ada tidaknya infeksi dan RBC (Red Blood Cell)

dalam urine yang memanifestasikan adanya pendarahan atau hematuria (prabowo

dkk, 2014).

4. DPL (Deep Peritoneal Lavage)

Pemeriksaan pendukung ini untuk melihat ada tidaknya perdarahan internal dalam

abdomen. Sampel yang di ambil adalah cairan abdomen dan diperiksa jumlah sel

darah merahnya.
5. Ureum, Elektrolit, dan serum kreatinin

Pemeriksaan ini untuk menentukan status fungsi ginjal. Hal ini sebagai data

pendukung untuk mengetahui penyakit komplikasi dari BPH.

6. PA(Patologi Anatomi)

Pemeriksaan ini dilakukan dengan sampel jaringan pasca operasi. Sampel jaringan

akan dilakukan pemeriksaan mikroskopis untuk mengetahui apakah hanya bersifat

benigna atau maligna sehingga akan menjadi landasan untuk treatment selanjutnya.
ii. Penatalaksanaan nyeri pasca oprasi

1. Farmakologis

a. Analgesik: yang diberikan pada pasien pasca bedah TUR-Prostat pada umumnya

menggunakan golongan non opioid (Andarmoyo, 2013). Golongan non opioid

yang sering diberikan adalah acetaminophen atau non steroidal anti-inflamantory

drugs (NSAIDs) dan digunakan untuk menghilangkan nyeri ringan atau sedang.

b. Terapi simptomatis : pemberian golongan reseptor alfa-adrenergik inhibitor

mampu merelaksasikan otot polos prostat dan saluran kemih akan lebih terbuka.

Obat golongan 5-alfa-reduktase inhibitor mampu menurunkan kadar

dehidrotestosteron intraprostat, sehingga dengan turunnya kadar testosterone

dalam plasma maka prostatakan mengecil (Prabowo, 2014).

2. Non farmakologis:

Banyak intervensi keperawatan nonfarmakologis yang dapat dilakukan dengan

mengkombinasikan pemberian analgesik dengan terapi nonfarmakologis seperti

distraksi dan relaksasi.

a. Relaksasi merupakan terapi perilaku-kognitif pada intervensi nonfarmakologis

yang dapat mengubah persepsi pasien tentang nyeri, mengubah perilaku nyeri dan

memberi pasien rasa pengendalian yang lebih besar terhadap nyeri. Relaksasi akan

menimbulkan respon fisiologis seperti penurunan denyut nadi, penurunan

konsumsi oksigen, penurunan kecepatan pernapasan, penurunan tekanan darah

dan penurunan tegangan otot. Selain itu, relaksasi akan berdampak terhadap

respon psikologis yaitu menurunkan stress, kecemasan, depresi dan penerimaan

terhadap kontrol nyeri pasca bedah (Prabowo, 2014).

b. Distraksi adalah mengalihkan perhatian klien ke hal yang lain sehingga dapat

menurunkan kewaspadaan terhadap nyeri bahkan meningkatkan toleransi terhadap

nyeri (Prabowo, 2014).


G. Pengkajian
1. Anamnese :

a. Identitas : identitas digunakan untuk mengetahui klien yg mengalami BPH yang

sering dialami oleh laki –laki diatas umur 45 tahun (Rendy clevo, 2012)

b. Keluhan Utama : pada klien post operasi BPH biasanya muncul keluhan nyeri,

sehingga yang perlu dikaji untk meringankan nyeri (provocative/ paliative), rasa

nyeri yang dirasakan (quality), keganasan/intensitas (saverity) dan waktu serangan,

lama, (time) (Judha, dkk. 2012)

c. Riwayat penyakit sekarang: Keluhan yang sering dialami klien BPH dengan istilah

LUTS (Lower Urinary Tract Symtoms). Antara lain: hesistansi, pancaran urin

lemah, intermittensi, ada sisa urine pasca miksi, frekuensi dan disuria (jika

obstruksi meningkat).

d. Riwayat penyakit dahulu : tanyakan pada klien riwayat penyakit yang pernah

diderita, dikarenakan orang yang dulunya mengalami ISK dan faal darah beresiko

terjadinya penyulit pasca bedah (Prabowo, 2014)

2. Pemeriksaan fisik (Data Objektif)

a. Vital sign (tanda vital)

1) Pemeriksaan temperature dalam batas normal

2) Pada klien post operasi BPH mengalami peningatan RR

(Ackley, 2011)

3) Pada klien post operasi BPH mengalami peningkatan nadi


4) Pada klien post operasi BPH mengalami peningkatan tekanan darah

(Prabowo,2014).

b. Pemeriksaan fisik ( head to toe )

1) Mata : lihat kelopak mata, konjungtiva (pucat atau tidak) (aziz Alimul, 2009).

2) Mulut dan gigi : kaji bagaimana kebersihan rongga mulut dan bau mulut, warna

bibir (pucat atau kering), lidah (bersih atau kotor). Lihat jumlah gigi, adanya

karies gigi atau tidak (Aziz Alimul, 2009).

3) Leher : Palpasi daerah leher untuk merasakan adanya massa pada kalenjar tiroid,

kalenjar limfe, dan trakea, kaji juga kemampuan menelan klien, adanya

peningkatan vena jugularis (Aziz Alimul, 2009)

4) Dada : lihat bentuk dada, pergerakan dinding dada saat bernafas, apakah ada

suara nafas tambahan (Aziz Alimul, 2009)

5) Abdomen

Menurut Purnomo, 2009 pemeriksaan abdomen meliputi:

a) Perkusi : Pada klien post operasi BPH dilakukan perkusi pada 9 regio

abdomen untuk mengetahui ada tidaknya residual urine

b) Palpasi : Teraba kistus di daerah suprasimfisis akibat retensi urin dan sering

dilakukan teknik bimanual untuk mengetahui adanya hidronefrosis dan

pyelonefrosis.

6) Genetalia

a) Pada klien post operasi BPH terpasang treeway folley kateter dan biasanya

terjadi hematuria setelah tindakan pembedahan, sehingga terdapat bekuan

darah pada kateter. Dan dilakukan tindakan spolling dengan Ns 0,9% / PZ, ini
tergantung dari warna urine yang keluar. Bila urine sudah jernih spolling

dapat dihentikan dan pipa spolling di lepas ( Jitowiyono, dkk. 2010)

b) Pada pemeriksaan penis, uretra dan skrotum tidak ditemukan adanya

kelainan, kecuali adanya penyakit penyerta seperti stenosis meatus, striktur

uretralis, urethralithiasis, Ca penis, maupun epididimitis (Prabowo, 2014).

7) Ekstermitas

Pada klien post opersi BPH perlu dikaji kekuatan otot dikarenakan mengalami

penurunan kekuatan otot (Prabowo, 2014).

i. Intervensi keperawatan post operasi BPH (Beningn Prostatic Hypertrophy)

Menurut Ackley 2011 :

1) Kaji nyeri secara komprehensif termasuk lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi,

kualitas dan faktor presipitasi.

2) Kaji skala nyeri dengan pengkajian PQRST.

3) Berikan klien posisi nyaman pada waktu istirahat ataupun tidur.

4) Kaji tanda-tanda pembengkakan pada daerah post operasi.

5) Monitor tanda-tanda vital

6) Observasi reaksi non verbal dari ketidaknyamanan dan gunakan komunikasi

terapeutik untuk mengetahui pengalaman nyeri klien.

7) Ajarkan teknik relaksasi seperti nafas dalam dan tehnik distraksi seperti menonton tv,

mendengarkan music, atau hal kesukaan klien untuk mengalihkan perhatian nyeri

klien.

8) Kontrol lingkungan yang dapat mempengaruhi nyeri seperti suhu ruangan,

pencahayaan dan kebisingan.

9) Kolaborasi dengan tim medis lain dalam pemberian analgesic.


ii. Intervensi Rasional

1) Penilaian reguler terhadap klien sangat penting untuk rencana manajemen nyeri.

2) Penilaian nyeri dapat diandalkan sebagai ukuran tingkat intensitas nyeri 3) Imobilisasi

sangat di perlukan untuk membatasi nyeri.

4) Mengkaji tandapembeng-kakan sangat penting untuk mengetahui ada tidaknya

infeksi.

5) Dengan memonitor tanda-tanda vital dapat mengetahui perubahan tanda-tanda vital

klien untuk menentukan terapi yang akan dilakukan selanjutnya

6) Informasi ini membantu untuk mengidentifikasi kemungkinan faktor-faktor yang

dapat mempengaruhi intensitas nyeri

7) Strategi perilaku mandiri dapat mengembalikan rasa kontrol diri, kemanjuran pribadi,

dan pertanggung jawaban aktif dalam perawatannya sendiri.

8) Salah satu langkah terpenting menuju peningkatan kontrol rasa sakit adalah suasana

tenang.

9) Bekerja sebagai anti inflamasi dan efek analgesic ringan dalam mengurangi kekakuan

dan meningkatkan mobilitas

iii. Implementasi Keperawatan

Implementasi merupakan tahap yang muncul jika perencanaan yang dibuat

diaplikasikan pada klien. Sebelum melakukan implementasi, seharusnya menerima

laporan tindakan dari perawat shift sebelumnya hal-hal tersebut merupakan kunci dari

efisiensi kerja pertukaran shift (Deswani, 2009).


iv. Evaluasi Keperawatan

Evaluasi adalah tahap akhir dari proses keperawatan, pada tahap ini membandingkan

hasil tindakan yang telah dilakukan dengan kriteria hasil. Evaluasi berfokus pada klien,

baik itu individu ataupun kelompok (Deswani, 2009). Evaluasi keperawatan pada post

operasi BPH meliputi:

a) Skala nyeri berkurang.

b) Tanda vital dalam rentang normal :

TD : 100-140 / 60- 90 mmHg

N : 60-100x/menit

S : 36,5 -37,5 °C

RR : 16-24x/menit

c) Dapat mengidentifikasi (skala, intensitas, frekuensi dan tanda nyeri) ketika

berlangsung.

d) Mampu mengontrol nyeri (tahu penyebab nyeri, mampu menggunakan tehnik

nonfarmakologi seperti tehnik distraksi dan relaksasi, kompres hangat, imajinasi

terbimbing, dan hypnosis diri untuk mengurangi nyeri, mencari bantuan).

e) Melaporkan bahwa nyeri berkurang dengan menggunakan manajemen nyeri.

f) Tidak terdapat gangguan konsentrasi.

g) Menyatakan kenyamanan

h) Klien tidak terbangun karena nyeri.

i) Wajah menjadi segar dan tidak meringis kesakitan.

j) Tidak takut terjadinya cidera


DAFTAR PUSTAKA

Prabowo Eko dan Pranata Eka. 2014 .Buku ajar asuhan keperawatan sistem perkemihan.
Yogyakarta : Nuha Medika

Presti J, et al. 2013. Neoplasm of The Prostate Gland. USA: The McGraw Hill Compaines Inc
Purnomo. 2014. Dasar-dasar Urologi. Jakarta: CV.Agung

Rendy, clevo. 2012. Asuhan keperawatan medical bedah penyakit dalam. Yogyakarta: Nuha Medika
Sjamsuhidajat R, dkk. 2010. Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi 3. Jakarta: EGC

Smeltzer dan Bare. 2013. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner dan Suddarth Edisi 8.
Jakarta: EGC

Suharyanto, toto. 2009. Asuhan Keperawatan Pada Klien dengan Gangguan Sistem Perkemihan.
Jakarta: Trans Info Me

Sulistyo. 2013. Konsep dan proses keperawatan nyeri. Yogyakarta : nuha medika

Tamsuri Anas, 2012. Konsep dan penatalaksanaan nyeri. Jakarta EGC

Widijanto G. 2011. Nursing: Menafsirkan Tanda-Tanda dan Gejala Penyakit. PT Indeks Permata
Puri Media : Jakarta Barat

Wilkinson, Judith M. 2011. Buku Saku Diagnosis Keperawatan : intervensi NIC

Anda mungkin juga menyukai